
PUSAKAYANA
Part 6 - Penjara Waktu
Spoiler :
“Bersiap, Jul! Sekarang saatnya!” teriak Cahyo lantang.
Waktu yang semula berjalan lambat seolah mendadak meledak kembali. Saat itu juga, Danan telah melesat bagaikan kilat, menebas akar-akar kutukan Talapraja dan menyelamatkan Nyi Sendang Rangu dari lilitan kematian.
Tiba-tiba langit mendidih. Sosok roh kera hitam—Rangkara—sebesar Wanasura muncul dari kabut petir. Tubuhnya penuh luka, tapi kekuatan membuncah dari dalam matanya yang menyala. Dengan raungan...
Ada chapter baru minggu ini!
PUSAKAYANA
109
27
10
Berlanjut
Spoiler :
Dengan gerakan terakhir, ia memakan semua benda yang diambil dari tubuh istrinya—menelannya satu demi satu. Bau darah dan daging terbakar memenuhi ruangan.Lalu... keheningan. Beberapa detik kemudian, tubuh Ki Satmo menggeliat hebat.Ia mendangak, matanya putih. Dari dalam tenggorokkannya muncul sesuatu...Sebatang tombak tua, berkarat dan berlumuran darah, menembus dari dalam mulutnya, merobek rahang dan bibirnya. Tombak itu terus keluar, memanjang, penuh ukiran aneh, disertai semburan darah segar dari tenggorokannya.Manjing Marcapada telah bangkit.
Dan semua yang ada di ruangan itu… akan menyesali apa yang baru saja mereka lakukan. Hawa merinding tiba-tiba menyelimuti seluruh ruangan. Suhu udara menurun drastis. Api dalam tungku mendadak meredup, dan asap dupa berubah warna menjadi kehitaman, menggulung seperti makhluk hidup yang meliuk di udara. Bau anyir dan belerang menyatu menjadi satu aroma yang menusuk hidung—tanda kehadiran sesuatu yang tak berasal dari dunia ini.Pusaka itu… bangkit.Dari mulut Ki Satmo, tombak berukir aneh itu terus mencuat—tua, berkarat, namun memancarkan kekuatan yang membuat udara terasa lebih berat. Pada saat itu pula, kutukan yang mengendalikan Ki Satmo patah. Kesadarannya kembali, tapi tubuhnya sudah terlalu rusak. Darah mengucur dari mulut dan lehernya. Rongga mulutnya sobek, tenggorokannya koyak, dan wajahnya tinggal menyisakan siksaan.Matanya menatap kosong ke langit-langit, tersadar akan kematian yang segera datang.“Jadi ini… Manjing Marcapada…” bisik salah satu pria dari kelompok berjubah hitam. Ia mendekat perlahan, matanya berbinar oleh keserakahan.Tanpa ragu, ia menarik tombak itu dari mulut Ki Satmo.SRAK!!!
Darah menyembur, tubuh Ki Satmo terguncang hebat. Napasnya kini tinggal desahan pelan, setipis helai rambut yang menari di ujung ajal.Pria itu mengangkat tombak dengan angkuh. “Akulah tuanmu sekarang!” katanya, memutar-mutar senjata terkutuk itu di udara.Namun hanya butuh beberapa detik…Matanya melebar. Napasnya tercekik. Dunia di sekelilingnya berubah dalam sekejap.
Ruangan yang semula berisi rekan-rekannya kini penuh mayat, mengenakan pakaian kuno, tubuh mereka terbelah, terbakar, ada yang tergantung terbalik di langit-langit dengan wajah menganga seperti berteriak tanpa suara.“A—apa ini…?! Ini bukan… ini BUKAN Manjing Marcapada!!”
1 file untuk di-download
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Pusakayana
Selanjutnya
PUSAKAYANA 7 - Sabda Pangiwa
13
5
PUSAKAYANAPart 7 - Sabda PangiwaSpoiler :…“Danan! Tutup matamu!”
Teriakan Nyi Sendang Rangu menggema di tengah tanah yang mendidih. Ia berdiri sigap di depan Danan dan Cahyo, membentangkan selendang putihnya ke wajah mereka, seperti tirai pelindung dari neraka yang akan terbuka.Di hadapan mereka, sosok bertopeng Bujang Ganong berdiri gagah—dialah Tegar. Suaranya lirih namun mantap, terus membaca mantra tanpa henti. Aksara di tubuhnya menyala seperti bara yang hidup, berkedip seiring degup jantung dunia.Dan kemudian—Triyamuka Kala menatap.Raksasa bermata tiga itu berdiri tak jauh dari Tegar. Tubuhnya sebesar gunung kecil, matanya merah seperti bara api yang mendidih. Namun ada sesuatu yang berubah. Tatapannya… cemas. Ia, makhluk digdaya pemangsa arwah dan penelan kutukan, merasa terancam.Tanah di sekitar mereka mulai memanas, seolah dilalap api tak kasat mata. Udara terbakar, mendesis dan melelehkan tetesan hujan dari langit yang coba diturunkan Nyi Sendang Rangu. Tapi bahkan hujan itu pun kini menguap sebelum menyentuh tanah. Dunia terbelah antara api dan mantra.“Cepat!” teriak Nyi Sendang Rangu. “Kami takkan tahan lebih lama!”Tegar mencengkeram erat kain kafan yang melilit jasad kutukan. Tangannya gemetar. Namun ia tahu, ini satu-satunya jalan. Ia menarik napas panjang, lalu menarik lepas kafan itu.Tark!Kafan terlepas. Dan di sanalah ia.Jasad terkutuk.
Wujud mengerikan itu kini terlihat jelas. "
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan