Chapter 10: Gonjang-Ganjing Telenovela menjelang Ulangan Biologi

1
0
Deskripsi

Rafael itu Erick. Sementara Patricia tetap Patricia. Yang membedakan dari telenovela itu adalah Patricia di kelas aku tidak sejudes Patricia yang berada di telenovela. 

***

Menyediakan Jasa Home Service Acupuncture

Titie Surya 0821-4266-7815

post-image-662866c462e9a.jpg

Sebelumnya aku pernah bercerita, kan, setelah masa class meeting dan upacara bendera selesai, ada beberapa ulangan harian menanti. Aku langsung pusing sendiri. Langkahku gontai sekali. Menaiki tangga ini pun terasa susah sekali. Ibarat aku sedang mendaki Gunung Jayawijaya yang berada di Papua.

Virgo ikut tertawa. “Eh, tapi, minggu depan, kan, banyak ulangan. Ada ulangan Matematika, Fisika, Bahasa Sunda, sama Biologi. Persiapan ulangan minggu depan, yah, Noel.”

Hari ini hari senin. Tanggal 20 Agustus 2001. Sudah sekitar satu setengah bulan aku menjadi murid SMP. Untuk jadwal hari ini, masih tetap sama. Jam pertama adalah mata pelajaran Biologi. Gurunya itu Pak Hadi yang nyentrik. Setiap masuk kelas, dia hampir jarang menerangkan materi. Begitu duduk di bangku guru, dia akan langsung memanggil salah seorang dari murid yang sering membuat keributan di kelas. Apa lagi jika untuk menyuruh yang bersangkutan memijat punggungnya. Lalu, sekretaris kelas, yang dalam hal ini adalah Mareta, disuruh menyalin di papan tulis, materi Biologi dari dirinya. Murid-murid lainnya lalu disuruh mencatat apa yang Mareta tuliskan di papan tulis.

Eh, salah, deh. Pak Hadi pernah menjelaskan materi. Jika aku tak salah ingat, itu saat minggu pertama Agustus. Sebelum class meeting. Salah seorang dari murid-murid kelas 1-1 membawa bunga putri malu sebagaimana yang diperintahkan oleh Pak Hadi. Selama jam pelajaran Biologi, Pak Hadi langsung menerangkan mengenai bunga putri malu.

“Lihat, lihat,” Jari-jari Pak Hadi bersiap menyentuh daun-daun bunga putri malu. “kalau Bapak sentuh daun-daunnya, mereka langsung mengatup begitu. Hebat, yah. Itu salah satu mekanisme pertahanan yang dimiliki oleh bunga putri malu. Sama seperti cecak, yang langsung memutuskan ekor waktu ada yang menangkapnya. Coba, deh, tangkap seekor cecak. Dijamin, kalian nggak akan pernah bisa. Sudah langsung memutuskan ekornya, dia itu. Bahkan, kalian tahu tidak, katanya, cecak itu punya penglihatan yang luar biasa. Sebelum tertangkap, dia sudah kabur duluan."

Saat itu, yang aku perhatikan, murid-murid kelas 1-1 cukup terpana dengan penjelasan Pak Hadi. Di saat aku dan yang lainnya cukup memikirkan kata-kata Pak Hadi, eh, gubrak, Pak Hadi tiba-tiba menyuruh Yoshi ke arah meja guru. Yoshi diminta Pak Hadi untuk memijat beliau lagi. Sembari punggungnya dipijat, Pak Hadi menyuruh aku dan yang lainnya untuk mengerjakan soal-soal di bab pertama yang berada di dalam buku paket Biologi.

“Yoshi," kata Pak Hadi yang mulai keenakan. “Yang kuat sedikit kenapa kamu mijit Bapak. Seperti waktu itu, Yos. Lebih bertenaga.”

“Pak,” ucap Yoshi yang sebetulnya terlihat muak disuruh memijat punggung Pak Hadi. “saya jauh-jauh dari BSD ke Marius, masa cuma disuruh mijit punggung Bapak? Saya nggak disuruh ikut ngerjain soal juga?”

“Sudah, kamu mijit Bapak,” kata Pak Hadi yang sepertinya mulai akan jatuh ke alam mimpi. “Nanti, nilai Biologi kamu di rapor nggak akan Bapak bikin merah.”

“Serius, Pak?” tanya Yoshi mengernyitkan dahi, serasa tak percaya.

“Yo, serius aku iki, Yos,” kata Pak Hadi mendesah. “Kamu ndak percaya karo aku? Pamali ngapusi iku. Gusti Allah ora suka umat-Nya suka ngapusi."

Aku memperhatikan sekali lagi, Yoshi girang sekali. Kapan lagi coba bisa mendapatkan nilai bagus di rapor tanpa perlu belajar keras. Hanya memijat punggung guru mata pelajarannya. Membayangkan kejadian saat itu saja, membuatku terpingkal. Ada rasa iri pula yang aku rasakan. Sampai sekarang aku masih sering berpikir, mengapa tidak aku saja yang disuruh memijat punggung Pak Hadi.

Ruangan kelas 1-1 sebentar lagi akan sampai. Sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi. Kebanyakan murid lebih berada di dalam daripada di luar ruangan kelas. Tak hanya yang sekelas, tapi kakak kelas aku juga sama. Begitu sampai di depan ruang kelas 1-1, aku memperhatikan dari balik jendela kelas. Ada teman-teman yang sibuk belajar untuk ulangan harian Biologi. Ada pula yang mengobrol ngalor ngidul. Sekonyong-konyong kedua mataku tertuju ke arah papan tulis. Tertulis di papan tulis, “Amigos x Siempre, Rafael (Erick) love Patricia,"

Kini aku sudah berada di pintu masuk kelas. Aku bingung dengan apa yang tertulis di papan tulis. Sejak kapan Marius memiliki mata pelajaran Bahasa Spanyol? Lalu, ‘amigos x siempre’ itu apa artinya?

Aku meminta izin ke Sandi untuk bisa duduk di bangku. Sandi mempersilahkan aku lewat. Sebelum mengambil buku paket Biologi, aku sempatkan untuk bertanya, “Itu yang di papan tulis, apaan?”

Sandi mengalihkan pandangan dari buku paket Biologi dan berkata, “Si Nila yang nulis itu. Ngegodain si Erick yang kayaknya lagi gencar-gencarnya deketin Patricia. T'rus, 'Amigos x Siempre' itu artinya sahabat untuk selamanya. Kalau bahasa Inggris-nya, ‘best friend forever’. Dari telenovela gitu. Tayang di jam dua siang. Sekitar satu jam penayangannya. Jangan bilang, lu nggak nonton juga."

Aku spontan menggeleng dan mulai membuka buku paket Biologi.

“Astaga, Noel,” kata Sandi menggeleng-gelengkan kepala. “Kuper banget lu. Sekali-kali update apa yang lagi ngetren, kali. Jangan baca buku paket melulu.”

Aku hanya terkekeh-kekeh.

Eh, Santo menoleh ke arah belakang. Ia ikut menimbrung, “Gue juga ikut nonton telenovelanya. Bagus emang. Lagi episode si Salvador balik dari Amerika ke Meksiko, kan. Gonjang-ganjing sekolah Vidal.”

“Nonton juga lu, Bencong Slebor?” tanya Sandi nyengir.

Santo spontan cemberut.

“Becanda, To.” kata Sandi terkekeh-kekeh.

“T'rus, Rafael dan Patricia itu yang ada di telenovela itu?” tanyaku yang mulai penasaran. Sepertinya telenovela itu seru juga.

Sandi mengangguk. Santo yang malah menjawab, “Iya, Rafael yang gendut, naksir sama Patricia yang cakepan. Si Patricia udah judes gitu, masih aja dikejar-kejar sama si Rafael.”

“Tapi, gue demen sih Rafael sama Patricia. Nggak jauh beda sama couple di kelas kita sekarang. Erick sama Patricia.” ujar Sandi terkekeh-kekeh.

Dari arah belakang, Ramot menendang-nendang bangkuku. Ramot berkata, “Pada bawel aja lu pada. Bukannya pada belajar Biologi. Udah pada jagoan Biologi lu semua?”

“Apaan sih lu, Item?” kata Sandi sinis. “Ngobrol dikit, boleh, lah.”

Sekonyong-konyong bel sekolah berbunyi. Kali ini, tak biasanya Pak Hadi datang bersamaan dengan berbunyinya bel sekolah. Biasanya beliau lebih sering datang agak lebih terlambat. Yang setelah duduk di bangku guru, beliau segera menyuruh kami mengeluarkan kertas ulangan. Pak Hadi segera bangkit dari bangku dan bergerak menuju Mareta--yang duduk tak jauh dari meja guru--untuk menyuruh Mareta menyalin soal-soal ulangan Biologi di papan tulis.

“Buku paketnya ditutup dulu. Ujiannya seperti yang Bapak bilang, close book. Close artinya tutup. Book artinya buku. Berarti tutup buku.” seru Pak Hadi.

Aku dan murid-murid lainnya segera memasukkan buku paket dan buku catatan Biologi ke dalam tas masing-masing. Buku kertas ulangan segera dikeluarkan oleh masing-masing murid. Yang tidak membawa buku kertas ulangan, langsung menghampiri mereka yang membawa buku kertas ulangan.

“Sssttt…” Pak Hadi berdesis. “…ojo berisik, toh.”

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Chapter 11: Angka-Angka Ini Menyebalkan!
1
0
Sepertinya aku dan Matematika sulit berjodoh sampai kapan pun. Angka-angka ini terasa sulit sekali untuk dipecahkan. Aku lebih baik menghafal sejarah dunia daripada mengerjakan soal-soal Matematika.***Fiana Oriflame 087771268455
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan