“Jika tanpa dirimu, aku hilang,…”
Noel menemukan cinta dalam menemukan sederatan kejadian ganjil. Sukar ia ceritakan ke siapapun. Kini ia dilanda kebingungan, apakah sosok Marsha itu nyata. Atau, itu hanya…
…selama ini, dirinya tengah berfantasi, kah?
“Marsha, jika Tuhan memberikan aku umur panjang, akan aku luangkan waktu seumur hidup aku hanya demi kamu. Kamu di mana, Marsha? Haruskah aku ke ujung dunia hanya demi menemukan kamu?”
*****
Fanny Allianz
0811-1817-121
"Sekali lagi, maaf yah, Bro," ujar Dion sembari sesekali meminum teh tawar yang merupakan bagian dari pesanannya. "Setelah kita pikir-pikir, mending lu,--yah, kita keluarin aja dari band ini. Jangan ada dendam sama kita-kita, yah, Bro."
Begitulah yang salah satunya Noel bisa ingat dari obrolan di sebuah restoran bersama teman-temannya di band tersebut. Hasil dari obrolan tersebut adalah Noel dikeluarkan dari band. Noel pun--secara lapang dada--menerima keputusan Dion (yang merupakan pentolan di band tersebut). Noel merasa memang kontribusinya di dalam band itu memang cukup kurang. Salah satu penyebabnya adalah sosok perempuan bernama Marsha, yang ia kali pertama kenal karena peristiwa tersebut.
Oh, peristiwa itu nyata. Bukan terjadi di alam mimpi. Saking cepatnya terjadi, Noel merasa itu bagaikan sebuah petualangan di alam mimpi. Yang tak jauh berbeda dengan setiap momen bersama Marsha di atas danau buatan. Sungguh peristiwa yang sangat mengubah jalan hidup Noel, yang menjadi begitu terobsesi dengan lawan jenis, lebih tertutup, hingga sering gelisah tak keruan. Semuanya karena Marsha.
Coba diingat peristiwa itu lagi.
***
"NOEL, AWAS!”
Noel berada di sebuah kafe. Bersama teman-teman aku di band yang sudah aku rintis sejak masih menyandang status sebagai mahasiswa. Seraya sesekali menghirup jus jeruk yang kupesan, aku masih saja mencorat-coret di atas buku catatanku. Entah mengapa begitu susahnya aku menciptakan sebuah lirik lagu. Sudah entah ke berapa kali, aku dan Dave (selaku arranger sekaligus gitaris) mengalami ketidakcocokan. Dave beberapa kali menyuruh aku untuk mengganti liriknya.
“Jangan begini, Bro. Nggak cocok sama nada-nada dari gue.”
Noel coba merangkai kata-kata lagi. Lagi dan lagi, Dave merobeknya lagi. Sampai akhirnya.
Padahal Dion (selaku pianis) sudah memperingatkan aku. Sayangnya, peringatan Dion itu terlambat. Sekonyong-konyong tubuhku terasa lengket. Bau pula. Ini seperti bau minyak tanah. Saat aku sedikit mengangkat kepala, sudah berdiri dengan mata nyalang seorang perempuan. Perempuan ini berambut panjang. Parasnya lumayan jelita. Noel pasti berbohong, jika tidak naksir dengan perempuan ini. Belum lagi, Noel bingung dari mana datangnya perasaan ini. Noel hanya merasa pernah berjumpa dengan perempuan ini, yang entah di mana. Seperti sebuah déjàvu.
“HEY, ADA APA INI?"
“KAMU JAHAT! KAMU LAKI-LAKI PALING JAHAT YANG PERNAH AKU KENAL DAN TEMUI!”
Pertama, Noel coba menjaga jarak dengan perempuan ini. Ia takut kenapa-kenapa. Apalagi ia pun sepertinya mulai nekat. Ia mulai mengeluarkan lighter dan apinya langsung keluar. Bisakah dibayangkan apakah yang terjadi jika aku tidak menghindari perempuan ini? Oh, ia masih memiliki mimpi-mimpi yang ingin digapai. Salah satunya adalah ia ingin band aku ini bisa segera debut. Single-nya disukai masyarakat luas.
“Entar dulu, entar dulu, kamu ini siapa juga, aku mana tahu.”
“AKU ADALAH KAMU! KITA DULU ITU SATU!”
"Kita, dulu, itu, satu? Kamu yakin? Sementara aku saja tidak merasa pernah bertemu dengan kamu. Coba kamu jelaskan, salahku itu apa? Di mana letak salahku?”
Ia masih saja berteriak. Apa perempuan ini tidak tahu bahwa seluruh pengunjung kafe ini memperhatikan Noel dan si perempuan?
“KAMU UDAH NINGGALIN AKU. KENAPA, NOEL? KENAPA KAMU TEGA NINGGALIN AKU?”
“Aku ninggalin kamu? Gimana bisa aku ninggalin kamu, sementara aku saja nggak pernah merasa kenal dan pernah ketemu kamu?”
Perempuan malah meraung-raung. Semakin menjadi-jadi saja. Lighter itu ia lemparkan begitu saja. Untungnya, ia sudah mematikan lighter tersebut. Selanjutnya, ia pergi entah ke mana. Yang meninggalkan Noel yang malah tertawa terbahak-bahak.
***
Kembali ke masa sekarang. Noel tetap saja tertawa terbahak-bahak. Betapa lucu kejadian saat itu. Kenal juga tidak, tapi perempuan bernama Marsha itu sudah berani berteriak seenak jidat.
Lalu, perlahan-lahan Noel merenung. Ia coba mengingat satu persatu kejadian-kejadian aneh yang ia alami bersama Marsha. Lebih sering kejadian-kejadian itu terjadi di alam mimpi. Yang berada di bawah kesadaran Noel. Walau demikian, Noel sungguh memperlakukan setiap kejadian bersama Marsha seolah-olah itu pengalaman di dunia nyata.
Noel bangkit dari tempat tidur. Ia bergegas menuju rak buku. Di sana tersimpan sebuah buku. Anggap saja buku catatan. Di dalam buku catatan tersebut, tersimpan setiap isi hati Noel untuk Marsha. Segalanya tertulis hanya untuk dan terinspirasi dari Marsha. Di salah satu halaman kosong yang masih tersedia, Noel mulai menuliskan sesuatu. Seperti biasa, itu sebuah puisi.
Aku rindu
Merindu sekali
Katanya, kalau sedang merindu,
ungkapkan saja
Kalau sudah rindu,
dia apa tahu?
Noel berhenti sejenak. Rasa-rasanya itu terlalu dangkal. Makna puisi tersebut, ia rasa, terlalu sederhana. Mungkin Marsha tidak akan merasakan kerinduan Noel yang cukup mendalam. Karena tak puas, Noel mencoret-coret puisi pertama tadi. Ia memilih untuk menuliskan yang kedua.
Aku rindu
Merindu sekali
Katanya, kalau sedang merindu,
ungkapkan saja
Jika aku sedang merindu seperti ini,
akankah dirinya tahu?
Akankah dia merindukan hal yang sama pula?
Ingin sekali,
tanpa berucap,
rindu ini tersampaikan
Iya, aku rindu kamu
Dia yang kumaksud itu kamu
Kamu yang kurindukan
Kutulis dengan hati yang merindu
Salam rindu!
Memang boleh serindu itu?
Apa iya aku diperbolehkan rindu ke sosok secantik kamu?
Baru Noel merasa puas dengan hasilnya. Ia mengetikkan ulang ke dalam ponselnya. Selama menuliskan ulang, tebersit suatu ide yang Noel anggap cemerlang. Bagaimana jika tuliskan saja di sebuah aplikasi menulis?
Iya, bagaimana jika Noel mulai eksis menulis di aplikasi menulis? Sekarang ini begitu menjamur aplikasi-aplikasi menulis. Noel pernah melihat salah satu contohnya. Rasa-rasanya yang Noel lihat cukup banyak penulis yang meraup keuntungan dari aplikasi-aplikasi menulis tersebut. Mungkin Noel bisa mencoba hal tersebut.
Daripada hanya dituliskan demi dikirimkan ke seorang perempuan yang Noel rasa sering mengabaikannya (saking sering diabaikan, ia merasa cintanya bertepuk sebelah tangan), lebih baik puisi ini--serta puisi-puisi lainnya--dipublikasikan saja ke satu aplikasi menulis. Sambil menyelam, minum air. Sembari membuang isi kepala (yang sebagiannya itu tentang Marsha), sembari pula ia berkarya sekaligus mencari uang. Mungkin ini jalan Tuhan setelah didepaknya ia dari band tersebut.
Hal pertama yang ia kirimkan adalah menyelesaikan apa yang baru saja ia mulai. Puisi itu dikirimkan lagi ke Marsha. Pikir Noel, ah, pasti diabaikan lagi, dan, ujung-ujungnya dibalasnya di alam mimpi lagi. Terkadang Noel malas diperlakukan seperti ini. Ia merasa tidak diperlakukan seperti seorang manusia saja.
Selanjutnya, Noel salin teks puisi tersebut. Ia mencari secara acak aplikasi menulis yang bisa ia gunakan. Beberapa menit kemudian, setelah ditimbang-timbang, akhirnya Noel menemukan juga. Ia segera mengunduh aplikasi tersebut. Begitu terunduh, langsung ia log in dan satu puisi mengisi halaman akun milik Noel di sebuah aplikasi menulis.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰