Episode: Sylvie, si Hantu Bule Londo

1
0
Deskripsi

Begitu aku bangun, si Abang Batak sudah tak ada di sekitar aku. Pintunya pun telah tertutup. Yang ada, aku malah ditemani oleh perempuan berdarah Belanda tersebut. Namanya Sylvie, dan ia tertawa cekikikan. 

***

Marshel - Generali

0819-3282-7794

post-image-65d85a6ae485b.jpg

Ah sial!

Aku merutuk dalam hati. Di saat seperti ini, kenapa motorku harus mogok? Bukankah tadi pagi sudah aku isi penuh? Mana aku terpaksa berhenti di tempat yang tak menyenangkan pula. Damn, damn, damn. Sialan beribu-ribu kuadrat. 

Menurut gosip yang kudengar, rumah bergaya Eropa ini berhantu. Warga sekitar sering melihat penampakan di rumah mewah tua itu. Beberapa melihat seorang perempuan bule londo berdiri di dekat pintu masuk sembari menyeringai dan tersenyum; ada pula beberapa yang melihat kakek tua bule londo berpakaian tuksedo menatap nyalang. Juga sering terdengar suara-suara yang menurut para warga bukanlah sejenis suara kucing, tikus, atau hal-hal lazim lainnya (Kalian pasti tahu apa yang kumaksud). Mereka suka mendengar suara jeritan orang, padahal mereka percaya tak ada satu pun orang di sana.

Masuk akal, sih, kalau rumah ini terkesan angker. Setidaknya bagiku, yang untuk saat ini. Pertama, bangunannya juga sudah mengusam. Banyak retakan di rumah itu yang kita bisa lihat. Warna catnya juga sudah memudar. Kukira, rumah ini tadinya bercat merah terang; hanya saja, karena waktu, merah berubah jadi kecoklatan. Alasan kedua, situasiku saat ini. Sudah jam 20.15. Udaranya masih terasa dingin setelah diguyur hujan selama nyaris tiga jam. Sukses, bukan, bikin bulu berdiri?

Ah sudahlah. Daripada terjebak dalam takhayul semata, lebih baik kuperiksa masalah yang terkandung dalam motor tua sialanku ini. Motor ini kenapa sih? Kedua ban tak ada yang bocor. Karburator, persneling, knalpot, dan bagian-bagian penting lainnya oke, yang aku cek baik-baik. Tak ada masalah. Yang jadi masalah itu, tangki bensinnya. Tadi pagi, sekitar jam sembilan, aku ingat mengisinya penuh. Masakan sudah kosong lagi? Padahal baru kupakai untuk jarak yang tak sampai 5-10 kilometer; juga tak sampai enam jam lebih. Keparat! 

"Bang..."

Mendadak bulu kudukku merinding dahsyat. Terpaksa aku menelan air ludahku. Dengan lambat, aku menggerakan kepalaku menoleh ke arah suara itu. Aduh, Tuhan! Semoga bukan setan atau sejenisnya. Kumohon, Tuhan!

Syukurlah, rupanya seorang perempuan. Untungnya bukan perempuan londo. Kalau londo, bisa kencing berlari aku ini. Perempuan itu berwajah eksotis ala perempuan-perempuan Melayu: rambut panjang, hidung pesek, dan kulit sawo matang. Pakaiannya pun khas pakaian perempuan kampung. Kaos oblong dan rok selutut dengan ujungnya tidak berkibar-kibarberkibar-kibar--alias merapat. 

"Motornya mogok yah, Bang?" tanya perempuan itu tersenyum.

"I-iya, Mbak," jawabku gugup. "Oya, di sekitar sini ada bengkel, nggak?"

"Ada sih, Bang, tapi jaraknya lumayan jauh gitu. Sekitar satu atau dua kilometer." jawabnya tersenyum. Sumpah, kawan, senyumannya itu menghangatkan tubuhku yang diterpa angin malam yang dinginnya super dahsyat ini. 

"Wah, jauh juga, yah?!" kataku dengan mimik kebingungan. 

Perempuan itu terkikik-kikik.

"Bang, mau saya bantu dorong ke bengkelnya, nggak?" tawar perempuan itu.

"Bo-boleh..." kataku mengijinkan. "Ta-tapi mbaknya kuat gak dorongnya?"

"Kuat, kok. Saya juga sudah biasa dorong mobil selama ini."

Tak ada lagi percakapan lagi. Karena selanjutnya perempuan itu sudah membantu mendorong motorku hingga bengkel terdekat. Yang meskipun jaraknya satu-dua kilometer, tetap bisa dibilang dekat, menurut aku. Kami berdua lalu berjalan menyusuri jalan-jalan yang agak becek dan berlumpur. 

Sembari mendorong berdua, aku mengajak perempuan itu bercakap-cakap. Dari sana, aku tahu namanya Silvia Prodjobukara. Dia gadis keturunan Belanda, Italia, Spanyol, China, dan Jawa, katanya. Tapi aku sama sekali tak melihat ada unsur oriental atau western dari wajahnya. Apa iya? Cara bicaranya pun lebih Jawa banget.

Silvia ini juga katanya tinggal di sekitar rumah mewah tua itu. Aku sempat curiga. Soalnya di sekitar rumah itu sepertinya tak ada hunian. Hanya ada taman atau hutan kecil tak terurus. Ah, tapi mungkin karena sudah gelap. Siapa tahu saja ada satu-dua rumah yang tersembunyi. Di Indonesia kan banyak ditemui rumah-rumah yang letaknya itu tak beraturan. Ibarat di sebuah kelas Geografi, Indonesia itu adalah seorang murid yang selalu dapat nilai merah, khususnya soal tata kota. 

Oh iya, kecurigaanku soal perempuan ini ada benarnya juga, sebetulnya. Aku sering diseringai oleh beberapa orang yang kutemui di jalan. Mereka memandangku seolah-olah aku orang aneh, alih-alih menyebut aku gila. Tapi Silvia buru-buru menangkis kecurigaanku. Ia bilang, mungkin mereka menyeringaiku karena ada dia. Dia mengaku, ayahnya itu dukun santet yang paling dibenci sekaligus ditakuti warga. Masuk akal; dukun santet memilih tinggal di rumah dekat rumah angker itu dan lokasinya agak tersembunyi. 

Tak terasa sudah setengah jam aku berjalan menyeret-nyeret motorku dengan ditemani Silvia yang eksotis. Sampai jualah aku di sebuah bengkel. Langsung kuhampiri pria tua berkumis yang menatapku bingung.

"Bang," Kusapa Bang, karena kusangka ia Batak. "Ada jual bensin eceran, nggak?"

"A-ada sih," Dugaanku benar. Dari logatnya, ia memang Batak. "Tapi kenapa kau bicara sendiri tadi? Agak ngeri aku jadinya, Bah."

"Si abang bisa aja," ujarku nyengir. "Saya bareng cewek, kok, Bang. Cakep. Namanya Silvia."

Si Abang Batak itu memelototkan matanya padaku. Bibirnya terbuka lebar.

"Serius kau ini, Bah?"

Aku mengangguk. Dalam hati, aku mulai merasakan keganjilan. Ada yang aneh dengan Silvia.

"Lae, tak ada orang di sekitarmu itu. Dan soal Silvia itu..." 

Ia berhenti. Tampak ia ragu-ragu mengatakannya.
"Nama hantu perempuan Belanda, penghuni rumah tua itu juga Silvia. Nama lengkapnya Silvia Van Hooijdonk."

Gigi-gigiku mulai bergoyang. Keringat dingin mulai mengucur deras. Kupaksa saja aku menoleh ke arah Silvia Prodjobukara. Tampak di hadapanku, seorang wanita bergaun ala abad pertengahan. Ia tersenyum padaku. Yang membuatku yakin ia itu hantu adalah sekujur tubuhnya itu lebih terlihat seperti proyeksi. Warna tubuhnya terlihat samar-samar dan tak padat. 

Ya Tuhan, itu hantu? Astaga, aku mau pingsan jadinya. Namun, urung aku lakukan. Bukan karena menjaga gengsi, hanya saja tubuhku terasa kaku sekali. Jangankan untuk pingsan, untuk sekadar menggerakkan kedua tangan saja, aku tak mampu.

"Lae," si Abang Batak itu melambaikan tangan di depan wajahku. "Lae, Lae,... wah, benar-benar ini sekalinya dapet pelanggan, eh, malah dapat yang baru saja ketemu penampakan. Mimpi apa aku semalam?"

Dua menit kemudian, aku segera tersentak. Jawabku dengan gugup sekali, "Kenapa, Bang?"

Si Abang Batak langsung menyeretku dan mengajakku duduk ke dalam ruangan. Ia memberikan aku air mineral. Sebotol air mineral cukup menenangkan syaraf-syaraf aku yang tadi menegang. Kurasa, peredaran darah aku kembali lancar. Namun, keringat masih tetap mengucur.

"Ini, lap dulu keringatmu, Lae." Si Abang Batak menyerahkan handuk kecil kepada aku. "Tidak usah takut. Bersih itu. Belum pernah kupakai. Tadi aku lap pakai tisu juga. Sudah, sekarang Lae minum saja dulu. Tenangkan diri."

Aku bingung dengan apa yang terjadi pada diriku. Sembari memegangi botol mineral, aku bangkit dari bangku dan berjalan keluar bengkel. Yang kuperhatikan, si Abang Batak mengikuti langkahku dengan kebingungan. Begitu sampai di luar, samar-samar aku mendapatkan si perempuan bernama Sylvie itu ternyata mengikuti aku. Dari jarak yang agak jauh, pun dari balik tiang listrik, ia tersenyum dan melambai-lambaikan tangan ke arah aku.

Sekonyong-konyong gigi-gigi aku langsung bergemelutuk. Keringat aku terus saja bercucuran. Oke, jika aku pingsan, maka aku siap. Sebelum aku pingsan, gendang telinga aku menangkap suara seperti suara sirine, entah itu suara sirine mobil apa. Suaranya terus menerus bertalu-talu di kedua telinga aku. Padahal, yang aku sempat lihat, tidak ada mobil polisi, ambulans, atau mobil pemadam kebakaran yang melintas.

"Yah, yah, dia malah pingsan," seru si Abang Batak yang terdengar panik. "Apes pula aku ini. Sekalinya dapat pelanggan, malah yang baru saja lihat penampakan, dan dia malah pingsan. Apa kututup saja bengkel aku ini? Merinding aku jadinya!"
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Hadirilah Acara Terapi Gurah Mata dan Pengenalan Albucore!
1
0
Jangan lupa untuk membacanya RAPAT PARA HANTU!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan