
"Jika tanpa dirimu, aku hilang,…”
Noel menemukan cinta dalam menemukan sederatan kejadian ganjil. Sukar ia ceritakan ke siapapun. Kini ia dilanda kebingungan, apakah sosok Marsha itu nyata. Atau, itu hanya…
…selama ini, dirinya tengah berfantasi, kah?
“Marsha, jika Tuhan memberikan aku umur panjang, akan aku luangkan waktu seumur hidup aku hanya demi kamu. Kamu di mana, Marsha? Haruskah aku ke ujung dunia hanya demi menemukan kamu?”
*****
ALLIANZ
👉 Fanny (Tangerang) 0811-1817-121
👉 Gloria (Surabaya) 0818-8589-44

Pikir Marsha, cowok itu apa pernah coba naik gajah juga? Mungkin kuda atau onta, kali, yah.
Marsha mengernyitkan dahi. Dari atas punggung gajah, ia sepertinya mendapati sosok laki-laki yang ia kenal. Laki-laki berkacamata, agak gendut, dan tak terlalu tinggi dari dirinya. Marsha terlihat girang sekali. Saking girangnya Marsha, gajah yang ia tunggangi seakan-akan bisa merasakan apa yang ia rasakan. Pawang gajah itu sampai terheran-heran dengan fenomena tersebut.
"Pak," seru Marsha dari atas gajah. Perempuan itu ingin segera menghampiri sosok laki-laki tersebut. "Mau turun aja!"
Seru balik si pawang gajah itu dari arah bawah, "Emang udahan naik gajahnya?"
"Iya, udahan!"
Lalu si pawang gajah itu langsung saja meminggirkan gajah itu ke arah dinding batas. Si gajah mengikuti arahan pawangnya untuk membungkukkan tubuhnya. Marsha turun dengan hati-hati. Selanjutnya perempuan itu sepertinya gelap pikirannya. Bukan gelap sepertinya. Dalam pikiran perempuan tersebut, hanya ada wajah Noel, laki-laki yang Marsha lihat dalam mimpi selama ini. Selepas turun dari punggung gajah, tak peduli keluarganya yang langsung mengerumuninya, Marsha memilih untuk terus berlari. Semoga saja Marsha masih ingat posisi sosok tersebut, dan semoga juga sosok laki-laki itu belum beranjak. Oh, pun semoga laki-laki itu memang benar Noel.
"Nanti aku kembali ke sini lagi," ujar Marsha kepada keluarganya. Lalu ia terus berlari dan berlari. Yang di pikirannya, hanyalah Noel. Ia berharap itu benar-benar Noel. Kali ini ia harus menjalankan setiap wacana yang selama ini berseliweran di dalam kepalanya.
Ayahnya Marsha menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berkata kepada istri dan anak bungsunya, "Lebih baik kita ikuti Marsha."
"Mama setuju. Daripada dia kenapa-napa. Lagian, dia kenapa, yah, Pa, Stanley? Suka aneh sendiri akhir-akhir ini."
"Kak Marsha, Kak Marsha,"
Bahkan Marsha tak peduli keluarganya turut mengikutinya sembari berlari-lari kecil. Ia hanya terfokus untuk mengejar laki-laki tersebut--yang ia lihat dari atas gajah. Tadi, semoga masih di sana, laki-laki itu sedang berada di kandang jerapah. Ke sanalah ia berlari, yang kecepatan berlarinya melebihi keluarganya. Sembari berlari, ia teringat kejadian saat itu. Saat ia kali pertama berjumpa dengan Noel.
"...dibilang cowok nggak jelas ini?"
Marsha mendadak merasa tidak enak saat mengingat kejadian tersebut. Andai saat itu ia langsung merespon setiap hal yang dikatakan oleh Noel. Pasti hasilnya akan berbeda. Yang terjadi malah Marsha hanya terdiam. Lebih banyak bergeming daripada berkata-kata.
“Hahaha, kenapa nggak bilang kamu sudah punya pacar? Kalau begitu, kenapa mau dikenalkan ke aku? Astaga, Marsha!"
“K-kan, bener, kan, aku memang pacarnya. Kamu Marsha, kan?"
“Marsha, lu kok nggak pernah kasih tahu ke gue, udah punya cowok selama ini? Kita bestie, kan, Marsha. Sebagai sesama bestie, nggak boleh ada yang ditutupin, kali.”
"Oh my God. Dia ganteng juga aslinya ternyata. Lumayan cute. Kayaknya aku benar-benar naksir banget sama dia, Tuhan.”
“Loh, katanya kamu pacarnya, kok nggak tahu nama dia Marsha? Gimana sih, Mas? Ngaku-ngaku, yah? Oh, saya paham ini tentang apa. Kamu ngejar-ngejar dia, makanya sok ngaku-ngaku dia ini pacar kamu. Yah, nggak sampai segitunya juga, Mas. Kalau belum dapet lampu hijau dari dia, jangan ngaku-ngaku jadi pacarnya.”
“Aku memang pacarnya, kok, Ian.”
Jantung Marsha mendadak berdebar-debar lebih kencang dari biasanya. Suaranya bahkan cukup mengganggu Marsha. Perempuan itu sampai terjatuh. Namun ia berusaha bangkit dan kembali berlari. Tak peduli lututnya sedikit luka dan belum diobati, ia kembali terus berlari. Sementara itu, kejadian saat itu masih saja terputar dalam benaknya. Seperti sedang menonton DVD saja.
“T-tuh, kan, aku memang pacarnya. M-marsha, ini aku, laki-laki yang memang kamu cari selama ini. Aku Noel, Marsha, yang suka perahuan sama kamu di atas danau. Aku juga yang suka kirimin kamu pesan-pesan nggak jelas tiap malam.”
Semoga Noel masih di sana. Semoga pula Noel masih berada di kandang rusa. Sebentar lagi Marsha akan kembali bertemu dengan laki-laki yang ia lihat dalam mimpi. Ini bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan. Lebih tepatnya lagi, mimpi indah yang menjadi kenyataan. Kali ini Marsha harus lebih aktif lagi dalam mengajak mengobrol Noel. Sepertinya juga Noel bukan pria yang aktif berbicara.
Nafas Marsha terengah-engah. Ponselnya berdering dari arah tas tangannya. Ia sempat melihat ke arah belakang. Pasti salah satu dari keluarganya yang meneleponnya. Ia memutuskan untuk tidak berhenti demi menerima panggilan telepon. Ada yang lebih penting dari itu. Itu adalah mengejar Noel.
Marsha menelan air liur. Ia terus saja berlari. Sedikit lagi akan sampai di kandang rusa. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Dari kejauhan, ia melihat laki-laki itu masih ada. Itu benar-benar Noel. Walaupun masih jarang bertemu di dunia nyata, mungkin karena sering berlari-lari di dalam alam bawah sadarnya, ia hafal betul bentuk wajah dan tubuh Noel. Yang mana laki-laki itu sedang asyik dengan gawainya sambil sesekali memotret rusa-rusa yang berada di dalam kandang.
"NOEL!" teriak Marsha secara spontan. Entahlah, yang ia pikirkan hanyalah berteriak. Bisa saja asumsinya salah. Namun, kali ini ia membiarkan raganya dituntun oleh instingnya sendiri. Tak peduli jika keliru. Yang penting sudah mencoba.
Marsha makin mempercepat kecepatan berlarinya. Jantungnya makin berdetak lebih kencang. Semakin kencang lagi saat ia melihat sosok laki-laki yang ia panggil itu mendadak menoleh ke arah dirinya. Entah mengapa Marsha merasakan suatu sukacita yang luar biasa. Ia seperti menemukan sebuah harta karun yang tak ternilai harganya.
Sepertinya di sekitar Marsha ada yang memperdengarkan sebuah lagu yang cocok sekali dengan apa yang ia rasakan saat ini.
Aku suka kamu ditolak juga tidak apa-apa
Aku tak sembunyikan perasaanku yang sebenarnya
Aku suka kamu walaupun sejelek apapun
Perasaan yang melimpah ini tak akan ku pendam
***
"HEY, ADA APA INI?"
“KAMU JAHAT! KAMU LAKI-LAKI PALING JAHAT YANG PERNAH AKU KENAL DAN TEMUI!”
“Entar dulu, entar dulu, kamu ini siapa juga, aku mana tahu.”
“AKU ADALAH KAMU! KITA DULU ITU SATU!”
"Hahaha, kita, dulu, itu, satu? Kamu yakin? Sementara aku saja tidak merasa pernah bertemu dengan kamu. Coba kamu jelaskan, salahku itu apa? Di mana letak salahku?”
“KAMU UDAH NINGGALIN AKU. KENAPA, NOEL? KENAPA KAMU TEGA NINGGALIN AKU?”
“Aku ninggalin kamu? Gimana bisa aku ninggalin kamu, sementara aku saja nggak pernah merasa kenal dan pernah ketemu kamu?”
"ARGH, CAPEK AKU NGOMONG SAMA COWOK KAYAK KAMU, NOEL! KAPAN KAMU PERNAH MENGERTI AKU? KAPAN?"
"HAHAHA."
Noel tersentak. Mana jantungnya berdebar-debar sekali. Sampai-sampai ia menelan air liur. Ia berhenti membaca komik Marsya tersebut. Tadi ia berbuat nekat lagi. Tak peduli dengan apa yang terjadi, ia main ceplas-ceplos. Padahal bisa saja komikusnya bukan Marsha yang ia lihat di dalam mimpi. Perempuan yang menggunakan nama Marsha itu ada banyak di Indonesia.
Terbengong-bengong Noel karena sekelabatan bayangan kejadian itu lagi di dalam kepalanya. Maksudnya apa ia mengingat lagi mimpi aneh tersebut?
Sekonyong-konyong Noel mendengar seperti ada yang memanggilnya. Ia menoleh ke arah suara tersebut. Suara itu ternyata nyata dan bukan fantasinya. Ia memicingkan mata dan sepertinya mengenal sosok perempuan yang ia sedang berlari menuju dirinya. Bukankah itu Marsha?
Tumben banget cewek itu manggil gue, pikir Noel yang penasaran setengah mati. Biasanya perempuan itu sering mengabaikan dirinya di dunia nyata. Kali ini, ada angin apa perempuan bernama Marsha itu memanggil namanya di tengah-tengah puluhan pengunjung kebun binatang?
Perempuan bernama Marsha itu makin mendekat. Seusai berada dalam jangkauan yang cukup dekat, Noel kaget bukan main. Tangannya langsung digenggam Marsha. Noel sekali lagi menelan air liur.
"Noel," ujar Marsha spontan. "Ternyata ini memang benar-benar kamu. Akhirnya ketemu lagi, yah, kita. Aku kangen banget sama kamu."
Noel menelan salivanya lagi dan malah berkata, "Aku sayang kamu, Marsha!"
Spontan saja Noel dan Marsha saling berpelukan di tengah keramaian kebun binatang tersebut.

Halo, sampai di sini dulu kisah Noel dan Marsha. Apakah akan ada season three-nya?
Just stay tuned!
Agak memaksa, yah, akhir season two-nya? Memang. Sengaja diakhiri, karena aku akan menggarap novel atau cerita serial yang menurutku lebih menjanjikan.
Omong-omong, terima kasih untuk kalian yang sudah menyimak "Marsha Cahaya Hati", entah menyimaknya di KaryaKarsa maupun di Kwikku.
Oh iya, ada “Leot” sebagai pengganti dari “Marsha Cahaya Hati”.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
