
Selama tiga bulan itu Andreas tidak bisa bertemu Biru, apalagi membawa pulang Biru ke Distrik 4. Capitol baru menyerah setelah tiga bulan setengah. Segala cara sudah mereka lakukan untuk membuat Biru bicara, tapi gadis itu membisu sepanjang waktu. Jika tidak ketakutan menatap mereka, Biru akan histeris, menerawang kosong entah kemana, menangis lalu tertawa di keadaan-keadaan yang tidak lucu. Semua orang percaya Biru sudah gila.

Andreas ingin tidur. Tapi tidur pun dia bukannya istirahat malah semakin diburu mimpi buruk. Sungguh. Sudah cukup mimpi-mimpi mengerikan yang menghantuinya setiap malam. Sudah cukup pula dia melihat banyak wajah-wajah yang dia kenal, kembali sebagai hantu gentayangan. Anak anak yang dia dampingi dengan penuh harapan mereka bisa kembali pulang ke rumah sebagai pemenang. Keberuntungan jarang berpihak pada Distrik 4. Selama tiga tahun ini, dia melihat kematian anak-anak yang dia bimbing untuk bertarung di arena lagi dan lagi. Di Hunger Gamesnya yang ke empat sebagai mentor ini, Andreas genap berusia delapan belas tahun. Di usianya yang bahkan belum legal sebagai orang dewasa, Andreas ingin sekali mengakhiri hidup. Toh tidak ada lagi yang tersisa. Paviliun mewah miliknya di Desa Pemenang Andreas huni seorang diri. Ayahnya tewas, lenyap di laut. Ibunya wafat karena sakit. Apa gunanya bernafas lebih lama lagi? Rumah ini sepi.
Karenanya, Andreas membuat janji untuk dirinya sendiri. Jika anak yang dia bimbing tahun ini mati semua, Andreas akan bunuh diri. Itu pun jika memang keberaniannya untuk berbuat gila masih ada.
Sebuah perbuatan yang segera Andreas sesali begitu melihat anak perempuan yang dipanggil ke atas panggung di hari pemilihan.
“Biru Laut!”
Rambutnya hitam. Figurnya kecil. Mirip anak berusia dua belas tahun jika saja Andreas tidak mengenalnya sebagai anak yang paling pandai mendongeng dan bercerita di kelasnya. Tiga tahun yang lalu mereka sekelas. Seharusnya bisa menjadi teman walau realitanya tidak. Biru Laut adalah putri Walikota Laut. Perempuan penyendiri yang suka sekali berenang bersama adiknya di pesisir sekitaran rumah Andreas yang dulu. Anak pertama dari dua bersaudara yang di usianya yang ke delapan belas, tingginya bahkan tidak mencapai pundak Andreas. Dengan badan kurus tinggal tulang dan kulit begitu, Andreas tidak heran melihat Marius mengamuk di barisan laki-laki.
“Biru ―Biru! Nggak, Biru!” Marius berlari. Hendak menghampiri Kakaknya yang dikawal menuju panggung. Menemui ajalnya dengan menjadi binatang pertunjukan.
“Biru!”
“Tahan dia.” Walikota Laut berujar tenang. Ketenangan yang menipu lantaran Andreas bisa melihat dengan jelas tangan Walikota Laut yang gemetar hebat. Bukan para peacekeeper yang bergerak. Tapi seorang anak laki-laki lain yang fitur wajahnya mirip Marius. Darius dan beberapa anak lainnya berusaha keras menahan Marius agar tidak membuat kekacauan. Mereka semua membelenggu Marius sampai nama anak peserta laki-laki dipanggil.
“Andy Park!” Seorang anak laki-laki jangkung bersurai pirang kecoklatan berjalan gugup menuju panggung. Andy Park, sepertinya dia lebih muda karena Andreas tidak mengenalnya.
Darius membekap mulut Marius kuat-kuat. Menahan sepupunya agar tidak mengajukan diri menjadi peserta atau Ayahnya nanti tidak punya orang yang bakal merawat di hari tua. Berbakti pada keluarga, setia dan mengorbankan segalanya untuk keluarga adalah hal lumrah di distrik-distrik yang melayani Capitol. Ketika kamu miskin dan hidupmu sulit, yang kamu miliki Cuma keluarga. Tapi ketika berbicara tentang Hunger Games, kamu tidak bisa mengajukan diri seenaknya. Ketika kamu tidak mengajukan diri saat saudaramu ada yang dipanggil pun, tidak akan ada yang menyalahkan. Tugas dan baktimu pada keluarga selesai disana.
Pemilihan diakhiri dengan Marius yang meronta-ronta dalam kekangan Darius dan kawan-kawannya yang lain. Menjeritkan nama Biru yang dibawa masuk ke Gedung Pengadilan sambil menangis dalam diam. Andreas tidak pernah melihat Marius seperti itu. Mungkin karena fisik kakaknya yang dilihat dari sisi manapun lemah, Marius selalu berusaha dan menunjukkan diri sebagai orang yang lebih dewasa. Lebih kuat dan memimpin untuk anak-anak seusianya. Kemanapun Biru pergi, Marius pasti ada didekatnya. Marius dan Biru Cuma berbeda dua tahun, jadi wajar kalau kedekatan hubungan mereka merangkap selain saudara, juga menjadi sahabat.
“kamu harus pulang. Janji kamu harus pulang.”
Andreas melihat Marius memeluk Biru erat-erat ketika keluarga diberi kesempatan untuk memberi ucapan selamat tinggal pada para peserta.
“janji sama aku kamu bakal pulang.”
“kamu baik-baik sama Ayah. Sekolah yang rajin, kapal-kapalnya dirawat. Hati-hati kalau melaut.” Biru tidak berjanji.
Satu-satunya yang menunjukkan Biru adalah kakak dalam persaudaraannya dengan Marius adalah bagaimana dia menghadapi situasi. Dia tenang. Air matanya mengalir tapi dia tidak terisak. Setelah menyeka air matanya sendiri, Biru menyeka airmata adiknya dengan lengan gaun katun biru yang dia kenakan. Berusaha tersenyum untuk menenangkan yang sejujurnya malah membuat perpisahan itu semakin menyakitkan.
“janji kamu bakal pulang―janji!”
“jaga diri baik-baik. Aku sayang Ayah dan Marius!”
Sepasang saudara itu saling menjeritkan perpisahan mereka sembari para penjaga perdamaian menyeret Marius keluar dan membanting pintu aula Gedung Pengadilan. Disitulah, baru Biru runtuh terduduk di sofa beludru. Lemas dan lunglai. Tau dia tidak akan pernah bisa melihat mereka lagi.
Pandangan Biru dan Andreas yang duduk mengabaikan perpisahan pahit sebuah keluarga bertemu sekilas. Setelah itu Biru menarik nafasnya yang tercekat. Memalingkan pandangannya dari Andreas. Dia sudah menebaknya. Yang akan Andreas perjuangkan di arena nanti Andy. Biru menebak dia tidak akan punya kesempatan untuk memenangkan pertarungan hidup dan mati di arena. Dan dia juga menebak kalau Andreas tidak akan mengulurkan tangan untuk menyelamatkannya.
Biru itu pendiam. Sepanjang perjalanan menuju Capitol, dia hampir tidak pernah bicara. Interaksinya hanya dengan Andy. Mungkin lebih ke mencari pelarian karena tidak akan bertemu adiknya lagi. Makanya Biru sangat lembut dan perhatian pada anak laki-laki itu. Menegurnya dengan halus di meja makan dan membela Andy didepan Winter, penanggung jawab mereka kala Andy dituduh tidak sopan dan tidak punya tata krama. Mereka tumbuh di lingkungan yang berbeda. Andy banyak melaut, Biru mungkin banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan membaca buku. Andreas hanya melihatnya bersama Marius saat anak itu menarik kakaknya ke pasar atau berenang di pesisir. Para penata rias di Capitol menikmati sikap biru yang pasif dan submisif karena itu membuatnya mudah didandani. Sepertinya malah sangat menikmati.
“Gaun?” Andy terkesima saat melihat Biru muncul dengan gaun yang ketika ia bergerak, kainnya melambai mirip ombak. Kain bergradasi biru, abu-abu, putih nan cantik membuatnya nampak seperti roh laut.
“kamu sendiri pake tuksedo?” Biru bertanya balik. Tangannya terangkat untuk merapikan kerah kemeja Andy. Jas Andy juga berwarna biru muda dengan aksen kain yang berkilau mirip gelombang air pantai ketika ditimpa cahaya matahari.
Malam itu, Distrik 4 mencuri perhatian banyak orang ketika melakukan parade. Andreas juga dibuat terkesima dengan penampilan Biru dan Andy. Mereka bergenggaman tangan, jelas-jelas berusaha menguatkan satu sama lain. Bersisian, mereka mencerminkan laut. Berbanding terbalik dengan Andreas yang tiga tahun sebelumnya memakai pakaian yang sangat terbuka dan hanya terbuat dari jaring-jaring yang biasa digunakan para nelayan untuk menangkap ikan. Para penata rias untuk Distrik 4 tahun ini dipuji habis-habisan, tapi mata Andreas Cuma tertuju pada satu orang. Biru, yang tersenyum sedih dan malang. Bahasa tubuhnya yang pasif dan lembut membuat Andreas khawatir.
“mereka suka anak perempuan dari distrikmu,” Edelweiss, pemenang Hunger Games setelah Andreas dari Distrik 7 berceletuk. “cantik banget. Mirip putri. Dia bisa gampang dapet sponsor.” Edelweiss terkekeh ganjil, “sayang kalo nggak menang. Orang kaya biasanya suka tipe-tipe perempuan kayak dia.”
Andreas memilih pura-pura tidak mendengar celetukan Edelweiss. Bukan karena ucapan Edelweiss membuat Andreas merasa tidak nyaman. Tapi karena Andreas tau kebenaran dari ucapan Edelweiss. Orang kaya suka menghancurkan sesuatu yang nampak lembut, baik hati dan lemah seperti Biru.
Sekarang, Andreas dilanda kebimbangan dan tidak tahu siapa yang harus dia pilih.
“kamu punya kelebihan apa? Andy nggak usah jawab. Aku kenal Ayahmu. Semua orang tau kamu pelaut handal. Kemampuan kita sebelas dua belas Cuma beda pengalaman. ―Biru, silahkan.”
Biru tidak langsung menjawab. Dia terdiam lama sebelum berbisik lirih, “...berenang? Cuma itu kemampuan yang kupikir bisa membantu di arena.”
“kalau arenanya ternyata hutan tanpa sungai atau padang rumput gimana?”
“Andy yang harus menang.”
Biru sudah berniat menerima kematiannya sejak awal.
Malamnya, Andreas merasa begitu pengap. Dia ingin merokok tapi juga ingin melihat pemandangan yang bukan kamar atau dinding beton. Jadi dia pergi ke atap gedung. Disana, Andreas menemukan Biru duduk di pagar pembatas rerimbunan bunga hortensia, sedang melamun.
“kamu ngapain?”
Biru tersentak, “Andreas....,” perempuan itu tersenyum tipis. “nyari angin.”
Andreas bergumam sebagai tanggapan. Kemudian mereka saling memunggungi. Lama, hembusan angin dan suara parade orang-orang Capitol yang sedang berpesta mengisi diam diantara mereka berdua. Sampai Biru akhirnya angkat bicara. Suaranya bersahutan dengan gemerincing lonceng angin yang berjejer rapih di taman yang menghiasi atap gedung.
“kamu... apa kabar?”
Kalau boleh jujur sebenarnya Andreas terkejut. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ada yang bertanya Andreas baik-baik saja atau tidak. Menanyakan harinya, kabarnya. Semua orang terlalu terpana ketika memandangi Andreas. Menganggap Andreas dewa karena memenangkan Hunger Games di usia empat belas tahun.
“baik,” Andreas menyesap rokok lalu menghembuskan asapnya. “kamu sendiri?”
“baik,” Biru berbohong.
“kalau kamu lagi nggak baik-baik aja kamu bisa ngomong.”
“nggak ada peserta yang baik-baik aja di hari-hari seperti ini Andreas. Mereka menghitung hari kematian mereka. Tapi memberitahu orang-orang kalau mereka nggak baik-baik aja juga nggak akan merubah keadaan.”
Andreas ingin menyemangati dengan berkata, kamu pasti menang ke Biru. Tapi dustanya terlalu ketara. Mereka sama-sama tau Biru itu lemah. Menghitung hari kematian katanya. Andreas menghela nafas. Dia melepas jas yang tadi memeluk tubuhnya dan menyerahkannya pada Biru yang tercengang.
“jangan sakit. Seenggaknya kalau udah tau bakal mati, berjuang dulu biar matinya nggak yang memalukan banget.” Nanti Marius sedih. Nanti Marius bakal kecewa kalau melihat kakaknya mati begitu aja. Nggak lama setelah gong berbunyi atau setelah beberapa hari dibunuh kawanan karier yang jelas-jelas tidak akan menerima Biru dalam regu mereka. Biru terlalu lemah.
Andreas berbalik. Meninggalkan Biru yang mengenakan gaun tidur satin sendirian di atap. Melangkah pergi tanpa repot-repot melihat ekspresi seperti apa yang dipasang Biru. Image perempuan lembut, lemah dan tidak berdaya itu tidak dibuat-buat. Dengan sedikit keberuntungan, Biru mungkin bisa mendapat perhatian orang kaya mesum di Capitol dan memberinya kesempatan untuk menang dengan menjadi sponsor Biru di arena. Tapi harga yang harus dibayar untuk kemenangan itu terlalu berat. Andreas berharap Biru mati saja.
Ketika Andreas bertanya pada Andy latihan apa yang diambil Biru di ruang training, Andy menjawab kelas membuat senjata dan kelas tanaman dan binatang yang bisa dikonsumsi di alam liar. Tidak ada kelas pertahanan diri. Di hari penilaian oleh juri, Biru mendapat nilai terendah. Dua. Andy mendapat delapan. Nilai aman yang membuatnya tidak begitu dicari. Tapi Biru dua. Dia benar-benar tidak punya kesempatan di arena. Hanya keajaiban yang bisa membuatnya memenangkan Hunger Games.
Hari wawancara tiba. Biru kembali mengenakan gaun dengan aksen gelombang ombak yang cantik. Kali ini gaun itu dihiasi mutiara yang berkilau. Mengembang dan membuatnya nampak seperti bidadari laut. Rambut hitamnya dibuat bergelombang. Dibleaching lalu diwarnai pula sebagian dengan warna putih dan biru. Para penata rias betul-betul totalitas mendandani Biru.
“Biru Laut! Ahahaha,” Caesar Flickerman tertawa senang saat melihat Biru berjalan gugup mendekatinya, “jangan takut begitu. Aku tidak menggigit.” Canda Caesar yang disambut tawa para penonton. “tapi lihat dirimu Biru! Sangat cantik seperti bidadari laut, aku sampai tidak habis pikir.”
Biru tersenyum malu-malu, “terimakasih atas pujiannya.” Suara Biru lirih dan halus. Di tempatnya duduk, Andreas bisa melihat gerombolan bapak-bapak saling berbisik sambil tersenyum. Selangkangan mereka pasti keras membayangkan seperti apa suara Biru ketika menangis.
“Biru-Biru. Para lelaki di Capitol menyukaimu,” Andreas menangkap tubuh Biru yang sedikit menegang, “para wanita iri padamu. Katakan, bagaimana pendapatmu tentang Capitol?”
“ah em...,” Biru memandang bingung penonton, “aku takut... tapi orang-orang disini baik,” Biru menurunkan pandangannya. Memainkan jemarinya kikuk. “penata riasku baik sekali. Memberiku banyak pakaian cantik.”
“pakaian cantik untuk gadis cantik.”
Biru tersenyum sedih, “terimakasih banyak,” pandangan Biru lalu menyapu penonton. “tidak pernah ada yang memujiku cantik sebelumnya... sampai aku tiba disini.”
Caesar menggeleng iba ketika Biru berkata demikian, “tidak ada? Sama sekali tidak ada?”
Biru menggeleng pelan.
“mereka pasti menyesal setelah melihatmu dengan gaun-gaun indah itu,” Biru tertawa pelan mendengar candaan Caesar. Para penonton membenarkan.
“berbicara tentang penyesalan. Kamu... pasti pernah menyukai seseorang dari kampung halamanmu kan Biru?” Mata hijau Biru terbelalak mendengar pertanyaan Caesar. Mengundang tawa dari pembawa acara Hunger Games yang sepertinya tidak pernah menua itu. “tidak apa-apa Biru. Jawab saja. Jangan takut.”
Biru menatap penonton gugup, “em... pernah.”
“pernah? Teman-teman kalian mendengarnya. Para laki-laki yang ingin menjadi kekasih Biru dan menggantikan pria yang sudah menyia-nyiakan kesempatannya untuk memiliki Biru harus mendengarkan jawaban Biru untuk pertanyaanku setelah ini,” Caesar memanas-manasi penonton. Para laki-laki menyahuti ribut. Mereka sepertinya betul-betul menyukai Biru. “Biru, beritahu aku... seperti apa laki-laki yang kamu sukai itu? Supaya para laki-laki disini dan yang menonton siaran ini bisa mempersiapkan diri untuk meminangmu jika kamu menang nanti. Mereka akan menyaingi laki-laki brengsek itu dan membuatmu menjadi orang paling bahagia di muka bumi.”
Biru mengejutkan semua orang ketika ia menggeleng lemah, “tidak usah mencoba....,” ia berkata lambat-lambat. “tidak ada seorang pun yang bisa menyaingi dia.”
“kenapa? Sehebat apa dia?”
Biru mengulas senyum sedih nan sarat arti pada Caesar, “kamu mengenal kehebatannya. Kamu mewawancarai dia disini tiga tahun yang lalu.”
Andreas membeku. Penonton meraung. Di belakang panggung, Andy menatap horror layar yang menampilkan Biru yang matanya tertuju pada satu arah.
Andreas.
.........
“apa yang kamu pikirkan?”
“memperjuangkan sesuatu sebelum aku mati.”
“apa maksudmu?”
Langkah Biru terhenti. Baru disitu dia berbalik dan bertemu pandang dengan Andreas. Tatapan matanya sulit diterjemahkan.
“jangan khawatir. Aku bakal mati. Pacar-pacarmu bakal mengingat aku sebagai gadis gila yang bermimpi untuk memiliki Andreas Baron.” Biru berlalu mendahului Andreas yang masih terpaku. Gadis itu menghampiri Andy yang menatapnya khawatir. Mereka berdua berjalan bersisian menuju lift. Meninggalkan Andreas sendiri dengan jawaban Biru yang terlalu abu-abu.
Ketika mereka hendak berangkat ke arena keesokan harinya, Andreas bertemu Andy dan Biru untuk terakhir kalinya.
“punya masukan lain?” Tanya Andy.
“nanti begitu gong berbunyi, segera lari dari Cornucopia. Selain itu,” Andreas menatap Andy dan Biru lamat-lamat. Tatapannya terjatuh lama pada Biru yang membisu. “tetap hidup.”
.........
Andreas tau dia terlambat menyadarinya. Perasaannya pada Biru. Kebimbangan dan kekhawatirannya yang seharusnya mampu sukarela melepaskan Biru untuk mati seperti anak-anak yang sebelumnya dia bimbing. Andreas malah berharap dia tidak pernah sadar kalau dia menyukai Biru. Sekarang semuanya terlalu menyakitkan untuk dilihat. Biru yang keluyuran seorang diri di arena diburu kawanan karier sementara Andy menghilang entah kemana. Biru bertahan selama dua hari setelah dengan keberuntungan dan tubuh kecilnya, berhasil mencomot satu tas berisi biskuit, air dan obat dari pertumpahan darah hari pertama di Cornucopia. Setelah itu Andreas kalang kabut. Dia pergi menghampiri para orang kaya dan memohon pada mereka agar menjadi sponsor Biru dan Andy. Andy mungkin berhasil melindungi dirinya sendiri dengan bersembunyi. Dia tau bagaimana caranya mencari makanan, pandai beradaptasi dan punya insting yang bagus. Tapi Biru tidak.
Para lelaki hidung belang yang kemarin ngiler ketika melihat Biru di panggung menjadi pilihan yang tepat untuk dihampiri karena mereka bersedia. Andreas mengirimi Biru belati dan beberapa roti yang sebaiknya Biru hemat. Mengingat betapa kurus tubuh Biru, Andreas tau dia terbiasa lapar. Nafsu makannya lebih terkendali. Tapi hal yang sama juga membuat stamina Biru mengkhawatirkan. Jika nanti ada kawanan karier yang datang dan menyerang Biru, dia tidak akan punya kesempatan.
Di hari ketiga, entah angin darimana dan entah itu ide gila siapa, Juri Permainan mengirimkan gelombang tsunami besar ke arena.
Tsunami itu si artis utama. Tantangan terbesar yang harus dihadapi para peserta. Banyak yang mati dihantam gelombang. Yang tidak bisa berenang segera tenggelam. Yang bisa berenang tapi tidak terbiasa, tenggelam juga karena tidak kuat. Yang sanggup bertahan Cuma tiga orang. Dua anak dari Distrik 4, distrik nelayan. Dan satu anak dari Distrik 2, distrik penambang batu terkuat yang paling loyal pada Capitol.
Jantung Andreas diremas kala menyaksikan Biru kewalahan berusaha mempertahankan kepala diatas permukaan air yang begitu dalam. Dia berenang ke daratan yang tersisa. Suatu keberuntungan besar setelah terombang ambing di laut hasil tsunami selama berjam-jam. Biru keliatan lelah dan kacau balau. Dia nampak siap menangis kapan saja tapi rasa takut pasti menggerakkannya karena dia tetap bangkit. Mencari pohon terdekat, tertatih-tatih memanjatnya lalu bersembunyi di rerimbunan daun. Tangannya mencengkram belati kuat-kuat. Matanya sayu, sedih dan penuh horror setiap kali melihat cakar-cakar pesawat ringan hadir dan mengambil mayat-mayat peserta yang mengambang. Setelah itu Andreas menyaksikan Karina, perempuan bertubuh kekar dari Distrik 2 yang akhirnya tiba di daratan. Dia juga kelelahan. Naasnya, kelelahan pun Karina tetap mematikan. Panca indranya tetap tajam. Dia segera menangkap figur Biru yang masih berusaha menenangkan diri di atas pohon. Biru tidak menyadarinya. Saat dimana ketika Biru sadar adalah waktu Karina menarik kaki Biru hingga ia terseret jatuh ke tanah. Belati terlepas dari tangan Biru. Terjatuh entah kemana. Karina tidak butuh Belati, dia bisa mematahkan leher Biru dengan tangan. Andreas kehabisan nafas, Biru menatap Karina ngeri. Menyelinap dibalik tangan Karina dan berusaha lari hanya untuk diraih kakinya dan diseret lagi. Gerakan Karina sarat frustasi dan tekad. Dia ingin permainan ini segera berakhir. Sama seperti para peserta terakhir yang tersisa di Hunger Games yang sebelum-sebelumnya.
Tepat saat tangan Karina mencekik leher Biru, Andy datang dari belakang Karina dan memiting kepala perempuan itu yang seketika menjerit tidak kuasa. Meronta dalam kekangan Andy yang berusaha membuatnya kehabisan nafas.
Setelah itu segalanya terjadi begitu cepat. Biru baru saja bangkit dan akan membantu Andy ketika di detik-detik terakhir, Karina berhasil meraih belati Biru yang ternyata berada tidak jauh darinya dan menusuk mata kanan Andy.
“Andy!!!” Biru menjerit.
Karina mengabaikan Biru. Atensinya fokus pada Andy yang shock, kesakitan dan tidak fokus karena tiba-tiba kehilangan sebelah matanya. Karina mencabut belati itu dan setelahnya menusuk-nusuk tubuh Andy berkali-kali. Darah berceceran kemana-mana. Sebagian mengalir ke air laut. Dada Andy tercabik-cabik. Tidak berbentuk lagi.
Menyadari Andy sekarat dan mendekati ajal, Karina berhenti dan berusaha menarik nafas. Namun Karina baru mengingat satu peserta lain yang tersisa waktu Biru menghantam kepalanya kuat-kuat dengan batu. Karina tersungkur, Biru menghantam wajah dan dadanya dengan batu, lalu meraih belati di tangan Karina yang berlumur darah dan menusukkannya ke leher Karina. Wajah Biru basah oleh air mata. Ekspresinya meneriakkan sakit. Luka dan duka. Belum cukup lehernya, Biru mencabut belati itu dan menusuk kedua mata Karina. Menjadikan pemandangan terakhir yang dilihat Karina adalah wajah Biru, malaikat mautnya yang batin dan jiwanya terluka.
Setelah itu Biru terduduk di perut Karina. Nafasnya memburu. Terengah. Lalu berubah menjadi isakan. Seiring dengan gema dua suara meriam. Biru menyeret langkahnya dan terjatuh. Sisanya, ia merangkak menuju mayat Andy.
“Andy?” Biru memanggil. Dengan lembut meletakkan kepala Andy di pangkuannya. Sebelah matanya koyak, pun wajahnya berlumuran darah. Dadanya penuh luka tusuk. Lebih mengerikan.
“Andy....” Biru memanggil lagi. Tidak ada jawaban. Cuma sebelah mata Andy yang menerawang jauh ke dalam kekosongan. Tangan Biru gemetar hebat waktu ia menutup mata Andy yang tersisa.
Biru memeluk Andy di dadanya erat-erat. Di kepalanya, kenangan singkat yang dia bangun bersama Andy bermunculan. Isakan kecil berubah menjadi tangisan. Tangis menjelma menjadi ratapan.
Kenapa Andy mati? Kenapa Andy menyelamatkannya? Kenapa Andy tidak membiarkan Biru dibunuh Karina? Andy tidak akan mati seandainya dia tidak berusaha menolong Biru. Kenapa? Andy pasti tau yang terbaik, tapi kenapa?
Pertanyaan-pertanyaan itu tidak akan pernah terjawab karena narasumbernya sudah mati. Pesawat ringan memasuki arena. Suaranya berisik tapi suara-suara di kepala Biru lebih berisik. Tatapan Biru jatuh pada jasad Andy, Karina, tanah dan darah yang mengalur ke laut, lalu tangannya sendiri.
Darah. Seseorang mati. Banyak lainnya mati. Mereka mati sebagai binatang pertunjukan.
Jerit ketakutan Biru mengakhiri tayangan Hunger Games di dua belas distrik.
.........
Dokter menyebutnya bisu elektif. Pengalaman yang Biru alami di arena terlalu traumatis untuknya sampai dia menolak bicara. Karenanya, parade, wawancara dan berbagai agenda yang biasanya dijalani oleh seorang pemenang pasca permainan ditunda. Tiga bulan berlalu dan kondisi mental Biru belum mengalami kemajuan. Dia dirawat di rumah sakit Capitol. Di sebuah kamar yang memiliki jendela kaca besar dan menyajikan pemandangan megah kota Capitol.
Selama tiga bulan itu Andreas tidak bisa bertemu Biru, apalagi membawa pulang Biru ke Distrik 4. Capitol baru menyerah setelah tiga bulan setengah. Segala cara sudah mereka lakukan untuk membuat Biru bicara, tapi gadis itu membisu sepanjang waktu. Jika tidak ketakutan menatap mereka, Biru akan histeris, menerawang kosong entah kemana, menangis lalu tertawa di keadaan-keadaan yang tidak lucu. Semua orang percaya Biru sudah gila.
Tapi itu bukan salah Biru, iya kan?
Jadi Andreas datang. Membawa gaun katun biru dan putih yang dia pesan dari penjahit di Distrik 4. Juga membawa pita putih dari Marius untuk Biru dan kerang yang dia temukan di pantai di kampung halaman mereka.
“Biru,” panggil Andreas.
Biru menoleh. Ia nampak terkejut melihat kehadiran Andreas disana. Namun tidak bergerak. Diam di tempatnya semula, menatap jauh ke pemandangan Capitol.
Andreas tersenyum lembut, “halo.”
Tidak ada balasan.
Andreas duduk disebelah Biru. Meletakkan gaun, kerang dan riasan rambut di pangkuannya.
“kamu apa kabar?” setelah ragu-ragu beberapa saat, tangan Andreas terulur. Gemetar ketika menyentuh pipi Biru yang bersih dari luka. Tubuh Biru sekarang sehat. Jiwanya yang tidak. Biru tidak bergeming.
“nggak apa-apa,” Andreas menenangkan. “sekarang udah nggak apa-apa. Kamu boleh bilang kabarmu buruk.” Andreas menarik Biru kedalam pelukannya. Menumpukan dagunya di puncak kepala Biru yang meringkuk. Perlahan mencengkram bagian depan kemeja Andreas kuat-kuat. Andreas menyisir rambutnya. Menepuk-nepuk punggung Biru waktu ia merasakan kemejanya basah oleh air mata. Biru menangis tanpa suara.
Andreas berusaha menarik atensi Biru dengan bercerita soal Marius dan Ayahnya yang menunggu Biru di rumah. Menceritakan kekhawatiran mereka dan menunjukkan pita putih yang dia bawa. Dari Marius. Biru menggenggam pita itu di dadanya. Matanya bengkak karena kelamaan menangis. Andreas bersyukur tidak ada parade keliling distrik untuk pemenang tahun ini. Mereka tidak yakin Biru sanggup melakukannya. Setelah ini pun Andreas tidak berencana meninggalkan Biru sendiri. Biru pasti terlalu takut bertemu keluarga atau teman-teman Andy. Sejujurnya Andreas ingin memberitahu Biru kalau keluarga Andy yang berduka berterimakasih pada Biru karena sudah berusaha menyelamatkan Andy meski gagal. Mereka tentu berharap Andy bisa pulang karena dia berhasil masuk tiga besar. Tapi pilihan Andy tetap pillihan Andy. Dia menolong Biru bukan tanpa alasan. Dan sikap Biru yang memangku Andy, menutup matanya dan memeluknya, mengembalikan Andy kembali ke sosok anak laki-laki berusia enam belas tahun dan bukan mesin pembunuh di arena, sudah lebih dari cukup untuk membuat hati mereka lega. Setidaknya, di akhir hayat Andy ada orang yang memeluknya dan memperlakukannya sebagai manusia. Tidak seperti anak-anak lain yang mati dalam sepi tanpa ada yang menangisi mereka di arena.
Di kereta sepanjang perjalanan menuju Distrik 4, Andreas menepati janjinya. Dia tidak bunuh diri, dan tidak meninggalkan Biru sendiri. Andreas selalu memastikan Biru ada dalam jangkauannya atau dia akan kalang kabut mencari Biru. Mereka bukan kekasih. Kata cinta tidak pernah terucap dari mulut mereka selain pernyataan suka tidak langsung yang Biru sampaikan ke seluruh Panem di malam wawancara. Tapi persetan. Andreas memeluk Biru, menggenggam tangannya sepanjang waktu dan mengembalikan Biru kembali ke realita setiap kali mimpi buruk menenggelamkan Biru. Biru yang dulu tenggelam. Dihanyutkan oleh ombak tsunami di arena dan tidak akan pernah kembali lagi. Itu bukan masalah, Biru masih biru. Perempuan lembut dan baik hati dari Distrik 4 yang memenjara hati Andreas dengan cara yang tidak pernah Andreas sangka-sangka.
.........
Orang-orang gemar membicarakan Andreas. Si tampan dari Distrik 4 yang memenangkan Hunger Games ketika berusia empat belas tahun. Edelweiss sendiri tidak punya banyak komentar setelah berkesempatan untuk bertemu Andreas secara langsung. Dia bukan dewa. Dia manusia biasa. Punya keengganan, sesuatu yang bisa dibenci, jajaran kekasih dibelakang punggungnya yang ia tiduri silih berganti, dan reputasi playboy di Capitol yang seharusnya mustahil dimiliki budak dari distrik. Yang tidak orang-orang ketahui adalah, Andreas sebenarnya murni orang baik yang dilukai. Dia Cuma anak-anak.
Bagaimanapun juga, Edelweiss tetap tiga tahun lebih tua diatas Andreas. Mungkin itu yang membuat Andreas bersikap lebih leluasa disekitar Edelweiss. Pemenang seperti dia dan Edelweiss adalah orang sakit jiwa. Walau sakit jiwa Edelweiss mungkin lebih parah setelah keluarganya dibantai karena ia menolak menjadi prostitusi. Andreas menghampirinya di Hunger Games pertama Edelweiss sebagai mentor. Menyampaikan duka dengan memberi Edelweiss bongkahan gula batu yang seharusnya untuk kuda.
“kenapa kamu menolak?” tanya Andreas. Mereka berdiri bersisian di pesta mewah yang diselenggarakan Presiden Snow di rumahnya. Suara mereka teredam keramaian. Kamera sibuk meliput gemerlap pesta dan luput merekam mereka.
“menolak jadi prostitusi? Aku punya pengalaman nggak enak soal itu,” Ayah Edelweiss selingkuh dengan pelacur. Setelah itu ibunya menjadi abusive karena terlalu terluka. Menyaksikan suaminya lebih memilih menghabiskan hidup dengan prostitusi dibanding wanita dari keluarga pedagang yang biarpun sedikit punya lebih banyak privildge dibanding kebanyakan budak penduduk distrik membuatnya sinting. Tapi itu bukan sesuatu yang harus diketahui Andreas. Fakta bahwa Andreas tahu keluarganya dibunuh saja sudah ganjil.
“kamu tau dari mana?”
“istri pejabat yang menyewaku cerita kalau suaminya mengeluh nggak bisa tidur dengan pemenang Hunger Games tahun ini.”
Menyewa. Katanya. Iris biru Edelweiss membola. Pandangannya tertuju pada Andreas yang tersenyum pahit.
Edelweiss bukan anak pertama yang dipaksa menjadi prostitusi.
“sejak kapan mereka melakukannya?”
“nggak lama setelah aku ulang tahun yang ke enam belas.”
Enam belas. Mereka menjadikan anak berusia enam belas tahun pelacur. Enam belas tahun.
“tiap ada peserta yang bener-bener disukai Capitol, Snow bakal menyuruh anak itu untuk jadi prostitusi. Usiamu sudah legal. Makanya Snow nggak menunggu dulu. Aku turut berduka cita.”
Edelweiss masih terkejut dengan fakta yang baru saja didengarnya. Andreas Baron tidak tidur bersama para orang kaya jajaran atas Capitol karena cinta, dia dipaksa menjadi prostitusi.
“aku nggak sedih ibuku mati. Bagus juga mereka nggak menyisakan ayahku dan keluarga barunya. Aku sedih mereka membunuh keluargaku yang lain,” paman, bibi, nenek, sepupu-sepupunya yang masih kecil. Edelweiss menggendikkan bahu. Berusaha terlihat tidak peduli. “baguslah mereka mati. Mereka nggak perlu menderita lagi.”
Andreas Baron itu orang baik. Kebaikannya didegradasi oleh rumor-rumor tidak menyenangkan soal dia yang hobi gonta-ganti pacar. Edelweiss tidak bisa melakukan apa-apa karena budak Capitol dari distrik satu dan distrik yang lain tidak boleh berteman. Interaksi mereka selalu dilakukan sembunyi-sembunyi atau didepan kamera dengan gestur saling mencemooh.
Sebagai perempuan, Edelweiss tentu lebih tau seperti apa tipe perempuan yang disukai laki-laki. Sepanjang pengetahuan Edelweiss, yang umum itu ada dua. Pertama, yang suka memberontak dan melawan seperti Edelweiss menarik, karena laki-laki pasti ingin mengekang dan menjinakkan mereka. Yang kedua, perempuan lembut dan penurut seperti Biru. Yang cocok dijadikan istri kecil yang setia menunggu di rumah. Orang Capitol itu sakit. Edelweiss tidak heran Andreas lebih memilih dibayar dengan rahasia-rahasia gelap dibanding harta. Rahasia-rahasia itu membantu Andreas dan Edelweiss lebih waspada. Perkataan Edelweiss soal Biru itu bermakna ganda. Jika Biru menang, bukan saja dijadikan prostitusi seperti Andreas yang melayani satu klien satu malam, Biru bisa jadi prostitusi yang digilir beramai-ramai mengingat dia itu wanita dan sifat lembutnya membuat Biru lebih menggugah untuk dihancurkan. Manusia-manusia sinting.
Sejujurnya, Edelweiss tidak tau apakah kegilaan Biru setelah menang itu harus disyukuri atau ditangisi.
“mereka membiarkan Biru sendiri. Tidak ada yang mau menyentuh perempuan gila.” Kata Andreas.
“oh... baguslah,” Edelweiss menguap bosan. Pesta ini akan selesai jam dua belas malam. Masih lama. “kamu sendiri gimana ―mau menikahi dia?”
“kami masih sembilan belas.”
“sebenarnya itu bukan masalah. Seseorang harus menjaga Biru dengan kegilaan yang dia punya sekarang.”
Mendengar ucapan Edelweiss, nafas Andreas tercekat. Dia menutupi ekspresinya dengan gelas.
“Biru takut sama laut. Takut darah. Takut suara ombak. Apapun yang bisa kamu bayangin.”
“Dia bukan kita yang menang karena keinginan kita sendiri.” Edelweiss membalas hampa.
Andreas membantai peserta-peserta terakhir dengan trisula dari sponsor dan menjebak peserta-peserta itu dengan jaring yang dia anyam sendiri. Edelweiss pura-pura menjadi gadis lemah dan penakut dan bersembunyi sampai peserta tersisa sedikit lalu membunuh mereka semua dengan kapak. Biru Cuma membunuh satu orang, tapi dorongan untuk membunuh itu hadir karena ada orang yang berharga baginya dibunuh dengan keji didepan mata Biru. Andreas dan Edelweiss membunuh dengan keinginan untuk bertahan hidup. Biru membunuh karena rekan yang baginya sudah seperti adik dibunuh.
Edelweiss menatap Andreas. Di mata Andreas yang menerawang ada kesedihan dan kasih sayang ketika membicarakan Biru. Bukan para kekasih menawan di Capitol, tapi seorang gadis gila di kampung halamannya.
“hati-hati Andreas,” ujar Edelweiss. “mereka bisa menyakitimu lewat Biru.” Sama seperti mereka menyakitiku dengan membunuh keluargaku.
.........
Biru berbaring dalam pelukan Andreas. Biru Cuma bisa bersama Andreas di pagi hingga sore. Setelah itu Andreas akan pergi ke Capitol dan pulang di pagi esok harinya. Seringnya, Andreas akan menyelinap ke dalam selimut yang Biru bagi bersama Mentega. Kucing hutan oranye yang Andreas temukan di hutan dan berhasil mencuri hati Biru. Sebut saja Andreas gila, dia percaya kalau Mentega sebenernya bisa membantu melindungi Biru. Ketika Andreas pergi dan hal yang terakhir dia lihat adalah Biru yang memeluk Mentega didepan rumah, Andreas merasa sedikit lebih tenang.
Tubuh Andreas penuh aroma parfum mahal yang tidak bisa Biru namai. Pemikiran bahwa Andreas tidur bersama banyak perempuan berbeda setiap harinya membuat Biru sedih. Tapi Andreas juga tidak punya pilihan. Tidak seperti dia bisa melawan. Kalaupun Andreas melakukan perlawanan, entah apa yang akan dilakukan Presiden Snow terhadap pembangkangan yang dilakukan Andreas.
“udah bangun?” Andreas menyisir rambut Biru. Iris hijau lautnya terbuka, menatap langit-langit.
Biru bersandar di dada Andreas. Mengangguk pelan. Parfum tercium lebih kuat disana. Mentega meringkuk di ujung tempat tidur. Bergulung menjadi bola dan menggelitiki kaki panjang Andreas.
“tadi pulang jam berapa?”
“jam berapa ya.... aku langsung tidur juga.”
“Andreas tidur lagi aja.”
“nggak bisa. Nanti pusing,” Andreas merubah posisi tidurnya menjadi berbaring miring. Lalu menumpu kepalanya dengan tangan dan menatap Biru. Ia tersenyum tipis. “Biru mau ngapain hari ini?”
“...mau sama Andreas.”
Andreas terkekeh, “aku selalu ada disini. Nggak mau ketemu Marius?”
“Marius sekolah...”
“iya juga ya. Mau... jalan-jalan ke hutan? Nanti Mentega dibawa sekalian biar dia main. Toh nanti juga pasti bakal pulang kan?” mendengar Mentega juga diajak membuat mata Biru berbinar. Tapi Biru tidak mengiyakan ajakan Andreas.
“gimana kalo ke pantai?” pertanyaan Biru membuat Andreas terkejut. “aku... nggak bisa selamanya takut sama laut. Aku masih sering mimpi buruk tapi―”
“kalau buat kamu itu berat, jangan memaksakan diri.”
Biru terdiam sejenak. Lalu ia berujar lirih, “aku nggak memaksakan diri...”
Andreas menggeleng. Ia menarik Biru kedalam pelukannya.
Biru memang bilang dia tidak memaksakan diri, tapi ketidakstabilan mentalnya berkata lain. Saat ini Biru mampu memegang kendali diri. Nanti? Ada banyak saat dimana Biru hanya mendengar suara deburan ombak dan dia akan menutupi telinganya kuat-kuat. Yang menggema di kepala Biru bukan saja suara deburan ombak, tapi juga jeritan anak-anak yang disapu gelombang tsunami dan suara tusukan pisau Karina ke tubuh Andy. Andreas tidak mengatakan apapun. Pagi itu mereka tidak pergi ke laut, tapi jalan-jalan di hutan bersama Mentega. Biru tidak membawa-bawa laut dan pantai lagi dalam percakapan mereka. Andreas mensyukurinya. Didalam hutan yang jauh dari pantai dan laut, Biru bisa lebih tenang dan banyak tersenyum. Berlari-lari kecil mengikuti langkah empat kaki Mentega.
Bagi Andreas, segalanya bisa dibilang tenang. Keluarga Biru diboyong ke desa pemenang. Marius awalnya tidak setuju mendengar Biru akan tinggal bersama Andreas, tapi diam setelah diberitahu kalau hanya Andreas yang mau Biru respon dan bisa menenangkan Biru. Paviliun mewahnya tidak lagi sepi. Ada Biru disana. Kadang memasak, melamun, menyisiri Mentega, memasak lagi, menangis. Rumahnya tidak lagi sepi. Biru membuat Andreas merasa dibutuhkan dan dia pun membutuhkan presensi Biru dalam kehidupannya yang menerima Andreas apa adanya. Sebagai pelacur, pembunuh. Laki-laki biasa dari Distrik 4 yang tidak istimewa dan gemar menganyam tali saat Hunger Games menghantuinya. Biru menerima semuanya.
Pemenang Hunger Games mendapat jaminan untuk tidak akan lagi dipanggil sebagai peserta. Mereka bisa mendapat ketenangan selama beberapa waktu sampai Tuhan memutuskan sudah waktunya bagi mereka untuk menderita lagi.
Melihat Biru berjongkok dan memandangi Mentega yang berguling-guling manja di tanah, Andreas ingin percaya kalau kehidupan penuh penderitaannya sudah berakhir disini. Masih ada Hunger Games. Masih ada para wanita yang harus dia layani. Tapi selama dia bisa pulang ke pelukan Biru, itu sudah lebih dari cukup.
“Biru.”
“Hm?”
“Menteganya digendong. Ayo. Dia harus mandi kalo udah sampai rumah.”
“Oh, iya... Mentega-Mentega. Sini―jangan. Itu kotoran ayam.”
Sore itu mereka pulang bertiga. Biru, Andreas dan Mentega. Ke paviliun mewah di desa pemenang Distrik 4, dimana mereka diberi ketenangan setelah dijadikan binatang pertunjukan.
fin.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
