
Pak Salundik melotot dengan mulut menganga, gumpalan rambut itu mencekik lehernya sangat kencang. Pak Salundik bergelojotan mencari napas, seolah berteriak meminta tolong. Tangannya bergerak-gerak, tapi rupanya rambut-rambut itu membelit tubuhnya sangat kuat.
Byuuurr...!
Aku ternganga, pak Salundik terjatuh ke sungai. Aku hanya bisa menahan nafas dalam diam, melihat gumpalan rambut itu menyeret tubuh pak Salundik semakin dalam ke dasar sungai yang gelap.
2 file untuk di-download
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses

Selanjutnya
Perang Santet di Tanah Dayak Bab 27 dan 28
16
27
Setelah agak mendingan, aku bergegas bangkit menyusul pak Salundik dan sekdes ke belakang pondok. Sembari menutup hidung menggunakan kerah baju, aku melangkah terhuyung-huyung menyusul mereka berdua. Mendadak aku terkesiap demi melihat pak Salundik dan pak sekdes yang hanya berdiri mematung di depan pohon nangka. Mereka hanya berdiam diri sambil memencet hidung. Rasa mualku semakin menjadi-jadi, menyadari apa yang mereka saksikan. Di hadapan kami, ada sosok mayat yang tergantung kaku menggunakan sarung lusuh menjerat leher. Tubuhnya membiru dirubung lalat dengan mata melotot dan lidah terjulur. Di pohon nangka yang telah tua dimakan usia, seorang pemuda memutuskan mengakhiri hidup dengan cara tragis.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan