Episode: Ada Rapat Lagi di Rumah Tua

1
0
Deskripsi

Si perempuan SMA itu mengikik. Tawanya seperti seorang kuntilanak yang menurut gosip, karena calon anaknya keguguran. Ia lalu menyanyikan lagu cinta nan maut tersebut di tengah-tengah rapat para hantu. 

/ Mengapa pergi begitu saja / Kau tinggalkan aku / Padahal 'ku masih merindukanmu / Betapa susah cari yang seperti dirimu / Tapi, mereka tetap bukan dirimu /

*****

Gloria Allianz

0818-8589-44

Terdapat rapat lagi di halaman rumah tua itu.

Sebuah rumah yang sedikit bergaya Eropa yang terlihat dari dua buah pilar agak besar di dekat pintu masuknya. Terlihat angker dari luar. Siapa pun mata yang memandangnya, mereka pasti sepakat berkata rumah ini memang angker. Sudah lama tak dihuni pula. Konon rumah ini dibangun pada masa kolonial Belanda.

Di halaman belakang rumah tua bergaya Eropa ini, di sanalah, ada sebuah rapat. Rapat yang dihadiri oleh hantu-hantu dan dipimpin oleh sesosok makhluk tak kasatmata (yang apakah makhluk ini bisa disebut sebagai malaikat?).

Duduk di bangku pertama, adalah seorang pemuda yang mengenakan sebuah seragam klub basket asal Amerika Serikat. Kelihatannya ia merupakan seorang atlet muda semasa masih hidup. Ada bola basket yang ia pegang dan permainkan di salah satu tangannya.

“Gimana kalo kita tanding? Dua lawan dua aja? Lo pilih dua di antara tim kalian. Sementara gue sama cowok yang kalian lecehin ini. Gimana? Berani nggak?”

“Gimana, nih, Bre? Ditantang sama bocah kita-kita? Terima nggak, nih?” 

"Ya, udahlah, terima aja. Daripada mereka berdua ngebacot, nanti kita bakal jadi bahan omongan di mana-mana. Ketahuan pelatih dan manajemen klub, bisa berabe, kan?”

“Oke, gue terima,”

Si pemuda yang berseragam klub basket itu mengikik. Sepertinya ia sedang membayangkan sesuatu hal yang pernah ia alami. Yang keliatannya pula, itu bukan dari kenangan saat dirinya masih hidup. Begitu-begitu hantu pun masih bisa menciptakan kenangan setelah rohnya tak diizinkan untuk menempati raganya lagi.

Si pemimpin rapat kelihatannya tahu apa isi pikiran si pemuda berpakaian seragam klub basket. Ia menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, "Untung saja ibumu tidak terkena serangan jantung. Diberikan izin berkeliaran, tidak bisakah melakukannya sedikit lebih halus? Yang kamu lakukan saat itu cukup frontal sebetulnya."

Si pemuda berpakaian seragam basket itu nyengir dan menggaruk-garuk rambut. "Yah, aku minta maaf. Dan, terima kasih banyak juga atas izinnya juga. Rasanya aku puas banget, akhirnya bisa bermain basket layaknya manusia-manusia yang masih hidup. Kerinduan aku pada  keluarga aku terbayarkan sudah."

Oh, nama laki-laki itu Theo Lazuardi.

(Baca: Ada Dewa Basket di Lapangan Itu

Lalu, si pemimpin rapat para hantu melihat ke arah seorang pemuda berkacamata yang berpakaian necis. Sebelum meninggal, ia biasa dipanggil Iman. Ia pun memiliki pengalaman sebagai arwah.

Mereka semua tidak sadar arwah Iman sedang berada di sekitar mereka. Iman berjalan mengikuti keluarga kandungnya yang menuju mobil minibus berwarna perak. 

Tanpa tersenyum, arwah (atau hantu) Iman mendesah, “Grace masih sayang, kok, Ma, sama aku. Aku dan Grace belum putus, Ma. Kami nggak lagi berantem. Grace juga pasti punya alasan kuat kenapa nggak dateng. Nggak apa-apa, kalau Grace nggak bisa hadir waktu penguburan aku.”

(Baca: 100 Hari setelah Dia Pergi

Pemimpin rapat para hantu itu mengarahkan pandangannya ke arah Iman. Ia tersenyum dan senyumannya itu memberikan semangat. Sepertinya Iman merasakan sebuah motivasi ke tubuh hantunya.

"Pasti berat sekali meninggalkan orang-orang yang kamu cintai. Aku pun masih bertanya-tanya mengapa Sang Pencipta membiarkan dirimu pergi menjelang pernikahan kamu dengan pasanganmu. Tapi, percayalah, ada hikmah di balik setiap peristiwa, entah itu yang positif maupun yang negatif."

"Aku juga berterimakasih karena kamu sudah menemani aku menemui keluarga kandung aku dan pacar aku, Grace. Walau tak bisa menyentuh raga mereka semua, dengan begitu saja, aku sangat bahagia. Kalau diizinkan lagi, aku ingin menyapa Grace di alam mimpi. Tidak akan kuhalangi dirinya untuk menggantikan posisiku dj hatinya."

"Biarlah waktu yang akan menjawab. Lagi pula, hati seseorang sulit diubah begitu saja. Apalagi kamu dan dia dipisahkan oleh Sang Maut."

"Maksudnya?" tanya Iman mengernyitkan dahi.

Theo menimpali sembari terkekeh-kekeh, “Kelihatannya pacarmu, Bang, sayang banget sama kamu. Kamu sudah menjadi arwah pun di sini, dia tetap cintanya sama kamu. Mungkin butuh waktu lama buat dia move-on. Atau, nggak akan pernah mau move-on. Maunya sama Bang Iman terus.”

Si Pemimpin itu hanya tersenyum dan mengarahkan pandangannya ke bangku ketiga. Duduklah seorang nenek. Pakaiannya lusuh sekali. Karena ia meninggal dalam kondisi yang tidak seperti hantu-hantu di dalam rapat para hantu ini. Ia meninggal dalam kondisi serba kekurangan. Meninggal dalam sebuah bangunan kecil, yang kini menjadi sebuah panti asuhan yang bernama Panti Asuhan Tauladan Kasih.

Di saat hendak bantu membersihkan halaman panti asuhan, sekonyong-konyong kedua mata Grace sepertinya menangkap bayangan aneh di tengah-tengah tetesan-tetesan air hujan. Kedua mata Grace terpicing-picing untuk memastikan bayangan itu memang nyata. Bayangan itu bahkan agak lebih besar dari Nia dan Firman. Sepertinya juga itu lebih mirip bulai. Samar-samar Grace menangkap warna kepirangan dari bayangan sosok tersebut. Grace bergeming sebentar. Bulu-bulu di kedua tangan Grace mulai berdiri. Pikiran-pikiran itu kembali berdatangan ke kepala Grace. 

“Nggak, jangan lagi,” Anak penghuni panti asuhan bernama Grace itu menggigit bibir bawahnya. Ia mulai menitikkan air mata. 

Tak heran Grace panik dan sedih. Ini memang berdasarkan pengalaman Grace sendiri. Setiap bayangan sosok pirang itu muncul, pasti ada penghuni Panti Asuhan Tauladan Kasih yang meninggal dunia. Empat bulan lalu, adiknya yang masih kelas 4 SD, Febriana, meninggal dunia karena penyakit demam berdarah dengue (dan, para pengurus panti begitu sibuk mencari pinjaman untuk biaya pemakamannya).

(Baca: Sosok Gaib itu Datang ke Panti Asuhan Lagi

Si nenek itu menundukkan kepala dan mendesah dengan teramat berat. "Aku, minta, maaf, sudah minta yang bukan-bukan. Aku hanya mau yang terbaik untuk anak-anak malang tanpa kasih sayang orangtua. Apa tidak bisa dibantu, Tuan Malaikat, agar mereka tetap di sana--di rumah yang dulu aku tempati semasa hidup?"

"Aku hanya bisa melakukannya begitu saja. Tidak bisa dan tidak boleh di luar batas-batas yang sudah ditentukan. Segala sesuatunya memiliki ketentuannya masing-masing. Semoga saja mereka peka terhadap sejumlah hal-hal aneh yang terjadi di sana."

Iman yang sekarang menimpali, "Sabar saja, Nek. Lagian, bukannya ada yang pernah bilang, biarlah orang hidup mengurusi masalahnya sendiri. Orang mati seperti kita sudah tidak ada urusannya lagi dengan mereka yang masih hidup."

Theo ikut-ikutan menimpali, "Benar, Nek, kata Bang Iman. Aku yakin panti asuhan tidak akan dijual. Pasti Tuhan memberikan jalan keluar."

Si nenek mengangkat kepala dan menangis sesenggukan sembari tersenyum.

Si Pemimpin tersenyum dan tanpa tedeng aling-aling, ia mengarahkan pandangan ke arah seorang perempuan berpakaian seragam sekolah. Rambutnya panjang dan dikuncir satu. Ia malah cekikikan seperti kuntilanak saat diperhatikan dengan mata melotot oleh si Pemimpin Rapat Para Hantu.

Si Pemimpin menggelengkan kepala. "Kamu ini nakal sekali. Apa kamu tidak pernah berpikir sebelum bertindak? Perempuan itu salah apa? Juga, para korban yang harus meninggal karena lagu ciptaan pacarmu itu?"

Si perempuan SMA terkekeh-kekeh. “Ya, maaf, deh, maaf. Hihihihi... Mengapa pergi begitu saja. Kau tinggalkan aku. Padahal 'ku masih merindukanmu. Betapa susah cari yang seperti dirimu. Tapi, mereka tetap bukan dirimu.”

(Baca: Kenangan Tersisa di Debby
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya [SEASON TWO] Part 19: Seperti Sebuah Déjàvu Saja
1
0
“Jika tanpa dirimu, aku hilang,…”Noel menemukan cinta dalam menemukan sederatan kejadian ganjil. Sukar ia ceritakan ke siapapun. Kini ia dilanda kebingungan, apakah sosok Marsha itu nyata. Atau, itu hanya… …selama ini, dirinya tengah berfantasi, kah? “Marsha, jika Tuhan memberikan aku umur panjang, akan aku luangkan waktu seumur hidup aku hanya demi kamu. Kamu di mana, Marsha? Haruskah aku ke ujung dunia hanya demi menemukan kamu?”*****Fillet Ikan Goreng Tepung Si Kumis 0857-1078-1319
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan