Episode: Ada Ular di Bilik Toilet Kampus

1
0
Deskripsi

“Mami, ada ular geliat-geliat di kakiku,” desisku yang kemudian terus berdoa agar ular ini bukan ular berbisa. 

*****

Kacang Gimbal

Warung EdanE 0811-860-677

post-image-65d6039f39a9b.jpg

Perutku sangat. Mungkin gara-gara bubur ayam yang kumakan tadi pagi, alhasil aku jadi terburu-buru menyelesaikan ujian Hukum Pidana-ku. Entah benar atau tidak, setidaknya lima soal essay yang diberikan Pak Surya bisa kujawab dengan cara mengarang indah. Fokusku saat ini,... yah perutku.

Masalah perut ini membuatku tergopoh-gopoh berjalan menuju toilet gedung Yustinus. Toilet itu tak terlalu ramai. Menurutku, itu hal yang sangat umrah. Jam di ponsel yang biasanya kutaruh di saku kemeja flannel itu menunjukan pukul 09.25. Kebanyakan mahasiswa masih berada di ruang ujian. Apalagi sat ini sedang musim ujian. Enak juga buang air besar di saat momen seperti ini. Lebih menghayati. Tak ada mahasiswa-mahasiswa yang main gedor pintu bilik toilet.

Begitu menghayatinya, tak terasa aku sudah menyetor lima buntalan ampas hasil kerja sistem pencernaanku. Tak terlalu padat, tak terlalu encer juga. Pas. Astaga, kenapa aku berpikir seolah-olah itu mau kumakan kembali lagi. Terkadang aku memang seperti itu. Aku bisa menjelma menjadi orang yang sangat menjijikan.

Sudah sekitar lima belas menit, aku berpeluh keringat mengeluarkan segala ampas yang tak dibutuhkan tubuh. Perutku sudah tak terlalu melilit lagi. Aku langsung membuang nafas. Pertanda suatu kelegaan yang luar biasa, baru saja menggelayuti diriku sendiri. Aku pun siap membersihkan sisa-sisa kotoran dalam sekali semprot. Eh, sepertinya beberapa kali semprot, sih. Biasanya butuh waktu dua menit untuk membersihkan bokong dari sekiranya kotoran-kotoran yang menempel.

Hingga, saat aku mau mengambil semprotan air, aku sekonyong-konyong bergidik. Tanpa sadar aku menelan air liur. Kepalaku mendadak memunculkan bayangan-bayangan cukup horor. Eh, sekarang sudah mau jam dua bekas siang. Seingatku, tadi aku keluar ruang kuliah di sekitar jam setengah sebelas siang. Apakah ada penampakan makhluk gaib di jam sepuluh hingga dua belas siang?

Aku makin merasa ada yang tak beres. Entah kenapa salah satu kakiku seperti ada yang menggerayangi. Mana ada hantu di siang bolong. Casper itu hanyalah tokoh fiksi buatan orang Amerika. Aku bahkan sangat meragukan benar-benar ada Casper di kehidupan nyata ini. Namun, oh, Tuhan, aku bahkan tak berani melihat ke arah bawah. Aku terlalu takut untuk memastikan.

Dalam hati, aku terus komat-kamit mengucapkan doa agar dihindari dari kejadian-kejadian tak menyenangkan.

Sebentar, sebentar. Saking sepinya kondisi toilet pria di Gedung Yustinus, aku bisa mendengar segala aktivitas di toilet ini. Samar-samar aku mendengar seperti ada desisan. Memang hantu bisa mendesis?

Aku lalu menggeleng-gelengkan kepala. Kucoba menepis setiap pikiran negatif aku. Berulangkali aku menyugesti pikiran aku, hantu tak ada, hantu tak ada. Mana ada hantu di siang bolong. Para makhluk gaib sedang tidur di siang hari. Mereka baru beraktivitas di atas jam enam sore. Lalu, aku mulai membayangkan bayangan-bayangan menyenangkan. Salah satunya, aku membayangkan bisa mengunjungi Disneyland di Amerika Serikat, lalu bertemu penyanyi idolaku, Selena Gomez.

Omong-omong, aku sudah menjadi penggemar Selena Gomez sejak masih SMP. Semua lagunya aku hapal di luar kepala. Koleksi albumnya lengkap. Bahkan ada salah satu album Selena Gomez yang aku beli langsung dari Amerika Serikat. Wuih, harganya bukan main. Hampir menyedot isi tabunganku.

Sialan!

Suara desisan itu masih ada. Sebentar, sebentar. Ini bukan desisan manusia. Ini seperti desisan...

Aku menelan air liur lagi. Keringat dingin mulai membasahi dahi hingga dahiku menjadi super berkeringat. Astaga, kakiku seperti ada yang menyentuh.

"Mamiii..."  desisku menangis. Tanpa sadar air seni keluar dari alat kemaluanku. Aku menelan air liur sekali lagi.

Aku mulai menangis sejadi-jadinya. Ini bukan... maksudku, yang di kakiku ini, bukan makhluk hidup, kan, yang menggerayangi kakiku. Mana langsung terbayang binatang yang gambarnya terpampang di jaketku.

Bukan, bukan naga. Aku pun tahu mana ada naga di kehidupan sehari-hari. Malah ada yang bilang naga itu campuran dari buaya, ular, dan rusa. Yang melata itu, kan,...

Sesuatu menggerayangi salah satu kakiku dengan lembutnya. Tadinya kupikir mungkin ada hantu wanita montok yang tengah memancing nafsu syahwatku. Tapi rasa-rasanya mustahil. Sekarang sudah mau jam dua belas siang. Apakah ada makhluk astral yang masih bergentayangan di jam-jam begini? Amat jarang kubaca di majalah-majalah mistis yang kubaca, peristiwa mistis terjadi di jam-jam seperti ini. Jadi kalau bukan hantu, ini apa?

Dengan takut-takut, aku mencoba menoleh ke arah 'sesuatu' yang masih khusyuk meraba-raba kaki, lutut, paha, dan tengah beranjak ke arah kemaluanku. Keringat dingin mulai mengucur dan membuat dahiku berkilat-kilat. Bibirku kelu. Bulu kuduk mulai berdiri tegak. Beberapa kali sudah aku menelan air liurku. O-oh.

"Anjing!" umpatku untuk menyembunyikan ketakutan aku.

Itu di luar memasang lagu apa? Aku di sini lagi panik sekali. Bisa-bisanya memasang lagu yang sangat aku benci sekali.

Dari awal aku tak pernah
Percaya kata-katamu
Karena 'ku hanya melihat
Semua dari parasmu

Aku kembali fokus ke sesuatu yang menggeliat-geliat di--astaga, sesuatu itu bahkan sudah melingkari pinggang aku. Eh, telingaku ini tak salah dengar?

Ah, pasti kornea mataku ini salah menangkap objek. Mungkin efek semalam menenggak lima loki Vodka sampai tandas masih terasa hingga sekarang. Ini pasti hanya ilusi. Bahasa lainnya, halusinasi. Secara kasarnya lagi, aku sedang berdelusi. Pasti tak nyata ini. Kucoba-coba menampar pipiku sendiri. Lima di kanan, lima di kiri. Ini pasti hanya efek Vodka semalam. Aku yakin itu. Pasti aku sedang mimpi buruk. Jika kutampar sekali lagi, pasti aku akan terbangun dan kembali ke ruang kuliah. Oh, tidak, soal-soal Pak Surya tadi benar-benar sulit sekali.

"Mami, i-i-ini di pinggangku apa?" desisku tergugu. Aku menelan air liur sekali lagi. Desisannya terdengar makin kencang. Bahkan desisan suara Selena Gomez tidak sekencang ini. Eh, sebentar, ngaco aku. Suara Selena Gomez bahkan lebih merdu. Sementara desisan ini membuat aku sangat bergidik.

Lantas, kalau ini efeknya, masa aku bisa mengerjakan soal-soal essay tadi sampai tuntas? Desisan ini juga terasa nyata. Makin lama makin kencang. Sorot mata tajam itu juga terasa hidup sekali. Dan, bisa itu,--

--yah, bisa itu, tak seperti sebuah efek komputerisasi belaka. ITU HIDUP. Ada ular yang tengah meliuk-liuki diriku saat ini.

Kemaluanku.

Tubuhku.

Nyawaku.

Hidupku.

Pokoknya, semuanya sedang berada di ujung tanduk. Ular ini mungkin ular beracun. Aku kenal ular dengan bentuk seperti itu. Ular ini termasuk jenis yang berbahaya. Aku yakin itu. Mengapa pula ada ular di kampusku ini?

"AAAARGGHHHH!!!"

Aku berteriak sekencang-kencangnya sekedar minta pertolongan. Berharap ada yang menolongku, dan bantuan itu datang secepat yang tak kukira. Sebab sudah ada yang menggedor-gedor pintu bilik yang kutempati saat ini.

"Bro, nyante dikit kenapa bokernya?" protes seseorang dari balik bilik. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya [SEASON TWO] Part 21: Marsha Mulai Memperkenalkan Noel ke Teman
1
0
“Jika tanpa dirimu, aku hilang,…”Noel menemukan cinta dalam menemukan sederatan kejadian ganjil. Sukar ia ceritakan ke siapapun. Kini ia dilanda kebingungan, apakah sosok Marsha itu nyata. Atau, itu hanya… …selama ini, dirinya tengah berfantasi, kah? “Marsha, jika Tuhan memberikan aku umur panjang, akan aku luangkan waktu seumur hidup aku hanya demi kamu. Kamu di mana, Marsha? Haruskah aku ke ujung dunia hanya demi menemukan kamu?”*****Novel MelodySilahkan melakukan pra-pesan ke Amerta di 0813-8104-2008.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan