I choose my poison, and it's you. Nobody else.

-

Harum kopi dari kepulan yang menguar mengirim perasaan tenang. Dari jendela kaca bening sudut kafe yang ditempatinya saat ini, bulir-bulir tetes hujan turut memberi perasaan nyaman. Rasanya seperti benar-benar pulang ke rumah.

Beberapa tahun silam, saat masih duduk di bangku sekolah menengah atas, ia tidak pernah absen mendatangi tempat ini tiap kali penat mengikuti bimbel non stop. Ia akan duduk di sudut kafe, tepat berhadapan dengan jendela besar yang menghadap ke arah jalanan basah oleh hujan, bersama lelaki dengan lesung pipi manis yang menemani hari-harinya.

Hujan, kopi, sepiring roll cake selai nanas, dan kenangan bersama lelaki itu masih mengikutinya hingga saat ini. Sekalipun, ia sudah memutuskan untuk mengubur dalam-dalam seluruh perasaan itu.

Embusan napas pelan lolos, ia memutuskan untuk kembali menikmati asian dolce latte. Jenis kopi kesukaannya dan lelaki itu. Lagi-lagi, ia kembali mengingatnya.

Saat masih tenggelam dalam lamunan yang menyeret kenangan, langkah kaki tegas yang menghampiri membuat ia mendongak. Terpaku. Seolah benar-benar kembali ke masa lalu, saat tiba-tiba saja lelaki itu datang menghampirinya di sini. Belum sepenuhnya mencerna situasi, masih saling terjebak dalam keheningan, bersama tatapan keduanya yang saling merekat.

Tiba-tiba saja suara dengan nada rendah dari lelaki itu terdengar. "Yaya? Ayo nikah."

Nobody Else