— 263

2
0
Deskripsi

Narasi au the dark side part 263

— 263

CW // mention of death

Tiap langkah yang Regan ambil saat dirinya menaiki undakan tangga, dia tak berhenti berpikir apa yang harus dibicarakannya nanti saat berada di atap. Bahkan saking seriusnya memikirkan hal tersebut, Regan sampai melupakan keberadaan dua cowok di belakangnya yang sudah tertinggal lumayan jauh.

“Bang, tungguin!” Han berseru panik, langkahnya dipercepat.

Regan menoleh singkat ke belakang. “Cepetan jalannya, jangan lelet!”

“Dih,” desisnya sebal.

Begitu tiba di ujung, menemukan sebuah pintu yang nantinya akan mengarah pada bagian luar, perasaannya jadi gamang. Regan ragu membuka pintu besi itu, namun Davka yang secara tiba-tiba telah berada tepat di belakangnya mendorong pintu tersebut. Alhasil pintu terbuka dan angin dingin berembus kencang menabrak ketiga wajah mereka yang membuat semuanya kontan memejamkan mata.

“Kenapa dibuka dulu?” Regan memprotes, berusaha menghalau angin yang membuat kedua matanya menjadi perih.

Davka dengan tampang polosnya hanya menaikkan kedua bahunya santai. Lalu ujarnya, "Selesaiin semuanya."

Regan bisa melihat ada harapan besar ketika kalimat tersebut terucap dari mulut seseorang yang sepuluh tahun lebih muda darinya itu. Dan Regan jadi meneguk ludahnya sendiri berulang kali, merasa gugup tanpa alasan yang jelas.

"Nggak usah bilang, gue tahu apa yang harus gue lakuin."

Salah satu alis Davka terangkat.

"Sebelum ke sana, gue mau bilang sesuatu sama lo." Regan kemudian mendekati Davka, berbisik pelan. Han yang tidak jauh berada di dekat mereka menautkan kedua alisnya curiga. “Kalau nanti kejadian sesuatu yang nggak terduga, minta tolong buat ajak Han pergi dari sini. Cari pintu yang ada cahaya putihnya.”

Han masih dengan alis yang bertaut mencoba menguping, namun usahanya sia-sia.

“Minta tolong, ya,” ujar Regan lagi, tersenyum pada Davka yang kemudian berlalu pergi melewati pintu tersebut.

Saat Regan mengalihkan pandangannya ke depan, dia melihat punggung mungil seseorang di ujung sana. Itu pasti Keira, pikirnya. Sebab, dari kali terakhir dia melihat beberapa hari yang lalu hingga saat ini, posisinya masih sama persis seperti yang sering Keira lakukan di masa lalu.

Dengan perlahan Regan berjalan mendekat sampai akhirnya dia duduk di samping cewek itu. Tidak ada pergerakan darinya, Keira hanya menatap kosong ke depan namun mulutnya tidak berhenti bersenandung.

Menurunkan kedua kakinya untuk dibiarkan bergelantungan, dia mengikuti apa yang sedang Keira lakukan sedari tadi. Regan lalu mengulum bibirnya rapat-rapat, enggan berbicara. Akan tetapi, lama-kelamaan dia menyerah berada di keheningan.

"K...?" Tenggorokannya terasa kering.

"Ini gue, R." Rasanya sangat asing memanggil dirinya dengan sebutan seperti itu.

Kupu-kupu kemudian muncul yang entah dari mana asalnya, terbang mengitari mereka berdua dengan begitu berhati-hati. Satu tangan Regan terangkat ketika kupu-kupu tersebut mengarah padanya, kemudian tanpa disangka-sangka kupu-kupu itu bertengger di jemari manisnya.

"Udah sepuluh tahun kita nggak ketemu dan lo lebih milih diem daripada ngobrol sama gue?"

Keira berhenti bersenandung. Sisi wajahnya yang rusak kini bergerak, mata merahnya mengerling pada Regan.

"Lama."

Regan terkekeh ringan. "Iya," balasnya, mendesah pelan. "Gue akui gue memang lama, K. Tapi gue nggak nyangka lo bakal nunggu gue selama itu."

Kupu-kupu itu kemudian terbang menjauh, meninggalkan Regan dan Keira yang mencoba saling berinteraksi.

"Menurut lo ini bakalan lama nggak?" Hanniel bertanya pada Davka yang berada tepat di sampingnya. Menatap dua punggung di depannya dengan wajah merengut.

"Lama,” balas Davka tanpa ragu.

Hanniel tersenyum kecut dan menoleh. "Yakin banget lo?"

Hanya dibalas lirikan oleh Davka. Kupu-kupu yang sebelumnya terbang menjauh dari sejoli yang tengah duduk di pinggiran atap kini mendekat pada dua remaja yang berdiri di dekat pintu.

"Karena ini lama kayaknya kita juga perlu ngobrol." Han berbicara lagi karena dia tidak suka keheningan.

"Lagi?"

"Kenapa?” Han melipat tangannya di dada, lalu memiringkan sedikit kepalanya ke samping. “Nggak ada salahnya, kan, kita banyak ngobrol lagian gue mau tahu banyak hal tentang lo."

Han tersenyum sambil memainkan kedua alisnya tinggi-tinggi.

Davka bergeming, mendumel dalam hati kalau itu sangatlah percuma. Toh, pertemuan mereka berdua bersifat sementara, sebentar lagi —jika berhasil— Davka akan menghilang dan mereka akan melupakan satu sama lain, secara teknis seharusnya begitu.

Namun bukan Han kalau dia menyerah begitu saja.

“Davka, lo suka apa?”

“...”

“Selama diem di panti lo punya banyak temen nggak? Gue nggak punya temen dari esde sampe sekarang, eh ada sih sekarang. Hehe.”

“....”

“Noah mirip itu gak sih, apa namanya, otter?”

“....”

“Mocca ternyata takut ya sama lo. Buktinya, dia mau-mau aja lo suruh dia buat balik lagi ke sekolah. Waktu kemaren dia cerita sama gue tentang buku itu, dia ngomel-ngomel kalo kalian punya urusan pribadi yang ngebuat Mocca jadi nggak bisa nolak. Emang urusan apaan sih?”

“Hah?”

“Hah?” Han mengulang yang dibilang Davka barusan.

Hening sebentar.

“Gue lupa sesuatu!” lanjut Davka berseru. “Han, gue punya janji sama Mocca.” Lalu Davka mendekat, berbisik sesuatu pada Han yang membuat cowok itu menganggukkan kepalanya pelan. “Minta tolong, ya.”

Han mengacungkan jari jempolnya pada Davka. “Gampang, serahin itu ke gue.”

Di sisi lain, Regan baru saja menyalakan rokok yang tersemat di antara bibirnya, dia dapat rokok itu dari Keira. Hari-hari lain pada masa lalu kembali berputar, ingatan yang sempat musnah kini perlahan mulai tumbuh, berbagai macam kilas-balik bermunculan.

“Jadi… apa?”

Regan memang sudah mengingat semuanya sekarang, dan hatinya mencelos karena itu.

“Gue kehilangan semuanya, K.” Regan memulai.

Dan sesuatu yang ajaib muncul di antara keduanya. Ada banyak kupu-kupu beterbangan di bawah kaki mereka, disusul dengan Keira yang perlahan mulai berubah menjadi sosoknya yang seperti sedia kala mengikuti gerakan kupu-kupu itu pergi. Keadaan di sekitar mereka pun turut serta mengalami perubahan. Regan buru-buru menoleh ke belakang pada Han dan Davka sebelum akhirnya mereka berdua lenyap.

Regan memalingkan wajahnya, melihat jaket hijau tosca yang sebelumnya banyak meninggalkan noda darah kini tampak seperti baru, bagian lengannya digulung sampai ke siku, bekas sayatan di lengan terlihat memudar.

Ada tanda kecil di dekat pergelangan tangan Keira, itu adalah sebuah titik koma dan sayap kupu-kupu di bagian atasnya. Regan ingat bagaimana tanda itu selalu menemani hari-hari mereka ketika di masa lalu, sampai...

Di akhir tahun 2012, bulan Oktober lebih tepatnya. Di saat berita kematian Argan masih menghangat dan Regan yang seakan masih belum menerima kenyataan bahwa Argan telah tiada. Keduanya sudah sangat jarang bertemu di atap gedung kosong pada pukul tiga dini hari.

Jangankan bertemu, chattingan juga jarang. Terakhir kali, itu juga saat Regan memberitahunya bahwa dia sedang berada di Grand Heaven dan bersiap akan mengantarkan Argan ke pemakaman.

Keira memaklumi hal tersebut. Dia tahu jika Regan sedang jatuh-sejatuh-jatuhnya sampai sulit untuk dibangunkan lagi. Meski sudah dibantu berulang kali untuk bangkit pun tetap saja sulit. Jadi Keira memilih untuk menunggu sampai kondisi Regan kembali normal atas kehilangan seseorang yang teramat penting di hidupnya itu.

•••

R : K, ayo ketemu 

 

Hari itu, tumben sekali, pada pukul tiga pagi, Regan menghubungi Keira untuk mengajaknya bertemu di atap gedung kosong. Keira berjingkrak antusias, hampir memekik. Dia buru-buru meraih jaket hangatnya yang berwarna hijau tosca dan berlari menyusul Regan ke sana.

“R!” Keira berseru, lekas duduk di samping Regan begitu sampai. Sengaja dia benturkan bahunya pada bahu milik Regan sembari bertanya, “Lo kok masih loyo begitu sih?”

Sejujurnya, Keira sedikit kecewa mendapati Regan masih terpuruk atas kematian adiknya itu.

“R, semangat dong! Hampir tiga minggu lo begini terus. Gue kangen tahu ngeliat lo kayak biasanya.”

Udah tiga minggu, ya? Nggak kerasa.” Regan tertawa getir. “K...”

“Hn?” Senyum Keira terulas indah.

“Gue udah tahu penyebab kematian Argan karena apa.”

Senyum lebar Keira perlahan memudar.

Kemaren pagi gue nggak sengaja denger pembicaraan nyokap-bokap gue sama tukang kebon. Katanya....”

Regan diam sebentar, menundukkan kepalanya. Matanya terpejam erat. “Argan jadi tumbal pesugihan keluarga gue sendiri.”

Keira terperangah, bola matanya bergetar.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya — 264
2
0
Narasi au the dark side part 264
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan