
Hidup Zala dipenuhi ketakutan setiap mimpi buruk tentang kecelakaan di masa lalu menghampirinya.
Merasa bukan lagi wanita sempurna, ia takut untuk jatuh cinta, hingga akhirnya tanpa sengaja hatinya bertaut pada Izzan yang merupakan kekasih dari sahabatnya sendiri.
Namun karena ketidaksempurnaannya, Zala hanya bisa memendam perasaan itu. Apa yang sebenarnya terjadi pada Zala di masa lalu hingga membuatnya tak sempurna? Lalu bagaimana dengan Izzan yang masih berstatus sebagai kekasih sahabatnya?
Prolog
“Aku benar-benar tak menyangka,...” Suara Izzan terdengar berat dan penuh kekecewaan.
“Dengarkan aku, Mas. Ini semua...”
“Diamlah. Kau sama saja seperti sahabatmu. Tak ada bedanya. Kau hanya menutupi segalanya dengan wajah polos palsu itu,” Potong Izzan cepat tanpa memedulikan tangis Zala yang semakin menjadi.
Dengan langkah lebar, pria berkemeja cokelat susu itu melangkah keluar dari rumah orang tua Zala. Meninggalkan Zala yang tak sanggup menahan sesak di dada.
Hidup memang begitu menyakitkan setelah apa yang terjadi saat itu. semua orang takkan pernah percaya dengan apa yang Zala katakan dan hanya mempercayai pemikiran mereka sendiri.
“Ya Alloh, apakah aku harus hidup dengan noda ini selamanya?” lirih Zala dalam hatinya yang kini hancur berantakan bersama kepergian Izzan. Pria yang telah ia rebut dari sahabatnya sendiri.
Bab 1
Gadis itu terjatuh di atas jalan berbatu. Kakinya yang putih dipenuhi pasir dan beberapa kerikil kecil menancap di tumit. Rasa nyeri luar biasa membuat gadis itu meringis, seiring datangnya beberapa orang dengan napas terengah di hadapannya.
***
Zala terbangun dari tidurnya dengan wajah penuh keringat. Napasnya terengah-engah. Berkali-kali ia menggumamkan istigfar di bibirnya. Lalu menarik napas dalam.
Jam di dinding telah menunjukan pukul empat pagi. Zala bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin biasa ia lakukan untuk mengurangi kegelisahan di hati.
Hampir setiap malam mimpi buruk itu terus menghantuinya. Mengingatkannya akan kenangan yang tak pernah hilang dari kepalanya.
“Astagfirullahaladzim, astagfirullahaladzim, ....” lirih wanita bernama lengkap Ghazala itu disela guyuran air di kepalanya. Rasa sesal dan sesak di dada seringkali mengganggu paginya setelah mimpi buruk. Meski penyesalan tidak ada gunanya, paling tidak Zala sudah mencoba bertobat dan mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa.
Setelah kecelakaan yang merenggut impiannya, Zala menjalani hidup dengan susah payah. Melanjutkan kuliah di bawah bayang-bayang penyesalan dan ketakutan.
Menjalani hidup sebagai wanita yang tidak lagi sempurna membuat Zala takut jatuh cinta. Takut berharap pada apa yang tak mungkin ia dapatkan. Takut terluka dan memberi luka pada orang lain.
Usai membersihkan tubuh dan salat subuh, Zala keluar dari kamar. Menuju dapur. Mengeluarkan seikat bayam dan jagung yang siap dibuat sayur bening, serta potongan ayam yang rencananya akan di goreng.
Dengan lincah jari lentiknya memetik sayur itu dan memasukannya ke baskom untuk di cuci.
“Masak sayur bening lagi, La?” tanya Mora yang baru saja keluar dari kamar. Mora adalah sahabat Zala yang tinggal bersamanya di ruko dan menjalankan bisnis jasa foto kopi.
Sangat berbeda dengan Zala yang berpakaian tertutup dengan jilbab menghiasi kepala, Mora lebih suka memakai celana jeans dan kaus ketat di tubuhnya. Bahkan sifat dan watak mereka pun berbeda. Zala sedikit bicara, sedangkan Mora sangat cerewet apalagi di hadapan pria.
“Iya, habis cuma ini yang ada di kulkas. Kan kamu yang belanja,” jawab Zala sembari memasukan jagung ke dalam panci.
“Bukan. Mas Izzan tuh yang beli banyak-banyak. Barangkali dia pikir semua orang suka sayur bening macam dia?” Mora menuangkan air putih dari dispenser, kemudian duduk di dekat meja makan. Seperti biasanya, wanita berambut ikal sepinggang itu tinggal menunggu Zala masak tanpa membantu sedikitpun.
“Bagus dong, Ra. Di mana dapat cowok yang mau belanjain gitu. Jarang-jarang lho.” Zala menuangkan sayur bening yang telah masak ke dalam mangkuk. Sementara Mora mendengkus kasar.
“Dia terlalu kaku, La. Hubungan kami monoton banget. Nggak berwarna. Cewek kan nggak butuh perhatian aja.”
Tanpa sadar Zala mengertukan kening heran. Memangnya apa lagi yang dibutuhkan? Menurutnya, Izzan itu adalah pria idaman wanita yang selalu memberi perhatian dan juga uang. terus apalagi yang kurang? “Emang butuh apa lagi?” tanya Zala polos, seraya memandang sahabatnya yang baru saja meletakan gelas di meja makan.
“Belaian dong, La. Aku kan butuh belaian. Hari gini hubungan monoton gitu kan bikin males.”
“Ya ampun, Ra. Kok ngomong gitu sih? Nggak baik. Belai-belainya nanti kalau udah nikah. Kalau udah halal terserah deh kamu mau ngapain aja. Bagus kan kalau dia menghargai kamu sebelum nikah gini?” timpal Zala sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia benar-benar heran dengan sahabatnya itu. akhir-akhir ini, Mora jadi sering bicara sedikit ngawur.
“Cih, dari tadi kamu ngomong bagus-bagus mulu.”
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
