“Jika tanpa dirimu, aku hilang,…”
Noel menemukan cinta dalam menemukan sederatan kejadian ganjil. Sukar ia ceritakan ke siapapun. Kini ia dilanda kebingungan, apakah sosok Marsha itu nyata. Atau, itu hanya…
…selama ini, dirinya tengah berfantasi, kah?
“Marsha, jika Tuhan memberikan aku umur panjang, akan aku luangkan waktu seumur hidup aku hanya demi kamu. Kamu di mana, Marsha? Haruskah aku ke ujung dunia hanya demi menemukan kamu?”
*****
Dapatkan Clover Honey dengan harga khusus: https://www.hdione.com/orl/nuellubis...
Di tengah pepohonan yang cukup rimbun--yang berada di daerah pegunungan, Marsha berjalan-jalan. Berpindah-pindah dari satu pohon ke pohon lainnya. Ia menyenandungkan sesuatu yang ia bingung apa yang ia senandungkan. Yang penting, Marsha bahagia. Peduli setan, ada yang beranggapan Marsha melakukan hal-hal tak berfaedah.
Seperti ada seseorang yang Marsha kenal. Sosok yang sebetulnya Marsha cintai. Dari balik pepohonan rimbun nan rindang ini, Marsha sepertinya mendengar sosok itu tengah mendeklarasikan sebuah puisi. Marsha tahu kesukaan sosok itu ialah menciptakan beragam puisi. Chairul Anwar adalah sastrawan yang diidolakannya. Marsha selalu menyukai puisi-puisi ciptaan dia.
Yah, dia adalah yang selalu Marsha rindukan. Entah kapan Marsha bisa segera dihampiri dia?
Tubuh rapuh ini butuh pelukan hangat
Pelukan hangat sanggup kalahkan dinginnya siang ini
Matahari sungguh ada
namun yang kurasakan dingin
Mengapa sikapmu dingin?
Bagaimana cara aku meluluhkan kamu?
Apa aku bukanlah yang kamu mau?
Jawablah, Marsha!
Aku sungguh takut kegelapan
Namun, aku suka
Suka berada di tempat yang seperti ini
Pada saat itulah,
aku bisa merasakan tenang
Ketenangan sejati datang saat kita memejamkan mata
Aku hidup seperti mati
Mati namun hidup
Haruskah aku melangkah maju?
Atau, berhenti sajakah?
Hubungan ini cukup sampai di sini?
Marsha,
kumohon, jangan pergi
Terlalu banyak suara
hingga aku bingung
harus mendengarkan yang mana?
Aku butuh kamu, Marsha
untuk menuntunku
Marsha,
bahkan di tengah keramaian ini
yang kurasakan hanya sepi
Marsha mendesah, “Kamu harus tetap semangat, Sayang. Sejahat apapun dunia padamu, jangan pernah berpikir untuk berhenti melangkah ke depan. Karena, itu hanyalah sedikit ujian dalam hidupmu. Akan selalu ada ujian-ujian berikutnya yang selalu ada di setiap langkahmu. Aku bangga untuk kamu.”
Ada banyak hal yang aku pikirkan
Hingga aku lupa
Lupa untuk sekadar memikirkan hidupku sendiri
Oh, Marsha
Kita sama
Bila mana kita bisa pergi ketempat itu bersama?
Selamat malam, Semesta
Selamat beristirahat, Pujaan Hati
Istirahatkan sejenak dari pikiran-pikiran yang selalu mengganggumu
Atau, aku yang selalu menghantuimu?
Oh, tidak,
jangan katakan itu, Marsha
Karena 'ku menyukaimu
Ujar Marsha pelan--yang coba beringsut ke dia, “Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Aku di sini tidak akan pernah pergi. Kamu hanya tidak perlu takut. Aku juga selalu masih di tempat yang sama. Tidak akan pernah bergerak sedikit pun untuk pergi. Jangan khawatir."
Kali ini sosok itu hanya berkata kata-kata yang sepertinya bukan puisi. “Jika memang kita tidak bisa bersatu, kenapa kita harus terlalu memaksakan diri untuk mengakrabkan diri? Apalah arti setiap usaha aku selama ini sampai Tuhan dilupakan.”
Balas Marsha pelan (yang yakin sosok itu pasti dengar), “Kalau ada people come and go, seharusnya ada people come and back. Aku percaya setiap pertemuan kita ada maknanya.”
Sosok itu histeris, “Aku melepaskan seseorang yang sangat aku cintai. Setelah itu, aku melihatnya mencintai orang lain.”
“Kata siapa, aku pergi? Siapa yang aku cintai selain kamu?”
“Jika tidak bisa menepati, setidaknya jangan berjanji, lalu berujung mengingkari dan berakhir dengan cara menyakiti.”
“Janji apa yang aku ingkari?”
Sosok itu di balik pepohonan yang rimbun hanya mendesah. Helaan napasnya yang sangat berat.
“Aku minta maaf.”
“Maaf saja tidak akan pernah menjadi suatu kecukupan.”
“T'rus, kamu maunya apa?”
“Kamu tahu banget aku maunya apa.”
“Tapi, itu nggak segampang yang kamu kira.”
“Setidaknya, jangan pernah mengucapkan sepatah kata janji.”
“Kamu marah?”
Hening.
*****
Marsha tersentak. Ia tergesa-gesa meminum es susu kopi yang ia pesan dari office boy. Lagi-lagi, mimpi itu lagi. Drama banget sih itu cowok, keluh Marsha menggelengkan kepalanya, padahal simpel kan, lu suka sama gue, yah lu samperin gue.
Inilah juga yang membuat Marsha terbangun dari mimpi anehnya. Pesan digital dari laki-laki bernama Noel itu lagi.
"Good morning, Cahaya Hati. Semangat untuk hari ini. Pokoknya, kamu harus semangat. Sekalipun lagi dalam kondisi yang berantakan, aku harap kamu bisa menetralkan semua itu.
Nanti, setelah kegiatan kamu selesai, kamu bisa cerita banyak hal ke aku. Pasti seru, dengar setiap cerita kamu. Aku tidak sabar.
Don't skip your breakfast. Nanti sakit perut, t'rus kalau lemes, habis itu pingsan, gimana?
Sekali lagi, semangat. Have a nice day. I love you more, My Marsha, Cahaya Hati aku selamanya."
Dua menit kemudian, ada pesan datang. Dari seorang laki-laki, selain Noel. Isi pesannya berbunyi seperti ini, “Marsha, kamu sudah makan? Nanti siang, mau makan bareng? Aku tunggu di restoran Korea dekat kantor kamu.”
Ada temannya menjulurkan kepala ke arah bilik Marsha dan berujar nakal, “Cie, cie,… dari siapa, nih, Marsha? Udah ada gandengan, kok nggak bilang-bilang? Ngehindar ceritanya, biar gue nggak minta ditraktir? Eh, jadi juga lu terima dia jadi cowok lu, nih?"
“Justru gue mau minta lu buat nolak nih cowok. Gimana, yah, cara nolak cowok?”
“Kan, dia ganteng, dompet tebel, ke mana-mana naik mobil, apa kurangnya?”
“Kurangnya itu adalah…” Marsha menarik napas terlebih dahulu. “…gue nggak ada rasa sama cowok itu. Dan, gue bukan cewek matre, Sist. Gue cewek mandiri. Bisa cari duit sendiri.”
“Ntar jadi perawan tua, loh.”
“Biarin aja. Usia gue juga masih dua puluhan.”
“Jadi, masih keukeuh, nih, sama cowok yang lu lihat di mimpi?"
Marsha membalasnya dengan rona wajah merah muda dan anggukan kecil.
Teman sedivisinya itu terkekeh-kekeh. “Yah, terserah lu, sih. Itu hak-hak lu, yang masih mau nungguin cowok yang menurut gue, belum pasti ada. Yang pasti-pasti aja, lah. Yang di sekitar lu, suka gitu, udah sering ngasih perhatian, yah, sama dia aja.”
"Dia ada, kok." protes Marsha yang hampir mirip dengan membentak temannya. Mungkin satu ruangan mendengar suara kencang Marsha.
Hening.
“Namanya Noel, Sist.” bisik Marsha dan menunjukkan foto Noel yang Marsha simpan dari sebuah akun media sosialnya.
Temannya memegang ponsel Marsha dan mengangguk-angguk. “So cute,… yah, sudah, ajak kenalan, dong. Tunggu apa lagi?"
“Masa cewek duluan?”
“Sist, zaman sekarang, cewek juga boleh kali ngedeketin duluan. Udah, ah, gue masih ada kerjaan.”
Hening lagi.
*****
Masih di sebuah kafe yang sama, yang sama seperti latar awal cerita ini bermula. Penyanyi kafe ini menyanyikan lagu Letto lagi. Yang masih sama, “Permintaan Hati”.
Terbuai, aku hilang
Terjatuh aku dalam keindahan penantian
Terucap keraguan hati yang bimbang
Yang terhalang kepastian cinta
“Mending lu ajak dia ngobrol, deh," saran Dave yang meminum Americano. “Gimana mau dapet kepastian, maju juga nggak?!”
“Caranya?” tanya Noel mengernyitkan dahi.
“Lah, waktu dulu sama Shanelle, gimana? Yah, gitulah cara ngedeketin dia. Shanelle, Marsha,… yah, apa bedanya? Mereka sama-sama cewek.” ujar Dave yang mulai emosi.
“Gue ke toilet dulu, Bro, bentar.”
Noel bangkit dari bangkunya dan berjalan menuju toilet kafe. Sekonyong-konyong penglihatan itu datang lagi. Berlatar di danau itu lagi. Noel lagi-lagi sedang mendayung.
Ujar Marsha, “Hei, gimana hari kamu barusann? Ada yang bikin kamu kesal? Baiklah, syukur kalau semuanya berjalan baik. Bawa sini coba, gang bikin kamu kesal. Suruh by one sama aku. Come and fight me.”
Noel tergelak. “Bagian yang terakhir itu harusnya aku yang ucapin. Masa cewek yang belain cowoknya?"
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰