Happy Dragon Boat Festival Day!
***
Mungkin pula karena ajaran Pak Rey dan Ibu Kezia, sehingga membuat Greyzia berpikir kamar akan jauh lebih estetik jika di dinding terpasang pula kalender, jam, hingga beberapa foto orang-orang terdekat.
***
Terdengar suara gonggongan Cinderella dalam sangkar. Sekonyong-konyong Greyzia langsung terbangun. Sembari mengucek-ucek kedua mata, Greyzia memicingkan matanya ke arah jam dinding.
02.15 waktu Indonesia bagian barat.
Omong-omong, itulah Greyzia. Di tahun sekarang ini, ia mungkin salah satu dari beberapa orang yang tidak cukup banyak, yang masih senang memasang jam di dinding. Saat membeli sebuah jam dinding dari salah satu loka pasar daring, ia bahkan sempat diledek oleh Jason, adik bungsunya.
Greyzia teringat kata-kata adiknya tempo lalu. Itu terjadi tahun lalu sebelum resmi berpacaran dengan Firman Tambunan.
"Cici ada-ada aja," kata Jason, lalu tertawa terbahak-bahak.
"Ada-ada kenapa, sih?" tanya Greyzia mengernyitkan dahi. "Apa ada yang salah sama kebiasaan aku pasang jam dinding di kamar?"
Jason menggeleng-gelengkan kepala dan masih sambil nyengir. "Yah, jelas salah. Sekarang, tuh, Ci, aku kasih tahu aja, nih, Cici aku tersayang, zamannya serba handphone. Dalam satu handphone, bisa ada apa aja."
Adik bungsunya itu langsung menunjukkan isi ponsel dan kembali berkata, "Tuh, lihat, ada alarm, kalender, jam, perekam suara, bahkan Alkitab online juga ada. Semuanya kayaknya ada dalam satu handphone. Ngapain pakai acara beli jam dinding? Cici-ku ini ada-ada aja! Aneh, Ci!"
Ganti Greyzia yang menggeleng-gelengkan kepala. Ia tidak menggubris kata-kata Jason. Ia hanya meminta adiknya tersebut untuk keluar dari kamar tidurnya dengan alasan hendak berganti pakaian dan segera tidur. Saat itu, memang sudah pukul sekitar jam setengah sembilan malam.
Greyzia sendiri memiliki alasan tersendiri mengapa ia membeli jam dinding, meskipun dari ponsel, ia bisa mengetahui waktu. Jason benar, walaupun sedikit keliru. Kemajuan zaman memang luar biasa. Hampir setiap aspek kehidupan berada di dalam ponsel. Mulai dari kalender, alarm, perekam suara, kamera foto, kamera video, jam, kitab suci, buku bacaan, hingga yang terbaru adalah buku harian. Yang terakhir itu membuat Greyzia terheran-heran. Entah apa maksudnya membuat buku harian versi daring. Bukankah seharusnya buku harian lebih sepantasnya dalam versi luring?
Alasan Greyzia membeli jam dinding untuk dipasang di dinding kamar itu demi alasan estetika. Greyzia ini ternyata cukup tradisional. Mungkin pula karena ajaran Pak Rey dan Ibu Kezia, sehingga membuat Greyzia berpikir kamar akan jauh lebih estetik jika di dinding terpasang pula kalender, jam, hingga beberapa foto orang-orang terdekat. Eh, bahkan ada foto Firman Tambunan terpampang di dinding kamar Greyzia.
Yang terakhir itu, serius, memang seperti itu. Greyzia pernah diam-diam memotret pacarnya tersebut. Hingga detik ini, sampai berapa kali bertengkar, Firman tidak pernah menyadari dirinya dipotret secara rahasia oleh Greyzia. Ada beberapa foto Firman yang dipotret oleh Greyzia. Greyzia ini sepertinya spesialis fotografer candid.
Akan tetapi, bukan foto-foto itu yang dicetak dan dipigura. Yang dipigura Greyzia adalah foto Firman yang disimpan tanpa izin oleh Greyzia dari akun media sosial Firman sendiri, entah yang mana. Oleh Greyzia, foto itu dicetak dan dipigura. Bahkan, ditambahkan kata-kata seperti, "I love him so much. My one and the only one, Abang Firman Tambunan".
Greyzia segera bangkit dari tempat tidur. Ia sempat melongok ke bawah tempat tidur. Sepertinya Cinderella tersenyum ke arah dirinya sambil menyalak pelan. Lalu Greyzia berjalan ke arah foto Firman dan tersenyum. Jantung Greyzia masih tetap sama. Masih berdebar-debar. Sesayang itu Greyzia ke Firman.
Sebetulnya kejadian hari itu, walaupun memblokir nomor dan akun Firman, Greyzia masih tetap mencintai Firman. Diam-diam Greyzia membuka blokir, dan melihat apa yang Firman lakukan di internet. Aksi mendiamkan tersebut bagian dari wujud rasa cinta Greyzia untuk Firman. Greyzia ingin Firman menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya. Hanya itu. Alhasil Greyzia tidak benar-benar ingin meninggalkan Firman.
Selanjutnya Greyzia mengambil buku catatan khotbah yang ia taruh di rak bukunya. Dibawahnyalah buku itu ke atas tempat tidur. Lalu ia membaca ulang di dalam hati.
***
Minggu, 9 Juni 2024, ditulis dari khotbah Pendeta Binsar Simatupang
Kalau beradu argumen, saya sering. Jangankan kalian, jemaat-jemaat saya, saya pun beberapa kali. Beberapa hari lalu, saya baru saja berdebat kusir dengan salah seorang anggota majelis jemaat. Tentang apa itu?
Ah, itu biarkan dia sadar sendiri. Orangnya juga tidak ada di kebaktian jam sekarang ini.
Tapi, saya hendak menyampaikan bahwa ada dua kemungkinan kita beradu argumen. Itu yang hendak saya sampaikan dalam khotbah minggu kali ini.
Yang pertama, kita sedang menjelaskan kebenaran dengan lebih gamblang. Hal ini tentu saja akan menyakitkan untuk yang mendengarkan.
Yang berikutnya, yang kedua, kita sedang menambah rasa luka, sehingga lawan bicara kita terlihat salah atau bodoh.
Nah, kalian termasuk yang mana?
Kita pasti jawab yang pertama. Meskipun, padaa kenyataannya, kita melukai lawan bicara kita. Tanpa sadar kita bisa membangun tembok kepahitan kepadanya yang akan sangat sulit diruntuhkan.
Nah, bacaan kitab suci hari ini mengajak kita untuk menjawab argumentasi dengan lemah lembut. Menjawab dengan lemah lembut tidak berarti mengorbankan kebenaran. Seperti yang tertera di dalam Efesus 4:15 di mana kasih berpadu dengan kebenaran. Kita tetap bisa membuka kebenaran tanpa berniat mempermalukan siapa-siapa.
Marilah, kita cek hati kita. Kapan terakhir kali kita adu argumen? Apa motivasi kita untuk beradu argumen? Apakah kata-kata kita lemah lembut saat menyampaikannya?
Pada saat kita beradu argumen, ingatlah kata-kata Yesus ketika menegur murid-murid yang tertidur di taman Getsemani.
“Tidakah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku? Daging lemah tetapi roh penurut.”
Kita perlu memohon kepada Tuhan agar diberikan kasih dan kebenaran, sehingga kita mengasihi seseorang dengan benar. Itu termasuk saat kita coba menyampaikan argumentasi kita. Jangan sampai kata-kata kita malah membuat hati lawan bicara kita terluka hingga menimbulkan efek traumatis.
Khotbah tadi didasarkan pada Amsal 15:1. Begini bunyinya:
”Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.“
***
Greyzia berhenti membaca catatan khotbah tadi pagi. Ia terenyak. Sekonyong-konyong ia teringat oleh keributan antara dirinya dan sang pacar.
Terkekeh-kekeh ia di atas tempat tidur. Walaupun Firman lebih tua dari dirinya, sesungguhnya ia cukup merasakan dirinya lebih dewasa. Ia heran saja mengapa Firman tidak bertanya lebih dahulu. Ujung-ujungnya, saat itu, Firman mengambek seperti bocah cilik saja. Jason kalah kekanak-kanakan daripada Firman.
Akan tetapi, Greyzia bersyukur dengan dua peristiwa tersebut. Akhirnya ia malah mengetahui sifat-sifat Firman. Alhasil ia bisa mengetahui bagaimana menyikapinya. Sejak remaja, Greyzia nyaris selalu berpikir berpacaran itu masa persiapan sebelum menikah. Makanya ia tidak mau berpacaran dengan sembarang orang di sembarang waktu. Sampai akhirnya, Greyzia berjumpa dengan Firman di lapo. Jantung Greyzia berdebar-debar. Tanpa pikir panjang, Greyzia berkata bahwa dirinya menerima pinangan Firman sebagai kekasih.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰