Pagi yang hening. Ada seorang pemuda Batak duduk di salah satu bangku gereja. Di tangannya, tergenggam sebuah warta jemaat.
***
Honda Permata Hijau
Tomi 0878-8261-1570
Sahabat Sejati yang Teramat Jarang Menghakimi Kita
oleh Eddie Tjandra, S. Th., M. Th.
Dengan hikmat, kita belajar bahwa kita tidak tahu secara persis apa yang dipikirkan seseorang. Tebakan kita atas seseorang bisa keliru. Mungkin kita harus coba pikirkan bagaimana respon kita tatkala orang lain menilai kita. Ada kalanya apa yang orang pikirkan tepat atas kita. Bisa jadi apa yang orang lain pikirkan salah atas kita.
Marilah kita simak ayat-ayat berikut ini.
1Korintus 2:11
Yeremia 17:9-10
Amsal 21:2
Mazmur 23:4
Dari ayat-ayat itu jelas sekali bahwa Tuhan tidak pernah salah menilai kita. Tuhan tahu hati kita secara akurat. Dia menghakimi kita di saat perlu. Dia tetap mencintai kita atas seluruh kesalahan-kesalahan kita. Itulah yang membedakan Tuhan dengan manusia. Dahsyat, bukan? Adakah amin untuk tulisan singkat saya di warta jemaat kali ini?
Semoga saja ada. Simpan saja apa yang saya tuliskan ini dalam hati saudara-saudara sekalian. Bagikan kepada sesama saudara.
Yang selanjutnya, di tengah banyaknya teman yang kita miliki dan komunitas yang hangat menyambut saudara, tulisan saya hari ini mau mengingatkan hanya ada satu sahabat sejati. Siapakah dia?
Mari mendekat dengan sahabat sejati. Jangan biarkan waktu kita habis dengan teman yang seringkali suka salah paham dengan kita. Saya rasa kita memerlukan waktu untuk dijaga oleh sang sahabat sejati. Nikmati keintiman yang hakiki dengan si sahabat sejati.
Lantas, siapakah sahabat sejati?
Ada di Yesaya 9:5.
Begini bunyinya: "Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai."
DIA-lah sahabat sejati yang tidak akan pernah salah paham apalagi menghakimi kita semua. DIA Yesus, anak Yusuf, seorang tukang kayu dari Nazaret.
***
Hari ini tanggal 5 Mei 2024. Minggu Rogate. Rogate berasal dari kata dalam bahasa latin yang berarti mintalah atau berdoalah. Sesuai dengan apa yang tertulis dalam kitab suci. Tertulis di dalam injil Matius bab 7 ayat 7 dan 8. Yang seperti ini bunyinya:
"Mintalah maka akan diberikan kepadaMu, Carilah maka kamu akan mendapat, ketoklah maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari mendapat, dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu akan dibukakan."
Ada pula yang berkata bahwa Rogate berarti melihat, merasakan, atau berjuang dengan umat gembalaan-Nya. Sementara itu, orang-orang yang dalam misi khusus untuk mendoakan sesama, mereka disebut sebagai Rogasionit.
Berdoa, yah?
Salah satu tokoh utama dalam novel ini sedang berdoa di salah satu bangku panjang gereja. Namanya Firman Tambunan. Ia baru saja membaca sebagian isi dari warta jemaat dan Alkitab.
Firman sengaja datang lebih dahulu untuk berdoa secara khusyuk di dalam ruang ibadah utama gereja ini. Belum ada siapa-siapa di dalam ruang ibadah utama ini. Tim musik gereja belum di tempat pula. Benar-benar hanya ada Firman di dalam ruang ibadah utama gereja.
Khusyuk sekali Firman berdoa. Sampai-sampai ia menangis. Ia berdoa sekaligus sesenggukan. Apa boleh seorang pria menangis?
Selesai Firman berdoa. Ia segera mengambil tisu dari dalam saku kemeja kotak-kotaknya. Kepalanya menengadah ke atas. Kedua matanya menyoroti lukisan Yesus yang tergambar secara indah, yang berpadu dengan salib. Tulisan yang tertera di dinding pun tak kalah indah. Ia membaca baik-baik ayat yang tertulis di dinding.
"Marilah kepadaku semua yang letih lesu dan berbeban berat, aku akan memberi kelegaan kepadamu," desis Firman yang mendiktekan Matius 11: 28-30. "Yah, Tuhan, aku datang kepada Engkau. Kebetulan minggu ini aku sedang hancur sehancur-hancurnya."
Sekonyong-konyong Firman teringat kejadian minggu lalu, di Minggu Kantate yang sudah berlalu. Greyzia datang kepada dirinya di luar ruang ibadah utama. Pacarnya itu datang untuk meminta maaf. Saat itu, dengan berat, Firman akhirnya memberikan maaf. Sungguh tarik-ulur yang luar biasa bagi sepasang kekasih tersebut dalam maaf memaafkan. Namun, bukankah memaafkan itu memang sulit?
"Lucu kamu, Bang. Jadi, gimana? Jujur, yah, Bang, kayaknya yang aku suka itu kamu, bukan Kak Gideon atau yang lainnya. Kemarin-kemarin itu cuma kesalahpahaman. Dan, kayaknya juga aku kok makin sayang sama kamu, yah?!"
Mengingat kata-kata Greyzia saat itu, kembali memerah muka Firman. Ia terkekeh dan melihat isi dari Alkitab. Sembari membaca 1 Korintus 2:11, ia lalu teringat kata-kata Greyzia yang lainnya.
"Kadang aku ngerasa kamu tuh cuma mainin aku, Bang. Kadang aku ngerasa kamu cuma pengin punya boneka yang bisa kamu mainin seenaknya aja."
Kata-kata itu mengingatkan Firman dengan kejadian satu hari setelah hari Minggu Kantate tersebut. Itu adalah hari saat Firman seharusnya memberikan Greyzia jawaban, apakah sudah memaafkan Greyzia atau tidak. Seharusnya begitu. Nyatanya, ada sesuatu saat itu. Hubungan Firman dan Greyzia kembali diterpa prahara. Greyzia mencak-mencak dengan sifat posesif Firman yang sedikit berlebihan. Masih terngiang-ngiang di pikiran Firman, apa yang dikatakan Greyzia hari senin kemarin.
"Kamu apaan sih, Bang?" tanya Greyzia dalam sebuah aplikasi obrolan. "Yang sama Kak Gideon, aku bisa ngerti. Mungkin aku yang salah. Tapi, untuk yang kali ini, posesifnya kamu tuh kelewatan. Cemburuan banget. Nggak sampai ngatur-ngatur aku mau bergaul sama siapa, kali?!"
Firman menangkap basah Greyzia sedang mengobrol di salah satu media sosial dengan salah seorang teman laki-laki Greyzia. Ia kurang menyukai dengan obrolan Greyzia dan laki-laki yang bernama Felix. Menurutnya, tak sepantasnya Greyzia membalas seperti itu. Balasan Greyzia seperti ini, "Yah, kamu harus semangat, Liks. Ayo, semangat. Yuk, bisa, yuk. Aku aja bisa, masa kamu nggak?"
Di pikiran Firman--pada saat itu, Greyzia terlihat seperti sedang tebar pesona ke laki-laki lain. Kecentilan begitu. Namun, Greyzia tidak merasa dirinya kecentilan. Ia bilang, caranya berbicara memang seperti itu. Lagi pula, sudah sebelum Greyzia mulai mengenal Firman, Greyzia selalu menggunakan kata sapaan aku-kamu ketika berbicara dengan Felix. Greyzia hanya menyesuaikan diri dengan gaya berbicara Felix yang berasal dari Nusa Tenggara Timur, yang kurang akrab dengan gaya bahasa gue-lu.
Firman selesai membaca 1 Korintus 2:11 tersebut. Ia mendesah dan mengecek ponsel. Sudah hampir seminggu ini, Greyzia memblokir nomor telepon dirinya. Direct message dirinya pun belum kunjung dibalas oleh Greyzia. Bahkan komentar Firman di salah satu postingan Instagram Greyzia diabaikan begitu saja. Awalnya ia marah sekali. Memaki Greyzia dengan kata-kata yang tidak sepantasnya keluar dari mulutnya. Lalu, Greyzia menanggapi kata-kata Firman yang kasar tersebut. Kontak WhatsApp Firman diblokir. Pesan-pesan daring Firman belum kunjung dibalas. Tadi saja pula, Greyzia membuang muka saat berjumpa dengan Firman.
Firman mengelap wajahnya dengan tangan. Ia tersedu-sedu dan kembali berdoa.
"Tuhan, sahabat sejati aku, apa yang aku harus lakukan? Apa dosa dan kesalahan aku hingga mendapatkan perlakuan seperti ini dari perempuan yang aku cintai? Apa hubungan ini harus kandas begitu saja?"
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰