
Dendam Patung Arwah
Part 3 - Prasasti Bertuah
64 Halaman
Spoiler :
-- Ada satu orang berjalan mendekati kami. ia memasuki desa dengan menyeret langkahnya. Matanya putih, kesadaran sudah bukan lagi miliknya.
“Jumarto?! Itu Jumarto!” Teriak warga yang menyadari siapa orang yang mendekat itu.
Aku melintasi kerumunan dan bersiap menghadapi sosok Jumarto yang mendekat. Tapi bukanya menyerang, sosok itu malah terhenti.
“To…long”
Jumarto mencoba berbicara, namun sepertinya ia tidak dapat berbuat lebih dari itu....
1 file untuk di-download
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses
Kategori
Dendam Patung Arwah
Selanjutnya
Daryana Putra Sambara Part 2 - Tumbal Penunggu Bukit
8
5
Warning : Cerita ini exclusive di karyakarsa dan dilarang untuk dibawakan di channel manapun dalam bentuk apapun Daryana Putra SambaraPart 2 - Tumbal Penunggu BukitSpoiler : … Sadewo, Girwana, dan Mardaya.. “Kami semua Masmu putra..” ucap Mas Sadewo. Aku ingin bertanya apa maksud semua ini namun rasa semangat mereka saat bertemu denganku membuatku sulit memulai pembicaraan. “Brasma, sambil menunggu jamuan yang kau siapkan bagaimana kalau kita bermain dulu dengan nak putra,” tanya Mas Girwana. “Silahkan, tapi hati-hati..” Jawab Mas Brasma. “Tenang, kami tahu batasan kami..” balas Mas Girwana lagi. “Bukan, maksudku.. hati-hati kalian dibuat babak belur olehnya,” ucap Mas Brasma sembari tertawa. Seketika ketiga orang itu menatapku dengan semangat. Merekapun mengajakku ke tempat yang cukup luas dan mengajakku untuk latih tanding. “Nak putra, kamu sudah menguasai berapa jurus?” Tanya Mas Girwana. “Jurus?” aku menggeleng. Aku mencoba mengingat semua yang diajarkan ayah. Ilmu bela diri dan beberapa ajian. Tapi apabila itu yang dimaksud jurus, aku tidak mengerti. “Err… ya sudah, coba serang saya dengan ilmu bela dirimu,” ucapnya lagi. Aku sedikit ragu, tapi sepertinya ini memang yang mereka harapkan. Akupun mengingat caraku menyerang tabib tadi. Dengan sekali hentakan, aku berpindah ke hadapan Mas Girwana dan melepaskan sebuah tendangan. Dengan sigap Ia menangkis seranganku, namun tenagaku membuatnya sedikit terseret. “Ma—maaf,” ucapku takut berbuat salah. “Lanjutkan,” balasnya. Sebuah pukulan mengarah ke arahku, akupun menangkisnya dan membalas dengan pukulan lain. Kami beradu serangan dengan cukup keras. Berbeda dengan pimpinan prajurit tadi, Mas Girwana bukan lawan yang mudah dikalahkan. Sebaliknya aku akan kewalahan bila tidak meningkatkan seranganku. Tepat saat Mas Girwana menahan seranganku, akupun melompat mengambil jarak ke belakang. Aku sedikit membungkuk dan meletakkan tanganku di tanah. Dengan posisi ini aku dapat memastikan bagian mana yang harus kuserang. Aku membaca geraka Mas Girwana dan menemukan sebuah celah di pinggang kananya. Dengan cepat aku melesat seperti hewan buas dan melompat untuk mendaratkan pukulan yang keras di titik itu. Seketika wajah kesakitan terpampang di wajah Mas Girwana. “Gerakan itu?” “Iya, tidak salah lagi..!” Aku tidak mengerti dengan apa yang dikatakan panglima lainya, tapi saat aku akan kembali menyerang, Mas girwana menangkapku dan menghentikan gerakanku. “Sudah, cukup.. ini menyenangkan, aku takut keterusan” ucap Mas Girwana. Akupun menarik tanganku dan sedikit menunduk untuk meminta maaf. Aku benar-benar takut perbuatanku ada yang menyinggung mereka. Tapi dibalik itu, dengan serangan-serangan yang kukeluarkan, aku kira aku bisa mengimbangi Mas Girwana. Ternyata aku salah, ia dapat menghentikanku dengan mudah. Sepertinya aku memang tidak boleh berbesar diri. “Rasanya benar-benar seperti bertanding dengan Widarpa!” tawa Mas Girwana. “Gerakanya juga mirip! Aarrrghh.. aku jadi kangen beliau!” ucap Mas Mardaya. Tunggu, jangan-jangan mereka adalah teman-teman bapak? Tapi bagaimana bapak bisa kenal dengan orang-orang ini. Mas Sadewo memperhatikanku. Sepertinya ia membaca kebingunganmu. “Sebentar Nak Putra, jangan-jangan kamu tidak tahu siapa ayahmu?” Tanyanya.…
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan