ADEQUATE 9. Boys' Talk (2)

7
0
Deskripsi

"Weh. Si Brian, ngerangkul Sasha. Fix... si Natasha antara bispak atau emang suka dideketin cowok-cowok," putus Fero.

Nathan menoleh. Matanya menyipit memperhatikan lamat-lamat apa yang terjadi di sana. Tangan Brian tidak sekadar merangkul bahu Sasha, namun sesekali terlihat mengusap lengan tersebut. Lalu mengapit pipi Sasha!?Jelas itu bukan tindakan yang bisa dilakukan antara cowok dan cewek kecuali untuk beberapa alasan. Misalnya memiliki hubungan yang dekat atau memang cowok dan cewek tersebut sudah terbiasa melakukan itu.

"itu lho orangnya" ujar Beni menunjuk ke arah dua orang cewek yang tengah duduk di ujung kantin tak jauh dari tempat dirinya dan teman-temannya duduk.

"itu siapa? Ngapain?" tanya Fero. Ia menatap bingung.

Beni menoyor kepala Fero. "Eh si bangsat. Lo kemaren kan mupeng mulu liat foto dia."

"Ooh si Natasha itu," Fero langsung bisa menemukan cewek yang dimaksud Beni. Tentu saja karena satu orang terlihat lebih seksi dibanding yang lainnya.

"Weh. Beneran cantik cuy. Kok bisa-bisanya ya gue gatau dia sebelumnya," Fero berpikir keras setelah ia memperhatikan wajah Sasha.

"Ya karena dia kalo gak ke kantin ya perpus. Kalo kata Abeng sih, hari Minggu juga dia di rumah doang," ujar Beni.

"Lah itu temen cowoknya banyak," Fero menunjuk pada beberapa cowok yang kemudian bergabung bersama dua orang cewek itu.

"Kalo kata Abeng sih, ya memang anaknya gampang akrab sama cowok,"

"Lo dulu emang bener-bener merhatiin Sasha ya?" tanya Nathan kali ini pada Beni. Cowok itu baru datang membawa cola yang ia beli. Ia menyuruh Fero untuk bergeser sehingga ia bisa duduk.

"Iya, dong. Lo baru notis dia pas festival itu?"

Nathan mengangguk. "Dia sebenernya temen SD gue. Tapi gue ga merhatiin pas udah satu SMA gini,"

Nino yang baru datang juga ikut memperhatikan kemana arah pandangan teman-temannya. Tanpa mengalihkan matanya dari objek tersebut, ia mengambil tempat duduk secara asal dan hampir saja menduduki telapak tangan Fero.

"hmm.... Cewek yang temenan ama banyak cowok, gimana menurut lo, Than?" tanya Nino kali ini.

"Rawan banget ya," ucap Nathan sambil tertawa. Itu pendapatnya untuk sekarang. Setelah berpikir semalaman, ia merasa semua tindakannya hanya untuk menuntaskan rasa penasarannya sekaligus mengisi waktu luang. Namun Nathan cukup yakin sebelumnya bahwa ia benar-benar tertarik kepada Natasha sebelum Tian menyadarkannya tentang sesuatu.

Beni ber-Oh ria. Mengenal Nathan sejak SMP membuatnya paham kalau Nathan tidak serius dalam hubungan ini. Sayang sekali karena ia yakin Sasha sudah baper oleh perlakuan Nathan.

Fero masih saja memperhatikan aktivitas Sasha. Lalu ia menangkap bagaimana salah satu cowok di sana dengan mudahnya merangkul cewek itu. Malah cewek itu tampak biasa saja. Tidak menepis tangan si cowok sama sekali.

"Weh. Si Brian, ngerangkul Sasha. Fix... si Natasha antara bispak atau emang suka dideketin cowok-cowok," putus Fero.

Nathan menoleh. Matanya menyipit memperhatikan lamat-lamat apa yang terjadi di sana. Tangan Brian tidak sekadar merangkul bahu Sasha, namun sesekali terlihat mengusap lengan tersebut. Lalu mengapit pipi Sasha!?Jelas itu bukan tindakan yang bisa dilakukan antara cowok dan cewek kecuali untuk beberapa alasan. Misalnya memiliki hubungan yang dekat atau memang cowok dan cewek tersebut sudah terbiasa melakukan itu.

Apa cewek ini....memang haus afeksi? Love language nya adalah physical touch?

"Ntar taruhan yuk," ajak Beni tiba-tiba.

***

Sasha tengah melahap bakso terakhir yang ada di mangkuknya. Sementara itu Oliv sudah selesai makan sejak 2 menit yang lalu.

"waduh, Sha. Banyak bener makan lo," Dirga -teman sekelasnya datang bersama Brian, Gilang, dan Agung. Tanpa permisi, mereka duduk bersama Sasha dan Oliv. Cowok-cowok itu bahkan menyuruh Sasha dan Oliv bergeser sehingga posisi Sasha kini berada di samping Brian.

"Laper!" keluh Sasha. Di jam istirahat pertama tadi Sasha belum sempat makan. Ia harus menyelesaikan tugas yang belum sempat ia kerjakan.

"Pantesan itu lo gede, Sha," celetuk Brian sambil menunjuk bagian tubuh Sasha.

"Ih! Mulut lo ya!" Sasha mencubit keras lengan. Apasih otak cowok. Isinya itu semua.

"Ihh mending lo semua pergi deh," kesal Oliv.

"Olivia cantik. Jangan gitu dong. Meja yang lain penuh. Masa gue di suruh duduk sama si kutu buku sekolah," Dirga tersenyum manis sambil berusaha membukakan air mineral untuk Oliv. Ia bergidik ngeri membayangkan ia harus duduk satu meja dengan Gita, salah satu cewek paling aneh menurut cowok-cowok sekolah ini.

Oliv mengerutkan kening. Kebiasaan banget cowok-cowok ini suka merendahkan orang lain. "Gue laporin ke cewek lo ya," ancam Oliv. Setau Oliv, pacar Dirga sekarang adalah salah satu siswa kebanggan sekolah yang cantik luar dalam dan bahkan berteman cukup dekat dengan Gita.

"Jangan atuh. Baru juga dua minggu jadian," kali ini Dirga tertawa cengengesan.

"Sha. Gue denger lo deket sama Nathan?" tanya Brian tiba-tiba.

"Kata siapa?"

"Banyak. Kita juga sering ngeliat lo berduaan,"

Terus ngapain nanya sih? geram Sasha

"Ya deket gitu aja," jawab Sasha. Ia tidak berminat menggubris pertanyaan Brian.

"Hoo~ Trus kalo gue gini, Nathan-nya bakal cemburu, ga?" tanya Brian sambil merangkulkan lengannya di pundak Sasha.

"Gatau gue, Bri! Please deh stop. Lo bikin selera makan gue hilang aja,"

"Tauk lo, Bri,"

"Jangan marah-marah dong," Brian merangkul Sasha sambil menggoyang-goyangkan tubuh cewek tersebut.

"Apasih," Sasha masih sibuk menyuap kuah bakso hasil racikan kecap, saos, dan sambal yang terasa sempurna untuk siang yang mendung ini.

"Yah. Sasha sejak deket sama Nathan jadi ga seru," ujar Brian. Ia menahan tawa, sambil memperhatikan dada dan paha Sasha. Paha mulus dan tubuh bagian depan yang seakan menantangnya untuk meremas bagian tersebut. Untung saja Oliv sibuk dengan ponselnya. Kalau tidak, ia bisa dilempari botol mineral.

Tapi, siapa sih yang gak bakal curi-curi pandang ke arah tubuh-tubuh cewek yang seksi. Apalagi itu seorang Sasha. Toh kalau di kelas, juga bukan dirinya sendiri yang suka melihat tubuh Sasha dan teman cewek yang lain yang juga seksi seperti Sasha. Apalagi dulu Sasha sering memakai seragam yang ketat. Sekarang sih tidak seketat dan sependek yang dulu. Namun cukup untuk cuci mata cowok-cowok apalagi di jam pelajaran terakhir.

Yah walaupun tujuan seorang cewek pakai baju seksi bukan berarti untuk menggoda cowok, tetap saja, cowok-cowok merasa mereka berada di hirarki tertinggi dan kepalang ge-er cewek-cewek hanya ingin mencari perhatian mereka.

Tapi ngomong-ngomong, sejak tadi tangan Brian masih anteng bertengger di bahu Sasha. Cewek itu bahkan tidak terlihat risih. Ga tau ni cewek sebenernya beneran lugu atau memang sudah biasa begini.

Sasha kini telah menuntaskan makanannya. Ia meraih minuman bersoda berwarna biru milik Brian dan ia tuangkan ke gelasnya sendiri. Untung saja, Brian tidak protes.

"Sha. Lo diliatin geng nya Nathan tuh," ujar Dirga.

"Mau gue suruh Nathannya ke sini ga?" tanya Brian. Meskipun tidak satu tongkrongan dengan Nathan, setidaknya karena sering main futsal bersama, Brian dan Nathan jadi tau satu sama lain.

Sasha menoleh ke arah Brian dengan tatapan kesal. Ia sekarang sedang tidak mood untuk berinteraksi dengan Nathan. "Lo tuh kenapa sih, Bri. Lo naksir ya sama gue?"

Brian tertawa. "Ya, dikit."

Gilang, Dirga, Agung, dan Oliv tidak heran lagi dengan kerandoman Brian. Cowok itu... yah memang begitu.

"Kenapa bukan Oliv?" tanya Sasha.

Jemari Brian mengapit pipi Sasha dengan gemas. "Oliv kan udah punya pacar."

"Ih. Gak boleh pegang," Sasha berusaha melepaskan pagutan tangan tersebut dari pipinya.

Kini giliran Oliv tertawa. "Makanya, Sha, buru punya pacar biar lo ga diganggu mulu. Yakali Abeng mesti ada di dekat lo terus, biar lo ga diganggu penyamun gini,"

"Heh. heh. Siapa yang lo bilang penyamun, dasar minyak zaitun."

"Lagian lo seenaknya pegang-pegang sohib gue. Lo juga, Sha! Jangan mau dipegang-pegang cowok,"

"Dih. Emang lo sama cowok lo ga pernah ngapa-ngapain?"

"Yeee itu gue kan punya status sebagai pacar. Lah lo megang-megang Sasha sembarangan."

"Ya elah, lip lip," Brian berdecak. "Kan bukan teteknya yang gue...hmmm!" Brian memperagakan tangannya seperti sedang meremas sesuatu, tepat di depan tubuh Sasha.

Sumpah. Jantung Sasha rasanya hampir berhenti ketika Brian melakukan hal itu. Ia kira Brian beneran akan menggapai dadanya.

"Iihh. Brian! lo kalo lomba mirip babi, babi nya juara 2, tau gak!" cerca Sasha lalu menepis tangan Brian yang ada di depan tubuhnya. Ia menghujani Brian dengan cubitan-cubitan keras. Brian hanya tertawa.

Sedangkan Oliv memukul Brian dengan kertas menu. Brian memang terkenal rada sengklek dan gila. Mentang-mentang ganteng dan keren, ia hobi menggoda cewek-cewek tanpa ada tujuan untuk sedikit lebih serius.

Reaksi yang menarik. Pikirnya. Berbeda dengan Jeje -teman sekelas mereka yang menerima saja apabila ada cowok yang meremas dadanya. Sayang sekali tubuh seperti Sasha tidak bisa ia nikmati dengan bebas.

"Yak, lagian, Sha. Punya lo gede sih," goda Brian lagi.

"Bri. Stop it already!"

Sasha tanpa pamit bangkit dari kursi. Bahkan ia tidak menunggu Oliv untuk jalan bersamanya. Ia menghela napas. Kadang cowok-cowok selalu menggodanya secara kelewatan. Bahkan mereka gak malu-malu memperlihatkan tampang sange. Apalagi kalau sekadar mengeluarkan kata-kata porno. Biasanya kalau ada Rega, setidaknya cowok-cowok tersebut gak berani. Makanya sejak cowok-cowok mulai berani keluar jalur seperti ini, Sasha sudah tidak pernah lagi menggunakan seragam ketat nya yang dulu.

"Yah Sasha ngambek," celetuk Brian tanpa rasa bersalah. Oliv lagi-lagi memukul Brian menggunakan kertas menu. Ia ikut pergi dari meja tersebut dan mengejar Sasha.

Oliv menggandeng tangan Sasha dengan erat agar ia tidak ditinggal.

"Lewat mana, liv?" tanya Sasha. Masih ada waktu lima belas menit lagi sebelum bel pelajaran berbunyi. Namun Sasha ingin cepat-cepat sampai di kelas karena ia ingin tidur sebentar. Ini kebiasaan buruk Sasha setelah makan. Selalu merasa mengantuk.

"Parkiran aja biar cepet. Pegel muterin perpus," ucap Oliv.

Sasha sebenarnya agak ragu jika harus lewat parkiran. Namun menimbang tenaga yang harus dikeluarkan jika lewat depan perpus, sepertinya parkiran selalu menjadi pilihan terbaik.

Baru saja beberapa langkah lewat di teras samping gedung dekat parkiran, tangannya sudah dicekal oleh Nathan. Sasha menolehkan kepala kaget. Ia memang sudah berfirasat buruk, tapi tidak menyangka akan benar-benar terjadi.

"Pinjem Sasha-nya bentar ya, Liv,"

"Ha?" Oliv tidak kalah kaget. Yaiyalah kaget, cowok ini datang entah darimana, tau-tau menggenggam pergelangan tangan temannya.

"Lo duluan aja. Ntar dia gue yang anterin,"ucap Nathan.

Oliv makin kaget. Sedangkan Sasha menggeleng.

"Sha, please? Bentar aja," pinta Nathan lalu menarik tangan Sasha dan meninggalkan Oliv begitu saja meski Oliv berteriak beberapa kali.

"Gue mau ke kelas. Lepasin! Nathan!"

"Bentar aja, temenin gue,"

Nathan mengajaknya ke warung belakang yang letaknya di ujung parkiran dan berada di samping lapangan bola kaki. Warung yang memang isinya cuma jajanan kecil dan tentu saja full sama cowok-cowok. Satu-satunya wanita di sini hanyalah Ibu penjaga warung dan Sasha yang baru saja dipaksa datang ke sini.

Sasha mengitari pandangannya ke seluruh isi warung. Sial! Ada sang mantan di sini.

"Masih ada waktu sebelum bel bunyi," Nathan tersenyum simpul sambil mempersilahkan Sasha duduk di meja yang sama dengan teman-teman Nathan. Tapi Sasha masih memilih berdiri hingga tangan Nathan merangkul pinggangnya dan membawa Sasha untuk duduk di sana.

"Bentar gue angkat telfon dulu," Nathan pamit ketika mengetahui ponselnya sudah berbunyi sejak tadi.

"Abeng mana, Sha?" tanya Beni begitu Sasha duduk dengan canggung.

"Lagi bantu-bantu Pak Sam di kantor," jawab Sasha. Setidaknya ia merasa sedikit lega karena ada satu orang yang benar-benar ia kenali. Ketika kelas 1, Beni sering datang ke kelasnya untuk bertemu dengan Rega. Karena sering bertemu, Sasha jadi mengetahui nama cowok itu dan cukup sering berbincang dengannya. Namun, ketika mengetahui Beni adalah cowok suka flirting, Sasha mengurangi intensitas interaksinya.

"hm.. apes banget jadi ketua kelas," gumam Fero. "Oh iya, kenalin gue Fero,"

"Gue Nino,"

"Ng....Gue tau kok nama kalian," Sasha langsung menyahut sebelum yang lain ikut memperkenalkan identitas mereka masing-masing.

"Oh. Kok bisa?" tanya Fero terkejut.

"Kan lo semua temennya Abeng," Sasha berusaha tersenyum ramah yang disambut anggukan kepala tanda mengerti dari cowok-cowok di meja itu.

"Ngomong-ngomong, lo ga masuk gengnya Clara, Sha?" tanya Fero random. Asli random banget. Ia menyebutkan nama salah satu teman angkatan mereka yang memang terkenal. Tidak hanya terkenal di sekolah, namun juga di kota ini. Pasalnya isi geng Clara penuh dengan cewek-cewek cantik, beberapa di antaranya juga ada yang memiliki prestasi akademik maupun nonakademik. Bahkan ada juga yang selebgram dengan jumlah followers cukup banyak.

"Ha? Ngapain?" Sasha tertawa. "Gue bukan siapa-siapa kali," Sasha tidak percaya ada orang yang menyamakannya dengan Clara. Ia bahkan merasa dirinya tidak ada apa-apanya dengan geng tersebut.

"Padahal lo cantik gini," sahut Fero. Cowok-cowok lain yang ada di meja tersebut menganggukkan kepala tanda setuju.

Wajah Sasha memerah. Begini ya rasanya dipuji sama cowok-cowok terkenal. Bikin senang sekaligus malu. Namun juga ada rasa risih karena ia tahu betul bagaimana sifat cowok-cowok ini.

"Oh ngomong-ngomong. Lo kayaknya deket banget sama Rega?" Fero kali ini berucap dengan nada bertanya.

Sasha mengernyitkan kening. Bingung kemana arah pembicaraan ini. "Ya gitu,"

"Trus sama Brian tadi?" tanya Fero, lagi.

Sasha diam sejenak. "Ga sedeket itu. Kita temen. Sekelas kan soalnya," terang Sasha.

Bentar. Kenapa dia harus menjawab semua pertanyaan ini.

"Gue kira lagi PDKT? Soalnya dia ngerangkul elo?"

"Brian emang anaknya suka seenaknya gitu," ucap Sasha. Ia juga bingung bagaimana menjelaskannya.

"Oh, jadi kalo gue yang ngerangkul lo gimana, Sha?" uji Beni. Cowok itu tersenyum

Sasha kali ini benar-benar bingung harus menjawab apa. Beni tau-tau pindah duduk di sampingnya dan langsung merangkul Sasha.

"Misalnya gini nih? Kan lo tau, gue kadang juga suka seenaknya," Beni tersenyum.

Sasha tak kalah kaget ketika tangan Beni yang awalnya berada di pundak Sasha lalu turun ke pinggangnya.

"Ben! Lo apa-apaan!" Sasha mencoba melepaskan tangan Beni dari pinggangnya.

"Bercanda. Lo panik banget," Beni melepas sendiri rangkulannya tepat ketika Nathan masuk ke warung.

"Mau?" Nathan menyodorkan sebotol minuman bersoda ke arah Sasha.

Sasha menggeleng. Ia masih kaget dengan perlakuan Beni tadi. Ia sepertinya memang harus cepat pergi dari sini.

"Oh, katanya lo dulu pernah nolak Alan ya?" tanya Fero lagi.

Belum sempat memutuskan langkah yang akan diambil, cowok satu ini masih terus menghujaninya dengan pertanyaan. Belum lagi Nathan kini duduk di sampingnya dengan tangan yang merangkul bahu Sasha, seperti menahannya agar tidak kemana-mana.

"Ha? Ga gitu. Emang dari awal gue pengen temenan aja," Sasha mencoba mengungkapkannya secara baik-baik. Karena bisa saja orang-orang akan menilai Sasha jual mahal karena berani-beraninya menolak Alan si ketua OSIS.

"Kata Beni gara-gara lo belum move on ya?" tanya Fero lagi dan lagi. Cowok ini seperti ingin mengorek kehidupannya dalam-dalam.

Sasha sedikit terperanjat. 'kata Beni'? Berarti ada kemungkinan cowok-cowok ini sering ngobrolin tentang dirinya?

"Jadi penasaran mantan lo siapa," gumam Fero karena Sasha tidak kunjung memberikannya jawaban.

"Lo masih suka sama dia?"

Sasha gelagapan.

"Lo bikin anaknya ga nyaman tuh!" Nino menoyor kepala Fero. Sebagai satu-satunya cowok sedikit lebih waras di tongkrongan ini selain Rega, sesekali ia sepertinya harus memberi peringatan kepada teman-temannya. Ia tidak bisa membayangkan ketakutan yang dirasakan Sasha sekarang, satu-satunya cewek yang duduk di sini. Dilecehkan oleh Beni. Belum lagi yang lain seperti ingin melahapnya. Dan jangan lupakan keberadaan Nathan yang hanya memperburuk kehidupan cewek itu.

Sasha menghela napas lega ketika Nino menyelamatkannya. Namun kenapa Nathan diam saja?

"Malam minggu ntar, ikut nongkrong bareng kita yuk," Fero lagi-lagi dengan sifat sok akrabnya berbicara kepada Sasha.

Sasha mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menggeleng.

"Ada Abeng kok,"

Tangan Nathan menangkup wajah Sasha dan sehingga cewek itu menoleh padanya. "Gak ada kegiatan, kan?"

"Engga sih," cicitnya. Ia begitu gugup ketika matanya bertemu dengan mata Nathan. Terasa sangat mengintimidasi. Lalu tangan Sasha berusaha melepaskan tangan Nathan dari dagunya.

"Ikut ya. Gue jemput."

Sasha sekali lagi menggeleng. Ia benar-benar tidak ingin ikut. Ia akan memastikan bahwa ia tidak akan ikut.

Next on part 10

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Adequate
Selanjutnya ADEQUATE 10. Rhymes Rain
6
1
Lo suka sama Abeng? tanya Nathan.Nathan apaan sih. Nggak.Tapi gue liatnya ga gitu?Sha? tanya Nathan lagi.Sasha menghela napas. Pernah, aku Sasha akhirnya. Ia lalu merebut ponselnya namun rupanya panggilan dari Rega sudah berakhir.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan