
Cuplikan bab sebelumnya :
“Dasar cucu keras kepala, cucu jelek! Kau harus mau menikah!”
“Kalau begitu grandpa saja yang menikah,” jawab Wang Yibo santai.
Satu pukulan mengenai telak tungkai kaki Wang Yibo. “Hentikan grandpa, ada pegawaiku di sini. Apa kau ingin ada hot news di kantor dengan headline ‘seorang kakek tega menganiaya cucunya sendiri’?”
Mendengar itu Kakek Wang menoleh ke belakang, langsung saja matanya berbinar terang tatkala melihat seseorang yang berdiri di depan mereka. Kakek Wang ingat...
“Grandpa, what are you doing?” Wang Yibo tidak menyangka kakeknya itu memeluk orang lain.
Dia kenal betul sifat pria kolot itu. Pria gengsian nan arogan sepertinya mana mau dipeluk atau memeluk orang asing selain keluarganya sendiri, tetapi lihatlah sekarang ini. Pria kolot itu memeluk orang lain lebih dulu.
Kakek Wang tidak peduli lagi pada sang cucu dan menganggapnya sebagai angin tak kasat mata. Saat ini dia benar-benar senang karena bisa bertemu lagi dengan anak manis yang menolongnya lusa lalu. Saking senangnya, dia memeluk Xiao Zhan sangat erat sampai membuat pemuda itu kesulitan bernapas.
“Grandpa, apa kau berniat ingin membunuhnya? Dia tidak bisa bernapas,” kata Wang Yibo dingin.
Mendengar itu, Kakek Wang segera melepaskan pelukan pada Xiao Zhan. Benar saja, anak itu langsung meraup udara di sekitarnya cukup cepat.
“Maafkan Kakek ….” sesalnya kemudian.
Setelah selesai mengatur napasnya yang sempat hilang, Xiao Zhan tersenyum lembut pada Kakek Wang. “Tidak apa-apa, Kek.” Kemudian mencari topik lain karena tak tega melihat wajah pria lansia itu yang tampak sangat menyesal. “Bagaimana keadaan Kakek?”
Mata kakek kembali bersinar terang. “Kakek baik-baik saja.”
“Syukurlah, senang mendengar kalau kakek baik-baik saja. Lain kali jika ingin menyeberang jalan, lihatlah kanan dan kiri dulu, oke?” kata Xiao Zhan mengingatkan dengan sangat lembut.
“Akan Kakek ingat. Oh, iya. Kenapa cucu manis ada di sini?” tanya Kakek Wang penasaran.
“Aku pegawai di sini.”
Kakek Wang tidak menyangka malaikat penolongnya ini ternyata bekerja di perusahaan miliknya. Andai saja ia tahu lebih awal, pasti akan sangat menyenangkan bisa melihat anak ini terus setiap hari di kantor.
“Wah, sudah berapa lama kamu bekerja di sini? Di tim apa kamu bekerja? Kamu tinggal dimana? Apa kamu sudah punya kekasih? Apa Kakek bisa bertemu dengan orang tuamu?”
Ada begitu banyak pertanyaan yang dilayangkan oleh Kakek Wang untuknya, sekarang ia jadi bingung harus menjawabnya dari mana dulu? Tetapi daripada itu, pertanyaan Kakek Wang sedikit … ‘aneh’.
Bagaimana, ya, ia harus mengatakannya? Pertanyaan Kakek Wang ini terdengar seperti ingin menginterogasi calon mantu daripada menanyai tentang dirinya sebagai pegawai di sini.
Xiao Zhan sedikit tidak nyaman dengan pertanyaan Kakek Wang, tetapi dia tetap menjawabnya, “Ugh, aku sudah bekerja dua tahun dibagian designer. Aku tinggal di distrik XX, aku juga belum punya kekasih—”
“Mau tidak pacaran dengannya? Dia sudah jomblo 10 tahun," potong Kakek Wang seraya menunjuk-nunjuk Wang Yibo di belakang mereka.
Wang Yibo terkesiap, dia hampir saja terjatuh dari kursinya saat mendengar tawaran sang kakek pada pegawainya.
Lantas dia berseru kesal, “Grandpa!” Menghela napas, Wang Yibo kemudian beralih pada Xiao Zhan yang kebingungan harus menjawab apa. Bisa dia lihat, wajahnya sudah pucat pasi. “Hahh ... abaikan saja perkataannya, Zhan. Dia memang suka berbicara omong kosong.”
“I-Iya, Sir—”
Lagi-lagi Kakek Wang menyela. “Aku tidak bicara padamu, tuh!” cibirnya kesal. Dia lalu kembali beralih untuk bertanya pada Xiao Zhan lagi. "Lalu orang tuamu?”
“Itu ... orang tuaku sudah lama tiada," jawabnya lirih.
Sekali lagi, Kakek Wang merasa menyesal. “Maaf, Kakek turut berduka cita atas kedua orang tuamu.”
“Terima kasih,” ucap Xiao Zhan setelahnya mengulum senyum tipis.
Mereka terus berbicara sedari tadi, mengabaikan Wang Yibo yang menatap datar keduanya di belakang mereka.
“Kapan Grandpa akan menyudahi perbincangan? Saya masih ada hal yang harus dibicarakan juga dengannya.”
Kakek Wang menoleh ke belakang, menatap sebal cucunya. “Dasar pengganggu!” Kemudian mengalihkan pandangan lagi pada Xiao Zhan. “Cucu manis, kalau dia memarahimu, kamu harus bilang pada Kakek. Akan Kakek pukul dia untukmu.”
Bingung harus menjawab apa, jadi Xiao Zhan hanya mengangguk kecil. Setelah mendapat respons baik anak itu, Kakek Wang baru berbalik pergi untuk meninggalkan ruangan cucunya. Namun sebelum dia benar-benar menutup pintu, Kakek Wang sempat menatap cucunya sangat serius.
Memicing tajam. Dia menunjuk kedua matanya dengan jari telunjuk dan jari tengah, kemudian jari-jari itu diarahkan pada wajah Wang Yibo seolah memberikan peringatan.
Brakkk!
Wang Yibo menghela napas panjang. “Baiklah, Xiao Zhan … maksud saya memanggilmu ke sini adalah untuk membahas rancangan game yang kamu buat. Saya terkesan dengan idemu dalam game ini. Cukup berbeda dari game MMORPG yang pernah kita keluarkan.”
Kedua mata Xiao Zhan sukses membola lebar, ia yakin telinganya ini pasti salah dengar. “Apa?”
Sesaat dia mematut diri pegawai yang ada di depannya. Helaan napas kecil keluar dari bibir tebal Wang Yibo. “Katakan ini kepada kepala timmu, saya akan mendukung penuh proyekmu dengan mendanai setiap prosesnya. Dan tenang saja, tim developer akan membantu kalian,” ujar Wang Yibo lagi.
Xiao Zhan benar-benar tidak menyangka rancangan game yang ia buat ternyata berhasil menarik perhatian pimpinan baru. Rancangan itu sebenarnya sudah ada sejak ayah Wang Yibo masih menduduki kursi pimpinan.
Rancangan game berbasis MMORPG itu memang pernah ditolak dua kali oleh pimpinan sebelumnya. Namun setelah melewati proses perbaikan selama kurang lebih enam bulan, rancangan game miliknya sudah jauh lebih sempurna dan matang.
Tetapi, ada hal yang mengganjal di hatinya. Ia ini hanya seorang pegawai yang bertugas membantu mendesain untuk tim developer, bukan membuat game.
“Anu … sebenarnya saya senang Anda menyukai ide saya, tapi … hmm, saya juga merasa segan dengan tim developer,” lirih Xiao Zhan pelan. “Saya hanya tim desain, sedangkan tim developer lebih memiliki tanggung jawab untuk merancang game tersebut.”
Kedua alis Wang Yibo saling bertaut. Dia tidak mengerti dengan tujuan Xiao Zhan melakukan hal ini. Kalau misalnya memang bukan tanggung jawab tim desainer, lalu untuk apa dia ikut mengirim ide game kepada pimpinan? Bahkan sejak dimasa ayahnya masih menjabat?
“Kalau ini memang bukan tanggung jawabmu, kenapa kamu mengirim dokumen ini, Tuan Xiao? Bukankah seharusnya kamu berharap ide game-mu dapat di acc oleh saya?”
Xiao Zhan terdiam, bibirnya yang tipis digigit kecil. Sebenarnya, ia melakukan ini karena merasa kesal terhadap tim developer. Mereka selalu mengecap tim desain hanya benalu perusahaan, padahal nyatanya setiap game yang mereka buat semua dibantu oleh tim desain dengan memikirkan visual dan karakter.
Lagi pula, dengan terpilih idenya ini sudah membuktikan bahwa tim desain bisa jauh lebih baik, bahkan jika itu tanpa tim developer dan ia bangga terhadap pencapaiannya. Sekarang yang harus ia lakukan adalah menarik rancangan idenya, lalu kembali bekerja seperti sedia kala.
“Maaf, Sir. Saya akan menarik kembali proposal itu,” ungkapnya.
“Dengan dan tanpa alasan yang jelas, saya menolak permintaan penarikanmu,” sahut pimpiman.
Xiao Zhan yang sejak tadi menunduk, terkejut. Ia menengadahkan kepalanya lagi menghadap kepada Wang Yibo.
“Ta-Tapi, Sir ….”
“Jika kamu terus menolak, terpaksa kamu akan dijatuhi denda. Keputusan ada ditanganmu sekarang,” sela Wang Yibo lagi.
Air liur diteguk kasar. Xiao Zhan jelas tahu berapa besar nominal denda yang harus ia bayar, jikalau ia sengaja melanggar atau menyudahi kontrak kerja secara sepihak. Bahkan semua uang yang selama ini ia kumpulkan dengan bekerja lembur pun tak akan cukup untuk menutupi setengah dari denda yang akan ia peroleh jika ia bersungguh akan menarik proposal itu.
Xiao Zhan benar-benar bingung. Sekarang bagaimana ia harus menghadapi tim developer?
•••
Keluar dari ruangan kepala pimpinan. Xiao Zhan dikejuti oleh Kakek Wang yang ternyata masih berada di sana, menunggu ia keluar dari dalam ruangan cucunya.
“Oho! Cucu manis, bagaimana ... apa sudah selesai? Apa dia memarahimu?” pertanyaan itu seketika membuat Xiao Zhan menarik kembali kedua sudut bibirnya ke atas.
“Iya, sudah selesai. Tuan muda Wang juga tidak memarahi saya, kok.”
“Syukurlah. Kalau begitu, ayo, temani Kakek ke suatu tempat,” ajaknya penuh semangat.
Xiao Zhan tidak bisa pergi begitu saja. Ia benar-benar menyesal. Ada begitu banyak pekerjaan yang sedang menunggu untuk segera diselesaikan. Apalagi ia punya proyek dan itu sudah ada di depan mata.
“Maaf, Kakek. Saat ini aku tidak bisa pergi. Ada begitu banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan, tapi aku janji kepadamu, lain kali aku pasti akan menemanimu pergi ke manapun Kakek mau.”
Kakek Wang cemberut kala mendapatkan penolakan lagi. Untuk sejenak dia terdiam, matanya melirik ke arah Xiao Zhan yang sedang berdiri tak enak hati di depannya.
“Ini tidak gratis. Kakek akan membayarmu, jika kamu mau ikut pergi bersama Kakek.”
Seperti ada sebuah lonceng di kepalanya, otak Xiao Zhan merespons lebih cepat. “Ba-bayar?”
Kakek Wang mengangguk. “Dua kali lipat dari gajimu yang sekarang, bagaimana?”
Sial, kesempatan emas tidak akan datang dua kali. Jadi, ia harus pintar memilihnya dengan benar. Mengingat ia juga punya cicilan yang harus segera dilunasi, Xiao Zhan akhirnya pasrah.
“Baiklah, tapi biarkan saya pergi ke tim desain dulu. Ada yang harus saya sampaikan kepada mereka semua.”
Kakek Wang tersenyum tanda sepakat.
•••
Mendengar kabar bahwa tim desain yang akan memimpin proyek. Mereka sangat senang sekali, ini adalah kali pertama mereka bisa memegang proyek penting selain membantu divisi developer yang selalu saja mengangap mereka benalu.
Tak terlupa, ketua tim sangat berterima kasih kepada Xiao Zhan, karena telah berhasil membuka kesempatan untuk mereka bisa membuktikan kepada seluruh tim developer bahwa mereka bukanlah benalu.
Setelah memberikan kabar baik itu, Xiao Zhan lalu meminta izin untuk keluar kantor lebih awal.
Sekarang, ia dan Kakek Wang sudah berada di sebuah kafe yang tidak jauh dari kantor. Sejak mereka sampai di sana, wajah pria tua itu terus saja merengut. Berkali-kali dia menghela napas sambil mengaduk-aduk kopi.
“Kakek, ada apa? Kopinya tidak enak, ya? Mau aku ganti pesanannya?”
Pria lansia itu mengalihkan perhatiannya pada Xiao Zhan. “Tidak usah. Kopinya enak, kok,” jawab Kakek Wang.
“Kalau enak, lalu kenapa Kakek hanya mengaduk-aduknya saja?”
Untuk sekali lagi pria lansia itu menghela napas dalam. “Kakek sebal.”
“Kenapa?” tanya Xiao Zhan lagi, kali ini nada suaranya lebih lembut.
“Anak itu terus saja menolak untuk menikah. Umur Kakek sudah sangat tua, entah kapan ajal akan datang menjemput, hikss? Yang Kakek inginkan hanya satu, sebelum Kakek beristirahat dengan tenang, Kakek hanya ingin melihat dia menikah dan hidup bahagia, itu saja," ujar Kakek Wang dramatis, dia sengaja terisak kecil untuk membuat lawan bicaranya kasihan kepadanya.
Benar saja, mendengar itu hati Xiao Zhan langsung berdenyut sakit. Kedua matanya lantas berkaca-kaca. Kakek Wang sangat mengingatkan dirinya akan mendiang sang nenek yang telah lama pergi berpulang. Sebelum wanita lansia itu meninggal, dia sempat berharap yang sama kepadanya.
Menikah dan hidup bahagia bersama pasangannya kelak. Tetapi sebelum ia berhasil melaksanakan permintaan itu, sang nenek sudah lebih dulu meninggalkannya.
Kedua tangan Xiao Zhan spontan meremas pelan punggung tangan si pria lansia.
“Kakek, jangan bicara seperti itu ... aku yakin, suatu saat nanti Kakek pasti akan melihat presdir menikah dan hidup bahagia bersama pasangannya,” ujar Xiao Zhan tegas. Satu detik kemudian ia menggelengkan kepala. “Tidak, tapi sampai mereka memiliki anak, dan anaknya memiliki cucu!”
Gelak tawa membahana keluar dari bibir pria lansia itu. “Apa kamu mencoba menghibur Kakek?” Xiao Zhan mengangguk mantap.
Tawa itu berangsur mereda, tergantikan kekehan kecil. “Kalau kamu mau menghibur Kakek bukan begitu caranya,” ujarnya lagi.
Xiao Zhan mengerutkan kedua alisnya bingung. “Lalu bagaimana?”
Sebuah senyum terukir di wajah Kakek Wang. “Gantikan Kakek untuk menyuruhnya mau menikah.”
Kedua netra sehitam arangnya terbelalak. Syok dengan permintaan Kakek Wang di hadapannya. Bagaimana bisa ia menyuruh-nyuruh seseorang, apalagi itu berkaitan dengan bosmu sendiri? Hah ... memikirkannya saja sudah membuat ia sakit kepala.
“Maaf, Kakek. Aku—”
“Kakek gaji,” potong Kakek Wang cepat.
“... mau!” Kedua mata Xiao Zhan berbinar terang.
Uang nomor satu, masalah yang akan datang bisa nomor ke sekian. Selagi bisa dapat uang tambahan, gas saja dulu.
Lumayan, buat bayar cicilan ....
Tbc ....
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
