Chapter 7: Yang Katanya, Ikut Lomba Memasak

1
0
Deskripsi

"Beginilah cara membuat nasi tumpeng," Aku mendiktekan apa yang tertera di dalam buku resep. 

***

Kacang Gimbal 

Warung EdanE

0812-8606-77

post-image-66231f8be439b.jpg

Sudah hampir sebulan aku menjadi murid SMP. Atau, sudah sebulan, yah. Pokoknya, menjadi murid SMP itu tidak buruk-buruk amat. Meskipun demikian, memang masih lebih menyenangkan untuk menjadi murid SD. Namun, tidak selamanya juga kita harus terus menerus hidup sebagai seorang pelajar SD, yang penuh keceriaan. Yang mana saat kita belajar, bisa disambilkan dengan kegiatan bermain. 

Hari ini tanggal 13 Agustus. Hari senin. Cuacanya cerah, walaupun agak panas. Sebetulnya hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar. Kata Yosua, ini yang disebut sebagai class-meeting. Setiap kelas di level SMP mengirimkan perwakilannya untuk mengikuti aneka lomba, yang rata-rata itu merupakan lomba yang berhubungan dengan olahraga. Seperti Yosua, yang ikut dalam tim bola basket. Kelasku, kelas 1-1, mengirimkan lima orang untuk ikut bertanding di turnamen bola basket antar kelas. Selain Yosua, ada Erick, Yoshi, Yudi, dan Doni. 

Selain tim bola basket, kelas 1-1 juga mengirimkan perwakilan di turnamen bola voli. Untuk yang satu itu, murid-murid perempuan yang yang ambil bagian. Di tim vola voli, ada Anggi, Nila, Patricia, Milka, Yuli, dan Fani. Untuk yang terakhir, aku merasa berutang-budi. Jika bukan karena pertolongan ibunya saat itu, entahlah apa yang terjadi pada diriku. Aku tidak berani membayangkannya. Yang karena itulah juga, aku membela-belakan diri untuk menonton pertandingan voli. Semoga tim bola voli kelas 1-1 bisa melaju hingga babak final. Pagi ini mereka melawan tim bola voli dari kelas 3-2. Lawannya senior dan berbadan lebih tinggi, tapi sepertinya Anggi, dkk tidak gentar. 

Oh, kelas 1-1 juga ikut lomba tata boga. Sebetulnya itu lomba masak memasak. Seluruh kelas harus mengikuti lomba masak ini (walau sepertinya seluruh kelas di tingkat SMP dipaksa untuk berpartisipasi di setiap lomba 17-an). Di lomba memasak ini, kita harus mendekorasi ruangan pula. Nantinya, hidangan yang kita persiapkan, diletakkan di meja untuk disuguhkan ke tim juri, yang merupakan guru-guru kami di tingkat SMP. Lomba masak ini berlangsung hari ini dan akan selesai di jam dua siang nanti. 

Aku pun ikut kerepotan. Ketua kelas 1-1, Seviane, meminta murid-murid yang tidak ikut lomba olahraga untuk membantu persiapan lomba masak antar kelas. Untuk persiapan lomba memasak, Seviane menyuruh aku dan lainnya untuk berkumpul di rumah Anggi yang tak jauh dari SMP Marius. Tenang saja, Anggi sudah mengizinkan rumahnya digunakan untuk persiapan lomba memasak. Nanti pula Anggi akan ikut membantu setelah selesai ikut lomba voli melawan tim kakak kelas. 

Sebenarnya aku ingin menonton pertandingan bola basket dan bola voli. Namun Seviane meminta murid-murid yang tidak ikut lomba untuk berkumpul di rumah Anggi. Lebih baik, menurut Seviane, membantu persiapan lomba memasak daripada hanya menonton pertandingan.

“Tas lu isi apa, Noel?” tanya Sandi yang sepertinya penasaran dengan isi ransel aku. Ia langsung menyentuh ransel aku tanpa izin. “Ya elah, murid teladan lu. Lagi 17-an begini, masih bawa buku pelajaran.”

Aku hanya membalas kata-katanya dengan tertawa kecil. Pandangan aku kembali teralih ke buku resep. Tentang cara membuat nasi tumpeng. 

Tertulis di sana seperti ini:

  1. Silahkan masukkan beras yang sudah dicuci bersih ke dalam rice cooker
  2. Masukkan serai, daun salam, kunyit, air secukupnya, perasam jeruk nipis, lalu santan ke dalam rice cooker. Aduk sampai rata dan matang. 

Virgo ikut tertawa. “Eh, tapi, minggu depan, kan, banyak ulangan. Ada ulangan Matematika, Fisika, Bahasa Sunda, sama Biologi. Persiapan ulangan minggu depan, yah, Noel.”

Seviane yang tadi sibuk memotong bawang putih, ikut menimpali, “Buku paketnya jangan dibaca dulu, kali, Noel. Ayo, yang laki-laki, ikut bantu masak, dong. Tante, nggak apa-apa, kan, cowok ikut masak?”

Tadi Seviane bertanya ke ibunya Anggi yang sudah memberikan izin rumahnya Anggi digunakan untuk persiapan lomba memasak. Bahkan, ibunya Anggi sendiri yang memberikan ide kepada murid-murid kelas 1-1 untuk menyuguhkan menu nasi tumpeng. Menurut pengakuan Anggi, ibunya Anggi lumayan jago dalam membuat nasi tumpeng. Lima tahun lalu, seingat Anggi, ibunya pernah menjadi juara memasak nasi tumpeng di acara 17-an tingkat RW. 

“Justru Tante senang sekali ada laki-laki yang bisa memasak. Memasak juga nggak harus dilakukan yang perempuan saja. Yang laki-laki juga harus tahu soal urusan dapur.” ujar ibunya Anggi yang ikut mempersiapkan apa yang saja yang perlu dipersiapkan dalam membuat nasi tumpeng. 

“Tuh, dengar, yang cowok-cowok,” sindir Seviane dengan mata melotot. “Yang nggak mau bantu, bilangin Pak Monang, nih.”

“Iya, iya, Seviane, kita pasti bantu, kok,” kata Sandi yang langsung berdiri. “Apa yang harus gue bantu?”

“Gue bantu doa aja, deh,” ucap Virgo nyengir. “Semoga kelas kita menang.”

“Huh!” sembur Seviane. “Nggak bisa gitu, dong, Virgo. Udah, gini aja, yang nggak ikut masak, bantu dekor kelas aja. Sama bantuin bawain makanan sama minuman dari rumahnya Anggi ke sekolah. Gimana, mau nggak?”

Virgo memasang posisi hormat bendera dan berseru, “Siap, Komandan Seviane!”

“Gue ikut bantu dekor sama bawa aja, deh,” timpal Santo. “Gue nggak bisa masak, soalnya, Sev.”

Sandi langsung berseloroh, “Gue kira lu kerjaannya di dapur mulu, To, kalau nggak belajar. Hehe.”

“Apaan sih lu?” kata Santo ofensif. “Bisanya nyela gue mulu lu, Sandi.”

“Bercanda, Santi,” ledek Sandi lagi. 

“Ih, Santi, lipstiknya luntur, tuh,” Virgo ikut mengejek.

Entah mengapa Santo malah memegang bibirnya seolah-olah dia benar-benar mengoleskan bibirnya dengan lipstik. Padahal bibirnya, yang aku amati, tidak menggunakan lipstik. Mau saja Santo dijahili Virgo. Teman-teman yang lain ikut menertawakan ulah Santo tadi. 

“Wah, Santo, ketahuan yah lu sekarang,” seloroh Virgo. “Kalau siang, jadi Santo. Malamnya, beneran jadi Santi. Kebiasaan pakai lipstik sama gincu, yah.”

“Gincu apaan?” tanyaku yang sedikit tidak berhubungan dengan obrolan ngalor ngidul antara Sandi, Virgo, dan, Santo. 

“Lu tahunya apa sih, Noel?” tanya Sandi jengah. “Jangan keseringan baca buku paket melulu. Kali-kali, update juga soal yang lagi diomongin sama anak-anak seusia kita.”

Malah Virgo yang menjawab, “Gincu itu kayak lipstik, tapi kalau diolesin ke bibir, bikin bibir kita jadi memesona. Ada juga, tapi, gincu yang diolesin ke pipi. Kayak pipinya si Santi. Ih, Santi, kamu cantik, deh, pakai gincu.”

“Apaan sih lu, Go?” semprot Santo. “Gue nggak pakai gincu di pipi gue. Lu semua resek, deh.”

Sekonyong-konyong Anggi dan yang lainnya masuk ke dapur. Seviane langsung menoleh ke arah Anggi dan perwakilan kelas yang baru saja tiba di rumah Anggi. 

“Gimana bola voli-nya?” tanya Seviane sembari memotong kunyit. 

“Menang, dong, kita, lawan 3-2!” seru Anggi kegirangan.

“Selamat, yah,” balas Seviane tersenyum lebar. 

“Wah selamat, yah,” kata Sandi ikut memberikan selamat ke kemenangan tim kelas 1-1.

Yang lainnya pun ikut memberikan selamat. Suasana di dapur rumah Anggi menjadi ricuh. Tak lama kemudian, perwakilan kelas untuk lomba bola basket ikut masuk ke dapur rumah Anggi. Yosua dan yang lainnya ikut memberikan kabar baik. Mereka berhasil mengalahkan tim kelas 2-1. Padahal, di tim 2-1, ada Jemi yang cukup sering diundang ke kompetisi bola basket antar SMP se-kotamadya Tangerang. Yang karena itulah, teman-temanku sangat antusias untuk memenangkan lomba memasak ini pula. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya #33 Tentang ASIA CUP U-23
1
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan