D'WHITE [02.5 : FABIAN]

1
0
Terkunci
Deskripsi

!WARNING! Mature Content!

Terdapat kekerasan, mutilasi, darah, dan berbagai hal lainnya yang tidak patut dibaca oleh anak di bawah umur!

Jika tidak kuat, harap meninggalkan lapak ini.

!WARNING! Mature Content!

-D’WHITE-

Bukannya merasa takut atau terancam, Fabian malah menunjukan ekspresi aneh dengan mulut menganga, seakan-akan baru saja melihat sesuatu yang membuatnya takjub.

“Demi Tuhan, Dewa Zeus, dan segala ciptaannya! Arma Darkness! You’re so beautiful!” jeritnya. “Astaga! Astaga! Astaga!...

6,161 kata

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Karya
1 konten
Akses seumur hidup
200
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Selanjutnya D'WHITE [03 : KEMBALI PULANG]
2
0
Berita tentang Kerajaan Timur tersebar dengan cepat. Pemerintahan dibuat ricuh oleh berita ini. Banyak media berdatangan ke tempat kejadian untuk membuktikan hal tersebut. Polisi dan ahlinya sudah diturunkan demi menemukan jasad para Atmajaya, namun hasilnya nihil.Ketika mencari jasad di seluruh daerah istana, mereka menemukan sesuatu yang tidak pernah mereka duga. Adanya ruang bawah tanah dan sisa eksperimen serta hasil-hasilnya membuat mereka terkejut. Khususnya pemerintahan yang diduga mengakomodasikan semua eksperimen itu tanpa mempublikasikannya ke khalayak umum.Kasus ini menjadi ramai di dunia vampir bahkan ke dunia manusia itu sendiri. Kasus besar yang melibatkan pemerintah dan sedang diusut oleh kerajaan utama yang memegang kendali atas jalannya dunia vampir.Beberapa orang penting di pemerintah menjadi tersangka, ditangkap, dan di tempatkan di penjara paling aman. Sementara tim khusus kerajaan utama diutus untuk mencari fakta-fakta yang lain.Berita tentang kehancuran Kerajaan Atmajaya dan yang ditemukan di ruang bawah tanahnya begitu terkenal. Waktu berjalan, kasus itu tetap ada, publik menuntut agar kasus ini tetap dilanjutkan demi fakta yang tersimpan di balik kerajaan Atmajaya yang pernah diagung-agungkan.Waktu berlalu, bukti tentang eksperimen dan tujuannya mulai terbongkar. Berita tentang Atmajaya kembali tersebar tanpa pernah sedikitpun mengungkit sosok siapa yang telah menghancurkan Kerajaan Agung dari Timur itu. -D'WHITE- Sehari setelah Kerajaan Atmajaya hancur...I'm home! teriak Fabian begitu sampai di depan sebuah rumah dan membuka pintu lebar-lebar.Lihat siapa yang baru datang membawa berbagai masalah ke dalam rumah, sarkas sosok pria yang tengah duduk di ruang tengah. Gimana? Enak bisa senang-senang?Fabian mendelik tajam ke arahnya, Diam, Jean. Ngomong-ngomong, di mana Kalani?Itu di—Jangan masuk kesini sebelum ganti baju! Demi Tuhan, Bian! Baunya sangat menyengat! teriakan dari arah kamar utama memotong ucapan Jean—nama pria yang sedang asik duduk dan menghisap sebatang rokok—dengan suara nyaring yang mampu membuat telinga mereka sedikit sakit.Michael—sedari tadi berada di belakang Fabian—tertawa mendengar hal itu. Dia membuka kulkas dan mengambil sebuah kantong darah dari sana untuk diminum. Told ya, Tuan Putri. Ganti baju dan bebersih dulu sebelum ke rumah.Ish! Kenapa kau malah memojokkanku?!Bersamaan, Michael dan Jean langsung mengangkat kedua tangannya, seolah-olah mereka berdua bukan pelakunya.Bian! Ganti baju! Sekarang!Fabian mendengus lalu berjalan menuju kamar mandi. Iya, iya, dan tubuhnya menghilang saat pintu kamar mandi tertutup.Michael dan Jean yang melihat kejadian itu terdiam cukup lama. Sebelum mereka kembali bertatapan, memberi sinyal bahwa mereka mengerti akan satu hal.Aku memuji Kalani akan keberaniannya menegur Tuan Putri, ucap Michael.Setuju.Aku mendengar hal itu! teriak Kalani dan Fabian bersamaan membuat kedua pria itu terkesiap karena tidak menyangka percakapan singkat mereka sampai ke telinga kedua perempuan itu. -D'WHITE- Fabian telah keluar dari kamar mandi lima belas menit yang lalu. Tubuhnya sudah bersih. Tidak ada lagi bercak darah dan bau anyir yang menyengat dari tubuhnya. Fabian mandi dengan bersih—sebersih mungkin—karena tidak ingin mendapat omelan lagi dari Kalani.Memakai pakaian yang lebih nyaman dan santai; celana pendek hitam dan dipadu sebuah kaos putih bermotif serta sandal khusus di dalam rumah. Sangat pas dengan kepribadian Fabian ketimbang pakaian yang sebelumnya.As always, Princess, Jean menyodorkan koran yang baru dia dapatkan tadi pagi. Memulai percakapan mereka ketika berkumpul di meja makan.Fabian hanya melirik koran itu—yang menampilkan berita utama tentang Kerajaan Atmajaya yang hancur lebur sementara dirinya menyuap kentang goreng buatan Kalani ke dalam mulutnya.Duh, orang mana yang masih baca koran di jaman sekarang? sindir Fabian tidak lagi tertarik dengan koran itu, memfokuskan dirinya untuk menghabiskan makanan yang dibuat Kalani.Ya, aku. Siapa lagi emangnya? Aku lebih nyaman pake koran.Ya, ya, ya, whatever.Berhenti bertengkar di ruang makan sebelum kutendang kalian ke luar.Aura Kalani di hari ini begitu seram. Ucapannya pun begitu pedas ditambah nada yang begitu memerintah. Fabian sampai tak berani ingin bercanda seperti biasa.Michael mengambil alih koran itu, membacanya dengan seksama, ke lembar berikutnya dan terus lembar berikutnya sampai dia kembali ke halaman utama. Setelah itu diletakkannya kembali koran itu ke atas meja.Setelah ini kita mau ngapain? tanya Michael, mengingat rencana terakhir yang mereka bahas adalah menghancurkan Kerajaan Atmajaya. Begitu rencana mereka sukses, mereka seperti pengangguran.Apalagi? Fabian mengambil segelas es jeruk yang sudah disiapkan, meneguknya sesekali sampai tandas diminum olehnya. Pulang lah ke istana.HAH?!Michael menyembur darah yang sedang dia minum, Jean menyembur kopinya, dan Kalani yang nyaris menjatuhkan wajan yang sedang dipegangnya.Apa sih? Kok pada kaget? Lebay amat, ucap Fabian santai seraya mengelap mulutnya.Ini serius Tuan Putri, 'kan? —Michael.Bukan orang lain? —Jean.Ya menurut Anda-Anda sekalian? ketus Fabian.Mereka kenapa? Ia hanya menjawab pertanyaan Michael, tapi mengapa mereka heboh sekali? Padahal itu hanya pertanyaan biasa.Demi dewa-dewi yang kupercaya, ucap Jean, Dulu kita mati-matian untuk menyuruhmu pulang dan kau sama sekali tidak mau. Tapi sekarang? Nggak ada hujan, nggak ada petir, tiba-tiba mau pulang. Serius, Princess. Kau kerasukan apa?Fabian melempar sendok dengan tiba-tiba dan tepat mengenai kening Jean dengan kencang, Gak sopan. Merasa tersinggung dengan ucapan Jean yang memang ada benarnya.Aw! Aduh!Tapi aku setuju dengan ucapan Jean, Bian. Terakhir kali kau menolak untuk pulang, kau langsung memusuhi kami selama tiga hari penuh. Puasa ngomong, katanya.Terpuji lah dengan ingatan Kalani yang tidak pernah pudar walau umurnya sudah melebihi umur Fabian. Bolehkah Fabian meminta bertukar tempat agar dia punya ingatan yang kuat? Kalani dengan ingatan yang kuat serta mulut yang tidak ada remnya itu adalah paduan yang sangat pas untuk menguji emosinya.Michael, ambilkan aku sekantong darah, tolong, pinta Fabian yang langsung dituruti oleh Michael. Ya sekarang begini, kalian memintaku untuk pulang saat kesempatan menghancurkan Atmajaya berada tepat di depan mata. Apa tidak kesal? Dan lagi, sekarang aku tidak punya kegiatan apapun, mending aku pulang.Princess, ini tidak seperti perkiraanku, 'kan? Tanya Jean pelan. Memastikan bahwa ucapan Tuan Putrinya tidak ada maksud lain, murni sebuah keinginan untuk pulang.Perkiraan apa? Fabian malah bertanya kebingungan sebelum menerima sekantong darah dari tangan Michael. Tanya Michael, aku yakin dia sudah dihubungi oleh Ayah lebih dari ratusan kali untuk membawa anaknya pulang. Apa tidak kasihan?Kalau dia, aku sama sekali tidak peduli. Yang aku pedulikan hanya dirimu, Princess.Hoi, ucapanmu seperti tidak pernah di sekolahkan, ya, sahut Michael saat dirinya sedang tidak berbuat apapun tapi diseret oleh Jean.Memang tidak, buktinya juga sekolah sama sekali tidak memperdulikan hal itu. Pelajarannya juga membosankan. Nyatanya, ketika dirimu dewasa, hukum alam 'yang kuat yang bertahan dan yang lemah tertindas' itu yang dipakai. Bukan yang dipelajari di sekolah, ketus Jean menjelaskan panjang lebar yang sama sekali tidak ada kaitannya.Jika boleh, Michael ingin sekali menampar otak Jean agar kembali ke posisinya, siapa tahu otak Jean berada di tempat yang salah. Tidak habis pikir, mengapa dari ratusan juta orang untuk direkrut ke dalam keluarga kecil ini, Tuan Putri malah memilih orang seperti Jean Osmond yang terlihat sekali tidak punya adab.Menurut Michael, Jean harusnya sudah bersyukur bisa berada di samping Tuan Putri. Melakukan apa yang diperintahkannya tanpa membuat keributan yang tidak perlu seperti tadi.Selagi keduanya melontarkan ucapan pedas dan saling mengejek. Secara tidak sadar, keduanya menjadi bahan tontonan Fabian—yang tentu saja, si Tuan Putri ini tidak merasa keduanya perlu dipisah. Interaksi antara Michael dan Jean adalah kesenangannya sendiri.Kalani menegur Fabian, sehingga perhatiannya teralih untuk menatap wanita yang sudah dianggap sebagai kakak nya itu.Bian, kau yakin dengan ini?Seratus persen, balas Fabian dengan yakin. Ada apa? Kau terlihat ragu?Fabian menyadarinya. Semenjak dia bilang bahwa dia ingin pulang, Jean dan Kalani bersikap aneh. Seperti ada yang mereka ketahui namun disembunyikan oleh mereka.Kalani tersenyum kecil, Jean.Mendengar namanya dipanggil, baik Michael maupun Jean sendiri langsung berhenti berbicara. Yang satu menatap Kalani dengan tatapan kebingungan, yang satunya lagi menatap Kalani dengan tatapan sendu.Oke, beritahu aku, apa yang kalian sembunyikan? ucap Fabian, menuntut penjelasan dari keduanya yang selama ini berada di rumah saja tanpa pernah melaporkan apa saja yang sudah mereka lakukan.Jean mematikan puntung rokoknya, mengibaskan tangannya pelan setelah menghembuskan asapnya untuk terakhir kali agar asap itu menghilang.Kutanya sekali lagi, Princess. Kau yakin akan kembali pulang? Atas kemauanmu sendiri?Kening Fabian mengerut. Iya, yakin. Seratus persen yakin.Apa yang diucapkan Jean berikutnya menampar kesadaran Fabian dan Michael. Tanpa pernah ia duga perkataan itu keluar dari bibir seorang Jean Osmond. Kata-kata yang tidak pernah ingin Fabian dengar ketika keputusan untuk pulang ke istana sudah bulat.Bukankah takdir kehidupannya begitu kejam untuk seseorang yang hanya menginginkan kebahagiaan walau hanya sesaat? -D'WHITE- S-selamat datang, Tuan Putri Fabian dan Tuan Michael.Dua prajurit penjaga portal langsung membungkukkan badan, tak menduga sosok yang tidak pernah terdengar kabarnya, muncul di depan mereka.Well, hello, you guys! What's up? Fabian menyapa mereka dengan sapaan yang dilontarkan ke teman-temannya. Oh, berdirilah, tidak usah segan begitu.Michael yang melihat itu hanya tertawa. Melihat interaksi dua prajurit yang tergugup karena terkejut dengan bahasa informal yang dilontarkan Tuan Putrinya serta sikapnya yang terlalu santai. Terkadang, Michael merasa bahwa Tuan Putrinya tidak cocok untuk menjadi seorang putri.K-kami akan memberi kabar ke istana terlebih dahulu. Mohon untuk menunggu, Tuan Putri Fabian dan Tuan Michael, ujar salah satu prajurit, terbata ketika berbicara.Take your time! Aku tidak buru-buru kok, balasnya. Memahami betul jika pekerjaan para prajurit portal terlalu ribet dan perlu menunggu selama beberapa menit sebelum dia dan Michael diberi izin untuk masuk ke istana.Tugas para prajurit penjaga portal harus memberi laporan pada istana yang kemudian perlu konfirmasi dari penasihat raja apakah tamu ini boleh masuk atau tidak. Karena portal yang tersedia di setiap kota itu hanya bisa ditemukan oleh anggota kerajaan. Walaupun tidak memungkinkan adanya rakyat-rakyat penting yang bisa melewati portal ini.Tuan Putri, silahkan duduk, ucap salah satu prajurit setelah mendorong sofa yang tersedia untuk menjadi tempat duduk Fabian.Terkejut, tidak menyangka akan diberi tempat duduk selama menunggu. Astaga, terima kasih banyak! Padahal kau tidak perlu susah-susah, aku bisa menunggu sambil berdiri, tapi sungguh, terima kasih! ucap Fabian dengan tulus.Fabian melempar tubuhnya ke atas sofa. Michael hanya pasrah melihat itu. Seharusnya, seorang putri duduk dengan anggun. Memang sih, dari perkataan dan ucapan, Tuan Putrinya masih bisa berbicara sopan. Tapi untuk tingkah lakunya? Michael harus berpikir lebih lama apa tingkah laku Tuan Putrinya bisa dikatakan sebagai sikap seorang putri.Tuan Putri Fabian dan Tuan Michael. Mari ikuti saya, panggil prajurit yang lain—yang muncul secara tiba-tiba dari sebuah portal berwarna biru langit itu.Fabian berdiri dan segera berjalan mengikuti prajurit itu. Ini alasan mengapa Fabian tidak perlu kursi untuk menunggu karena laporan seperti ini hanyalah sebentar. Tidak perlu menunggu waktu lama sampai satu jam. Tapi baginya, diberikan kursi untuk duduk harus tetap diterima. Rejeki katanya.Keduanya masuk ke dalam portal yang sudah lama tidak pernah dikunjunginya. Hanya butuh satu kedipan mata dan mereka sudah berada di depan gerbang istana. Angin langsung menerpa wajah mereka dengan kencang.Selamat datang kembali, Tuan Putri Fabian dan Tuan Michael, ucap prajurit yang menyuruh Fabian dan Michael mengikutinya. Memberi hormat terdalam kepada sosok yang telah lama tidak terlihat di istana.Terima kasih, gumam Fabian tanpa melepaskan pandangannya dari gerbang istana yang tinggi menjulang ke atas.Gerbang itu setinggi lima meter, terbuat dari besi dengan bentuk flora dan fauna yang menghiasinya dan berwarna putih. Sampai detik ini, Fabian masih bertanya-tanya, bagaimana gerbang yang terbuat dari besi itu mampu membentuk flora dan fauna sedetail itu. Sihir kah? Atau pekerjaan dari tangan yang telaten?Ah, kemungkinan pertama masih masuk akal ketimbang kemungkinan kedua.Gerbang itu dibuka dari dalam, menampilkan prajurit-prajurit yang sudah berdiri di sisi jalan. Serentak mereka membungkuk, memberi hormat pada Fabian dan Michael. Dugaan Fabian, seisi istana sedang ribut karena kedatangan mereka berdua yang mendadak tanpa memberi kabar. Terlihat dari barisan pelayan yang tidak hadir untuk menyambutnya, mungkin karena kedatangannya terlalu tiba-tiba.'Banyak yang berubah, ya?' tanya Fabian mengirim telepati pada Michael.'Lumayan. Dari sisi portal, prajurit-prajurit yang biasa menjaga portal serta kostum mereka. Rata-rata berubah dari yang terakhir kuingat, Tuan Putri.''Kapan kau terakhir kali ke sini?''Tidak masuk ke istana, sebatas menemukan portal di Aceh dan itu sekitar empat atau lima tahun yang lalu.''Masih baru. Apa mereka mengubahnya akhir-akhir ini?''Mungkin. Jika Tuan Putri penasaran, nanti aku akan cari informasinya.''Alright. Terima kasih.'Mereka berdua sedang asyik mengirim telepati sementara yang dilihat para prajurit itu keduanya sedang menebar senyum dan membalas hormat mereka dengan anggukan kepala.Setelah melewati hiruk pikuk, mereka berbelok, melewati taman penuh berbagai tumbuhan yang lagi-lagi tidak dikenali oleh Fabian. Dan berhenti saat mereka telah berada di depan pintu istana. Pintu itu menjulang tinggi, nyaris menyentuh langit-langit bangunan dan dipenuhi oleh ukiran yang tidak pernah Fabian mengerti.Mereka berhenti bukan menunggu untuk dibukakan, tapi adanya sosok lain di depan pintu yang menghalangi jalan mereka. Sosok itu adalah seorang perempuan, berdiri dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada, memakai dress selutut berwarna putih dengan hiasan bunga-bunga di bagian bawah dipadu jaket jeans model crop berwarna biru pudar. Rambutnya yang panjang bergelombang bergerak pelan mengikuti angin yang berhembus. Mata kecil dengan iris yang sama seperti Fabian, menatapnya tajam.Selalu membawa kejutan ya, Bocah.Fabian mengenali suaranya. Dia berusaha mengingat siapa gerangan perempuan di depannya. Kakak yang mana yang punya tampilan seperti ini. Maklum, dia punya sebelas kakak—enam kakak kandung dan lima kakak angkat. Tapi mendengar suaranya, harusnya Fabian tidak pernah salah.Hai, Kak Fiona.Hanya dalam satu kedipan mata, perempuan itu langsung mendekap tubuh Fabian erat-erat. Bahkan anak terakhir itu terkejut karena gerakannya yang tiba-tiba. Butuh satu detik untuk memproses apa yang baru saja terjadi, Fabian baru membalas pelukan itu dengan erat.Fiona melepas pelukannya setelah merasa cukup menyalurkan rasa rindunya. Dia sedikit mendongak untuk menatap satu-satunya adik kecilnya itu.Lihat! Bahkan sosok Fabian yang selalu dia panggil bocah sudah tumbuh tinggi melampauinya. Waktu berjalan terlalu cepat. Fiona tidak rela adiknya sudah tumbuh besar.Bagaimana kabarmu?Sehat selalu, Fabian tersenyum. Kau sendiri, Kak?Fiona tertawa pelan, Ya, seperti biasa, sebelum adiknya bertanya lebih jauh, dia sudah mengalihkan perhatiannya pada lelaki yang menjadi pengawal setia adiknya. Oy, Michael. Bagaimana kabarmu?Michael membungkukkan sedikit badannya sebelum menjawab pertanyaan Fiona dengan senyuman, Baik, terima kasih sudah bertanya. Tuan Putri Fiona, Wayne tidak menyusahkanmu, 'kan?Baru pulang, kenapa seperti ada yang mengibarkan bendera perang, ya? sahutan itu berasal dari belakang Fiona.Dari balik pintu, muncul sosok lelaki dengan rambut menutupi sebelah matanya, dan mata yang tidak tertutup menampilkan tato berwarna hitam dengan bentuk air yang terletak tepat di bawah mata kirinya, seperti air yang menetes dari pelupuk matanya.Kalau beneran ada perang antara mereka berdua bakalan seru sih, gumaman Fabian yang dibalas sikutan pelan dari Fiona. Aduh! Bercanda, Kak! Ya kali beneran.Ucapanmu seperti mendukung mereka untuk adu kekuatan.Loh, kalau bisa terjadi, kenapa nggak? Mereka udah lama nggak adu kekuatan, 'kan?Fiona mendecak, Sombong sekali yang baru kembali, Fabian hanya terkekeh mendengarnya. Ngomong-ngomong, Ayah sudah menunggu mu di ruangannya.Hm, I know, Fabian memeluk lengan Michael, membuat pengawalnya berhenti adu bicara dengan Wayne. Kalau gitu, aku pamit. Sampai ketemu besok?Fiona mendengus, Itu pertanyaan atau pernyataan? Sampai ketemu dinner nanti. Sampaikan salamku pada Ayah.Fabian tiba-tiba menegakkan badannya dan memberi hormat pada Fiona, menggoda kakaknya untuk kesal sebelum menarik Michael masuk ke dalam istana. Meninggalkan kakaknya mendecak kesal bersama pengawalnya itu.Fiona terus memperhatikan punggung adiknya itu sampai pintu menghalangi pandangannya. Dia tersenyum sebelum menoleh pada pengawalnya.Kau menyadari sesuatu?Jika kita berpikiran yang sama, iya.Senyuman itu menjadi senyum kecil dengan pandangan sendu.'Kau akan tahu bagaimana aura adikmu sangat berbeda, Sarah.' -D'WHITE- Kini keduanya berdiri tidak jauh dari ruang kerja pribadi ayahnya. Fabian menyuruh Michael untuk berhenti dulu sebelum benar-benar masuk ke dalam dan menemui Ayahnya. Tiba-tiba saja dia merasa gugup untuk bertemu Ayahnya, seolah-olah rasa percaya diri dan keinginan kuat untuk bertemu Ayahnya tadi tidak pernah datang kepada dirinya, hilang menguap begitu saja.Michael mati-matian menahan tawa melihat Tuan Putrinya yang sedang berjalan mondar-mandir, mengambil nafas dalam-dalam lalu membuangnya secara kasar, meniup kedua tangannya, atau bergumam sendiri. Kebiasaan Tuan Putri Fabian yang tidak pernah hilang saat sedang gugup.Mau masuk sekarang?Ugh! Jangan diingatkan lagi! Aku jadi gugup! Padahal tadi sudah mendingan! perempuan itu menarik lengan Michael dan menatapnya penuh harap. Boleh balik nggak? Aku nggak sanggup.Oh, jika saja ada Jean dan Kalani di sini. Mungkin Tuan Putri Fabian akan digoda terus-terusan. Harusnya Michael merekam ini dan mengirimnya pada mereka untuk bahan jahil saat Tuan Putri kembali mengunjungi mereka. Tapi keadaan ini termasuk genting untuk Tuan Putri sendiri. Dia tidak mungkin menggodanya sekarang karena bisa saja Tuan Putrinya memotong tubuhnya menjadi dua.Michael tersenyum lebar, menahan tawanya. Dia menepuk pelan kepala Tuan Putrinya lalu mengelusnya dengan irama teratur. Tuan Putri sudah sampai sini. Serius ingin balik? Emang mau jadi bahan ledekan Jean sama Kalani?Fabian merengut, Demi Tuhan, Dewa Zeus, dan segala ciptaannya. Bantulah aku! Aku tidak sanggup, Michael, rengeknya.'Kalau lagi keadaan begini saja, baru ingat Tuhan. Tuan Putri, Tuan Putri.'Aku mendengarnya!Dan aku tidak mengelak, Fabian ingin sekali rasanya mencakar wajah Michael yang bisa-bisanya tersenyum saat dirinya merasa tidak mampu menghadapi sang raja. Aku yakin Tuan Putri bisa. Kalau mau balik, sayang, 'kan? Yang sudah Tuan Putri siapkan jadi sia-sia.Iya sih... dikira Michael Tuan Putrinya sudah merasa baikan, tapi ternyata belum. Tapi tetep aja! Ayah loh ini Ayah! Bukan Jean atau Kalani. Beda soal.Oke, oke, take your time, Tuan Putri. Yang Mulia juga pasti tetap menunggu Tuan Putri sampai kapanpun. Walaupun lebih cepat lebih baik, 'kan?Fabian menghela nafas lalu memainkan jari jemari Michael demi menghilangkan rasa gugupnya yang kembali hadir menguasai pikirannya. Padahal hanya bertemu ayahnya setelah sekian lama tidak bertemu. Tinggal datang, saling sapa, keluar dari ruangan, dan masalah selesai. Tapi tidak semudah itu mengingat Fabian sudah tidak bertemu ayahnya sendiri selama satu abad.Anak durhaka memang.Oke, aku siap, Michael menghela nafas lega mendengar ucapan Tuan Putrinya. Tapi bantu aku nanti di dalam! seru Fabian menuntut Michael.Iya, iya, Tuan Putri. Pasti aku bantu. Ayo.Michael kemudian menggenggam tangan Tuan Putrinya dan menariknya menuju pintu ruang kerja pribadi sang raja. Mereka berhenti di depan pintu kayu yang penuh dengan berbagai ukiran.Untuk kali ini, Fabian mampu memahami makna dari ukiran itu. Di bagian atas, ada ukiran sosok besar memakai sebuah mahkota yang sedang merentangkan kedua tangannya. Sementara di bawahnya terukir gambaran orang-orang dengan bentuk kecil tapi banyak; memenuhi nyaris setengah pintu. Jika diperhatikan dengan seksama, orang-orang itu seperti sedang memohon atau menyembah sosok besar itu.Maknanya mungkin akan berbeda jika Fabian bertanya langsung pada ayahnya. Tapi menurutnya, makna ukiran itu adalah kemampuan ayahnya yang mampu membuat orang-orang tunduk padanya. Entah karena ketakutan atau memang ayahnya pantas untuk dihormati.'Khas ayah sekali...'Melihat pintu ini kembali, Fabian jadi ingat, tubuhnya yang kecil tidak mampu melihat semua ukiran itu, ia hanya mampu melihat seperempat ukiran pintunya. Ia tidak mengerti apapun tentang ukiran itu karena mengira itu hanyalah hiasan pintu biasa. Bagi dirinya yang kecil, pintu ini terlalu besar. Bahkan untuk mendorong pintu itu ia perlu bantuan dari para prajurit—yang kemudian menjadi ide sang ayah untuk mempekerjakan dua prajurit di depan pintunya agar bisa membantu Fabian membuka pintu setiap kali dia datang ke sini.Seingatnya, ia tidak pernah melewatkan satu haripun untuk bermain ke ruangan ini. Ia senang bermain ke ruang kerja pribadi ayahnya. Senang mengganggu ayahnya yang sedang mengurus dokumen. Kalau ayahnya tidak ada, biasanya dia merecoki patung atau lukisan yang ada di dalamnya.Dulu sekali, saat ditanya mengapa senang bermain di ruang kerja pribadi sang raja. Fabian akan menjawab karena patung dan lukisan di dalamnya aneh dan lucu. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Ia sengaja memberikan jawaban layaknya anak kecil karena tidak ingin ditanya-tanya lagi dan menyembunyikan fakta lain karena tidak ingin bertengkar dengan kakak-kakaknya.Satu abad berlalu, ruang kerja pribadi ayahnya berubah banyak tidak, ya?Fabian mengambil nafas dalam-dalam lalu membuangnya dengan perlahan. Ia mengangkat tangannya kemudian mengetuk pintu kayu itu tiga kali.Masuk.Suara yang sudah lama tidak pernah dia dengar. Diam-diam Fabian tersenyum kecil saat mendengarnya. Kemudian mendorong pintu itu hingga terbuka lebar dan menampilkan sosok pria paruh baya yang sedang duduk di balik meja kerjanya.Baru saja memikirkan apa yang berubah dari ruang kerja pribadi ayahnya. Yang biasanya ada, kini sudah tidak ada. Prajurit yang biasa menjaga pintu sudah tidak ada sehingga dia harus membuka pintu itu secara manual.Saat memasuki ruangan itu lebih dalam—dan membiarkan pintu tertutup dengan sendirinya—barulah Fabian menyadari ruang kerja pribadi ayahnya tetap sama. Dengan beberapa patung, lukisan, dan tumbuhan di sudut ruangan yang berubah. Tidak semua, tapi ada yang hilang dari yang pernah Fabian ingat.Begitu mereka sudah berada tepat di depan meja pria itu, keduanya langsung berlutut dengan tangan kanan berada di depan dada, memberi hormat kepada pemimpin mereka, Esa Batara.Suatu kehormatan bagi kami untuk bisa bertemu kembali, Yang Mulia, ujar Fabian dan Michael kompak.Esa tersenyum lalu menutup dokumen yang baru saja ingin ia tandatangani. Bangunlah, mereka berdua berdiri dan saling bertatapan. Bagaimana kabar kalian?Baik, Yang Mulia. Terima kasih telah bertanya, Fabian menjawab yang kemudian disusul Michael dengan jawaban yang sama.Bagus, aku senang mendengar kalian baik-baik saja.'Sindiran yang sangat halus.'Michael tersenyum menahan tawa saat Tuan Putrinya mengirim telepati di tengah keadaan penting seperti ini.Bagaimana keadaan di sana? Lebih baik dari tempat ini?Fabian berdeham, Aku tidak bisa membandingkan begitu saja, Yang Mulia. Aku akan berkeliling dahulu untuk menjawabnya, tidak sopan jika aku langsung membandingkan dua sisi tanpa melihat sisi lainnya.Jawaban yang bagus, Esa tersenyum, Lalu kondisi di sana, apa masih sama seperti dulu?Kening Fabian mengerut sebelum menjawab, Jika ini membicarakan kondisi terakhir kali Yang Mulia berkunjung ke sana, tidak, kondisinya beda jauh.Beda jauh seperti...?Pertanyaan yang Fabian hindari mati-matian, ketika ia disuruh menjawab atau menjelaskan panjang lebar mengenai kondisi bumi sekarang. Apa bedanya bumi dengan istananya? Hanya berbeda jarak, istananya mengapung di langit dan itu termasuk berada di lingkup bumi, 'kan? Mengapa harus membeda-bedakannya?'Tuan Putri, isi kepalanya berisik sekali.''Ssstt, diam.'Fabian berdeham, Begini, sebagian wilayah sudah dihuni oleh manusia dan dibangunnya gedung-gedung tinggi. Teknologi juga berkembang dengan pesat. Banyak alat dan informasi yang bisa diterima dalam jangka waktu pendek. Tapi tidak semua wilayah, beberapa wilayah tetap menggunakan cara lama atau bisa kita sebut cara tradisional. Mereka masih bersahabat erat dengan alam dan tinggal jauh dari perkotaan. Apa itu yang Anda ingin dengar, Yang Mulia?Pria paruh baya itu menggumam pelan, mengelus dagunya sebelum berkata, Sangat jauh perbedaannya. Berarti sudah tidak ada kendaraan yang ditarik oleh kuda? Atau telepon menggunakan benang?Fabian tertawa pelan, Tidak, Yang Mulia. Semua sudah berubah dari yang pernah Yang Mulia ingat.Kepala pria itu mengangguk pelan, Bagaimana dengan dirimu?Maaf, Yang Mulia?Esa tersenyum lagi, Iya, bagaimana dengan dirimu? Apa senang bisa tinggal di sana? Atau kesusahan selama tinggal di sana berdua dengan Michael?Fabian dan Michael nyaris tersedak saat mendengar pertanyaan rinci rajanya.Aku senang dan sangat menikmatinya. Kejadian serta pengalaman yang sudah kulewati akan menjadi pelajaran bagiku. Sampai saat ini, aku pun masih belajar untuk menjadi lebih baik.Diam-diam Michael menghela nafas saat mendengar Tuan Putrinya menjawab dengan jawaban yang tidak menjebak mereka berdua. Jangan salah, pemimpin di depannya itu pintar dalam menjebak lawan.Berarti kau lebih senang tinggal di sana? Esa bertanya dengan raut wajah sedih.Benar apa yang Michael pikirkan. Jawaban Tuan Putri saja bisa diputar balikkan seperti itu. Apalagi jawaban yang tidak ada dasar yang kuat saat mengobrol dengan Yang Mulia? Bisa mati berdiri karena kata-katanya di skakmat.'Mati aku!''Belum, belum mati. Santai saja, Tuan Putri.''Ish! Bantu aku!'Bukan begitu maksudku, Yang Mulia, Fabian berdeham lagi. Selama tinggal di sana, aku mencoba untuk beradaptasi sehingga aku senang dan mampu menikmatinya. Karena jika tidak mampu beradaptasi, mungkin sekarang aku tidak ada di sini. Aku senang tinggal di sana, tapi aku lebih senang bisa kembali dan masih disambut dengan baik di sini.Lagi, Michael menghela nafas lega mendengar ucapan Tuan Putrinya yang mampu menjelaskan atau setidaknya mematahkan tuduhan tidak berarti Yang Mulia.Lalu bagaimana dengan kekuatanmu? Apa ada peningkatan?Tentu ada, Yang—Bukan peningkatan itu maksudku, potong Esa cepat, Apa kau mampu mengendalikan Arma selain Platinum dan Lunatic?Jantung Michael berdegup lebih kencang saat mendengar pertanyaan itu. Dari semua pertanyaan yang sudah Michael siapkan jawabannya, hanya pertanyaan ini yang ingin Michael hindari.Ada peraturan tidak tertulis di istana, yakni peraturan ketika menginjak istana ini, tidak ada yang boleh menyembunyikan apapun. Termasuk kekuatan, kemampuan, bahkan perkembangan kecil pun harus dilaporkan kepada raja untuk pengukuran skala kekuatan mereka.Sekarang, bagaimana Tuan Putrinya akan menjawab? Michael penasaran sekaligus takut.Mohon maafkan aku, Yang Mulia. Tapi jawabanku akan sedikit mengecewakan Yang Mulia, ujar Fabian dengan wajah sendu. Aku hanya bisa mengendalikan dua Arma sampai detik ini. Aku pernah mencoba untuk mengendalikan arma lain, tapi tidak berhasil dan berakhir kesakitan selama seminggu penuh.'Tuan Putri... kau berbohong?''Kata siapa aku berbohong? Cerna lagi ucapanku. Jangan membuatku panik.'Senyum di wajah Esa luruh seketika, Apa itu benar, Michael? dia mengalihkan perhatiannya pada pria dengan surai langit cerah itu.Michael menghela nafas panjang sebelum menjawab, Iya, itu benar, Yang Mulia. Semenjak itu, saya tidak mengijinkannya mengendalikan arma lain, ia berdeham pelan, Tapi pengendalian terhadap Arma Platinum dan Lunatic sangat bagus. Perkembangannya juga pesat, Yang mulia.Mari alihkan pembicaraan ini mengenai perkembangan Tuan Putri. Membicarakan seberapa banyak Arma yang bisa dikendalikan sangatlah berbahaya karena mampu membuka kedok mereka. Tapi setelah dipikir-pikir, Tuan Putri sama sekali tidak berbohong. Arma yang bisa dikendalikannya memang hanya dua—tambah satu dengan Crystal. Sisanya masih susah untuk dikendalikan. Jadi, Tuan Putri tidak berbohong untuk hal ini.'Kenapa rasanya kau seperti mempromosikan diriku layaknya sebuah barang?''Oh, sadar? Kok tumben lama?''Michael! Sialan!'Oh, benar begitu? Esa seperti sedang meyakinkan dirinya sendiri.Benar begitu, Yang Mulia. Hamba bisa yakini kalau perkembangan Tuan Putri Fabian sangat di luar ekspektasi Yang Mulia.Esa bertepuk tangan sekali, Bagus, sekarang, tunjukkan.Tidak disangka, Fabian hanya menunjuk dirinya, tidak bersiap-siap seperti yang diminta pemimpinnya. Aku?Iya, siapa lagi?Mohon maaf untuk menolak hal ini, Yang Mulia. Tapi aku yakin banyak barang berharga di ruangan ini, 'kan? Sangat tidak sopan bagiku jika menghancurkan ruangan ini. Tentu, aku ingat jika ruangan mudah untuk dibangun kembali, tapi barang berharga itu apa mudah? ujar Fabian diakhiri senyum tipis.Esa tersenyum, Jadi kau mampu menghancurkan ruangan ini?Aku tidak bilang seperti itu. Hanya perumpamaan. Seperti yang aku bilang, 'jika menghancurkan ruangan ini'.Pria paruh baya itu tertawa seraya bertepuk tangan, Bagus, aku senang melihatmu berkembang seperti ini, untuk pertama kalinya, senyuman Esa terlihat lebih tulus dibanding senyuman yang sebelumnya. Selamat datang kembali, Fabian, Michael.Terima kasih, Yang Mulia, jawab Fabian dan Michael serempak.Tiba-tiba suara pintu terbuka mengalihkan perhatian mereka. Ketiganya menatap sosok pria yang muncul di pintu di samping meja Esa Batara. Terengah-engah seperti baru saja berlari karena terburu-buru.Apa aku mengganggu kalian? tanya sosok pria dengan rambut berwarna sama persis dengan rambut Michael.'Anggaraksa?''Ayah?'Fabian dan Michael saling bertatapan sebelum kembali menatap sosok yang menginterupsi pertemuan mereka.Esa menggelengkan kepalanya, Ada apa?Ada berita penting yang harus kusampaikan, pria itu menggantung ucapannya untuk menatap Fabian dan Michael sebelum kembali menatap Esa, Secara empat mata.Suasana dalam ruangan itu langsung berubah drastis. Keduanya bertatapan cukup lama sebelum Esa akhirnya menganggukkan kepala, memahami maksud dan tujuan Anggaraksa—pengawal pribadi sekaligus penasihatnya itu.Kalian bisa beristirahat sekarang, ucapan itu mengalihkan perhatian Fabian dan Michael kembali ke Esa, Pelayan sudah merapikan kamar kalian. Jadi kalian bisa beristirahat di kamar kalian masing-masing.Fabian dan Michael hanya bisa mengangguk patuh tanpa bisa bertanya hal penting apa yang ingin dibicarakan keduanya. Karena tentu saja, itu tidak sopan. Mereka juga tidak ada hak untuk bertanya tentang hal itu.Baik. Terima kasih, Yang Mulia.Mereka berdua membungkukkan badan sembilan puluh derajat untuk memberi hormat. Rasanya jika harus memberi hormat dengan berlutut waktunya sangat tidak pas. Lagipula sang raja juga tidak memprotes akan hal itu.Oh, iya, sahutan Esa membuat keduanya berhenti melangkah tepat di depan pintu utama, Jangan lupa untuk hadir ke acara makan malam nanti dalam rangka menyambut kepulangan kalian sekaligus mengatur hari untuk melihat peningkatan kalian.Fabian melirik Michael yang ternyata juga sama melirik sebelum membalas dengan kompak, Daulat, Yang Mulia. Kemudian keduanya segera pergi dari ruangan itu. Tidak ingin berlama-lama di kondisi ruangan yang penuh dengan tekanan itu.Di luar ruangan, keduanya terdiam menyadari adanya keanehan pada ayahnya masing-masing. Bahkan saat pintu utama sudah tertutup rapat dan berjalan, mereka berdua masih tidak ingin berbicara. Hanya tersenyum atau membalas bungkukan badan saat ada pelayan atau prajurit yang berpapasan dengan mereka.Kenyataannya mereka tidak terdiam. Mereka saling mengirim telepati, melempar pertanyaan dan jawaban.'Kau sadar ada yang janggal 'kan, Michael?''Tentu, Tuan Putri. Aku tidak mungkin tidak sadar dengan hal itu.''Kira-kira apa yang ingin disampaikan Anggaraksa? Argh! Serius, ayahmu pintar membuat orang penasaran!''Haha, kita hanya mampu menebak-nebak, Tuan Putri. Karena tidak ada data valid tentang perilaku Ayah.''Ish, ya sudah, kita bahas ini di kamar saja. Masih banyak yang perlu dikerjakan, 'kan?''Jika melihat dari yang sudah kita jadwalkan. Iya, masih banyak yang perlu dikerjakan. Stamina Tuan Putri juga harus dalam kondisi yang bagus.''Aku paham.''Kalau begitu sampai jumpa di kamar. Hamba meminta izin untuk untuk mengambil cemilan.'Michael! bentak Fabian saat pengawalnya menggunakan bahasa formal saat membalas telepatinya. Ingin memukul pria itu, tapi sayang yang ingin dipukul sudah berbelok menuju dapur saat mereka melewati pertigaan.Fabian mengurungkan niat saat ingin mengejarnya, memukul Michael bisa nanti saat mereka sudah di kamar. Daripada harus mengejar Michael hanya membuang tenaganya sementara kondisinya harus fit karena jadwal selanjutnya sangatlah penting.Iya, Fabian harus selalu fokus pada jadwalnya dan menjaga kondisinya agar tetap sehat. -D'WHITE- Tepat saat Fabian dan Michael keluar dari ruang kerja...Hal apa yang harus kau beritahu sampai harus mengganggu reuni kecilku? tanya Esa menginterogasi dengan membuat tekanan di dalam ruangan menjadi lebih berat.Oi, oi, oi! Santai dulu, aku serius. Ini benar-benar penting! ujar Angga seraya berdiri dengan tegak, mencoba menahan tekanan yang diberikan pemimpinnya itu. Aku bersumpah atas nyawaku kalau ini jauh lebih penting dari apapun.Esa mendengus kemudian menghilangkan tekanan berlebihan di ruangannya dalam kedipan mata. Seakan-akan yang tadi bukanlah hal sulit.Bicara.Tapi sebelum itu, kau sadar ada yang mereka sembunyikan oleh mereka, 'kan?Iya, aku tahu. Tapi aku tidak yakin dengan hal itu, balas Esa dengan santai. Dan itu tidak terlalu penting. Aku akan lebih senang mendengar berita penting yang ingin kau sampaikan.Aku mendapat berita ini dari radio rakyat, Angga menarik nafasnya dalam-dalam lalu, Kerajaan Atmajaya hancur lebur dan tidak ada yang tersisa dari mereka, mengucapkannya dalam satu tarikan nafas.Kegiatan Esa berhenti saat dia sedang sibuk merapikan dokumen-dokumennya. Ia menatap pengawalnya tidak percaya, Itu yang ingin kau beritahu sampai menggangguku?Loh, itu memang penting 'kan? Atmajaya yang kita bicarakan, jika kau lupa.Aku sudah tahu lebih dulu dari pemerintah.Hah?! Sejak kapan?! panik, Angga bertanya. Kini gantian, ia yang menginterogasi pemimpinnya.Intinya lebih dulu darimu.Lalu—lalu apa yang mereka inginkan? Pemerintah mengancammu? selidik Angga. Ini gawat, benar-benar gawat bagi Angga. Jika pemerintah sampai mengancam pemimpinnya, Angga takut jika yang dilihat peramal kala itu benar-benar terjadi.Nyaris. Tapi begitu aku jelaskan, setidaknya mereka melepaskanku walau untuk sementara, Esa menghela nafas, Dan aku sepertinya tahu siapa pelakunya.Sesaat suasana ruangan menjadi sepi. Tanpa perlu menunggu Esa berbicara, Angga sudah tahu siapa yang dimaksud Esa dan itu yang menjadi alasan Angga diam, tidak lagi cerewet seperti tadi. Pikiran Angga buyar seketika, masih memproses jawaban Esa di dalam kepalanya. Masih mencoba percaya bahwa jawaban Esa hanya omong kosong belaka. Namun melihat pemimpinnya tidak berbicara maupun mengoreksinya, membuatnya kembali terdiam.Yang terdengar saat itu hanya hembusan angin, suara burung berkicau di pagi hari, dan deruan nafas satu sama lain yang menggelitik telinga. Suara itu seakan menjadi pengiring lagu di pagi hari.-TBC-✨Character Unlock✨1. Kalani Seta Elysia : Diselamatkan oleh Fabian dari suatu kejadian.      - Status : Unknown  2. Jean Osmond : Orang kedua yang diselamatkan oleh Fabian      - Status : Unknown3. Fiona Batara : Kakak angkat Fabian     - Status : Vampir  4. Wayne Anggaraksa : Pengawal pribadi Fiona dan kakak kandung Michael      - Status : Vampir5. Esa Batara : Ayah angkat Fabian sekaligus pemimpin Kerajaan Batara (D'White)      - Status : Pure Vampire6. Anggaraksa : Pengawal setia dan penasihat Esa Batara sekaligus Ayah kandung Michael     - Status : Vampire✨Character Unlock✨ a/n : 5000+ kata yang berada di chapter ini... aku mau tanya deh, kepanjangan gak sih? Kalau kepanjangan bilang, ya. Aku butuh masukan dari kalian. Jadi, jangan lupa buat selalu Voment ya!    
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan