
“Aku tidak pernah benar-benar menyukai binatang. Apapun itu. Yang besar, kecil, peliharaan maupun yang liar. Mungkin nasib atau candaan Tuhan, hampir semua pekerjaanku di ibukota ini selalu berhubungan dengan binatang…”
Aku memeluk erat Rahmat dari belakang tubuhnya. Kuhujani tengkuk yang menggosong terbakar matahari itu dengan kecupan-kecupan. Kuhirup wangi tubuhnya lekat-lekat. Parfum murah tiruan beraroma musk, bercampur peluh setengah hari dan bau amis ikan-ikan kecil. Walau tipis, aku lega lihat dia tersenyum. Rahmat mengangkat kakinya dari air. Jari jemari yang mengkerut, aku tahu dia sudah lama duduk di tepi kolam. Rahmat lalu menatap nanar ke arah bangku penonton. Kalau tak ada tragedi itu, mungkin sekarang gelanggang ini sedang riuh sorak tepuk tangan karena trik-trik baru yang dipertunjukkan oleh Surti dan Tedjo.
Surti yang mendadak mati membuat Rahmat terpukul. Dalam hati, aku bahagia saat ini bisa jadi tempat sandaran Rahmat yang berduka. Delapan bulan berpacaran, aku tak pernah rasakan perhatian istimewa darinya. Waktunya terkuras hanya untuk Surti dan Tedjo, primadona di Taman Bermain. Tiap kami berkencan yang dia ceritakan hanya soal dua singa laut bodoh itu. Rahmat adalah pawang mereka selama lima tahun terakhir ini. Sementara, aku cuma punya keluh kesal tentang anak-anak berebut antrean masuk, yang jadi pemandangan sehari-hari dari balik loket komidi putar.
Aku tidak pernah benar-benar menyukai binatang. Apapun itu. Yang besar, kecil, peliharaan maupun yang liar. Pernah di kampung dulu, ada tren menggemari hamster. Hampir semua teman mainku memelihara paling tidak satu ekor. Aku tidak tertarik, menurutku mengamati hamster berputar-putar itu sangat membosankan. Lain musim, ada tren ikan cupang, aku juga tak minat. Ibuku dulu sering menyisihkan potongan ikan asin dan suwiran ayam, kemudian menyodorkannya pada kucing liar yang suka mampir ke pintu dapur. Gara-gara itu, makin banyak kucing liar mengadar ke sekitaran rumahku. Aku benci karena mereka berisik.
Mungkin nasib atau candaan Tuhan, hampir semua pekerjaanku di ibukota ini selalu berhubungan dengan binatang. Pekerjaan pertamaku sebagai pembantu rumah tangga yang kadang harus membawa anjing golden retriever majikanku jalan pagi, benar-benar membuatku tidak kerasan. Anjing ini sering rewel saat bersamaku, sering menggongong ke arahku, bahkan mencoba melarikan diri. Sepertinya dia merasa kalau si penuntun tidak menyukainya. Pernah juga aku bekerja di klinik dokter hewan sebagai resepsionis, namun di lain hari aku juga jadi tukang bersih-bersih. Tidak lama aku berhenti karena tidak kuat dengan berbagai aroma hewan.
Rani, teman kosku menawarkan pekerjaan di Taman Bermain. Awalnya, aku ditawari sebagai petugas kebersihan di arena dan kandang pertunjukan hewan, jelas saja aku menolak. Akhirnya, aku melamar pekerjaan di wahana permainan komidi putar. Disitulah aku bertemu Rahmat, pawang singa laut yang wahananya bersebelahan dengan area kerjaku.
Aku malu mengakui, tapi aku cemburu pada Surti dan Tedjo. Semua rahasia hidup, Rahmat bagikan pada mereka. Cerita-cerita mantan pacar, keluarga, bahkan perihal cita-cita dan masa depan. Singa laut itu cerdas dan tak ada hewan yang menghakimi, katanya. Ah, tetap saja mereka binatang.
Baru saja aku mereguk degup karena bibirku dan Rahmat saling bertemu, suara erangan Tedjo menggema di seluruh arena. Rahmat pamit sebentar ke kandang di bagian belakang, barangkali Tedjo bosan, ujarnya. Ah, binatang sialan. Menganggu saja.
Aku berjongkok di tepi kolam pertunjukan, menyibakkan air sambil menunggu Rahmat kembali. Tiba-tiba kurasakan sebuah hantaman di punggung. Sangat keras hingga aku tercebur ke kolam sedalam dua meter itu. Aku panik! Aku tak pandai berenang. Tanganku berusaha menggapai apapun, namun nihil. Dari pandangan redupku, aku lihat sesosok hitam dan besar berpijak di pinggir kolam. Tedjo?! Sosok itu meraung nyaring ke arahku. Aku ingin berteriak tapi tak mampu. Tedjo, maafkan aku. Aku cuma ingin membuat Surti sakit. Aku tak mengira kerang busuk itu malah membunuhnya.
Aku mengenali suara Rahmat meneriakkan namaku. Mulanya terdengar lantang, lalu sayup-sayup. Kemudian, suara-suara perlahan menghilang.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
