Set-Off 1 - 2 (GRATIS)

1
0
Deskripsi

The Power Of Jeng Asih dan Anak Cucunya 

blurb :

KETIKA DUA INSAN YANG TIDAK PERNAH JATUH CINTA DAN TIDAK PUNYA PENGALAMAN ASMARA DIJODOHKAN.

Bukan karena semacam kepentingan dua keluarga, hanya saja mereka tidak laku-laku.

SET-OFF

---

"To the point saja." Haru menutup buku menunya, menatap Adira intens. "Aku setuju dengan perjodohan ini, tapi aku tidak bisa janji dengan satu hal, yaitu cinta."

"Kebetulan." Adira juga menutup buku menunya. "Saya juga nggak butuh itu."

---

 


 

BAB 1

"Eh, iya jeng, denger-denger Adira naik jabatan lagi ya?"

"Eh Iya." 

Jeng Rosalina menanggapinya dengan senyum ringan yang kemudian menyesap teh di cangkirnya. Tingkahnya yang kalem seolah tidak ingin membesarkan hal itu, tapi sebenarnya, dalam hatinya sekarang sedang berpesta besar.

Terus jeng, terus... keluarkan semua pujiannya, batin Jeng Rosalina girang.

Sudah jadi rahasia umum kalau eksistensi sebenarnya dari arisan itu adalah ajang pamer dan hasil kocokan adalah urusan selanjutnya, tidak terlalu penting selama si pemegang uangnya tidak kabur. 

Tidak terlalu penting menang enggaknya kocokan, yang penting pulang dengan kuping kenyang pujian.

"Iya Jeng, anak saya juga kerja di sana. Katanya, Adira itu hebat sekali, project yang diambilnya selalu sukses. Orang-orang di kantor juga pada kagum. Kalau sedang membicarakan anak Jeng Rosa, anak saya itu selalu muji-muji mulu."

Senyum ringan masih menghiasi jeng Rosalina. Kemudian jeng-jeng yang lain mulai sahut menyahuti menyeruakan kekagumannya.

"Hebat ya."

"Iya."

"Masih muda sudah sukses."

"Ngomong-ngomong, sekarang Adira umurnya berapa jeng?"

Cangkir yang dipegang Jeng Rosalina mulai goyah. Ia mulai melihat awan hitam yang akan merusak musim seminya. Dengan enggan, jeng Rosalinya menjawab, "Sekarang mau nginjak dua puluh tujuh."

"Uwah... Hebat ya. Udah ada calon belum?"

"Eh iya, kok aku jarang lihat Adira jalan sama pria."

"Eh awas loh jeng, sekarang itu lagi marak ELGEBETE."

"N-Nggak kok anak saya normal." 

Padahal sebelumnya Jeng Rosalina serasa sedang berlayar di atas perahu dengan angin sepoi-sepoi dan pemandangan yang indah, tapi entah kenapa tahu-tahu sekarang ia kesusahan agar tidak tenggelam.

"Iya ih ibu-ibu ini apa-apaan sih." 

Ibu yang muji-muji di awal menyahut. Terlihat seperti pelangi yang mengusir hujan di mata Jeng Rosalina. 

"Mana mungkin Adira kaya gitu. Kalau kata anak saya, pria-pria di kantornya pada insekyur."

DUAR! Jeng Rosalina melihat petir menyambar-nyambar di atasnya. Petanda buruk nih.

"Jadi takut gitu ya jeng?" sahut ibu yang lain.

"Iya, merasa nggak sepadan gitu," jawab ibu itu.

"Serem juga ya? Anak jeng Asih di umur segitu sudah ngasih cucu."

"Eh Iya, udah lihat cucunya? Lucu banget."

Seketika, Jeng Rosalina sudah terlempar dari lingkaran. Semua prestasi yang diraih oleh anaknya kalah sama anak Jeng Asih yang cuma ngasih cucu? Entahlah, Jeng Rosalina rasanya ingin pulang saja.

Arisannya sudah tidak asik lagi.

Sampai detik terakhir, pernikahan, anak, dan cucu mendominasi percakapan. Semua ini gara-gara Jeng Asih dan Anak cucunya.

Awas loh jeng....

Kamu juga Adira.

Awas Kalian.

BAB 2

"Dira?"

"Iya, Pah?" 

Adira yang baru keluar kantornya mendapat panggilan dari ayahnya. Perempuan itu melambaikan tangannya pada sopir mobil yang sebelumnya sudah dipesan, kemudian mendekat dan masuk ke sana.

Orang tua Adira sangat protektif, mungkin karena ia anak semata wayang. Salah satu keprotektifannya adalah Adira tidak diizinkan untuk mengemudi mobil, jadi ke mana-mana ia selalu diantar supir pribadi yang kadang-kadang merangkap jadi mata-mata seperti di film-film detektif, kadang Adira suka berpikir kalau mang Maman--supir rumahnya-sedang bermain-main dengan ayahnya saat sedang berubah menjadi detektif.

Kayak anak lima tahun yang memperagakan sinetron bersama teman-temannya. Mana mungkin Adira tidak mengenalnya hanya karena mang Maman menggunakan gel rambut, kacamata hitam dan telinga yang disumpal earphone.

Biasanya, mang Maman juga yang menjemput Adira pulang, tapi Adira merasa tidak enak karena suka ngaret sampai mang Maman pulas di mobil, jadi Adira lebih memilih menyewa taxi online saja. Dengan catatan berita yang selalu ditonton atau dibaca ayahnya bersih dari tema kekerasan di angkutan umum.

"Sakit?" Adira merenung, sedikit bingung juga. 

Bukannya tadi pagi masih sehat? Perempuan itu mulai menelisik kembali kegiatan ibunya hari ini.

"Iya, setelah pulang dari arisan ngakunya sakit. Nggak tahu lah apa aja yang dilakukan ibu-ibu saat arisan. Kadang-kadang pulang arisan itu kayak kembali ke umur dua puluh, kadang-kadang juga ngaku penyakitan kayak gini."

"Yaudah, Adira ini lagi di jalan."

"Oh, iya. Hati-hati sayang."

"Iya."

"Seatbelt?"

"Pake."

"GPS?"

"Nyala."

"Nomor ayah masih di panggilan tercepat kan?"

"Masih."

"Oke, denger ya. Jika nanti ada apa-apa, kamu jangan pikirkan uang, berikan saja uangnya. Selama kamu selamat, itu semua nggak penting. Uang masih bisa dicari nanti."

"Iya pah."

"Ya udah, papah matiin sambungannya dulu ya?"

"Iya."

Adira mendesah sambil melepaskan earphone yang menyumpal kedua telinganya. Akhirnya selesai juga. Nasihat terakhir itu benar-benar pembawa masalah. Dulu Adira pernah kelupaan membawa earphone dan menggunakan mode speaker. Saat nasihat itu berkumandang, suasana langsung canggung.

Bertanyalah sang supir tentang dirinya.

"Nona dari keluarga kaya ya? Enaknya, andai anak saya juga lahir di keluarga yang kaya. Mungkin sekarang hidupnya baik-baik saja."

Alhasil, Adira memberikan semua uangnya saat sang sopir menceritakan masalah pelik yang sedang dihadapinya. Lima puluh satu persen ikhlas karena kasihan, sisanya karena takut diculik dan dijadikan tebusan untuk membiayai anak sang supir.

"Sayang." Rosalina langsung menyambut Adira, ia mengubah posisinya menjadi duduk dan mengambil tangan sang anak.

"Mamah sakit apa?" Dengan tangan satunya lagi, Adira mengecek dahi ibunya yang kemudian diambil oleh sang ibu. Seolah itu tidak penting.

"Dengerin mamah. Jawab dengan jujur, sekarang laki-laki yang dekat dengan Dira ada berapa?"

"Sekitar lima sepuluh."

"Dipotong yang sudah menikah?"

"Satu."

Wajah ibunya langsung berubah seperti menahan tangis. "Dipotong yang sudah pacaran?"

"Habis."

Terlihat Angga--ayah Dira--menghela napas lega yang membuat Rosalina ingin sekali memenggalnya. Tapi untuk sekarang ia harus menahannya dan fokus pada Adira.

"Kok yang satu itu sudah punya pacar, kamu nggak ditikung kan?"

"Enggak, itu emang pacarnya temen Dira--"

"Oke, mamah sudah paham." 

Rosalina memotong ucapan sang anak, mengangkat satu tangannya tanda agar Adira diam. Perempuan tua itu menarik napas dalam. 

Seperti yang dibayangkannya, Adira memang payah dalam urusan seperti ini dan biang keladi di balik semua ini adalah Angga. Orang pertama yang panas dingin sampai meledak-ledak saat ada laki-laki yang mendekati Adira.

"Mamah paham Dira sibuk dengan pekerjaan. Jadi, biar mamah yang urus ini semua, sekarang Dira istirahat aja, capek kan baru pulang kerja." 

Perempuan tua itu langsung terbatuk-batuk saat melihat kerikil-kerikil yang akan mengganggu kelancaran rencananya. 

Raut wajah Adira pun berubah.

"Ya udah, terserah mamah aja. Adira ke kamar dulu." 

Setelah mencium kedua pipi sang ibu, perempuan itu langsung beranjak pergi. 

TBC

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Set-Off
Selanjutnya Set-Off 3 - 4 (GRATIS)
1
0
Ketika Bibir Ibu-Ibu Bertemu X Rosalina dan Penemuan Besarnyablurb :KETIKA DUA INSAN YANG TIDAK PERNAH JATUH CINTA DAN TIDAK PUNYA PENGALAMAN ASMARA DIJODOHKAN.Bukan karena semacam kepentingan dua keluarga, hanya saja mereka tidak laku-laku.SET-OFF---To the point saja. Haru menutup buku menunya, menatap Adira intens. Aku setuju dengan perjodohan ini, tapi aku tidak bisa janji dengan satu hal, yaitu cinta.Kebetulan. Adira juga menutup buku menunya. Saya juga nggak butuh itu.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan