Cerita ini bagian dari novel online “The Little Adventure of Nuel".
Biar makin menikmati, baca saja dulu chapter- chapter sebelumnya.
Per tanggal 23 April 2023, kaver “The Little Adventure of Nuel" berubah. Dan, setiap chapter akan konsisten menggunakan kaver barunya.
*****
Aku--melalui IN's Online Shop--ikut memasarkan Minyak Kutus-Kutus dan air beroksigen Oxy Water.
Call my online shop in Instagram @_inonlineshop_ dan 0877-9175-6320.
Jika ada yang mau membantuku secara finansial, kalian...
Jumat, 2 November 2007
Cuaca berawan
Aku benar-benar lagi bingung, nih. Bingung memikirkan tentang absensi aku di mata kuliah Kewarganegaraan. Aku, tuh, sudah empat kali bolong. Bolos, maksudnya. Benar-benar nggak ke kampus sewaktu kelas Kewarganegaraan.
Nggak heran sih, dosennya itu membuat aku mati berdiri. Gara-gara dia, bikin aku empat kali bolos, yang kalau pakai istilah anak sekolah. Karena tiap kali hari jumat, aku selalu menunggu tanpa kepastian.
Yang aku dengar, kalau absensi kita kurang dari 75%, kita akan kena cekal. Nggak boleh ikut UAS, dan langsung dapat E. Mengulang lagi tahun depan. Malas banget, lah, mengulang mata kuliah Kewarganegaraan, yang bukan mata kuliah wajib. Ketemu anak-anak dari fakultas lain, dan nggak jarang itu dari angkatan-angkatan di atas aku.
Dibilang bolos, yah, nggak bolos-bolos amat. Sembari menunggu kelas Kewarganegaraan dibuka, begitu sampai kampus, aku suka mampir ke Plangi dulu. Baca-baca buku dulu. Itu kayak tanggal 26 Oktober kemarin. Aku keasyikan baca komik Benny and Mice yang sumpah, kocak banget. Eh, tahu-tahu sudah jam 13:15, dan kelasnya itu buka di jam 1 persis. Aku langsung terburu-buru ke kampus. Sudah sampai di depan kelas, teman aku (yang sefakultas sama aku), Galih, mengabarkan aku begini:
“Nggak dateng StepDes-nya. Udah, balik aja. Nih, gue sama Hendrik mau langsung ke tempat futsal di Sarinah. Mau main futsal, kita berdua. Udah ditunggu Vicky dan lainnya. Mau ikut nggak lu, Nuel?"
“Iya, Nuel, ikut, yok, seru-seruan aja kita nanti di Sarinah. Gue juga nggak jago-jago banget main futsal-nya.” timpal Hendrik.
Begonya aku main cabut ke Tangerang lagi tanpa mengecek absensinya. Hari itu, gara-gara terbuai kata-kata Galih, aku balik ke Tangerang dan belum menandatangani daftar absensinya. Yang biasanya sih, aku pasti tanda tangan absensi dulu.
Kalau nanti aku bakal mengulang mata kuliah Kewarganegaraan, siapa yang aku harus salahkan? Dosennya (yang suka nggak pernah masuk)? Omongan sesat Galih waktu itu? Atau, salahkan mulut pedas Lisa di Monyet Cantik?
Eh, kenapa bawa-bawa tokoh imajinasi di sebuah sinetron, sih? Lisa di sinetron Monyet Cantik juga belum kuliah. Dia belum tahu seluk beluk dunia perkuliahan. Dia nggak akan pernah tahu repotnya membuat paper di tengah-tengah hati yang lagi terluka karena melihat gebetan aku dipegang tangannya sama cowok lain. Sakit hati aku, Becky, melihat kamu dirangkul mesra sama cowok lain. Itu harusnya aku, bukan cowok Tionghoa berkacamata sialan itu.
Lah, lah, lah, kenapa malah ngawur? Sudah, ah, pusing kepala aku. Aku cuma takut bakal nggak lulus mata kuliah Kewarganegaraan. Takut harus mengulang lagi di semester depan. Nggak heran pikiran aku malah melantur ke mana-mana. Hampir saja aku berpikir mau jadi Captain America versi Indonesia, yang bakal menangkap semua penjahat kelas kakap. Itu kayak buronan KPK itu. Mau kukejar dia, lalu kuringkus dan kubuat babak belur.
Sorry, Lisa, aku jadi bawa-bawa kamu. Dosenku yang salah, bukan kamu. Dan, kamu tetap cantik, walau badan penuh bulu begitu. Aku tetap suka kamu, meski kamu buluan parah kayak anak kingkong. Kamu seharusnya juga pilih anak si tukang monyet daripada Raka. Biar miskin, dia lebih sayang dan peduli sama kamu.
OH MY GOD!
SUDAH!
Mari kita tidur!
Lupakan persoalan absensi Kewarganegaraan. Abaikan tentang Lisa di sinetron Monyet Cantik.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰