
SABDA PANGIWA II - Warisan Jenazah
Total 100 halaman
Prolog :
"Tak ada satu pun yang berani menyentuhmu atau keluargamu... selama jenazah itu tetap kau simpan."
Suara itu terdengar lirih namun berat, seolah menyatu dengan malam yang mencekam. Di tengah remang cahaya obor yang berkedip, seorang pria melangkah berat menuju sebuah jasad. Jenazah itu dibungkus kain kafan kusam bertuliskan aksara merah—seperti coretan darah yang tak mengering.
Di samping jasad, berdiri seorang lelaki tua berpakaian hitam....
SABDA PANGIWA
39
21
3
Berlanjut
Kehidupan Tegar Yudaphrana berubah seratus delapan puluh derajat setelah kematian seluruh keluarganya. Ia terpaksa mengubur nama keluarganya agar selamat dari incaran sosok yang menghabisi keluarganya. Sosok arak-arakan obor yang muncul dengan membawa keranda bambu berisikan mayat terkutuk. Arak-arakan yang menyebarkan tulah yang menghabisi seluruh keluarga Tegar.
1 file untuk di-download
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Sabda Pangiwa
Selanjutnya
PUSAKAYANA 3 - Untuk Aku di Masa Lalu
11
1
PUSAKAYANAPart 3 - Untuk Aku di Masa LaluSpoiler :…“Sepertinya mulai dari sini… aku harus bertarung sendiri,” gumamku pelan.Samar samar terdengar sebuah suara lirih—bergaung seperti rintihan angin yang muncul dari balik semak dan akar.“Anakku… kembalikan anakku…”Aku mendongak… dan makhluk itu berdiri di sana.Perempuan. Tingginya lebih dari dua kali manusia normal. Rambut panjang menjuntai kusut seperti akar. Matanya masih tertusuk paku besi. Separuh wajahnya rusak, mulutnya dijahit kasar. Hidungnya… hilang, seperti dipotong dengan alat tajam. Dan di belakangnya… sulur akar menjulur dan menusuk tengkuknya seperti rantai anjing.Ia adalah budak Sang Hyang Talapraja.“Aku bunuh dia… tuan… jangan sakiti anakku…”Suaranya bergetar. Bukan karena lemah, tapi karena ketakutan. Ketakutan yang dalam… akan sesuatu yang bahkan tak bisa aku lihat.Seketika…BRUAGHH!!Mayat dilemparkan ke arahku dengan kekuatan luar biasa. Aku terpental ke tanah, rohku kembali merasakan luka seperti daging robek.“Sial!”Aku terbatuk. Debu roh memenuhi udara. Aku tak bisa menghindar terlalu lama.
Makhluk itu... bisa menyentuh rohku.“Tenang… Aku bisa menenangkanmu!”
Aku melesat ke arahnya, mencoba berbicara, menenangkan—berempati. Tapi suara tangisannya berubah menjadi jeritan mencekam.“AAAAAAA!! AAAAA!! CEPAT MATI!! CEPAT MATI!!”Tangisannya meledak seperti sihir sonik.
Satu teriakan mengguncang tubuhku. Aku bisa merasakan kesakitan yang ia pancarkan langsung ke jantungku. Seperti aku… ikut mengalami apa yang ia alami sebelum mati.“Cepat mati!!” BRAK!! BRAK!!Ia kembali melempar mayat-mayat kaku, menghantam segala arah.…
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan
