
Deskripsi
Karena ternyata ceritanya kepanjangan jadi kita bagi jadi 2 part ya
Part 6 - Dewi Ginidarna
Part Terakhir (Tamat) - Bali Mulih (kembali pulang)
Spoiler :
“Le… ojo dolan ning alas adoh adoh , mengko diparani demit kebo ireng” (Nak… jangan main di hutan jauh-jauh , nanti didatangi setan kerbau hitam) Ucap ibu yang memperingatkanku setiap akan bermain di hutan.
...
2 file untuk di-download
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Cerita Horror
Selanjutnya
Seribu janji Fajar Candi Part 2
24
11
NOTE : Cerita ini dan kelanjutanya dapat dibaca gratis di karyakarsa tanpa syarat, namun tidak untuk diperjualbelikan kembali.SERIBU JANJI FAJAR CANDI PART 2- Pertempuran Satu Malammerupakan sebuah cerita pengembangan dari cerita rakyat mengenai Candi Prambanan yang ditulis ulang dengan imajinasi dan gaya penulisan Diosetta. Adapun nama dan karakter dalam cerita ini hanya fiksi belaka sesuai dengan cerita rakyat yang beredar.…………………………………………. Suara deru peperangan terdengar di setiap perbatasan istana. Berbeda jauh dari sebelumnya, kerajaan pengging yang sebelumnya makmur dan sejahtera kini berubah menjadi medan perang dengan berbagai penderitaan yang di alami rakyatnya. Terlebih pada wilayah Keraton Boko , hampir semua hasil panen , ternak, dan harta milik rakyatnya diambil oleh pasukan Patih Gupolo untuk memenuhi kebutuhan perang yang Ia cetuskan sendiri. Tak cukup sampai di situ, semua pemuda yang berada di Keraton Boko diwajibkan untuk membela wilayahnya walaupun harus memberontak ke Kerajaan Pengging. “Panglima! Kita sudah mampu menahan prajurit berkuda yang menyerang dari Keraton Pengging!” Lapor seorang prajurit yang menghadap kepada panglima. “Kerja bagus, pertahankan formasi dan laporkan pada Yang mulia” Perintah panglima kepada prajurit yang bertugas untuk menyampaikan pesan itu. “Baik panglima, namun ada kabar dari Telik sandi kita bahwa gelombang serangan berikutnya merupakan Pasukan Buto… Pasukan Raksasa yang dipimpin oleh Patih Gupolo!” Lanjut prajurit itu. Sontak sang panglima berdiri mendengar kabar itu. “Berapa pasukan yang tersisa?” Tanya panglima. “Hanya setengah dari yang kita tugaskan untuk pertempuran hari ini panglima” Jawab Prajurit itu. Panglima menggeleng seolah tidak menemukan jalan. “Pasukan kita tidak akan mampu melawan pasukan buto milik keraton boko.. Segera laporkan kondisi ini pada Yang Mulia untuk meminta bala bantuan” Perintah panglima. Dengan sigap prajurit itu kembali menaiki kudanya dan bergegas menuju istana. Mendengar laporan dari prajurit itu Prabu Damar Moyo segera mengerti dan mempersiapkan pasukanya untuk menuju garis depan. Dalam waktu setengah hari Prabu Damar Moyo dan pasukan istana telah sampai di garis depan dan bersiap menyusun siasat untuk melawan pasukan buto yang akan datang menyerang. “Yang Mulia.. seharusnya Yang Mulia tidak perlu ke garis depan, di sini terlalu berbahaya” Ucap Panglima. “Percuma… apabila pertahanan kalian ditembus, sudah pasti istana tidak akan selamat… Jadi kita pertahankan wilayah ini dengan seluruh kekuatan” Jelas Prabu Damar Moyo. Benar.. seperti ucapan sang raja, seluruh kekuatan tempur terbesar sudah digunakan untuk melawan gelombang serangan Keraton boko yang sudah memporak porandakan kerajaan. Seandainya garis pertahanan ini ditembus, Jumlah pasukan dikerajaan sudah pasti tidak akan cukup untuk mengalahkan serangan berikutnya. Dengan segera panglima dan Prabu Damar Moyo merancang siasat untuk bisa memenangkan pertempuran dengan pasukan buto yang akan menyerang hingga seluruh medan mulai dari bukit, hutan,dan tanah yang berada dimedan tempur dipenuhi pasukan kerajaan pengging untuk menyerang pasukan buto dari segala arah. Waktu yang diperkirakan tiba, sesuai perkiraan pasukan telik sandi, pasukan buto akan tiba di waktu subuh tepat saat matahari terbit. Seluruh pasukan sudah mempersiapkan diri di posisinya masing-masing. Mereka menunggu dengan cemas berharap bukan merekalah yang akan mati hari ini. Subuh berganti menjadi pagi hingga matahari sudah terbit sepenuhnya, namun tidak ada tanda-tanda dari pasukan buto seperti yang diinformasikan oleh telik sandi kerajaan. “Prajurit… kamu yakin pasukan itu akan sampai di tempat ini pagi ini?” Tanya panglima. “Benar panglima, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri jumlah pasukan yang akan menyerang kita” Jelas prajurit itu. Prabu Damar Moyo dan panglima terlihat gelisah. Memang benar prajurit pengirim informasi hampir tidak pernah salah mengirimkan informasi yang akan terjadi. Hal ini membuat mereka berdua menjadi tidak tenang. “Panglima… ataukah ini hanya umpan agar seluruh prajurit ke tempat ini sehingga istana bebas dari penjagaan?” Tanya Prabu Damar Moyo. Mendengar penyataan itu panglima tersentak, seketika ia langsung merasa khawatir dengan kondisi istana. “Baiklah.. sebaiknya aku kembali ke istana untuk memastikan keadaan” Ucap Sang Raja yang bersiap meninggalkan garis depan. Namun perlahan dari jauhh terlihat debu tanah yang bergerak menandakan ada sesuatu yang mendekat. “Tunggu Yang Mulia! Mereka Datang!” Ucap Panglima. Sang Raja kembali pada posisinya dan bersiap menerima serangan dari prajurit musuh yang datang. Namun semenjak kemunculan kuda pertama, tidak ada lagi makhluk yang menyusul. Hanya satu orang yang menaiki kudanya yang melesat ke tempat ini.Saat sosok itu semakin mendekat, Panglima mulai menyadari bahwa yang datang adalah sosok yang ia kenal. “Yang Mulia…. I .. itu, bukankah itu pangeran Bandung Bondowoso?” Teriak panglima dengan semangat melapor pada Prabu Damar Moyo. Sang raja hanya tersenyum sambil memandang kedatangan anaknya yang disambut dengan sorak sorai prajurit yang berada di sana. “Salam hormat untuk ayahanda… “ Ucap sang pangeran yang menunjukan rasa hormatnya kepada ayahnya Prabu Damar Moyo. “Sudah-sudah… istirahatlah dulu, setelah ini kau harus bersiap membantu kami melawan Pasukan Buto bawahan Patih Gupolo” perintah Prabu Damar Moyo. Panglima terlihat cukup tenang saat mengetahui ada orang sekuat bandung bondowoso yang bersiap membantu mereka untuk melawan gelombang serangan berikutnya. “Tidak ayah… sebaiknya kita pulang sekarang, aku sudah melihat kondisi kerajaan ada banyak hal yang harus kita kerjakan” Ucap Bandung Bondowoso. “Maaf saya lancang pangeran… namun kami butuh bantuan untuk melawan Pasukan Buto yang akan datang setelah ini” Ucap panglima itu. Sang pangeran terlihat santai dan malah membantu membereskan perlengkapan Prabu Damar Moyo dan tak lama seorang prajurit lain datang dengan tergesa-gesa menghadap kepada panglima dan sang raja. “Lapor Yang Mulia dan Panglima.. Seluruh pasukan Buto yang menuju ke tempat ini terlihat tumbang, habis tak bersisa tepat beberapa mil dari tempat ini” Lapor Prajurit itu. Prabu Arya dan Panglima saling berpandangan. Mereka menebak ini adalah hasil perbuatan Bandung Bondowoso. Namun tetap saja hal ini sulit dipercaya. “Sudah… kamu tenang saja panglima, Seluruh pasukan yang datang ke sini… Pasukan buto, prajurit, dan siluman sudah saya habisi, Setidaknya Keraton Boko butuh waktu satu minggu lagi untuk memulai seranganya lagi” Jelas Bandung Bondowoso. Mendengar penjelasan itu Panglima merasa lega, ia menerima perintah Pangeran untuk bersiap satu minggu lagi untuk memulai serangan yang akan mengakhiri peperangan ini. “Anaku Bandung Bondowoso.. apa benar kamu menghabisi pasukan buto itu seorang diri?” Tanya Prabu Damar Moyo yang penasaran dengan apa yang terjadi dengan pasukan buto itu. “Tidak ayah… Aku dibantu oleh pasukan jin dari Alas Dandaka, kami sepakat untuk bekerja sama hingga tujuan kami sama-sama tercapai” Jelas Bandung Bondowoso. Mendengar itu Sang Raja tersenyum dan merasa yakin untuk meninggalkan garis depan dan kembali ke istana. ---000--- Aku meninggalkan kerajaan hanya beberapa hari, namun entah mengapa saat aku kembali seolah waktu sudah berjalan hampir satu tahun. Mungkin benar apa yang dikatakan Ginandra, waktu di alam jin jauh lebih cepat dibanding alam manusia, awalnya hal ini membuatku cukup menyesal karena banyak korban yang jatuh saat kepergianku. Namun aku berharap semoga saja ini sebanding dengan apa yang kuperjuangkan. “Ayahanda… maafkan atas kelancanganku, tapi sepertinya sudah saatnya untuk kita menyerang Keraton boko” Ucapku yang mencoba memberikan masukan kepada Ayah. Ayah berjalan menuju singgasananya dan mencoba untuk duduk dengan nyaman. “Anaku Bandung Bondowoso… kerajaan Pengging adalah kerajaan yang damai, ayah tidak pernah mau memulai perseturuan.” Ucap ayah dengan wajahnya yang terlihat gelisah. “Namun Ayah mengerti maksudmu, sudah tidak boleh lagi ada korban dari Prabu Boko dan anak buahnya. Namun kamu yang paling tahu apakah kita memiliki kekuatan untuk memenangkan peperangan ini?” Terlihat diwajah Ayah rasa ragu atas keputusan ini. sepertinya aku mengerti, sudah banyak prajurit menjadi korban sehingga Ayah tidak yakin kekuatan tempur istana bisa mengalahkan kekuatan pasukan Buto yang dipimpin Patih Gupolo. “Tenang saja ayah… aku hanya butuh pasukan istana untuk menahan prajurit manusia di keraton Boko, menurut cerita.. mereka maju ke medan perang atas paksaan” Ucapku untuk mencoba menjelaskan apa yang harus pasukan ayah lakukan. “Ayah tau kekuatanmu, tapi ayah juga tau kekuatan petinggi pasukan Patih Gupolo.. apalagi sekarang mereka memiliki pasukan jin dan raksasa yang membantu mereka” Keluh Ayah. Mendengar ucapan Ayah tiba-tiba sosok bayangan hitam besar berwujud harimau raksasa muncul di belakangku. Bayangan itu mendekat ke arah Ayah seolah ingin menyampaikan sesuatu. “Raja manusia.. Aku akan menangani Jin dan Raksasa yang dikendalikan oleh pusaka yang mereka curi dari kerajaanku… Kalian manusia hanya perlu melakukan tugas kalian” Ucap sesosok makhluk yang kubawa dari Alas Dandaka. Ayah terlihat kaget, namun saat ia melihatku ia kembali merasa tenang. “Ayah.. Ini Ginandra, Pangeran dari kerajaan Jin di Alas Dandaka… Ia meminjamkan kekuatan pasukanya padaku untuk mengambil kembali pusaka mereka yang dicuri oleh Keraton boko.Pusaka itulah yang memaksa bangsa jin untuk bertarung di sisi mereka” Ucapku yang menjelaskan seberapa besar kekuatan tempur yang kumiliki. Ayah memperhatikan Ginandra dengan seksama, sepertinya ada rasa percaya di mata Ayah setelahnya. “Baiklah… Kuserahkan strategi dan penyerangan ke Keraton Boko padamu , Pastikan lakukan cara terbaik untuk mengurangi korban” Perintah Ayah Aku segera menangkupkan tanganku menandakan menerima Titah dari ayahku sekaligus Raja kerajaan Pengging ini, Prabu Damar Moyo. …. Tak butuh waktu lama hingga aku berhasil menghimpun pasukan dan menyusul ke garis depan. Sebuah strategi sudah kususun bersama panglima untuk melakukan penyerangan ke keraton Boko di tengah malam. Penyergapan ini harus dilakukan dengan cepat dengan Prabu Boko dan Patih Gupolo yang menjadi target utamanya dengan harapan saat matahari terbit misi dapat diselesaikan. Keraton Boko terletak di atas bukit, hal ini membuat pasukan harus lebih jeli memperhatikan arah musuh yang pasti lebih menguntungkan. Aku menyelinap bersama beberapa puluh pasukan menuju Istana sementara panglima dan pasukan lainya berjaga diluar menunggu aba-abaku. Bukan seperti yang kubayangkan, separah-parahnya kondisi perang setidaknya mereka masih bisa beristirahat di malam hari. Namun ternyata yang terlihat hanya rumah kumuh yang sebagian sudah hancur. Kemungkinan warganya dipekerjakan untuk memenuhi kebutuhan perang. “Tidak usah bersembunyi.. Aku sudah menunggumu cukup lama” Tiba-tiba terdengar suara menggelegar di depan pintu istana bersama dentuman langkah kaki raksasa. Itu adalah suara Patih Gupolo. Rupanya mereka sudah bersiap menunggu kedatangan kami. Entah mereka tahu dari mana mengenai penyerangan ini, namun hal inipun sudahh kami perkirakan. “Patih Gupolo… Namamu sudah sangat tergenal di jagad kerajaan dengan kemampuan tempurmu, harusnya kau bisa menlindungi kerajaan ini dan hidup dengan damai” Ucapku pada Patih Gupolo. “Ha..ha..ha..ha… Melindungi? Sudah cukup… Itu Hal Bodoh! Seandainya Prabu Boko tidak menceritakan rahasia itu padaku, mungkin seorang Patih Gupolo masih dengan bodohnya melindungi bangsa kalian” Ucap makhluk itu sambil tertawa. “Rahasia? Apa maksudmu…? “ Tanyaku yang tidak mengerti dengan ucapanya. Terlihat senyuman mengerikan di wajah Patih Gupolo. “Rahasia bahwa daging bangsa kalian begitu enak… ha..ha..ha… untuk apa kami harus melindungi sesuatu yang seharusnya menjadi mangsa kami” Ucap Patih Gupolo tanpa merasa bersalah sedikitpun. Mendengar ucapanya aku tidak lagi bisa menahan emosiku. Sekuat tenaga aku menerjang ke arahnya dan mendaratkan sebuah pukulan yang segera ditahan olehnya. “Sabar dulu Bandung Bondowoso… kau harus melawan prajuritku dulu sebelum berani menyentuhku” Seketika dari dalam istana berlarian ratusan pasukan buto dan muncul Jin Berwujud Siluman yang bersiap menyerangku bersama beberapa puluh prajuritku. “Hahaha…. Kedatanganmu hanya mengantarkan nyawa , bahkan dengan jumlah pasukanmu di luar istanapun tidak akan bisa mengalahkan pasukanku ini” Ucap Patih Gupolo dengan jumawa. “Ginandra!” Teriaku memanggil pangeran bangsa jin dari alas Dandaka yang meminjamkan kekuatanya kepadaku. Dengan segera langkah pasukan Patih Gupolo terhenti dengan kemunculan seribu pasukan jiin yang di pimpin oleh sosok Ginandra yang tidak lagi berwujud harimau, melainkan sosok raksasa yang diselimuti kabut hitam dengan mahkota di kepalanya. Tak jauh beda dengan wujud ayahnya di Alas Dandaka. “Ti.. tidak mungkin! Dari mana semua makhluk-makhluk itu! Pusaka bangsa Jin masih di bawa oleh Prabu Boko! Tidak ada yang bisa mengendalikan mereka tanpa itu?” Ucap Patiih Gupolo yang mulai kehilangan kesombonganya. “Bukan kerajaan manusia saja yang telah kalian buat marah… Perbuatan kalian juga telah membuat mereka marah” Ucapku yang tidak lagi mau berbicara lebih banyak. Pertempuran antar bangsa jin mulai pecah di hadapan istana keraton boko. Kekuatan prajurit pasukan Ginandra kurasa sangat mumpuni untuk menahan pasukan Patih Gupolo sementara aku menghadapi Patih kerajaan berwujur raksasa itu. Patih Gupolo segera menerjang dengan pusaka gada langit miliknya dan menghantamkanya ke tanah, sebuah gempa bumi tercipta di setiap pukulanya. Sayangnya gerakanku terlalu cepat untuk menerima serangan itu. “Cih.. bahkan pusaka pemberian kerajaanpun kau pakai untuk melawan kami” Ucapku dengan emosi yang semakin memanas. Aku melompat ke tubuhnya yang besar dan menghantamkan pukulan ditubuhnya. Namun tidak seperti raksasa lain, biasanya mereka akan tumbang dengan pukulan ini dan aku bisa dengan bebas menghajarnya.. tapi tidak dengan Patih Gupolo, pukulanku hanya mampu membuatnya sedikit mundur. Rupanya cerita mengenai ketangguhan Patih Gupolo tidak hanya isapan jempol belaka. Pertempuran sengit terjadi, beberapa kali Patih Gupolo berhasil menangkapku dan membantingku ke tanah. Namun aku terus mempertahankan diri hingga mencari tahu cara mengalahan makhluk ini. “Dahinya… kelemahan bangsa raksasa ada di dahinya” Tiba-tiba suara Ginandra terdengar membisik di telingaku. Benar, selama ini kekuatanku sudah mampu menumbangkan bangsa raksasa tanpa menyerang kelemahanya hingga lupa akan adanya hal itu. Dengan segera aku menciptakan momentum dari pukulan Pusaka Gada langit Patih Gupolo dan menghujamkan pukulan tepat di dahinya. Seketika Patih Gupolo terjatuh oleh seranganku. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, aku segera melompat ke arahnya dan memukulkan pukulan bertubi-tubi hingga darah bermuncratan dari mulut bangsawan raksasa itu. Sayangnya itu tak berlangsung lama, sebuah pukulan telak mementalkanku hingga hampir tak sadarkan diri. Beruntung Ginandra berhasil menangkapku hingga aku bisa mempertahkan kesadaranku. “Berani-beraninya bocah ingusan sepertimu melawan kami…” Ucap sesosok makhluk yang sedikit lebih besar dari Patih Gupolo dengan mahkota dan baju bangsawanya. Dan yang membuatku semakin tidak mampu menahan diri , ditanganya tergenggam tubuh seorang wanita yang sudah kehilangan bagian tubuhnya , selain itu makhluk itu masih menggigit dan mengunyah manusia di genggamanya seolah manusia itu adalah makanan kecil untuknya. Ya… Makhluk laknat itu adalah Prabu Boko , Penguasa wilayah keraton boko yang memulai semua pertempuran ini. Sebelum mulai menyerang lagi aku memusatkan tenaga dalamku dan sedikit memulihkan diri dari serangan Prabu Boko tadi sementara Ginandra menahan mahkluk-makhluk yang mencoba menyerangku. Seolah ikut merasa kesal, Ginandra menyerang Prabu Boko dengan lengan hitamnya yang besar. Terlihat dihadapanku dua raksasa dari dua kerajaan yang berbeda saling beradu serangan dan menyebabkan kerusakan disekitarnya. Namun sayangnya Ginandra juga terpental seperti tubuhku tadi. “Ginandra… tidak mungkin, seranganmu tidak lebih lemah darinya” Ucapku pada Ginandra. “Aku tidak bisa melawanya selama pusaka itu ada di tanganya… “ Balas Ginandra. Sepertinya aku mengerti, saat ini pusaka itu berada di tangan Prabu Boko . Sebuah pusaka yang menaklukan bangsa Jin dan bahkan Pangeran bangsa jinpun tak mampu menyerang penggunanya. “Baiklah.. Prabu Boko biar menjadi urusanku, sesuai janji.. akan kurebut pusaka itu” Ucapku yang telah siap menyerang kembali. Aku melompat ke arah Prabu Boko dan siap mendaratkan pukulan, namun Patih Gupolo telah bangkit dan bersiap menyerangku dengann Pusaka Gada Langit miliknya. Untungnya dengan sigap Ginandra mendaratkan pukulanya menyingkirkan Patih Gupolo dari hadapanku. “raksasa patih ini biar menjadi lawanku… kita selesaikan semuanya!” Ucap Ginandra. Aku tersenyum, sepertinya aku bisa fokus bertarung dengan Prabu Boko. Pukulan demi pukulan kuhujamkan ke tubuh raja dari ras raksasa itu, sama seperti Patih Gupolo seranganku hanya sedikit berpengaruh. Pertempuran sengit terjadi di antara kami sementara aku mencari keberadaan pusaka yang di maksud Ginandra namun aku tak melihat ada benda apapun yang memiliki kekuatan yang menempel di tubuh Prabu Boko. Untuk memastikan kekuatan seranganku aku membacakan sebuah mantra untuk menguatkan kaki dan tanganku dan menyerang dahi Prabu Boko hingga mahkotanya terlempar. Setelahnya , pertarungan berubah menjadi semain bengis. Beberapa kali Prabu Boko menggunakan tubuh prajuritnya untuk menahan seranganku. Hal ini cukup memancing amarahku. Namun satu hal yang pasti , Raksasa di hadapanku ini sudah mulai kewalahan. Aku melompat setinggi tingginya dan menjatuhan kakiku ke tanah hingga membuat gelombang besar, beberapa kali hal itu kulakukan sebagai persiapan seranganku berikutnya. Sebuah ajian yang seharusnya mampu menumbangkan Prabu Boko.. Ajian Ancala Mukti… Sebuah Ajian yang mampu memberi kekuatan yang bahkan mampu menggetarkan gunung. Kekuatan besar muncul dari tanah yang kupijak dan merasuk ke tubuhku. Dan dengan segera aku menerjang Prabu Boko yang masih menggenggam prajuritnya untuk melindungi dirinya. “Tunggu… cukup! Aku mengaku kalah!” tiba –tiba Prabu Boko mundur menjauh dari kedatanganku. Sepertinya ia sadar seranganku dapat menghabisi dirinya. “Apa maksudmu mengaku kalah? Ini bukan soal kalah dan menang? Ini soal menghentikan kekejaman kalian” Jawabku masih dengan kekuatan besar yang menyelimutiku. “Aku tidak akan menyerang kerajaanmu lagi, aku akan pergi dari sini” Ucapnya. Aku tidak peduli, tidak ada satupun ucapan dari raksasa ini yang bisa kupercaya. Dengan segera aku menyerangnya dengan kekuatan yang ada pada lenganku , namun Prabu Boko melompat mundur dan mulai mengamuk membabi buta menghancurkan semua hal di sekitarnya dengan kekuatanya yang sangat besar. “Manusia Brengsek!!! Matilah kalian semua!!!” Teriaknya yang merasa putus asa. Aku tidak gentar , sekali lagi aku melompat dan mendaratkan sebuah pukulan yang ditahan dengan tanganya. Sayangnya itu tidak berguna… pukulanku dengan mudahnya menembus pergelangan tangan raksasa itu hingga darah bermuncratan dari luka yang kubuat. Berkali kali aku mengulang serangan itu hingga menciptakan beberapa lubang di tubuhnya yang dihiasi dengan aliran darah yang membasahi tubuhnya. Saat ini tubuh Prabu Boko terbaring tak berdaya, namun misiku belum selesai. Aku melompat setinggi-tingginya dan memukulkan lenganku di perut raksasa itu hingga sebuah benda mengalir dan terlempar dari mulut Prabu Boko. Sebuah Mutiara hitam sebesar kepalan tangan dengan kekuatan besar yang terpancar dari dalamnya. Sebelum sempat menyentuh tanah, terlihat Ginandra segera melesat dan mengambil benda itu tanpa seijinku. Melihat kekalahan rajanya dan pusaka yang telah terenggut, Patih Gupolo menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri meninggalkan pertempuran ini. “Bagus… janjimu sudah kau tepati” Ucap Ginandra yang segera menghentikan bangsa jin yang dikendalikan oleh pusaka ini. Hanya tersisa pasukan manusia dari keraton boko yang dipaksa bertarung oleh Patih Gupolo. “Sudah Cukup! Pertempuran selesa!” Teriaku tepat dihadapan prajurit-prajurit itu. Aku memberi isyarat kepada seluruh pasukan yang ada di luar istana untuk menyerbu ke dalam istana memastikan tidak ada perlawanan dan melakukan evakuasi terhadap warga di wilayah keraton Boko. “Lapor Pangeran, Pemukiman sipil di penjuru timur dan utara telah kami amankan” Ucap panglima yang datang menghampiriku. “Secepat itu?” tanyaku padanya. Rupanya selama kami bertarung, panglima bersama pasukan mencari camp-camp warga sipil yang mungkin untuk diselamatkan. Aku memasuki wilayah istana yang dihiasi dengan wajah memelas warga yang tinggal di wilayah keraton boko yang diperlakukan semena-mena oleh kekuasaan Prabu Boko dan Patih Gupolo. “Yang mulia… ampuni kami, kami diancam akan dibunuh apabila tidak membantu mempersiapkan kebutuhan perang untuk Prabu Boko dan Patih Gupolo” Ucap salah seorang perempuan tua yang memberanikan diri menghadapku diikuti dengan puluhan warga yang segera bertlutut memohon ampun. Prajurit segera mengellingi mereka seolah menunggu keputusanku. “Kalian adalah rakyat kerajaan pengging, sekarang kalian hidup sengsara… seharusnya Kami sebagai pemimpin kalian yang meminta maaf kepada kalian karena membiarkan hal ini terjadi!” ucapku mencoba menyampaikan apa yang kurasakan. “Sekarang kekejaman Prabu Boko Sudah berakhir.. Keraton Boko harus kembali bangkit dibawah pengawasan Kerajaan pengging dan sudah seharusnya kalian bisa hidup layak “ Seketika suara tangis haru terdengar dari seluruh warga yang hidup dibawah penindasan Prabu Boko. Mereka yang mampu bertahan hingga saat ini pasti mampu membangun wilayah ini kembali makmur. “Panglima kutitipkan Keraton Boko dalam pengawasanmu.. sepertinya aku butuh istirahat” Ucapku yang memang sudah hampir kehabisan tenaga setelah pertempuran tadi. Peperangan yang terjadi semalam penuh telah berakhir. Dari arah bangunan istana terlihat matahari terbit dengan anggun menunjukan keindahan yang selalu dihadiahkan olah Sang Maha Pencipta untuk ciptaanya. Namun rupanya bukan itu hal terindah yang kulihat pagi ini. Sesosok wanita terlihat keluar dari bangunan istana mencari tahu apa yang terjadi. Yang aku tahu.. aku tidak pernah melihat makhluk secantik itu seumur hidupku bahkan dewi sendangpun tidak secantik ini. Wanita itu berjalan dengan anggun dengan pakaian layaknya bidadari dengan kulitnya yang putih dan matanya yang memancar seperti mutiara khayangan. Dan aku.. hampir tidak bisa memalingkan padanganku dari keindahan yang ada di hadapanku saat ini. (…Bersambung)
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan