Dan, yang terakhir, praktekkan kasih. Ingat, pacaran itu landasannya kata kasih atau cinta. Jadi, harus bisa saling mempraktekkan kasih. Kasih yang agape, terutama.
***
Les Privat Mikhael
On Site / Online
0877-7554-9072
Sekarang ini, di akhir September 2024, Firman dan Greyzia sedang berada di rumahnya Indira. Indira merupakan teman Greyzia yang baru saja kehilangan ibu kandungnya beberapa minggu yang lalu. Greyzia dan kekasihnya tersebut diundang ke rumah Indira terkait beberapa urusan. Salah satu urusannya tersebut adalah baju-baju bekas ini.
Greyzia merapikan dan memasukkan baju-baju tersebut ke dalam kardus-kardus berukuran sedang. Sambil memasukkan baju-baju itu ke dalam kardus, seseorang mendekatinya. Seorang wanita yang lebih tua dari Firman, Greyzia, bahkan Indira sendiri. Karena memang wanita itu adalah adik dari ibunya Indira. Namanya Ana Maria. Panggil saja Ana--atau Tante Ana.
"Cowok itu pacar kamu?" tanya Tante Ana yang berdiri menatap Greyzia yang masih dalam posisi duduk.
Greyzia mengangguk. "Iya, Tante."
Sekilas Greyzia memperhatikan Firman yang malah asyik membaca sebuah buku rohani. Buku rohani yang dibaca Firman itu merupakan satu dari sekian buku yang dikoleksi oleh ibunya Indira. Semasa hidup, ibunya Indira senang membaca buku-buku rohani.
"Sudah lama kamu pacaran sama dia?" tanya Tante Ana yang ikut jongkok. Tante Ana ikut merapikan baju-baju tersebut.
"Desember nanti, mau setahun," jawab Greyzia tersenyum.
"Oh, belum lama, toh?!"
Greyzia hanya terkekeh dan mengangguk.
"Tapi, jangan lama-lama pacarannya. Eh, kamu sama dia itu cocok, yang Tante lihat."
"Makasih banyak, Tante."
"Sekian bulan pacaran begini, apa sudah ada konflik? Pernah bertengkar?"
Greyzia mengerjap. Ia sekonyong-konyong teringat dengan kejadian saat Jumat Agung itu lagi. Hampir saja hubungannya dengan Firman kandas. Untungnya, mungkin karena sudah berjodoh, atau hanya karena adanya campur tangan ilahi, Greyzia tetap berpacaran dengan Firman.
Tante Ana bersuara lagi, "Saran Tante, selalu sediakan waktu buat pacar kamu, Grace. Alangkah bagusnya, apalagi seiman juga, sering-sering kalian beribadah bareng. Saat teduh bersama-sama. Sudah pernah, belum, yang Tante sarankan tadi?"
"Aku dan Firman kebetulan satu gereja."
"Wah, bagus itu. Yah, berarti tinggal sering terlibat dalam banyak kegiatan saja. Makin sering bersama-sama begitu, makin menjadi satu pikiran kalian."
"Amin, Tante."
Pakaian-pakaian itu sudah selesai dimasukkan ke dalam kardus. Tante Ana lalu membantu Greyzia untuk melakban kardus tersebut.
"Nanti mau diapain, Tante?" tanya Greyzia.
"Dikirim ke panti jompo," jawab Tante Ana mulai mengangkat kardus untuk ditaruh ke teras rumah Indira. "Eh, terima kasih banyak, yah, Grace, sudah mau menjadi temannya Indira. Sudah mau dimintai tolong sama Indira."
"Sama-sama, Tante," ujar Greyzia ikut menggotong kardus lainnya. "Lagian, Indira udah sering baik sama aku juga."
Firman beringsut lebih dekat. Ia berkata nyengir, "Ada yang bisa dibantu?"
"Pakai nanya lagi?!" gerutu Greyzia yang agak kewalahan membawa kardu-kardus tersebut. "Bantuin aku bawa kenapa?"
Tante Ana hanya terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. Ia sontak teringat masa remajanya yang sudah bertahun-tahun yang lalu.
"Kamu baca apa, sih, Bang?" tanya Greyzia coba mengintip buku yang tadi dipegang oleh Firman.
Buku itu kini ditaruh Firman sebentar di atas meja kaca yang berada di ruang tengah. Tak jauh dari sana, ada piano yang saat itu pernah dimainkan oleh Greyzia di hari penguburan ibunya Indira. Tertulis di sana: "Perdebatan Serius antara Umat Protestan dan Katolik". Bukunya tipis. Mungkin hanya sekitar 100-an halaman. Namun buku tersebut cukup menyita perhatian Firman.
" Judulnya Perdebatan Serius antara Umat Protestan dan Katolik, Zia. Tipis, tapi menurut aku, worth it banget buat dibaca."
Tante Ana menyela, "Kamu hobi topik-topik agama, yah, Firman?!"
Malah Greyzia yang menjawab, "Dia sih, Tante, demenannya, yah, itu. Demen topik-topik spiritual."
"Kalau Greyzia sendiri, lebih suka apa?" tanya Tante Ana nyengir.
"Halah," Ganti Firman yang menyela. "dia, Tante, demen banget baca teenlit. Padahal udah usia 25 tahun juga usia kamu, tapi masih demen baca kisah-kisah cinta picisan."
Greyzia memelototi Firman. "Yang jelas, bacaanku bikin kamu lebih paham perasaan cewek, Bang. Eh, udah kamu baca novel yang aku pinjemin ke kamu?"
Firman menghela nafas sambil berusaha membawa kardus sempoyongan. Ujarnya, "Dalam waktu semalaman, selesai aku baca novel picisan itu."
Greyzia spontan cemberut. Hampir saja Greyzia menjatuhkan kardus tersebut. Untung saja ada Tante Ana yang coba melerai.
"Sudah, jangan bertengkar. Fokus bawa kardus-kardusnya ke teras. Sebelum orangnya datang buat ambil, harus sudah beres."
Di tengah-tengah itu, Indira datang mendekati Greyzia, Firman, dan Tante Ana. Di salah satu tangannya, Indira masih memegang ponsel. Sepertinya ada sesuatu yang ingin disampaikan Indira.
"Lima belas menit lagi, kurirnya datang," seru Indira.
"Sudah kamu hubungi memang?" tanya Tante Ana untuk memastikan.
Indira mengangguk. "Iya, tadi kurirnya telepon dan mau on the way ke sini, Tante. Buruan diselesaikan. Makasih banyak juga, yah, Zia, udah mau bantu-bantu.
Greyzia tersenyum. "Nggak apa-apa. Sesama sahabat, kan, harus saling bantu."
"You are really the best friend, Zia!" ujar Indira.
Tanpa terasa, baik Greyzia, Firman, Tante Ana, dan Indira sudah berada di teras. Kardus-kardus itu diletakkan pelan-pelan ke atas ubin. Mereka berempat sedikit merapikan kardus-kardus tersebut.
"Eh, bentar," kata Indira tersenyum. "Gue ke dapur dulu. Minta bikinin si Mbak sirup buat kita-kita."
"Adek lu ke mana, Indira?" tanya Firman yang mulai terengah-engah.
"Set, dah, Bang," ujar Indira terkekeh. "Baru angkat dua-tiga kardus doang, udah ngos-ngosan gitu."
"Padahal dari tadi kerjaannya cuma baca buku," sindir Greyzia agak sewot.
"Udah balik lagi ke Australia, Bang," jawab Indira.
"Oh," balas Firman singkat. "Bentar, gue balik dulu ke dalam. Mau lanjutin baca buku tadi."
"Baca buku apaan, sih, Bang?" tanya Indira mengernyitkan dahi.
Greyzia yang menjawab, "Perdebatan Serius antara Umat Protestan dan Katolik."
"Yang tipis itu?" tanya Indira lagi.
Firman mengangguk. "Iya, tapi seru banget pembahasannya."
"Itu bukunya nyokap, sih. Nyokap gue emang hobi beli buku-buku rohani. Tipis memang buku itu, tapi pusing gue bacanya."
Langsung meledak tawa di ruangan teras tersebut.
Firman lalu kembali ke ruang tengah. Indira pun menyusul ke dalam. Hanya saja Indira menuju ke dapur. Sementara Firman bergegas ke ruang tengah.
Greyzia duduk di salah satu bangku yang ada di teras. Persis di samping akuarium. Tante Ana ikut duduk pula.
"Yang sabar, Zia," kata Tante Ana nyengir.
"Sabar buat apa, Tante?" tanya Greyzia yang sepertinya paham maksud dari kata-kata Tante tersebut.
"Soal pacarmu itu," jelas Tante Ana. "Ingat yang Tante bilang tadi. Hubungan itu juga tidak ada yang mulus terus, kan. Biar makin awet juga hubunganmu dengan si Firman itu, selalu sediakan waktu bersama. Libatkan Tuhan juga. Dan, yang terakhir, praktekkan kasih. Ingat, pacaran itu landasannya kata kasih atau cinta. Jadi, harus bisa saling mempraktekkan kasih. Kasih yang agape, terutama."
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰