Sekretaris Pak Bara! [ 68 (Berdua Denganmu - END) ]

14
8
Deskripsi

***

 

Karina menggeliat, tubuhnya terasa berat, ia masih mengantuk. Samar-samar ia merasakan sentuhan di pipinya, sentuhan yang membuatnya merasa nyaman.

 

"Pagi sayang," ucap suara yang membuat Karina langsung tersenyum sembari membuka mata.

 

"Pagi Mas."

 

Pagi yang sungguh sangat di syukuri Karina, bangun pagi dan melihat senyum manis suaminya.

 

"Sarapan?"

 

Karina mengangguk kecil. Dia memang merasa lapar setelah apa yang mereka lakukan semalam.

 

"Sebentar lagi makanannya di antar. Sabar ya." Bara mengecup kening Karina. Isterinya itu masih bergelung di bawah selimut.

 

"Mas sudah lama bangun?"

 

Bara mengelus kepala Karina lembut membuat mata Karina kembali terpejam. "Nggak. Mas juga baru bangun," ucapnya.

 

"Ah Aku mau ke toilet." Karina mendudukkan dirinya namun ia buru-buru memegang selimut untuk menutupi tubuh polosnya. Melihat itu Bara memasang senyum jahil

 

"Jangan pelit-pelit sama suami sendiri," goda Bara.

 

Wajah Karina langsung bersemu merah. Ia jadi teringat kejadian semalam. Karina buru-buru menutup wajahnya dengan tangan. Ah, dia malu sekali. Semoga saja Bara tidak ngeri melihat perut berlemaknya.

 

Bara sedikit menarik selimutnya.

 

"Mas ih." Karina melotot, Bara tertawa melihat reaksi Karina.

 

"Mas udah lihat semua kok. Ngapain ditutup-tutupin."

 

Karina manyun. Masih pagi dan bara terus menggodainya. "Nanti kalau lihat Mas pengen lagi," ucapnya malu-malu.

 

Karina menggingit bibir bawahnya membuat Bara gemas melihatnya. Bara mendekat ke arah Karina. Karina yang agak kaget dengan reaksi Bara bergeser sampai tubuhnya berbaring kembali di atas tempat tidur.

 

"Emang pengen," ucapnya dengan nada rendah. Jantung Karina berdetak kencang.

 

Wajah Bara semakin dekat dengan wajahnya dan satu ciuman mampir di bibirnya namun Karina buru-buru mendorong tubuh suaminya.

 

Bara kaget melihat respon penolakan dari Karina yang langsung menutup mulutnya.

 

"Jangan cium dulu, Aku belum sikat gigi."

 

Bara menggeleng dan kembali mendekati Karina hendak menciumnya kembali namun Karina kekeh menutup mulutnya. Dia takut Bara ilfil karena bisa jadi ia bau iler.

 

Melihat Karina yang menutupi bibirnya, Bara tak menyerah. Ia menyusupkan kepalanya ke leher Karina, memberikan kecupan di sana.

 

"Mas," desisnya kemudian meremas rambut Bara.

 

Bara tak menghiraukan. Menurunkan selimut Karina, ciumannya ikut turun, napas Karina mendadak tak beraturan. Jantungnya berdetak kencang. Namun tiba-tiba terdengar suara yang membuat Karina malu bukan main.

 

ia menutupi wajahnya dengan tangan. Bara mendongak kemudian tertawa. Tangannya mengelus kepala Karina.

 

"Sabar ya sayang. Sebentar lagi makanannya datang."

 

Karina masih menutupi wajahnya, ia malu. Bisa-bisanya perutnya berbunyi di saat seperti ini?

 

Tak lama makanan mereka datang. Karina sudah duduk di sofa menggunakan handuk kimononya.

 

Bara menata sarapan mereka ke atas meja. Karina dengan semangat langsung mengambil sepiring nasi goreng lengkap dengan dua telur mata sapi. Sarapan mereka sederhana, nasi goreng, aneka roti dan tak lupa buah-buahan segar yang sudah dipotong.

 

Mereka makan dalam hikmat, lebih tepatnya Karina yang makan seperti orang kalap tak makan berhari-hari.

 

"Ah kenyangnya." Karina menepuk perutnya, ia bersikap seolah tak ada Bara di sana. Toh mau malupun Bara sudah sering melihat tingkah absurdnya.

 

Setelah makan, Bara duduk bersadar di dada Bara. Mereka sedang menonton televisi.

 

"Mas mandi duluan gih," ucapnya.

 

Bara menoleh ke arah Karina yang juga sedang mendongak ke arahnya. Ia tersenyum, senyum yang cukup membuat Karina ingin melarikan diri.

 

"Ya udah ayo mandi."

 

Karina bergeser menjauhi Bara kemudian menggeleng.

 

"Nggak. Mas mandi duluan aja nanti Aku nyusul Aku masih mau nurunin nasi di perut dulu."

 

Bara tak merespon, masih dengan senyum yang sama, Bara mendekati Karina.

 

Karina berteriak kaget saat Bara tiba-tiba mengangkat tubunya, menggendongnya seperti karung beras di atas bahu.

 

"Mas!" teriaknya.

 

"Katanya nggak boleh mandi kalau habis makan."

 

Bara tak menghiraukan. "Kamu malah nyuruh Mas mandi duluan tadi."

 

"Ya kan nggak mesti sekarang."

 

Karina menggoyangkan kakinya.

 

"Tenang aja. Kita nggak langsung mandi kok," ucapnya mencurigakan.

 

***

 

Karina duduk bersila di atas tempat tidur sembari bersadar. Bantal terselip di belakang pinggangnya sementara kepala Bara berbaring di atas pangkuannya.

 

"Kamu yakin nggak mau jalan-jalan ke luar?"

 

Karina mencebik. Bara ini benar-benar tak tahu atau hanya mau menggodanya saja.

 

"Salah siapa coba yang buat aku begini?" cecarnya.

 

Bara tertawa. "Mau mas pijitin?"

 

Namun kemudian ia mengaduh karena Karina menarik hidungnya.

 

"Bilang aja Mas mau modus mencuri kesempatan."

 

Bara tertawa lagi. Karina tersenyum, ia senang melihat Bara banyak tertawa dan tersenyum saat bersamanya.

 

"Udah diam, jangan gerak-gerak mulu. Aku mau pasang maskernya," ucap Karina.

 

Karena pagi ini kaki Karina terasa tak bertenaga jadilah mereka hanya akan di kamar saja dan Karina berinisiatif mengajak Bara maskeran bersama.

 

Bara nampak menikmati semua yang Karina lakukan di wajahnya.

 

"Kok bisa sih alis mas bentuknya bagus banget begini?" Karina mengelus alis Bara sembari meratakan sheet masknya.

 

"Bawaan lahir," jawab Bara agak terdengar menyombongkan diri di depan Karina.

 

"Dih songong banget." Bara tertawa lagi.

 

"Mungkin mas mewarisinya dari ibu. Soalnya alis ibu juga rapi walau nggak pakai pensil alis."

 

Karina ingin menimpali tapi satu sisinya ia agak merasa sedih, dia tidak akan pernah bisa bertemu dengan mertuanya itu secara langsung.

 

"Ibu pasti cantik banget ya kalau sampai bisa melahirkan anak yang mukanya kayak Mas."

 

"Iya ibu memang cantik. Dulu banyak pria yang mau melamar ibu, tapi ibu memilih setia sama ayah."

 

Karina mengelusi kepala Bara sembari menunggu maskernya meresap.

 

"Ibu wanita hebat karena sudah melahirkan orang sehebat pak Bara."

 

Bara tersenyum. Matanya tertutup dengan irisan timun.

 

"Mas juga, pernah lihat foto ibu mertua Mas di rumah Kamu. Beliau terlihat persis seperti Kamu."

 

"Masa?"

 

Bara mengangguk kecil.

 

"Makasih pujiannya."

 

Mereka sama-sama kehilangan ibu tapi Karina masih beruntung selain karena ia masih punya bapak juga karena dia mempunyai bunda yang menyayangi dirinya layaknya anak kandung sendiri.

 

"Aku jadi pengen ngelihat wajah Ibu sama Ayah Mas. Sekalian sama foto Mas waktu kecil."

 

Bara diam. Awalnya Karina pikir Bara tertidur namun kemudian ia berucap.

 

"Mas juga mau memperlihatkannya. Tapi Mas nggak punya foto mereka yang bisa mas perlihatkan ke kamu."

 

Suara Bara terdengar pelan dan Karina sadar mungkin dia sedang mengorek luka di hati suaminya.

 

Karina memeluk kepala Bara, mengecup bibirnya sekilas.

 

Bara membuka matanya begitu Karina mengangkat irisan timun di matanya. tatapan mereka bertemu dan Bara langsung menarik leher Karina agak mendekat ke wajahnya.

 

Satu kecupan manis yang cukup membuat Karina melayang.

 

Bara hendak beranjak namun Karina buru-buru menekan bahu Bara agar pria itu tetap berbaring.

 

"Perawatannya belum selesai," ucapnya. Takutnya Bara mau minta jatah lagi kan berabe.

 

"Apalagi memangnya yang mau dipakai?"

 

"Udah Mas santai aja. Biar Aku yang urus ya."

 

Karina memijat wajah Bara. Pria itu menutup matanya, menikmati sensasi menyegarkan di wajahnya.

 

"Oiya Aku dapat undangan dari Hanif."

 

Kening Bara agak menyerjit. Kenapa namanya agak familiar? pikirnya.

 

"Dia nikahannya di Jogja."

 

"Hanif? Hanif itu yang waktu itu ketemuan sama Kamu di Mall kan?"

 

Karina mengangguk. "Iya. Waktu itu juga Mas ngode Akukan pake segala bilang Aku lebih cocok jadi isteri," ucap Karina tersenyum malu.

 

Kenapa saat diingat ia malah malu begini? Dulu perasaan dia biasa saja walau yah agak deg-degan juga sih.

 

"Dan sekarang jadi isteri sungguhan."

 

"Tapi Aku masih heran deh. Kok dia tiba-tiba nggak mau lagi ya ketemuan sama Aku. Apa aku jelek banget ya di matanya."

 

Karina mencebik. Dia masih belum mengerti kenapa Hanif tiba-tiba menjauh.

 

"Mungkin emang karena nggak ada chemistry aja."

 

"Ah masa?" bisik Karina.

 

Bara tersenyum canggung menanggapi tatapan penuh curiga Karina.

 

Isterinya itu menyipitkan matanya membuat bara menghela napas.

 

"Mas nggak ngapa-ngapain. Cuma Rasya aja yang bantu block up dia."

 

"Mas!" Karina melotot.

 

"Apa sayang," ucap Bara lembut, tangannya terangkat mengelus wajah Karina.

 

"Mas melakukan itu juga karena Mas takut Kamu jadi suka sama dia."

 

Karina manyun namun ia juga menahan senyum. Bukankah itu artinya Bara sudah menyukainya sejak lama?

 

"Tapi Kamu nggak nyeselkan gagal sama dia?"

 

"Emangnya kenapa?"

 

"Kata Rasya dia itu satu-satunya cucunya laki-laki kakeknya yang akan mewarisi perkebunan kelapa sawit beserta pabriknya. Dia juga Arsitek yang pasti uangnya banyak."

 

Karina mengulum menyum melihat wajah cemberut Bara saat menceritakan kelebihan pria yang pernah dekat dengan Karina itu.

 

"Mas cemburu ya?"

 

"Kalau sekarang sih nggak kan Kamu sudah jadi punyanya Mas."

 

Karina menurunkan wajahnya, berbisik ke telinga Bara.

 

"Masa?" bisiknya.

 

Mendengar itu Bara langsung memutar badannya dan menghadap tepat ke arah Karina.

 

Ia menelungkup sembari memeluk pinggang Karina. Wajahnya menyusup di dada isterinya itu kemudian mendongak.

 

"Satu ronde lagi ya," ucapnya sambil mengedipkan mata.

 

Ah ya sudah Karina pasrah.

 

***

 

Karina merenggangkan tubuhnya kemudian melihat ke samping. Bara masih tertidur, bergelung dengan selimut di sebelahnya.

 

Ia turun dari tempat tidur dan mengambil kaos milik Bara yang teronggok di lantai kemudian memakainya. Ia tersenyum, tak menyangka ada hari dimana ia bisa memakai baju milik mantan bosnya itu.

 

Karina duduk di sisi tempat tidur kemudian mengambil handphonennya. Empat panggilan video call tak terjawab.

 

Buru-buru ia membuat aplikasi chat, video call masih berlanjut jadi ia menekan gambar kamera dan ikut bergabung.

 

"Karinaaaaa," teriak heboh makhluk-makhluk penghuni grup.

 

"Apaan sih berisik," cecarnya kemudian tertawa melihat respon mereka.

 

"Iya deh iya yang lagi honeymoon. Udah ke mana aja ni?" tanya Shanti.

 

"Kayaknya masih di kamar nih." sambung Sintia.

 

Mereka sedang video call bersama. Ada Shanti bersama dengan Sintia, Marta, Farhan bersama Sesil serta si biang segala biang siapa lagi kalau bukan Tomi yang sedang nyengir menggoda.

 

"Ya ampun Karina. Lo apain mantan bos Gue?" ucap Tomi dibarengi dengan Sesil yang menutup mulut dan yang lainnya tersenyum mencurigakan.

 

"Apaan sih?"

 

"Bos Gue udah nggak polos lagi," Marta berdecak makin membuat Karina bingung. Ia mengerutkan alisnya.

 

"Kejar target ya Kar? Masih siang udah nggak pake baju aja tuh di atas tempat tidur."

 

Seolah tersadar setelah mendengar ucapan Farhan, Karina menoleh. Benar saja, Bara yang sedang tidur menyamping terihat di layar. Karena gambar Karina kecil jadi ia sendiri tak sadar kalau gambar Bara ikut masuk ke layar handphonennya.

 

Karina buru-buru beranjak.

 

"Yah Kar. Berbagi kenapa? Ingat, berbagi itu baik," sugut Marta yang celingukan mencoba melihat namun Karina sudah menjauh dan berdiri di depan jendela yang langsung mengarah ke laut.

 

"Jangan pelit-pelit Kar. Nanti kuburannya sempit," sambungnya.

 

"Enak aja. Lo pikir badan laki Gue apaan!"

 

Melihat reaksi Karina mereka semua tertawa.

 

"Wah kayaknya udah nggak tingting lagi ya pak Bara."

 

Karina mencebik, kenapa sih Tomi ini suka sekali mengajaknya war.

 

"Iye udah nggak tingting lagi. Udah Gue renggut ketintingannya. Puas Lo."

 

Mereka makin kencang tertawa, mentertawakan raut wajah Karina yang makin kesal.

 

"Gimana Kar? Cocok?" tanya Shanti.

 

Seolah mengerti arah pembicaraanya Karina mengacungkan jempolnya.

 

"Mantul," jawabnya lagi-lagi mengundang gelak tawa menggoda.

 

"Ah. Kalian jangan ngomongin yang begitu dong Gue jadi pengen kawin juga."

 

"Ajak tuh sih Farhan. Jangan mau dipacarin aja."

 

Mendengar ucapan Karina, Marta mengedipkan matanya. Memberi kode pada Farhan yang langsung menghembuskan napasnya.

 

"Sabar ya Ayang. Bebeb kumpulin dananya dulu."

 

"Heleh dunia milik berdua." Sesil mendorong Farhan yang berdiri di belakangnya.

 

"Santai Sil. Mangkanya jangan jomblo mulu."

 

Gadis itu mencebik. Memang cuma dia sendiri di sini yang jomblo akut nggak ketulungan. Ia kesal karena masih saja merasa seperti gagal move on.

 

"Awas ya. Lihat aja, Gue yang bakal nikah duluan sebelum Lo," ucapnya sembarangan.

 

Mendengar hal itu yang lain malah meledekinya. Gimana mau menikah kalau sampai saat ini Sesil belum juga menjalin hubungan dengan lawan jenis.

 

"Udah dulu ya guys. Gue mau mandi. Belum makan siang. Laper," pamit Karina. Mengundang senyum jahil.

 

"Mandinya sendiri atau berdua Kar?" Tomi menaik turunkan alisnya.

 

"Ada deh," ucap Karina kemudian mematikan panggilannya begitu saja.

 

Karina meletakkan handphonenya di atas nakas kemudian duduk di sisi tempat tidur. Menyugar rambut Bara lembut.

 

"Mas," bisiknya.

 

"Bangun. Makan siang nggak?"

 

Karina menyugar rambut hitam lebat tersebut. Ia masih heran kenapa suaminya ini rambutnya bisa sebagus ini, alisnya juga. apa rambut yang lain sebagus ini juga? pikirnya kemudian menggeleng. Pikirannya mulai aneh.

 

Lo pasti udah gila Kar? ucapnya pada diri sendiri.

 

Karina masih memainkan rambut Bara, kemudian kepalanya turun. Mengecup sisi kening Bara lembut.

 

"Bangun Sayang."

 

Bara menggeliat, kemudian membuka mata. Begitu mata mereka bertemu, Bara tersenyum.

 

"Udah pagi ya?" ucapnya dengan suara serak diiringi dengan tawa.

 

Karina tertawa. "Pagi apanya udah jam satu. Ayo bangun Aku lapar. Pengen makan di luar."

 

Bara mendusel di selimut. Ia masih enggan untuk beranjak.

 

"Kepalanya pusing ya karena aku bangunin?" Karina masih menyugar rambut suaminya.

 

Bara menggeleng kecil. "Nggak kok."

 

"Kalau gitu ayo bangun. Mandi."

 

"Mandi?"

 

Karina mengangguk. Bara mendudukkan dirinya, merenggangkan ototnya, sementara Karina menggigit bibir bawahnya. Kenapa suaminya ini terlihat seksi sekali padahal dia baru bangun tidur.

 

Bara bergeser, turun dari tempat tidur.

 

"Ayo mandi," ajaknya.

 

"Ya udah kalau gitu mas aja yang mandi duluan."

 

Bara menggeleng kemudian mengangkat tubuh Karina. Menggendongnya. Ia mendongak melihat Karina yang berteriak kaget.

 

"Ayo mandi bareng."

 

Karina lekas menggeleng. "Nggak mau. Turunin."

 

Karina menepuk dada Bara minta di turunkan namun pria itu hanya tersenyum miring melihatnya.

 

"Kenapa nggak mau. Suami isteri mandi bareng itu berpahala."

 

Karina manyun. "Kalau mandi normal aja sih nggak masalah. Kalau mandi yang kayak tadi pagi itu lama. Yang ada aku keburu pingsan karena kelaparan."

 

Bara tertawa dan membawa Karina berjalan menuju kamar mandi.

 

"Nggak kok. Kali ini mandi aja. Mas juga lapar soalnya. Paling ya.... Dikit lah."

 

Karina menepuk dada Bara lagi.

 

"Mas iih..."

 

***

 

"Kenapa ketawa?" tanya Bara begitu melihat Karina tiba-tiba tertawa sendiri. Mereka sedang makan siang di sebuah restoran. Karina sedang ingin sekali makan ayam betutu.

 

"Nggak. Lucu aja, ternyata benar ya kata orang. Kalau masih pacaran itu biasanya cowok yang bayar makanannya kalau sudah menikah malah ceweknya yang bayar karena uangnya dipegang isteri."

 

"Kenapa tiba-tiba ngomongin itu?" tanya Bara yang sedang lahap memakan makanannya.

 

"Nggak apa-apa cuma keingat aja gara-gara lihat bapak-bapak itu minta ATM sama isterinya."

 

Karina memberi kode agar Bara melihat ke meja tak jauh dari mereka. Bara menoleh kemudian mengangguk melihat keluarga kecil itu.

 

"Jadi ini makanan kita Kamu yang bayar?"

 

Karina merogoh tasnya mengambil ATM yang Bara berikan padanya dulu.

 

"The power of uang suami," ucapnya bangga.

 

"Kayaknya kita nggak ada yang beda."

 

"Maksudnya?" Karina bingung melihat Bara tiba-tiba gantian tertawa sendiri.

 

"Soalnya dari dulu kamu yang selalu mengurus pembayaran."

 

Mendengar itu Karina justru menepuk dada dengan bangga.

 

"Iya dong. Saya ini sudah terlatih sejak dulu dan itu semua berkat Bapak," ucapnya dengan nada seperti ia sedang berhadapan dengan bosnya.

 

"Baguslah. Nggak sia-sia saya ngelatih kamu," balas Bara yang malah membuat Karina memonyongkan bibirnya.

 

"Maksudnya ngelatih?"

 

"Ngelatih jadi sekretaris yang potensial dan syukurnya sekretaris potensial itu sekarang jadi sekretaris saya seumur hidup."

 

Karina tersenyum malu-malu. Itu bukan kalimat romantis tapi cukup membuatnya berbunga. Untuk sekelas Bara yang dulu ngomong irit, ini sudah suatu kemajuan karena Bara jadi semakin bisa mengekspresikan diri semenjak menjalin hubungan dengannya dan Karina bangga akan hal itu. Bolehlah ya kalau dirinya berpikir perubahan Bara itu berkat dirinya.

 

"Iya. Asal uang bulanan lancar jaya. Saya akan menjadi sekretaris yang handal."

 

Bara mengulurkan tangannya, mengelus kepala Karina dengan sayang.

 

"Semua yang mas punya itu punya kamu juga."

 

Karina menggeleng.

 

"Nggak. Yang punya kita bersama cuma apa yang mas dapat setelah kita menikah. Jadi mulai sekarang mas harus lebih giat kerja karena isterimu ini mau ngerasain shopping tanpa takut kekurangan uang buat bayar. Oke."

 

Bara tak bisa menahan tawa kemudian menepuk kepala Karina pelan.

 

"Siap. Aman. Kamu bisa belanja apa saja sesuka hati kamu. Asal jangan minta beliin pesawat dulu ya. Uangnya belum cukup," ucapnya membuat Karina antusias.

 

"Emang mas ada rencana buat beli pesawat?"

 

"Ya nggak lah. Buat apa?"

 

"Yaaah. Kirain."

 

"Jadi kamu mau?"

 

Karina lekas menggeleng. "Ya nggak. Mas jangan aneh-aneh ya. Jangan tetibaan beliin pesawat beneran kayak beli mobil kemarin," paniknya takut Bara benar-benar membelikannya pesawat.

 

Melihat reaksi Karina, Bara jadi gemas sendiri.

 

"Haha, iya-iya. Mau beli juga uang darimana? Kalau mobil mas masih sanggup. Kalau pesawat... Bisa sih tapi harus jual semua aset mungkin juga termasuk saham."

 

"Pak. Saya sudah jadi isteri sultan jangan buat saya jadi orang susah cuma gara-gara pesawat."

 

Bara makin tak tahan untuk tertawa. "Nanti kalau kita sudah pulang, mas akan tunjukkan apa saja aset yang mas punya."

 

Karina mendekatkan dirinya ke arah Bara kemudian berbisik. "Emang ada apa aja mas?"

 

Bara menghendikkan bahunya. "Nanti aja kita bahas itu."

 

Karina ikut saja. Ia ingat kata pepatah. "Uang suami adalah uang isteri dan uang istri adalah uang istri." Jadi walau Karina bilang begitu tadi, kalau Bara memberikan semuanya siapa juga yang mau nolak haha.

 

Setelah makan siang mereka jalan-jalan sambil bersepeda. Karina duduk menyamping di kursi belakang, tangan kanannya memeluk pinggang suaminya dan tangan kiri memegangi topinya yang tertiup angin.

 

Untungnya hari tak begitu panas jadi mereka bisa dengan santai menikmati pemandangan sekitar yang menyegarkan mata.

 

Puas berkeliling mereka berhenti di pondokan pinggir pantai. Karina duduk di kursi sedangkan Bara pergi memesan air kelapa.

 

Karina memperhatikan Bara yang sedang memilih kelapa dari kursinya kemudian datang dua orang gadis dan langsung mengajak suaminya berbicara. Dan yang membuat Karina kesal, Bara menanggapi mereka.

 

Karina menyipitkan mata. Ia tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

 

Sesekali mereka tertawa dan salah satu gadis itu menepuk lengan Bara. Mata Karina melotot, ia mengeratkan gigi menahan kesal dan langsung berdiri ingin menghampiri mereka.

 

Bisa-bisanya mereka curi kesempatan menyentuh lengan aduhai suaminya. Belum tahu mereka seperti apa pawangnya Bara itu.

 

"Mas," seru Karina sambil tersenyum.

 

Bara menoleh. Karina berdiri tepat di sebelah Bara menghalangi agar gadis tadi tak mendekati suaminya.

 

"Lama banget sih. Aku haus loh," ucapnya lagi sembari menggandeng lengan Bara.

 

Bara awalnya kaget namun kemudian dia menahan senyum. Ia mengerti kenapa Karina mendadak jadi begini.

 

Kedua gadis itu terlihat salah tingkah dan tersenyum canggung melihat wajah Karina yang sinis menatap ke arah mereka.

 

Keduanya beringsutan menjauh.

 

Mereka kembali ke kursi dengan Bara yang membawa dua kelapa muda yang sudah di buka.

 

"Aaa... Aduh," ringis Bara begitu merasakan nyeri di lengannya.

 

"Sakit sayang."

 

Bara langsung mengusap bekas cubitan Karina.

 

"Tadi dipukul tu cewek nggak sakit. Aku cubit kecil dikit doang meringis," kesalnya kemudian mengambil kelapa miliknya.

 

Bara menahan senyum. Ia tahu isterinya itu sedang cemburu

 

"Apa senyum-senyum?"

 

Bara makin tersenyum lebar menahan tawa. Karina yang melihatnya jadi kesal sendiri.

 

"Cie yang cemburu," godanya.

 

Karina lekas menoleh padanya.

 

"Nggak. Siapa yang cemburu?" elaknya.

 

"Masa?"

 

Karina masih cemberut.

 

"Apaan sih?" ucapnya kemudian membuang muka lebih memilih melihat pantai.

 

"Yakin marah bukan karena cemburu?"

 

Karina tak menjawab. Bara bukannya mau menjahili Karina, hanya saja wajah isterinya itu terlihat menggemaskan.

 

Karina masih diam.

 

"Yakin nih nggak cemburu kalau mas digodain cewek lain?"

 

Karina yang masih cemberut langsung melihat ke arah Bara.

 

"Awas ya sampai selingkuh!"

 

Karina melotot kemudian mengangkat tangan ke depan leher dan membuat gerakan seolah sedang memotong.

 

Melihat hal itu bukannya ngeri, Bara malah tak bisa menahan tawanya.

 

"Ih kok malah ketawa sih?"

 

Bara memengang kedua pipi Karina, mencubitnya gemas.

 

"Isteri siapa sih ini, kok ngegemesin banget?"

 

Karina yang tadinya manyun jadi tak bisa menahan senyum. Ia tersenyum malu.

 

"Isterinya pak Bara," ucapnya penuh rasa bahagia. Karina sungguh masih tak percaya, rasanya baru kemarin ia dibuat menangis oleh bos titisan penjajahnya ini dan sekarang mereka malah menikah, membangun rumah tangga, hal yang bahkan tak pernah terbesit sedikitpun dipikirannya. Karina bersyukur berkat segala hal yang ia lalui itu sekarang ia bisa memulai hidup baru yang membahagiakan bersama pujaan hatinya.

“I Love You Mas,” bisik Karina tiba-tiba.

Bara terdiam sesaat namun kemudian ia tersenyum dan menarik Karina dalam pelukannya.

“I love you more, my dear wife.”

The End

 

***

Akhirnya Selesai juga…

Terimaksih sudah mau mengikuti kisah cinta Bara dan Karina…

Jangan lupa ya berikan kesan kalian buat cerita ini. Mampir-mampir juga ke IG author @Yutaka94

Next author bakal update cerita baru berjudul "The Koplak Couple"


 


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya The Koplak Couple? [ 02 ]
3
1
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan