Minggu Kantate: Hubungan Mereka Sepertinya Masih Berlanjut

1
0
Deskripsi

 "Tujuh puluh kali tujuh, itu kan empat ratus sembilan puluh kali. Yah, hampir-hampir tak terhingga. Mungkin maksudnya itu, mau kayak gimana sesama kita memusuhi kita, ampuni saja dulu."

***

Twinailash Studio Siantar

0821-6713-8400

post-image-662e10317a904.jpg

"Lucu kamu, Bang. Jadi, gimana? Jujur, yah, Bang, kayaknya yang suka itu kamu, bukan Kak Gideon atau yang lainnya. Kemarin-kemarin itu cuma kesalahpahaman. Dan, kayaknya juga aku kok makin sayang sama kamu, yah?!"

"Heh..."

"Kok cuma heh?"

"Nggak tahu, lah,"

"Kamu masih ngambek?"

"Coba kamu berada di posisi aku,"

"Aku tadi udah ngomong. Cuma kesalahpahaman."

"Nggak tahu, Zia,"

"Yah, terserah kamu sekarang."

"Jadi, kamu pengin kita benar-benar udahan aja?"

"Kayaknya kamu pengin gitu, kan?!"

"..."

"Manusia itu makin tua, makin lucu."

"Hehehe."

"Ketawa itu berarti udah nggak marah lagi?"

"..."

"Merah tuh pipimu, Bang. Hahaha. Love you so much, Firman."

"Heh, yah,"

"Kamu, kata Mamak kamu, udah dua kali nggak ikut kebaktian minggu. Apa karena ngindarin aku? Padahal kamu tahu sendiri aku guru sekolah minggu. Cuma sebentar ikut kebaktian. Atau, seringnya ikut kebaktian sore."

Firman terkekeh-kekeh membayangkan kejadian minggu lalu. Apakah tawa kecil itu bukti ia sudah memaafkan Greyzia?

Entahlah. Sampai sekarang Firman masih sering terngiang-ngiang kejadian saat Jumat Agung yang telah berlalu. Saat ia mendapati Greyzia sedang duduk yang cukup berdekatan dengan Gideon. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Sulit ia menerima perempuan yang ia cintai itu dielus-elus rambutnya oleh sahabatnya. Sampai sekarang pikiran nakal itu masih saja membayangi. Bisa saja Greyzia yang kegenitan. Ada asap, pasti ada api. Tak mungkin tak ada penyebabnya, sehingga Gideon bisa nekat seperti itu.

Minggu lalu Firman belum memberikan pernyataan kepada Greyzia, bahwasanya ia sudah memaafkan perempuan berdarah Tionghoa tersebut. Ia hanya lebih sering mengumbar tawa dan cengiran tak keruan. Sebuah tawa bahkan bukan jawaban, menurut Firman. Jawaban haruslah dalam bentuk kata-kata. Firman bersikukuh tawanya saat itu hanya perwujudan emosionalnya, karena betapa lucunya apa yang diutarakan oleh Greyzia.

"Mau ibadah bareng?" tanya Greyzia tersenyum. "Aku bisa izin nggak ngajar dulu ke Christy. Udah lama nggak ibadah bareng kamu. Terakhir itu waktu Natal kemarin, kan?!"

"Gimana, yah?" tanya Firman meragu. "Aku ke toilet dulu, maaf."

"Kadang aku ngerasa kamu tuh cuma mainin aku, Bang," desah Greyzia. Kali ini Greyzia yang menghela nafas. "Kadang aku ngerasa kamu cuma pengin punya boneka yang bisa kamu mainin seenaknya aja."

"Maksud kamu apa?" sembur Firman dengan mata melotot.

"Yah, nggak usah pasang mata kayak gitu, kali," semprot balik Greyzia mendengus sebal. "Aku cuma nyampein unek-unek aja. Yah, kalau misalnya anggapan aku tadi salah, buktiin kamu nggak anggap aku cuma bonekanya kamu. Aku dari tadi udah minta maaf mulu, responnya kok gitu? Udahlah, malesin banget sama kamu."

Firman tertegun. Alkitab masih terbuka lebar di atas tempat tidur. Pun sama dengan buku renungan harian. Alkitab yang terbuka itu sedang menunjukkan bab yang bercerita tentang pengampunan. Rasanya itu cukup berkaitan dengan apa yang ia baru saja alami. Itu tertulis di dalam Matius 18: 21-35.

Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?"

Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.

"Tujuh puluh kali tujuh kali?" tanya Firman dengan volume suara seperti berbisik. Ia coba menghitung tanpa kalkulator. "Tujuh puluh kali tujuh, itu kan empat ratus sembilan puluh kali. Yah, hampir-hampir tak terhingga. Mungkin maksudnya itu, mau kayak gimana sesama kita memusuhi kita, ampuni saja dulu."

Kembali Firman tertegun. Baru kali ini ia merasakan perkara mengampuni itu luar biasa berat. Berbicara tentang mengampuni itu begitu mudah diucapkan. Pada praktiknya itu sulit dilakukan. Sekonyong-konyong ia pun teringat dengan Mario, temannya yang kini sudah memiliki firma hukum sendiri. Firman pernah bercerita betapa sulitnya untuk mendamaikan sepasang suami-istri untuk rujuk. Sebagian besar kasus perceraian, ujung-ujungnya pasti bercerai. Rumah tangga yang sudah retak, pasti akan bertambah retak, jika sudah menghubungi pengacara.

Firman lalu menghela nafas. Ia teringat akan kekasihnya, Greyzia. Hubungannya dengan Greyzia belum berakhir. Hanya sedang menghadapi konflik. Ia pun masih belum bisa memaafkan Greyzia, meskipun perempuan itu sudah berkali-kali meminta maaf. Bahkan ia sempat terpikirkan untuk mengakhiri hubungan. Namun, itu urung. Selama seminggu ini, ia terbayang-bayang kata-kata Greyzia tentang boneka. Lalu, ia pun teringat apa alasannya menyatakan cinta kepada Greyzia.

"Kadang aku ngerasa kamu tuh cuma mainin aku, Bang. Kadang aku ngerasa kamu cuma pengin punya boneka yang bisa kamu mainin seenaknya aja."

Firman menggeleng-gelengkan kepala. Kedua matanya hampir saja basah. Ia tak terima perkataan Greyzia tentang boneka tersebut. Bisa-bisanya Greyzia berpikir ia menganggap perempuan itu sekadar boneka. Saat ia menembak Greyzia itu saja, tak tebersit pikiran tersebut. Ia merasa dirinya murni sedang jatuh cinta dengan Greyzia. Greyzia itu perempuan yang berbeda. Lain dari teman-teman perempuannya yang lainnya. Ada hasrat dalam diri Firman agar Greyzia bukanlah sekadar teman.

Lalu Firman menarik nafas dan mengembuskannya.

Oh, minggu ini, 28 April, merupakan minggu Kantate--atau Cantate dalam bahasa Latin. Beberapa gereja Kristen menyebut minggu ini sebagai Minggu Kantate. Yang mengacu pada Mazmur 98:1.

Canticum cantate domino canticum ini adalah seruan kedua yang berarti nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan.

Tadi di salah satu halaman buku renungan harian, tertulis seperti itu. Wah, sepertinya Firman sedang uring-uringan tak keruan. Ia memang masih marah ke Greyzia, tapi belum bisa mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan. Di saat seperti ini, ia mendadak mengernyitkan dahi. Ia heran saja mengapa Greyzia tidak minta putus ke dirinya. Perempuan lain seharusnya minta putus, jika berhadapan dengan laki-laki model Firman. Namun, nyatanya Greyzia tidak minta putus.

***

Sementara di dalam kamar Firman masih galau apakah harus mengakhiri hubungan, di kamar Greyzia pun sepertinya merasakan kecemasan hati pacarnya tersebut. Ia baru sadar ada yang aneh dengan sikapnya ke Firman. Ia pun teringat kata-kata temannya di kantor.

"Kalau gue jadi lu, yah, Zia," ucap Angel. "putusin aja cowok lu itu. Lu terlalu istimewa buat dia, Zia. Betah banget sama cowok yang suka ngambekan dan uring-uringan nggak jelas. Lu sendiri yang bilang dia plin-plan. Cari cowok yang lain aja."

Greyzia terkekeh-kekeh mengingat kata-kata Angel yang perlu di-quote, lalu dimasukkan ke dalam Pinterest, yang pastinya remaja-remaja labil akan menyimpan dan menjadikannya hiasan latar dalam ponselnya. Seharusnya seperti itu. Namun, nyatanya Greyzia sulit berkata "Putus". Seolah-olah Firman merupakan laki-laki terakhir di planet Bumi ini.

Pandangan Greyzia teralih ke arah buku renungan harian, yang berbeda dengan apa yang dibaca oleh Firman. Yang dibaca Greyzia itu itu berbicara tentang kekhawatiran.

Ada 2 hal yang kita bisa pelajari dari Amsal‬ ‭12‬:‭25‬ dan Filipi‬ ‭4‬:6‬-‭9‬.

1. Kita bisa menolong orang yang khawatir dengan kata-kata dari mulut kita. Kita harus memiliki hikmat bijaksana untuk membangun seseorang yang sedang diselimuti kekhawatiran. Kita perlu menolongnya dengan menunjuk pada Tuhan sebagai sumber sukacita utama hidup umat Allah. Kata-kata yang baik akan menolong sesama kita untuk mengatasi kekhawatiran mereka.

2. Filipi mengajak kita untuk fokus kepada Allah. Pikirkan semua yang baik, indah, mulia, sedap didengar. Lihatlah hal-hal di masa lampau. Tanyakan kepada diri kita sendiri apakah Allah mengabaikan kita. Mungkin saja kekhawatiran kita kita tidak sungguh nyata. Mungkin itu karena kita kurang bersyukur.

Greyzia agak tersentak. Desisnya, "Apa ini bisa disebut kekhawatiran juga? Soal gue sama Firman ini? T'rus, apa gue harus ngikutin kata-kata Angel? Putusin aja Firman, gitu?"

Otak Greyzia tambah berat saja. Kekhawatirannya makin menjadi-jadi. Ia sudahi perenungannya. Ia lebih memilih untuk tutup mata dan lipat tangan. Begitulah cara seorang Kristen berkomunikasi dengan Allah.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya #43 Tentang Semifinal Asia Cup U-23
1
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan