Roni ini hafal sekali alur ceritanya novel Harry Potter. Sepertinya itu novel yang menarik.
***
Ada buku menarik dari penulis Evi Sri Rezeki.
SEJARAH KEMATIAN DAN CINTA YANG BERDARAH
Hampir seluruh murid kelas 1 terbelalak menyaksikan aku yang sudah kembali ke ruang kelas. Padahal aku baru saja mengalami hal kurang menyenangkan kemarin. Mungkin mereka mengira aku tidak akan ke sekolah di hari terakhir MOS.
Jemi menghampiri aku dan berkata, “Udah agak enakan, Noel?”
Aku mengangguk. “Lumayan.”
“Kemarin pada heboh ngomongin kamu, Noel.” kata Jemi lagi.
Sandi yang menurutku wajahnya mirip artis cilik yang beberapa bulan lalu menonton filmnya, ikut menimpali, “Hari ini kita rencananya mau jalan pagi. Kuat nggak jalan jauh?”
“Iya, Noel. Kemarin Pak Nelson udah kasih tahu kita.” lanjut Jemi yang sepertinya aku perhatikan dia benar-benar prihatin.
“Kalau nggak kuat, bilang aja, Noel.” ucap Yosua yang ternyata baru datang ke kelas. “Oh iya, teman-teman, nih Noel ini dulu waktu masih SD, memang penyakitan, sih. Sering muntah-muntah. Dulu dia bahkan pernah muntah-muntah waktu jam pelajaran Olahraga.”
Sebetulnya aku malu mendengar pengakuan Yosua tersebut. Namun, kenyataannya aku hanya nyengir. Aku rasa Yosua berkata seperti itu bukan untuk mempermalukan aku. Aku justru malah senang sudah diperkenalkan oleh Yosua, walau caranya kurang sedikit menyenangkan.
Sekonyong-konyong seorang mentor masuk ke dalam ruangan. Masih kakak perempuan yang kemarin, yang roknya terkena muntahan aku. Ia menyuruh seluruh murid kelas 1 untuk berkumpul di lapangan Voli, yang tak jauh dari rumah ketua Yayasan Marius. Selanjutnya, Nabit dan Jemi pun ikut masuk ke dalam ruangan. Nabit dan Jemi menuntun murid-murid kelas 1 agar berbaris secara teratur dan bergegas menuju lapangan Voli.
Nabit menghampiri aku dan berkata, “Udah sehat?”
Aku hanya mengangguk.
Jemi menimpali sembari tergagap-gagap, “K-kalau b-belum s-sehat, h-harusnya j-jangan ke sekolah dulu.”
“Yah, udah, kalau merasa udah sehat. Ikut turun aja. Tapi, nanti, selama kegiatan jalan pagi, kalau merasa nggak enakan, mau muntah, atau mendadak kerasa mau pingsan, ngomong ke mentor, yah.” tutur Nabit yang memukul punggung aku sebagai tanda bersimpati.
Aku mengangguk.
Selanjutnya aku berjalan mengikuti murid-murid kelas 1 lainnya menuju ke lapangan Voli. Sempat aku perhatikan sebentar ke belakang. Aku melihat lagi ruangan kelas yang menjadi tempat berlangsungnya acara MOS. Aku baru sadar ternyata ruangan itu sebenarnya merupakan dua ruangan yang disulap menjadi satu ruangan. Dinding pembatasnya dilepas sementara untuk kepentingan masa orientasi siswa. Bahkan dinding-dinding pembatasnya terlihat diletakkan begitu saja di dekat ruangan MOS. Dugaanku itu tadi bukan sekadar dugaan. Tadi pula aku mendengar kata-kata Jemi saat salah seorang murid bertanya.
“Oh, r-ruangan y-yang t-tadi k-kalian m-masukin, m-memang a-aslinya d-dua r-ruangan. D-Dipakai s-sama a-anak-anak k-kelas 2.” jawab Jemi tersenyum.
Aku tersenyum sembari menahan tawa. Yang membuat aku hendak tertawa itu cara bicara Jemi. Oh, Jemi ini kakak kelas aku saat masih SD dulu. Aku dan Jemi sama-sama lulusan SD Marius. Semasa SD, dia dulu cukup rutin menjadi juara kelas. Selalu menjadi juara pertama. Saat aku masih kelas 5, aku ingat, setiap pembagian rapor, urutannya selalu sama. Juara pertama, Jemi. Juara kedua, Ayu. Juara ketiga, Welly. Jemi ini pula bahkan pernah masuk ke pemberitaan media lokal sebagai murid teladan satu kecamatan. Walaupun demikian, mungkin benar kata salah satu peribahasa, sesempurna-sempurna seseorang, pasti ada cacatnya. Mungkin, menurut aku, kelemahan Jemi berada di cara berbicaranya. Jemi memiliki cara berbicara yang tergagap-gagap sama seperti aku. Iya, aku pun masih tergagap-gagap jika sedang berbicara dengan sesamaku. Berkat Jemi, aku tidak malu dengan cara berbicara aku yang masih tergagap-gagap.
Sekarang aku sudah berada di lapangan Voli. Aku berdiri di bagian depan. Di samping kananku, berdiri murid yang mirip dengan artis cilik tersebut. Sandi, maksudku. Aku perhatikan baik-baik lekak-lekuk wajah Sandi. Benar-benar Sandi ini, menurut aku, mirip Sadam di Petualangan Sherina yang aku tonton saat liburan sekolah yang sudah berlalu.
Mendadak aku teringat dengan lagu "Jagoan" tersebut. Yang dinyanyikan oleh Sherina. Di film Petualangan Sherina tersebut, Sherina menantang Sadam.
Dia pikir
Dia yang paling hebat
Merasa paling jago
Dan paling dahsyat
Sandi sepertinya sadar dirinya sedang aku perhatikan. Ia mengernyitkan dahi dan berkata, “Dari tadi lihat gue mulu, ada apa?”
“Nggak apa-apa.” Aku menggeleng.
“Jelek, yah, wajah gue?” tanya Sandi cemberut. “Nggak kayak lu. Kulit lu putih. Terawat juga. Pasti anak orang kaya, kan, lu?”
Aku hanya terkekeh-kekeh. Kenapa Sandi berkata seperti itu?
Sekonyong-konyong terdengar suara kencang dari arah podium kecil di depan. Terdengar suara Pak Nelson yang menyuruh agar seluruh murid-murid kelas 1 bersiap-siap untuk jalan pagi di daerah sekitar sekolah Marius. Lalu, para murid kelas 1 dituntun oleh para mentor. Beberapa menit kemudian, mulai bergerak setiap murid dalam kegiatan jalan pagi kali ini. Itu termasuk aku. Sejujurnya kondisi tubuh aku belum seratus persen fit. Namun, apa boleh buat. Orangtua aku pun tidak membiarkan diriku untuk absen dalam masa orientasi siswa. Aku harus mengikuti setiap acara MOS.
Sekitar lima belas menit sudah, aku dan murid-murid kelas 1 berjalan-jalan di lingkungan sekitar sekolah Marius. Ternyata aku baru tahu beberapa ruas jalan yang sebelumnya aku tidak tahu. Sembari berjalan, kakak-kakak mentor terkadang mengajak adik kelasnya mengobrol. Seperti yang aku dengar dari percakapan Alfa dengan Nabit, yang ternyata sudah kelas 3 SMP. Nabit berharap dia bisa melanjutkan sekolah ke SMA 1, SMA favorit di Tangerang.
Tiba-tiba aku merasa ada yang aneh dengan tubuh aku. Perutku kembali bergejolak. Rasa-rasanya aku mau pingsan. Di saat aku sedikit membungkukkan badan, seorang guru yang aku tidak tahu namanya siapa, menghampiri aku. Ia segera turun dari motor bebek yang ia kendarai.
“Kau tak apa-apa?” tanya guru itu, yang segera memapah aku dan menuntun aku ke atas jok motor bebek. Tentunya, dengan dibantu oleh kakak-kakak mentor.
Aku merasa tidak enak dengan murid-murid kelas 1 lainnya. Di saat mereka berlelah-lelah di jalan, aku malah disuruh beristirahat di dalam ruangan kelas. Ternyata aku tidak sendirian. Ada beberapa murid yang tidak ikut kegiatan jalan pagi. Salah satunya adalah Roni, murid pindahan yang di hari pertama menunjukkan aksinya bermain bola basket.
Setelah dirasa enak, aku coba berdiri dari bangku. Aku menghampiri Roni yang terlihat sedang memperhatikan pemandangan dari lantai tiga.
“Nggak ikut jalan pagi, kenapa?” tanyaku.
Roni terkekeh-kekeh. “Gue telat datangnya, Bro. Waktu gue datang ke sekolah, eh, kelas udah kosong. Kata yang nggak ikut, lagi pada ikut kegiatan jalan pagi. Lu sendiri kenapa nggak ikut?”
“Disuruh kembali ke sekolah malah sama Pak Silaban.” jawabku nyengir. Aku baru tahu nama guru yang memboncengku adalah Pak Silaban. “Tapi, memang sempat nggak enak badan aja. Tadi hampir mau pingsan juga.”
“Oh…” kata Roni tersenyum. “Eh, udah tahu belum, Harry Potter mau dibikinin film layar lebarnya?”
Aku menggeleng. “Nggak tahu gue.”
Selanjutnya Roni lalu bercerita kepada aku tentang novel Harry Potter, yang sejujurnya aku belum membaca novelnya. Daripada membaca novel, aku lebih suka membaca komik. Komik jauh lebih seru. Ada gambarnya. Sementara novel mana seru. Hanya tulisan saja. Membaca buku tanpa gambar seperti novel Harry Potter tersebut, itu membuat aku mengantuk. Namun, dari caranya Roni menceritakan novel Harry Potter, sepertinya novel Harry Potter itu menarik untuk dibaca.
“Jadi, Harry Potter itu yatim piatu, Noel. Kedua orangtuanya dibunuh sama penyihir dengan ilmu sihir yang paling mematikan. T'rus, dia nanti dijemput Hagrid buat bersekolah di Hogwarts. Eh, apesnya dia malah ketemu penyihir ilmu hitam di hari pertama dia bersekolah di Hogwarts. Tapi untungnya dia ketemu sama Ron Weasley dan Hermione Granger.”
Aku terpingkal. Nama-nama tokohnya lucu juga. Granger, Weasley, Hagrid, dan Dumbledore.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰