
Part 2 - Pertemuan Pertama
2. Pertemuan Pertama
Penny kembali ke kamar begitu Mellon selesai mengajaknya berkeliling mansion. Pria paruh baya itu juga memberitahunya secara singkat tentang silsilah keluarga Leicester. Tentang leluhur mereka terdahulu dan tentang apa saja yang perlu ia ketahui.
Penny meletakkan buku tebal yang diberikan Mellon padanya untuk ia baca ke atas meja lalu menatap kamar yang kini ditempatinya dengan datar.
Kamar ini memang tidak sebesar kamar yang selama ini ditempatinya, tapi kamar ini terlihat jauh lebih nyaman. Lagi pula apa yang ia harapkan dari kamar seorang pelayan? Penny hanya berharap kamar ini bisa memberinya kehangatan yang selama ini tidak pernah ia rasakan sebelumnya atau setidaknya rasa nyaman.
Setelah mengamati kamarnya dan mengatur beberapa barang dan pakaian yang dibawanya, Penny beranjak ke kamar mandi sebelum beristirahat. Ia ingin tidur dengan nyaman dan memulihkan tenaga sebelum nanti melakukan pekerjaan pertamanya.
Namun, alih-alih beristirahat, Penny justru meraih buku yang tadi diletakkannya di atas meja dan mulai membaca silsilah keluarga Leicester.
Selalu ada bagian yang menarik dalam setiap generasi tapi Penny semakin tertarik ketika membaca kisah cinta Lady Elena dan Lord Christian Fletcher. Perjuangan Lady Elena menaklukkan hati sang suami benar-benar menyentuh perasaan Penny. Jika ia menjadi Lady Elena, ia tidak yakin bisa terus bertahan di tengah penolakan yang pria itu berikan.
Pada akhirnya, perjuangan memang tidak pernah mengkhianati hasil. Lady Elena berhasil mendapatkan hati sang suami, bahkan lebih dari yang ia bayangkan sebelumnya.
Kisah cinta selanjutnya tidak kalah menarik perhatian Penny. Kisah cinta Lady Charlotte, putri dari sahabat Lady Elena dan Lord Arthur, putra Lady Elena sendiri. Perjodohan yang kedua orang tua lakukan ternyata menghasilkan benih-benih cinta di hati keduanya. Meskipun perjodohan mereka awalnya mendapat penolakan dari Lady Charlotte, tapi Lord Arthur berhasil membuat sang Lady jatuh cinta dan setuju menikah hingga lahirnya Lord Anthony yang menikahi sahabatnya sendiri, Lady Alicia.
Kisah cinta mereka juga tidak kalah indah. Ada banyak lika-liku yang dijalani hingga Lord Anthony mengakui perasaan yang sebenarnya pada Lady Alicia. Keduanya dikaruniai dua orang anak. Satu anak perampuan dan satu anak laki-laki. Wajah keduanya sudah Penny lihat di potret keluarga yang ditempatkan di ruang keluarga.
Penny menutup buku yang dibacanya begitu ia telah mencapai bagian akhir. Tidak terasa ia bisa menyelesaikan buku tebal itu hanya dalam waktu beberapa jam saja. Kisah para leluhur keluarga Leicester sangat menarik hingga ia tidak sadar sudah membaca berjam-jam lamanya dan melupakan waktu istirahatnya.
Penny melirik jam di atas meja. sudah pukul empat sore. Tidak ada waktu untuk beristirahat. Ia harus menyiapkan makan malam. Ia tidak ingin mengecewakan sang Countess. Meskipun wanita itu tidak memintanya langsung bekerja hari ini tapi Penny tidak bisa melakukannya. Bekerja bisa mengalihkan pikirannya.
Penny berjalan menuju dapur yang sebelumnya ditunjukkan Mellon. Butuh waktu untuk mengingat semua yang pria itu tunjukkan mengingat besarnya mansion keluarga Leicester. Meskipun sedikit lebih lama dari yang ia pikirkan sebelumnya, Penny sampai tepat waktu sebelum para pekerja dapur mulai menyiapkan makanan yang akan disajikan malam nanti.
“Kau datang, Penny. Aku pikir kau butuh istirahat dan mulai bekerja besok.”
“Aku sudah cukup beristirahat, Mellon. Aku akan mulai bekerja sekarang.”
“Kalau begitu kau bisa mengambil alih bagian ini. Aku akan mengurus beberapa hal.”
“Serahkan padaku dan terima kasih, Mellon.”
“Sama-sama, Penny.”
Setelah Mellon pergi, Penny mulai mengkoordinir para pelayan untuk memasak sesuai dengan apa yang akan dimakan sang tuan rumah.
Tepat pukul setengah tujuh, semua makanan sudah tersaji di meja makan. Penny memeriksa sekali lagi, memastikan semua terhidang dengan baik.
Ini memang pengalaman pertamanya bekerja sebagai kepala rumah tangga, tapi Penny sudah sangat terbiasa dengan pekerjaan itu. Jadi ia tidak merasa kesulitan dalam mengatur semuanya.
Tepat pukul tujuh malam, gong tanda makan berbunyi. Tidak lama setelahnya sang tuan rumah memasuki ruang makan. Lady Alicia datang bersama sang suami. Wanita itu memberitahu bahwa putra mereka akan makan malam sedikit larut karena masih mengurus beberapa pekerjaan sementara putri mereka sedang menginap di rumah sepupunya di Avening.
“Kau bisa membereskan semua ini terlebih dulu, Penny. Biasanya Edward tidak akan makan kalau dia pulang terlalu malam.”
“Baik, My Lady.”
“Kami kembali dulu. Semoga kau nyaman bekerja di sini,” kata Anthony.
“Terima kasih, My Lord, My Lady,” Penny membungkuk, memberi hormat kepada keduanya lalu meminta para pelayan membereskan makanan ke dapur, setelahnya Penny kembali ke kamar. Kali ini benar-benar untuk beristirahat.
Tapi ternyata ia tidak bisa tidur dengan cepat. Kebiasaan lama yang sulit untuk dihilangkan. Ia memang selalu kesulitan tidur di tempat baru dan hal itu selalu menjadi boomerang bagi Penny.
Kesulitan tidur serta malam yang sepi membuat pikiran Penny kembali dipenuhi semua kejadian yang telah menimpanya. Membuatnya kembali teringat masa-masa sulit dan menyakitkan yang dialaminya. Semua seperti mimpi buruk yang terus berulang membuat Penny kesulitan untuk mendapat ketenangan meskipun ia sudah pergi sangat jauh dari London.
Ternyata memang tidak semudah itu melupakan masa lalu dan hal menyakitkan yang telah terjadi. Namun Penny yakin, ia pasti bisa melupakan semua itu. Ia tidak akan menyerah meskipun semua itu membutuhkan waktu yang tidaklah sebentar.
Tidak ingin berlarut-larut dengan memikirkan masa lalu, Penny menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Ia membutuhkan minuman hangat untuk membuatnya lebih tenang. Secangkir air perasan lemon dan daun mint merupakan perpaduan yang baik untuk membuatnya lebih rileks.
Tapi langkah Penny yang memasuki dapur terhenti ketika melihat seorang pria bertubuh besar tengah membungkuk di depan tungku. Pria itu terlihat mencurigakan, membuat Penny dengan sigap mengambil sapu yang ada di dekat pintu.
Penny yakin pria itu pasti seorang pencuri. Jika tidak, pria itu tidak akan berada di dapur malam-malam seorang diri.
Bagaimana jika pria itu adalah Edward, putra majikanmu?
Penny menggeleng. Pria itu bukan Edward. Edward tidak mungkin berada di dapur malam-malam. Jika pria itu membutuhkan sesuatu, dia pasti sudah meminta pelayan untuk melayaninya. Seorang pria bangsawan tidak akan pernah cocok berada di dapur dan melayani dirinya sendiri. Mereka memiliki ego yang tinggi. Penny sering melihat nya dan ia tidak heran mengenai hal itu.
Dengan langkah hati-hati –nyaris tanpa menimbulkan suara– Penny mendekat dan langsung mendaratkan pukulan ke bahu pria itu. Pria itu mengaduh dan langsung berbalik menghadap Penny yang dengan cepat kembali melayangkan gagang sapunya lagi.
“Kau pikir apa yang sedang kau lakukan pelayan sialan? Kau tidak tahu siapa aku?” tanya Edward kesal. Ia tidak harus bertanya siapa sosok wanita yang saat berdiri di depannya. Meskipun tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, dari pakaiannya Edward tahu jika wanita itu merupakan salah satu pelayan di kediamannya. Tidak ada wanita bangsawan di kediamannya selain sang mama dan tentu saja adiknya.
“Kau penyusup, kau pencuri. Berani-beraninya kau memasuki kediaman keluarga Leicester. Aku akan berteriak agar semua orang menangkapmu!!” pekik Penny sambil terus melayangkan pukulan demi pukulan pada sosok pria tinggi yang tengah berusaha menghindari pukulannya.
Edward dengan tangkas menangkap gagang sapu yang untuk kesekian kali dilayangkan Penny padanya. “Hentikan. Berhenti memukulku.”
Penny menarik gagang sapunya dengan keras tapi ternyata tidak semudah yang dipikirnya. Pria itu jelas jauh lebih kuat dan besar dari dirinya.
“Kenapa aku harus mematuhi perintahmu? Sudah seharusnya aku menyingkirkan pencuri sepertimu,” kali ini Penny berhasil menarik sapu dari tangan Edward.
Edward menggeram ketika lagi-lagi gagang sapu itu mengenai tangannya. Kesabarannya habis. Edward dengan tangkas merebut gagang sapu yang kembali melayang ke arahnya, membuang benda sialan itu ke ujung ruangan lalu menangkap pergelangan tangan pelayan sialan yang telah menyerangnya. Ia memojokkan wanita itu ke tengah ruangan yang mendapat lebih banyak pencahayaan. Ia ingin melihat wajah pelayan yang telah lancang memukulnya sebelum memberikan hukuman yang pantas diterima wanita itu atas kelancangannya.
Sebelumnya Edward tidak bisa melihat wajah wanita yang menyerangnya, tapi begitu ia bisa melihat wanita itu dengan jelas di tempat yang jauh lebih terang, dunia Edward seolah berhenti berputar. Manik coklat yang menatapnya dengan takut seolah tengah menghipnotisnya, membuatnya lupa pada kemarahan yang sebelumnya ia rasakan.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
