GALIAN TANAH MASJID UNTUK URUSAN JALAN

Aqidah merupakan inti dari ajaran Islam, menjadi fondasi utama yang menopang seluruh amal ibadah seorang muslim. Tanpa aqidah yang benar, segala amal perbuatan akan kehilangan makna dan nilai di sisi Allah SWT, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur‟an bahwa amal saleh hanya akan diterima jika dilandasi oleh keimanan yang lurus dan benar. Oleh sebab itu, aqidah tidak hanya sekadar keyakinan dalam hati, tetapi merupakan landasan spiritual dan ideologis yang membentuk cara pandang, sikap, dan perilaku seorang muslim dalam menjalani kehidupan. Aqidah ibarat akar dari sebuah pohon; semakin kuat dan dalam akarnya, maka semakin kokoh pula batang, ranting, dan buahnya. Begitu pula dengan aqidah, ia adalah sumber kekuatan utama yang menjaga keutuhan iman dalam diri seseorang.1 Dalam sejarah Islam, perkembangan pemikiran aqidah tidak dapat dipisahkan dari dinamika sosial, politik, dan intelektual umat Islam sejak masa sahabat hingga era pertumbuhan berbagai aliran teologi Islam. Munculnya aliran-aliran seperti Mu‟tazilah, yang menekankan akal dalam memahami agama; Jabariyah, yang menganggap manusia tidak memiliki kehendak bebas; dan Qodariyah, yang berpendapat sebaliknya bahwa manusia sepenuhnya memiliki kehendak bebas, merupakan wujud dari pencarian umat Islam terhadap pemahaman yang utuh dan benar tentang hubungan antara Allah, manusia, dan alam semesta. Pergulatan pemikiran ini mencerminkan betapa pentingnya penataan konsep aqidah agar tidak terjebak pada pemikiran ekstrem yang bisa merusak nilai-nilai Islam yang sejati.