
Ini kisah tentang Cho Kyuhyun dan kakak-beradik yang mencoba bermain-main dengan takdir.
Pria itu melangkah masuk ke dalam kediamannya, mengganti sepatu pantofel hitam mengilatnya dengan sandal rumah yang nyaman. Ia melangkah masuk lebih dalam, namun langkahnya tiba-tiba terhenti begitu saja ketika melihat dua orang yang bergumul di sebuah sofa putih panjang tak jauh dari tempatnya berdiri. Lelaki tampan itu menghembuskan napas-nya kasar. Ini bukan pertama kalinya ia mendapati adik ipar-nya melakukan ini dihadapannya, didalam kediaman dirinya dan isterinya, yang notabene kakak dari perempuan itu. Adik ipar-nya adalah seorang gadis muda yang manis, cantik, pandai, dan menarik. Sayangnya, gadis itu tidak tertarik dengan pria. Saat ini saja, gadis itu tengah berciuman panas dengan seorang wanita. Pakaian yang dikenakan keduanya bahkan sudah tidak beraturan lagi. Selalu wanita yang berbeda setiap minggunya. Ia, Cho Kyuhyun, berdeham keras, menginterupsi pergumulan panas menjijikkan dihadapannya.
Kedua wanita muda itu refleks memisahkan diri, membenahi penampilan mereka serapi mungkin.
“Oh, Oppa”, ujar si gadis yang mengenakan blouse rumah kebesaran satu jengkal diatas lutut dengan suara datar dan pandangan tidak bersalah, membuat Kyuhyun kembali menghembuskan napas-nya berat. “Kau sudah pulang?”, lanjutnya dengan nada diulur-ulur. Sedikit berbasa-basi dengan kakak ipar-nya bukanlah hal yang salah. Lagipula, ia lagi-lagi dipergoki oleh kakak ipar-nya ketika sedang melakukan kegiatan panas dengan teman kencannya yang ia temui di bar khusus lesbian, bersikap baik kepada kakak ipar-nya adalah salah satu bayaran terbaik untuk berterimakasih karena ia tidak ditendang jauh-jauh begitu saja.
Kyuhyun hanya menjawabnya dengan menggerakkan kedua sisi bahu-nya, kembali melanjutkan langkahnya, berusaha mengabaikan kelakuan di luar batas adik ipar-nya.
Gadis itu kemudian kembali berbalik menghadap wanita dengan penampilan eksentrik –rambut cepak berwarna merah menyala dan bermacam anting menghias telinga serta hidung– dihadapannya. Yang memandang dirinya setengah bernafsu setengah tidak mengerti. Tentu saja wanita tersebut tidak mengerti apa yang ia bicarakan dengan kakak ipar-nya. ia berbicara menggunakan bahasa korea tadi. Sedangkan teman kencannya seorang berkewarganegaraan Jerman, dan ia memang berada di Jerman, bukan Korea.
“Carlen, sebaiknya kau pulang”, ujar si gadis dengan nada yang diusahakan semanis mungkin dengan bahasa Jerman yang fasih tanpa cela. “Kakak ipar-ku akan mengusir-ku kalau kau tinggal lebih lama”.
Wanita yang dipanggil Carlen itu menyeringai, dengan terang-terangan ia menarik resleting celana jeans belel yang dikenakannya, membuat si gadis muda sedikit terperangah namun sedetik kemudian mengeluarkan tawa nyaringnya.
“Kau tahu? Seharusnya kau membenarkan jeans-mu ketika kakak ipar-ku masih berdiri di sini”, ucap sang gadis sambil sesekali tertawa. “Siapa tahu, si Cho Kyuhyun yang dingin itu berminat menarikmu keatas ranjangnya untuk menggantikan kakakku yang tidak tahu diri itu”.
Carlen mengedikkan bahunya, kemudian berdiri dari duduknya, ia membungkuk sekilas dan mengecup singkat bibir ranum itu, “Sayangnya aku lebih tertarik pada gadis cantik semacam dirimu dibanding pria tampan seksi seperti kakak iparmu”. Carlen kembali meneggakkan tubuhnya, mengecek arloji hitam yang dikenakannya.
“Guten nacht, babe”, Carlen mengatakannya dengan lembut ditimpali dengan kedipan sebelah matanya, membuat gadis itu tersenyum senang. Carlen lalu berbalik, melangkah menuju pintu dan setelahnya menghilang dibalik pintu tersebut.
Sepeninggal wanita teman kencannya minggu ini, gadis itu melempar tubuhnya untuk sepenuhnya bersandar pada kepala sofa. Ia mendongakkan wajahnya menatap langit-langit, membayangkan pergumulan panas dirinya dengan Carlen beberapa waktu lalu. Namun lagi-lagi bayangan kakak ipar-nya menghancurkan kebahagiaan sesaat yang diciptakannya, membuat gadis itu melenguh kasar. Ia kemudian bangkit, berjalan menuju dapur bersih kediaman mewah yang terletak di pusat kota Berlin ini. Ia membuka lemari kaca besar yang terletak tepat bersisian dengan lemari es. Lemari kaca itu berisi deretan segala jenis alkohol yang mahal dan menggiurkan. Ia membuka pintu kaca lemari tersebut, menimbang sejenak, dan memilih untuk mengambil satu botol wiski api. Ini baik dinikmati di tengah cuaca daratan Eropa yang mulai memasuki musim dingin. Setelahnya ia mengambil dua gelas ramping berkaki satu dibagian bawah lemari kaca tersebut, dan melangkah menuju suatu ruangan.
***
Gadis itu mendapati kakak ipar-nya tengah terduduk lesu di ruang kerja-nya, dengan susah payah –karena kedua tangannya memegang satu botol besar wiski api dan dua gelas– ia membuka lebar pintu tersebut dan masuk kedalam. Ia menyentuhkan bokongnya pada kursi berlengan nyaman yang berhadapan dengan kursi beroda yang diduduki oleh kakak iparnya, terpisahkan oleh meja kayu mewah berukuran satu kali dua meter.
Bunyi denting botol dan gelas yang diletakkan diatas meja membuat Cho Kyuhyun tersadar. Ia menegakkan tubuhnya dan mendapati adik iparnya tengah menuangkan wiski api kedalam dua gelas berkaki satu dihadapannya.
“Kakak-mu belum pulang juga?”, Kyuhyun bertanya dengan suara pelan dan dingin seperti kebiasaannya, lalu meraih gelas yang sudah terisi wiski yang disodorkan adik ipar-nya, menyesapnya dengan perlahan.
Gadis itu tersenyum miring, campuran senyum palsu dan prihatin yang menjadi satu. Ia tidak akan pernah habis pikir dengan tingkah laku kakak kandungnya sendiri, mengabaikan tigasnya sebagai seorang isteri dari seorang pria baik-baik seperti Cho Kyuhyun. “Kau tahu, Oppa?”, ia memulai pembicaraan, membuat Kyuhyun mengalihkan perhatiannya dari gelas berisi wiski pada adik iparnya, menatap lurus dengan seksama kedalam mata hazel berwarna cokelat lembut itu.
“Kau hanya perlu menikmati hidupmu. Seperti yang selalu kakak-ku katakan padamu. Dunia ini untuk dinikmati. Setia pada satu orang tidak selalu mendatangkan kebahagiaan pada dirimu”.
Dengan begitu saja bibir penuh Kyuhyun menyunggingkan senyum mirisnya, ia kembali menumpukan tatapannya kedalam gelas kaca bening yang sedari tadi dpegang oleh tangan kanannya. Memikirkan segva hal mengenai isteri-nya bukanlah sebuah perkara mudah baginya. “Setidaknya aku berusaha menjaga janji yang telah aku ucapkan diatas altar dua tahun lalu”.
Jawaban menggelikan itu membuat sang gadis tersenyum meremehkan. Dua tahun sudah berlalu dan segalanya sudah berubah, termasuk dirinya, sekalipun ada satu hal yang belum berubah. “Oppa, semuanya telah berubah”, ujarnya dengan sangat pelan dan terkesan menyakitkan. Ia kemudian menenggak wiski api milik-nya dalam sekali teguk, lalu kembali menuangkan minuman beralkohol itu dari botolnya.
“aku mencintai kakakmu, Shin Eun Hye”, ujar Kyuhyun tegas. Namun ucapan Kyuhyun justru membuat gadis itu, Shin Eun Hye tertawa ringan namun hambar.
“Kurasa cinta telah membuat otak jenius-mu itu menjadi bodoh, Oppa”, ungkap Eun Hye dengan nada geli, membuat Kyuhyun mengerutkan keningnya.
“Kau lebih bodoh, Hye-ya. Lebih memilih berhubungan dengan sejenismu dikala jumlah lelaki di dunia ini masih banyak”, Kyuhyun mengucapkannya dengan datar.
Eun Hye lagi-lagi tertawa hambar, ia kemudian bangkit dan berbalik meninggalkan kakak iparnya begitu saja dibelakangnya, namun sebelum ia benar-benar menghilang dibalik pintu bercat putih itu, Eun Hye kembali menatap Kyuhyun yang masih menatap lurus dirinya.
“Kalau Tuhan menciptakan satu pria lain seperti dirimu, mungkin aku akan memikirkan kembali untuk menjadi seorang wanita normal, Oppa”. Eun Hye mengucapkannya dengan raut wajah yang sangat sulit dibaca dan dengan intonasi datar yang entah apa maksudnya.
Kyuhyun menarik sebelah sudut bibirnya membentuk sebuah seringaian mengerikan namun mematikan. “aku mau-mau saja menjadi volunteer, Hye”.
Eun Hye sedikit terperajat mendengar ucapan tak terduga yang keluar dari bibir penuh dan seksi kakak ipar-nya, namun ia dengan mudah dapat mengatur keterkejutannya, membalas seringaian Kyuhyun dengan senyum miring yang tak kalah mengerikannya.
“akan aku pikirkan. Ich möchte schlafen gehen.”, kemudian tanpa menunggu jawaban Kyuhyun, Eun Hye menutup pintu itu, menghilang dibaliknya.
Kyuhyun mengeratkan genggaman tangannya pada gelas kaca yang dipegangnya, semakin lama semakin erat hingga gelas itu pecah berkeping-keping, memuntahkan wiski api dari dalamnya, membuat tangannya basah dan terluka.
Segalanya memang berpusat pada kesalahan Tuhan menentukan takdirnya dan takdir gadis itu. Serta kesalahan dirinya di masa lalu.
***
Kedua gadis kecil itu menenggelamkan tubuh mereka kedalam selimut merah muda. Keduanya menutup telinganya rapat-rapat, berusaha mengacuhkan suara menggelegar pertengkaran ayah dan ibu keduanya yang kerap terjadi serta dibubuhi suara barang-barang pecah belah yang dilempar, menimbulkan suara gaduh yang tidak enak didengar dan memilukan. Sang kakak merapatkan tubuhnya pada tubuh adiknya, menarik tubuh adiknya mendekat dan berusaha menenangkan adiknya yang tengah terisak. Kedua kakak beradik itu masih berusia sepuluh dan lima tahun. Malangnya, keduanya harus selalu menyaksikan serta mendengar adu mulut kedua orangtua-nya terhitung sejak tiga bulan lalu.
“Diamlah, Hye”, ujar sang kakak perempuan dengan suara yang terdengar mengambang. Ia sendiri ingin menangis, namun ia harus menenangkan adik-nya.
Gadis kecil itu semakin meringkuk, menggerakkan tangannya untuk membalas pelukan kakaknya, “Young Eonni, apa aku anak yang nakal?”, ia bertanya dengan suara khas anak seusianya sambil sesekali dihiasi dengan isakannya.
Sang kakak mengusap lembut rambut bergelombang adiknya, menenangkan adiknya. Ia pun akan berpikiran hal yang sama bila ia menjadi adik-nya. “Kau anak baik dan penurut, Hye-ya”, jawab sang kakak lembut,
“Lalu mengapa Eomma dan Appa selalu menyebut namaku ketika mereka bertengkar?”. Tanya gadis kecil itu lagi, membuat kakaknya diam tidak berkutik. Ia pun sama sekali tidak mampu mencerna apa yang terjadi antara ayah dan ibunya. Sungguh, usia sepuluh tahun bukanlah usia yang cukup untuk mencerna segala hal tidak masuk akal yang terjadi didalam rumah ini.
Samar-samar keduanya mendengar langkah derap kaki yang berketukan dengan lantai, semakin mendekat kearah kamar mereka. Langkah kaki itu terdengar amat tergesa dan kasar, membuat kedua gadis kecil itu semakin mengeratkan pelukan pada satu sama lain, hingga akhirnya suara pintu yang dibuka secara kasar semakin menambah ketakutan pada diri kedua gadis kecil itu.
***
Shin Eun Hye terbangun begitu saja dari tidurnya dengan napas tersengal dan keringat bercucuran dari sekitar kening serta lehernya. Mimpi buruk itu selalu menghampirinya seperti potongan puzzle sihir yang memaksanya untuk menyusunnya. Ia turun dari ranjangnya, pergi keluar dari kamarnya untuk mengambil minuman, mengisi tenggorokannya yang kering.
Langkah kaki-nya berhenti begitu saja ketika ia mendapati kakak ipar-nya, Cho Kyuhyun, tengah menidurkan diri diatas sofa putih panjang yang beberapa jam lalu ia gunakan untuk bercumbu dengan Carlen, wanita yang berkencan dengannya minggu ini.
“Menunggu Min-Young Eonni adalah hal sia-sia, Oppa”, ujar Eun Hye sedikit kaku dengan suara serak, tenggorokannya sudah sangat kering.
Kyuhyun membuka mata-nya, dengan sigap mendudukkan tubuhnya, menoleh menatap Eun Hye yang berdiri kaku tak jauh darinya, menatap dirinya dengan datar.
“Kurasa Eonni tidak akan pulang untuk malam ini”, lanjut Eun Hye lagi setelah ia melihat jam dinding. Sudah pukul tiga dinihari, dan ia mampu bertaruh kakak-nya tidak akan pulang, setidaknya sebelum pagi benar-benar datang dan Kyuhyun sudah benar-benar pergi untuk bekerja.
Kyuhyun memicingkan mata gelapnya, menatap adik ipar-nya dengan tajam, “Ini urusan rumah tanggaku, kau tidak perlu ikut campur,” katanya tajam, lalu bangkit dari duduknya. “Urus saja penyimpangan seksualmu itu, Shin Eun Hye”. Kyuhyun tahu betul ia tidak seharusnya berujar seperti itu. Bagaimanapun, menyinggung masalah adik ipar-nya yang mengencani sesama jenis bukanlah hal yang baik. Sangat tidak sopan malah. Hanya saja, pikirannya tengah kacau dengan segala permasalahan yang melingkupi kehidupannya.
Eun Hye mengedikkan bahunya, masih menatap Kyuhyun dengan datar, “Kau hanya perlu mengembalikan kunci flat-ku dan aku akan keluar dari kediaman mewah kalian yang seperti neraka ini”. lalu Eun Hye berjalan menuju dapur, mengambil sebotol air mineral dari dalam lemari es. Menenggaknya tanpa sikap manis sedikitpun yang seharusnya ditunjukkan oleh seorang wanita pandai seperti dirinya.
Kyuhyun hanya menatap gadis itu dengan pandangan lelah bercampur benci, “Ditempatku saja kau berani bercumbu dengan wanita-wanita menjijikkan itu bagaimana jika kau kembali tinggal sendiri didalam flat terkutuk itu, bodoh”.
Kyuhyun benar-benar masih mengingat kejadian tak terduga yang ia dapati ketika berkunjung ke flat Eun Hye, dan ia berharap ia mampu melupakannya. Kejadian itu yang memukulnya telak, menyadari bahwa segalanya bukan hanya bersumber pada masa lalu kedua wanita kakak beradik itu. Tapi juga bersumber dari dirinya.
Eun Hye menatap Kyuhyun dengan tatapan tertajam yang ia punya, jari telunjuknya ia ulurkan, menunjuk-nunjuk kearah kakak iparnya itu. “Itu. Bukan. Urusanmu. Cho Kyuhyun”, Eun Hye berucap dengan kaku dan menekankan pada setiap kata yang ia ucapkan, melupakan sopan santun dan tata karma yang seharusnya ia tunjukkan pada pria dua puluh tujuh tahun itu. Kemudian ia kembali melangkah menuju kamarnya, berusaha mengacuhkan tatapan setajam belati yang Kyuhyun hujamkan padanya.
“aku serius menawarkan diri menjadi volunteer”.
Suara berat Kyuhyun yang bercampur dengan bunyi derak kayu bakar dari perapian menggelitik telinganya, menggodanya untuk berbalik menghadap kakak iparnya yang tak terduga. Dan Eun Hye benar-benar membalikkan tubuhnya, mata cokelatnya tepat menatap lurus kedalam manik hitam milik Kyuhyun. Perlahan kaki-nya ia gerakkan untuk melangkah menuju Kyuhyun. Bibir cherry blossom-nya yang mungil membentuk sebuah senyuman mengerikan sekaligus menawan khas wanita penggoda, meskipun ia sebenarnya sudah tidak begitu tertarik pada makhluk hidup bernama pria.
Cho Kyuhyun sendiri menatap awas adik iparnya yang semakin dekat dengannya, ia sudah mampu mencium aroma tubuh gadis itu. Aroma kayu manis yang selalu menenangkan. Dan sekarang Eun Hye sudah benar-benar berada tepat dihadapannya dengan jarak yang tak berarti.
Eun Hye menarik kerah piama yang Kyuhyun kenakan, membuat Pria itu mau tidak mau membungkukkan tubuhnya.
Eun Hye mendekatkan bibir-nya ke telinga Kyuhyun, menghembuskan napas-nya disana pendek-pendek, kemudian berbisik dengan lembut setengah menggoda. Hal itu sudah cukup mampu membuat tubuh Kyuhyun sedikit menegang.
“Ich werde es versuche
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
