[SEASON TWO] Part 24: Apakah Kejadian Itu Sungguh Nyata?

1
0
Deskripsi

“Jika tanpa dirimu, aku hilang,…”

Noel menemukan cinta dalam menemukan sederatan kejadian ganjil. Sukar ia ceritakan ke siapapun. Kini ia dilanda kebingungan, apakah sosok Marsha itu nyata. Atau, itu hanya… 

…selama ini, dirinya tengah berfantasi, kah? 

“Marsha, jika Tuhan memberikan aku umur panjang, akan aku luangkan waktu seumur hidup aku hanya demi kamu. Kamu di mana, Marsha? Haruskah aku ke ujung dunia hanya demi menemukan kamu?”

*****

Park Serpong Zen Series

Susi 0881-1996-268

post-image-65de8eac1e7fc.jpg

Aku bagaikan

tengah melambung-lambung

Saking melambungnya,

aku bahkan tak sadar

Marsha seringkali mengabaikanku

 

Apa yang aku salah?

Marsha tampak mencintaiku

Itu sekilas saja

Sedetik kemudian,

aku diabaikannya begitu saja

Macam tak memiliki rasa sama sekali

 

Marsha, Marsha,

kumohon,

jangan tengil!

Terus teranglah padaku!

Ayo, jujurlah padaku!

Suka atau tidak?

Sikapmu yang seenaknya itu

seperti sedang mempermainkan aku

 

Terkadang aku berpikir,

apa mungkin aku yang terlalu percaya diri?

Masa Marsha mencintaiku balik?

Oh, tidak!

Perempuan macam Marsha?

 

Bahkan, level kami beda

Perbedaannya yang cukup jauh

Ini Marsha!

Ia seperti di atas langit paling tinggi

Mataku sering silau

saat coba menatap wajah Marsha

Apa Marsha tahu itu?

 

Marsha, Marsha,

sesekali turunlah sedikit

untuk sebentar saja

Aku lelah mendongak

Apa kamu tahu itu?

 

Tapi aku tetap cinta Marsha!

Ternyata puisi tetap saja dikirimkan ke Marsha via surat elektronik. Entah apa maksud Noel yang melakukan hal sama ke dua tempat berbeda. Sepertinya Noel tidak terlalu takut jika identitasnya ketahuan. Mungkin dalam sanubarinya Noel berpikir ini satu-satunya cara untuk mendekati Marsha lebih lanjut.

Jika memang seperti itu dugaan Noel, sepertinya harapan laki-laki itu terwujud. Paginya, di dalam mobil sedan, juga di tengah kemacetan kota Jakarta, Marsha membuka platform itu lagi dari ponsel. Dengan ditemani suara penyiar radio yang sedang memberitahukan titik-titik kemacetan di Jakarta, Marsha membaca tulisan Noel tersebut.

"Feeling gue, dia nulis ini emang buat gue," desis Marsha, lalu sedikit membuka kaca mobil untuk memberikan sedekah. Lalu, teman pengemis yang lainnya muncul ke hadapannya. Marsha mau tak mau memberikan sedekah ke teman si pengemis yang tadi.

Selanjutnya, beberapa pedagang asongan ganti bermunculan ke hadapan Marsha. Marsha memberikan kado dengan tangannya, ia tidak tertarik. Mendadak lampu lalu lintasnya berubah hijau. Ponselnya ditaruh di rak di bawah radio. Marsha segera mengegas mobilnya. Entah berhubungan atau tidak, mungkin juga tidak, penyiar radio itu memutar sebuah lagu yang sepertinya Marsha kenal.

Tersabut kabut malam

Terbiasnya harapan yang tersimpan

Suci tak (suci tak) bertuan (bertuan)

Terasa kerinduan hati yang bimbang

Yang terhempas kepastian cinta

Marsha agak terhenyak. Hampir saja mobilnya menabrak trotoar karena tanpa sadar terseret ke arah trotoar. Beberapa pengguna trotoar terlihat memaki-maki dirinya. Sialnya, aksi sembrono Marsha terciduk polisi. Polisi lalu lintas segera menyetop mobil sedan Marsha. Terpaksa Marsha harus berurusan dengan polisi. Tidak sampai kenapa-napa. Dewi Fortuna benar-benar sedang berada di pihak Marsha. Marsha hanya ditegur, lalu ia kembali melanjutkan perjalanan menuju kantor.

Dalam mobil, Marsha sedikit mengumpat Noel. "Noel, Noel, gara-gara lu, gue pagi ini jadi berurusan sama polisi. Untung cuma dapet teguran."

Sesungguhnya lagu yang tadi dipasang si penyiar radio itu sudah cukup mendistraksi perhatian Marsha. Selepas mengumpat Noel, Marsha malah menyiulkan lagu tersebut. Sembari menyiulkan lagu itu, sembari setengah kesadarannya membayangkan kembali momen di atas danau--bersama Noel. Di lampu merah selanjutnya, di atas tablet, tangan Marsha iseng saja menggores-goreskan sesuatu. Lagi-lagi, ia menggambar sketsa wajah Noel. Tampaknya Marsha puas dengan hasilnya. Pipi-pipinya memerah. Bagaikan Noel sedang berada di samping dirinya saja.

Lampunya hijau lagi. Sebentar lagi pula, Marsha tiba di kantor. Hampir telat. Sebetulnya Marsha agak kurang suka datang terlambat. Bukan tipikal Marsha yang datang telat. Namun, bukan salah Marsha, yang terpaksa telat. Ada kejadian tak terduga, yang sebaiknya ia rahasiakan. Pimpinannya di kantor pasti malah semakin mengomelinya.

***

Bahkan lagu itu diputar juga di restoran yang Noel datangi. Noel sedang menunggu temannya, Dave. Dave belum kunjung tiba. Padahal sudah pukul 08.34 pagi.

Untuk sedikit menghilangkan kebosanan, Noel menyesap jus jeruk yang tadi ia pesan. Ia merasa familier dengan lagu yang diperdengarkan.

Tersabut kabut malam

Terbiasnya harapan yang tersimpan

Suci tak (suci tak) bertuan (bertuan)

Terasa kerinduan hati yang bimbang

Yang terhempas kepastian cinta

Ada sebuah kenangan yang menyeruak di dalam kepala Noel. Noel mengernyitkan dahi. Ia berpikir keras terhadap apa saja yang terjadi dalam kehidupannya, khususnya yang berkaitan dengan Marsha. Satu peristiwa aneh sepertinya cukup mengusik dirinya. Peristiwa itu sebetulnya nyata atau tidak?

Iya, Noel memikirkan baik-baik peristiwa tersebut. Awal dari Noel mulai mengenal Marsha. Baru terpikirkan sudah mengapa dirinya tidak bertanya ke teman-temannya perihal peristiwa tersebut. Oh, nanti, kan, Dave mau tiba ke restoran ini, ada baiknya Noel tanyakan saja tentang peristiwa tersebut.

Peristiwa itu adalah,

"NOEL, AWAS!”

Noel kini berada di sebuah kafe. Bersama teman-teman aku di band yang sudah aku rintis sejak masih menyandang status sebagai mahasiswa. Seraya sesekali menghirup jus jeruk yang kupesan, ia masih saja mencorat-coret di atas buku catatanku. Entah mengapa begitu susahnya ia menciptakan sebuah lirik lagu. Sudah entah ke berapa kali, ia dan Dave (selaku arranger sekaligus gitaris) mengalami ketidakcocokan. Dave beberapa kali menyuruh aku untuk mengganti liriknya. 

“Jangan begini, Bro,” Dave main merobek kertas. “Nggak cocok sama nada-nada dari gue.”

Noel coba merangkai kata-kata lagi. Lagi dan lagi, Dave merobeknya lagi. Sampai akhirnya, terjadi pula.

Padahal Dion (selaku pianis) sudah memperingatkan Noel. Sayangnya, peringatan Dion itu terlambat. Sekonyong-konyong tubuhku terasa lengket. Bau pula. Ini seperti bau minyak tanah. Saat ia sedikit mengangkat kepala, sudah berdiri dengan mata nyalang seorang perempuan. Perempuan ini berambut panjang. Parasnya lumayan jelita. Ia berbohong, jika tidak naksir dengan perempuan ini. Belum lagi, ia bingung dari mana datangnya perasaan ini. Ia hanya merasa pernah berjumpa dengan perempuan ini, yang entah di mana. Seperti sebuah déjàvu. 

Noel sontak berdiri dan balas menatap si perempuan dengan sama galaknya. “HEY, ADA APA INI?"

Si perempuan balas berteriak, “KAMU JAHAT! KAMU LAKI-LAKI PALING JAHAT YANG PERNAH AKU KENAL DAN TEMUI!”

Setelah itu, dimulailah satu petualangan mesra di atas danau buatan antara Noel dan Marsha. Selalu di atas danau buatan. Selalu pula ia sedang mendayung perahu. Sementara Marsha hanya memperhatikan bagaimana Noel mendayung. Walaupun demikian, yang biasanya juga Marsha yang membuka obrolan. Lalu, Noel menanggapi dengan sebisanya. Bagaimanapun jika seorang perempuan cantik mengajak berbicara, amat disayangkan jika diabaikan begitu saja. Sepertinya sebagian dari diri Noel ingin coba terlihat sebagai laki-laki yang tidak apatis terhadap ajakan mengobrol oleh seorang perempuan.

"Lamunkan apa, Bro?" kata Dave yang baru saja tiba. Temannya itu menepuk punggung Noel. "Maaf, menunggu lama. Kena macet."

Tiba-tiba Noel bersin. Sebanyak tiga kali atau lebih. Sampai keluar ingus segala.

Dave menyodorkan tisu. Sembari menggelengkan kepala, Dave berkata, "Nggak sopan lu, hahahaha."

"Sorry, Bro. Mendadak hidung gue gatal." jawab Noel sambil membersihkan hidungnya.

"Berarti ada yang lagi ngomongin lu, tuh." ucap Dave nyengir.

Sekonyong-konyong Noel langsung terbayang wajah Marsha. Selain itu, tebersit ide di kepala Noel.

"Bro, ada yang gue mau tanya ke lu,"

"Tanya apa?"

"Soal satu kejadian yang menurut gue aneh banget. Gue bingung sendiri sampai hari ini, apakah kejadian itu betul-betul ada?"

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Episode: Itu Sungguh Rumah Berhantu?
1
0
Tujuanku ke rumah tua itu adalah karena kabar bunuh dirinya laki-laki tersebut. Apa benar rumah itu hanya sekadar rumah berhantu? Bisa saja ada praktik-praktik tertentu di sana, bukan? ***Prabowo: Pemimpin di Atas Garis Untuk pemesanan: Mata Nara Progresif 08111282827
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan