Semangkuk Indomie Hangat di Korea #CeritadanRasaIndomie

2
2
Deskripsi

Bab 1 – Badanku demam


26 Februari 2021, Gilang pulang pada malam hari dan sudah lembur 2 hari di Pabrik. Ia merasa tidak enak badan disertai demam dan gatal tenggorokan. 

“Ah, pilek lagi nih kayaknya.”

Tapi dia tau persis, saat ini 2021, virus Covid-19 masih menghantui. Walaupun sudah vaksin, tetap saja ia khawatir, akan pandangan orang jika tahu dia mungkin terkena Covid.

Gilang segera naik bus saat pulang, dan memilih tempat duduk yang berada di pojok kiri agar tidak ada yang mengetaui kondisinya....

Bab 2 – Sekardus cinta

Gilang masih sempoyongan memasuki apartemennya di lantai 5. Sesampainya di depan pintu, Ia sempat kesal karena tak kunjung menemukan kunci kamar, lalu tidak lama kemudian menemukannya di satu sudut terdalam tas kanvasnya (ya, dia masih pakai tas kanvas di Korea). Dia membuka pintunya dengan keras lalu tiba-tiba seorang nenek- yang juga tetangga dan pemilik gedung- sudah berdiri dengan senyum lebar dari belakang.

“Waaa!” teriak Gilang yang bukan kepalang sudah sangat takut itu. Nenek lalu dengan mudahnya tertawa seperti melihat anak kecil yang ketakutan.

“Hei ini hanya aku! Kau tidak perlu takut! Hahaha,” si nenek tertawa ringannya,”Ini aku hanya ingin memberi tahumu, tadi ada paket dari Indonesia untukmu. Aku bertemu dengan kurirnya tadi pagi dan aku berkata aku mengenal pemuda yang tinggal di kamar ini dan menitipkannya padaku.”

“Baik Nek, terima kasih ya,” kata Gilang sambil menerima paket yang dibungkus kardus khas Indonesia dari Nenek. Ia sangat ingin mengakhiri percakapan ini, namun nenek bertanya kembali,

“Ah Gilang, apakah kau sudah tahu?” tanya Nenek

“Apa itu nek?” Gilang mulai meningkatkan kesabaran dengan teknik tarik napasnya.

“Tentang jadwal buang sampah daur ulang, katanya akan ada perubahan minggu depan, namun untuk persisnya akan kuberi tahu nanti”. 

“Ah baik, saya tunggu saja kabar selanjutnya kalau begitu. Terima kasih,” Gilang menunduk sedalam-dalamnya lalu membuka pintunya dan melempar senyuman terlebar kepada nenek-walaupun tidak terlihat juga karena pakai masker- dan nenekpun mengangguk agak dalam dan kembali. 

Gilang sigap masuk kedalam ruangan dan mengunci pintu dari dalam,”Hah ya ampun susahnya, Cuma mau masuk kamar aja!” 

 

Bab 3 – Kehangatan dari rumah

Gilang mengatur napas setelah masuk ke kamarnya, sembari menenteng kardus yang diikat dengan tali di tangan kirinya. Ia sempat berpikir, aku ingin mandi lalu tidur sajalah.. Tapi tidak mungkin pikir GIlang.

“Aku sangat lapar…,” sambil menatap kosong kearah dapur kecilnya, yang ia tahu tidak memiliki banyak bahan makanan yang tersisa. 

Gilang meletakkan semua barang bawaannya di meja makan, , lalu berjalan ke arah kulkas. Ia melihat ada seikat sawi yang mulai menguning, daun bawang, 3 siung bawang merah dan 1 buah jagung. Gilang mulai pesimis dengan kondisi ini, dan berharap bisa lebih rajin untuk belanja bahan makanan nanti. Tak lama terdengar suara dering ponselnya, dengan lesu ia menghampiri asal suara tersebut lalu melihat ada notifikasi pesan Whatsapp dari Ibunya.

“Ibuuuuu!!!” seakan ingin menceritakan seluruh keluh kesahnya saat itu juga, lalu membaca isi pesan tersebut.

Dek, Ibu sama adek-adek uda kangen sama kamu, tapi karena Covid ini kan kamu belum bisa pulang, jadi Bapak sama Ibu ngirimin kamu Indomie, sama oleh-oleh kaya bakpia gitu.. Semoga suka ya Dek. Uda sabar-sabarin aja ke Indonesia-nya, yang penting kamu sehat-sehat terus di sana. Nanti kalau Covid-nya sudah reda, kamu langsung booking tiket ke Indonesia ya. Kaget kan kamu sama paketnya? Hihi, emang kamu aja yang bisa ngasih surprise ama Ibu!? 

Ibu….,” badannya semakin lemas dengan kehangatan yang mungkin ia akan dapatkan jika saat ini bersama keluarganya di Jogja.. “Dasar cengeng!,” kata-kata itulah yang terlintas di benak Gilang, dengan sindiran khas adik bontotnya, Tio.

Perlahan Ia buka paket tersebut.. Ia menemukan menu favoritnya! Indomie kuah Ayam Special dan beberapa Mie Goreng, serta rasa lainnya,

”Nah, ini pas sama sawi dan daun bawang yang tadi.” 

Setelah itu makanan ringan khas Jogja seperti Bakpia aneka rasa, brem dan mochi wijen kesukaannya. Selain itu ada wafer biscuit, bumbu-bumbu masakan, serta sepucuk foto keluarganya yang baru bertamasya ke Gunung Bromo.

“Ah, menyenangkan sekali..,” gumam Gilang

Selanjutnya Ia ambil 2 bungkus Indomie kuah rasa Ayam Special dari kotak kardus. Ia mulai menyiapkan air panas dan panci emas ala Korea, lalu mengambil bahan sayur, daun bawang yang diiris tipis dan bumbu lainnya. Tak lupa juga dengan minyak wijen kesayangan, dan berkata,

”Sebentar ini kurang telur," Gilang coba mencari ke kulkas lagi dan menemukan 1 butir telur, "Ah, ketemu!"

Airnya mulai mendidih, Gilang mulai memasukkan mie, lalu sayur kedalam panci, serta bumbu dan minyaknya ke dalam mangkok. Setelah menunggu selang beberapa menit, mie terlihat sudah cukup lembek – sesuai selera Gilang – lalu menuangkannya kedalam mangkok. Tak lupa Ia beri bawang goreng dan saus sambal kesayangannya.Sudah tidak sabar dengan aroma yang segera memenuhi ruangan. Gilang lalu menyeruput kuahnya terlebih dahulu. 

Seketika semua menjadi hening, angin tidak berhembus, dan jarum jam dinding tidak bergerak. Ia menatap ke arah kursi di depannya dan melihat orang tuanya, adik – adik dan kucing peliharaannya di ruangan tersebut. Ayah dan Ibu seperti sedang tertawa membicarakan ponakan yang barusan datang namun tidak mau masuk rumah. Adiknya, Rangga sedang lahap dengan makanannya. Tio seperti biasa selalu membawa mainan Spiderman di atas meja, lalu mengambil 2 tempe goreng yang masih hangat-hangatnya.

“Hmm,” Gilang bergumam Kembali, lalu menyeruput mie yang masih panas. Ia merasakan kehangatan yang ia pernah rasakan, sebelum akhirnya pindah ke Korea untuk bekerja. Ia ingat teman kuliah, dan kantornya di Indonesia. 

Tes.. tess.. 

Tidak terasa Gilang mengeluarkan air mata. Perasaan yang selama ini dipendam akhirnya keluar juga. Ia sungguh rindu rumah. Tidak dipungkiri, di Korea dia mendapatkan pengalaman dan pendapatan yang tidak sedikit untuk menopang hidupnya dan keluarga di Indonesia. Namun selalu ada sesuatu yang belum bisa diberikan selain di Indonesia, yaitu kesederhanaan. Gilang mengerti perbedaan ini; Korea yang serba disiplin dan ppali-ppali (cepat-cepat), membuatnya selalu ingin sempurna dan tepat waktu, namun Indonesia yang bersahabat dan mengalir, juga telah menjadi sesuatu yang mewah dan berharga di hatinya. 

Senyuman kecil dengan napas panjang, Gilang meneruskan mie kuahnya, sembari sesekali minum air putih hangat. Ia mengakhiri santapan malamnya dengan meminum obat yang baru saja dibeli.

Selanjutnya Ia ambil ponselnya, dan mengambil foto dari semangkuk Indomie kuah yang baru saja habis disantapnya. Gilang kirimkan pada Ibunya dan menulis,”Makasih ya maaa”. Ingin rasanya Gilang menghubungi langsung kedua orang tuanya di Indonesia, namun khawatir suara bindengnya akan membuat Ibunya khawatir.

“Kuat Gilang, kuat!” ucapnya. Apapun yang terjadi kuatlah, hargailah setiap momen yang ada, karena mereka ada untuk memberikan kita suatu perjalanan dan pelajaran. 

Gilang tersenyum kembali dan mulai membersihkan meja makanannya. Saat ini dan seterusnya, Ia berjanji akan selalu kuat dan ikhlas dengan segala yang ada didepan. Ia ingin menghargai setiap momen sederhana karena mungkin saja akan menjadi sesuatu yang berharga di masa depan.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Skandal OptimaMed
0
0
Pembalasan dendam tidak akan berujung baik, tapi itulah yang dilakukan Profesor Hari. Ia bertekad membersihkan namanya walau dengan resiko apapun.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan