Episode : Kerasukan Koki

4
2
Deskripsi

“Tiba-tiba saja, segenap tubuh ini seperti sudah tahu berbuat apa. Hidungku seperti bukan hidungku saja.”

*****

Aku tersenyum. Sebab, impianku terkabul. Tak harus berada di acara ini juga. Yang penting, salah satu impian aku terkabul. Yaitu, bisa tampil di depan kamera. Ditonton ribuan, eh, atau mungkin jutaan pasang mata. Ini luar biasa sekali. 

Yang tadinya aku hanya bisa melihat di media sosial mereka, sekarang koki cantik ini berada di hadapan mataku. Ternyata wajah asli Chef Sasha lebih cantik daripada foto-fotonya yang berada di akun Instagram kepunyaan dirinya. Chef Sasha malah jauh lebih galak. 

Berdiri di samping Chef Sasha, ada Chef Rama yang ternyata tidak galak bin menyeramkan. Selama masa pelatihan (dan tanpa kamera di mana-mana), Chef Rama bilang itulah yang dinamakan gimmick. Dia menjual karakter Chef Rama yang galak, berdisiplin ketat, dan menyeramkan ke audiens. Aslinya, wah, jangan kaget, Chef Rama tidak segalak atau seketus itu. Chef yang memiliki tato naga di punggungnya (yang katanya simbol hokinya), menurutku, dia orangnya cukup fleksibel. Dibandingkan koki-koki lainnya, Chef Rama lebih sering tersenyum di balik kamera. Chef Rama pun tak ayal sering melemparkan guyonan-guyonan segar, yang pastinya selalu membuat aku dan para murid acara The Professional Chef tertawa. 

Aku menghela napas. Beberapa kali aku tarik-embus napas. Aku gugup. Betul-betul gugup. Hei, aku sebelumnya hanya orang biasa. Kini, ada kamera di mana-mana. Selain kru dan peserta acara The Professional Chef, tak sedikit awam yang menontonnya. Wajar, dong, aku terkena demam punggung. 

Biasa aja, Bro, ada gue, jangan tegang-tegang, ucap suara sepupu aku dari dalam ragaku. Namanya Ragil. Seharusnya Ragil yang ikut acara ini. Persiapan dia untuk ikut acara The Professional Chef ini sudah sangat luar biasa sekali. Tabungannya selama bekerja di perusahaan asuransi ludes dipakai. Jika masih kurang, ia mencari pinjaman ke mana-mana, yang termasuk ke diriku. Sayangnya, yah, mungkin sudah takdir Tuhan (atau, apalah itu), saat sedang berlatih memasak, Ragil ambruk. Terkena serangan jantung dan tak bisa diselamatkan lagi. Mungkin karena kelelahan, pun Ragil memang agak memaksakan diri, ditambah lagi ada rencana Tuhan juga, sepupu dari pihak keluarga besar ibuku itu tak bisa diselamatkan. 

Ragil akhirnya meninggal dunia. Sepulang dari ikut serta dalam penguburan jenazah Ragil, di malam harinya, aku bermimpi berjumpa dengan Ragil. Ragil bilang dia sebetulnya masih ingin berjuang, terutama untuk The Professional Chef. Apa daya, ia tak kuasa melawan kekurangannya. Begitulah, dan akhirnya, yang begitu bangun juga, aku merasa ada yang aneh dengan ragaku. Samar-samar aku seperti mendengar suara bisikan. Bisikan dari arah lubuk hatiku. Suara itu berkata itu Ragil. Awalnya aku tak percaya, namun suara itu memaksakan diri aku untuk bergerak ke arah dapur, lalu memotong-motong bumbu-bumbu dapur. Aku yang sangat tidak piawai di dapur, mendadak berubah menjadi lihai dalam hal memasak. Dari situlah, aku mulai meyakini memang Ragil yang hidup di dalam ragaku. Ragil, lah, yang memaksaku untuk memasak nasi goreng cumi bakar di pukul lima lewat lima belas menit. Dalam bahasa sehari-harinya, aku dibuat Ragil kerasukan. 

Tenang aja sih, nasehat Ragil dari dalam ragaku. Feeling gue, kita bakal menang di babak ini. Gue bakal bikin elo jadi chef nomor satu. 

Aku masih gugup. Tak peduli kameranya diarahkan ke arah aku, aku mengetuk-ngetukkan garpu ke atas talenan. Koki-koki yang menjadi juru--sekaligus mentor--memperhatikan aku. Tak hanya mereka, audiens pun sama. Chef Sasha tertawa. 

“Nggak usah tegang, Rijal,” seru Chef Sasha tersenyum lebar. “Kamu ikut The Professional Chef sudah lama. Dikarantina juga sudah lama. Masa masih tegang di hadapan kamera? Be relax. And, inhale, exhale,…”

Aku mengikuti saran Chef Sasha. Tarik dan embus. 

“Rijal ini salah satu kontestan yang saya sukai.” Chef Rudi mengacungkan jempol. “Rekam jejaknya mengingatkan saya akan masa lalu saya yang cuma asisten juru masak di restoran Padang kenamaan. Mungkin memang Rijal ini terlahir sebagai seorang chef. Hanya saja dia apes harus bekerja sebagai seorang operator warnet yang nyambi menulis novel.”

“Besok-besok kamu menulis buku resep masakan saja, Jal,” tukas Chef Rama, agak nyengir. “Daripada nulis novel romance yang menurut saya cuma menjual mimpi, belum lagi kadang suka dibuat-buat, mending kamu coba bikin buku resep masakan. Saya nanti mau menulis buku tentang masakan, kamu mau jadi ghost writer saya?”

Seram, Chef, raut mukamu, kata Ragil lagi. 

Masih seram juga gue dan elo, Bro. Andai mereka tau, kalau selama ini, gue jago masak karena arwah sepupu gue. Begitulah kataku kepada arwah Ragil yang hidup di dalam batinku. 

“Wah, gimana, tuh, Chef Rijal?” tanya Chef Sasha yang mendelik nyengir ke arah Chef Rama. “Jarang-jarang, loh, Chef Rama baik gitu, nawarin job ke salah satu muridnya. Kamu itu, mentor kamu, dia loh. Chef Rama, yang terkenal galak sampai ke luar angkasa.”

Aku hanya tertawa terbahak-bahak. Audiens ikut pula tertawa. Juga, para juri The Professional Chef. 

“Oke, deh,” Host acara The Professional Chef, Rafly, kelihatannya akan segera membuka acara. Kali ini, di segmen kali ini, masakan tiap peserta akan dicicipi untuk diberikan nilai. 

Chef Rudi yang kali pertama maju. Ia menuju ke Vina, yang sebelum ikut The Professional Chef, adalah seorang kasir restoran cepat saji di Yogyakarta. Vina membawakan menu yang tak biasanya. Menurut penuturan Vina, ia coba memadukan cita rasa pasta (yang merupakan kuliner khas Italia) dengan rendang (yang asli Sumatera Barat). Lalu, Chef Rudi mulai mengaduk-ngaduk hidangan Vina. 

“Wah, Chef Rudi mulai kembali ke kebiasaan lamanya, suka ngacak-ngacak masakan orang,” seloroh Rafly nyengir. 

“Yah, jelas, dong. Harus saya acak-acak, Rafly. Katanya, ini adalah Pasta Bumbu Rendang Ekstra Pedas. Saya mau cari mana daging rendangnya. Eh, ternyata ngumpet di balik pastanya. Ini, menurut saya, kamu agak kebanyakan yah, taruh spaghetti-nya. Buat apa juga ada spaghetti? Cukup pasta, bumbu rendang, dan rendang, sudah cukup, kalau kata saya.” tutur Chef Rudi.

Chef Rama yang sudah berdiri di samping Chef Rudi coba membantah. “Ah, itu kan kata Chef Rudi. It's fine. Menurut saya, itu nilai plusnya. Cuma, yah, bener yang dibilang Chef Rudi, daging rendangnya jangan kamu umpetin. Cukup chef-nya saja, yang pemalu.”

Suara tawa kembali menggelagar di arena yang kali ini di luar studio. 

Kali ini giliran aku. Karena urutannya, yang sesuai skenario, setelah Vina, yah, aku, Rijal Ependi. Chef Sasha yang mencoba hidangan aku yaitu Mi Wortel Bumbu Gulai. Chef Sasha mencicipi sesendok. Ia menutup matanya sebentar, dan, aku heran, mengapa Chef Sasha memperhatikan aku. Jantung aku menjadi berdebar-debar. Aku menelan saliva. 

Aku dan Chef Sasha saling bersirobok mata. Tajam juga aku diperhatikan Chef Sasha. Sampai akhirnya…

“Eh, tahu nggak sih?” Chef Sasha melirik ke arah teman-teman kokinya. “Dulu itu, yang sudah agak lama juga, aku pernah punya kenalan orang asuransi. Kebetulan aku ini nasabah dia juga. Namanya, kalau nggak salah, Ragil Setiadi. Si Ragil ini ternyata jago banget masak, dan spesialisasinya adalah mi. Aku coba hidangan kamu itu, serasa makan mi buatan teman aku itu. Terus, aku lihat-lihat sorot matamu, kamu itu persis orang kerasukan. Kerasukan rohnya Ragil. Ah, semoga Ragil masih hidup, yah.”

Aku lagi-lagi menelan saliva. Haruskah kukatakan yang sebenarnya, walau itu di luar skenario? 

Dalam ragaku, Ragil tertawa dan berkata, ini sepupu saya, Chef. Saya yang ngajarin dia masak sampai sejago ini. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Episode : Dia Ada di Sini, Dia Ada di Sana Pula
3
4
[Mohon maaf jika ada kesamaan nama, tempat, dan peristiwa]“Apa bisa seseorang berada di dua tempat sekaligus? Mustahil, kan? Seperti Superman saja, ups, maksudku, Oz si Penyihir."Cerpen ini juga menjadi bagian dari novel aku yang lainnya, ME DÉJÀVU, yang terbit di Fizzo. Di Fizzo, ditulis dengan muatan isi yang sedikit berbeda dengan yang tertulis di KaryaKarsa. *****Ready, unit Honda, hubungi :Aris Honda NS0812-9422-5975
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan