KETUA GENG : BAD PAPA PART 1-3

0
0
Deskripsi

BACA DULU YUK GRATIS PART 1-3!

MATURE CONTENT! 21+

Seorang ketua geng terjebak di dalam sebuah kamar hotel bersama seorang gadis kecil yang meringkuk di sebelahnya. Menjadi sebuah kesialan tapi juga keberuntungan. Menikahi dan mengurus gadis kecil manja itu sekaligus membalaskan dendam keluarganya.

Waktu kecil Binar pernah bercita-cita menjadi seorang chef agar ia bisa memasak makanan yang sangat banyak untuk ibunya. Ia tidak tega melihat tubuh kurus milik ibunya yang sudah ringkih itu di paksakan bekerja di rumahnya sendiri. Saat ia masih tidak mengerti dulu, kinerja otaknya masih lamban, dan sekelebatan memori otaknya belum sempurna, ia bisa melihat bagaimana mata sayu ibunya memandangnya sendu.

Ia pikir ibunya akan menepuk pundaknya dan memeluk tubuhnya hangat seperti biasa. Namun ia salah, tubuh itu malah berjalan menjauh setelah mengelus surai panjangnya. Terlalu jauh sampai melewati pagar, bahkan saking jauhnya Binar tidak lagi dapat menjangkau tangannya dan memeluk raganya. Yang ia dengar hanya teriakkan orang-orang di bawah telah mengerumuni ibunya yang sudah kaku tak bernyawa.

Binar kecil tidak mengerti apa artinya mati. Yang ia tau, ibunya hanya tertidur sebentar dan akan kembali bangun jika ia sudah mau.

Dan saat dokter menutup wajah ibu dengan kain putih, Binar masih terpaku. Ia berbisik di samping ibunya yang sudah tertidur lelap, yang bahkan tidak akan bisa mendengar suaranya lagi.

"Ibu ngantuk yah? Nanti kalau udah gak ngantuk, bangun yah. Binar takut sama Ayah," katanya pelan.

Sampai brangkar ibu di dorong keluar, ia melihat ayah menatapnya nyalang penuh amarah. Di sebelahnya ada seorang perempuan cantik berbaju formal yang selalu ia lihat seperti biasa, menempel pada lengan ayahnya.

"DASAR PEMBUNUH! PENJAHAT!"

"Mas udah! jangan! dia cuma anak kecil!"

"Pak jangan pak, dia gak bersalah!" seorang petugas menghentikan aksi gila ayahnya.

Gadis kecil itu tidak menangis, ia hanya terduduk di lantai dengan bibir robek mengeluarkan aliran darah segar di sudutnya seraya memeluk bonekanya erat.

"Kata ibu gapapa. Di pukul ayah gak akan buat aku mati kok," ucapnya membantin.

Binar melupakan kenyataan bahwa, ibunya memintanya menggantikan posisi yang selama ini menyiksanya.

"DASAR ANAK SIALAN!" Binar kembali tersungkur saat ayahnya menendang tubuhnya.

"Saya baru tau kalau ada orangtua seburuk anda."

Seorang pria dewasa berwajah rupawan menghampiri mereka dan menggendong Binar. Gadis kecil itu memeluk leher pria dewasa itu erat karena merasa aman.

"Jangan ikut campur urusan saya! Anak ini telah membunuh istri saya!" ucapnya menunjuk Binar.

"Istri mana yang bapak maksud?" Perempuan di sebelahnya sontak membelalak kemudian menunduk.

"Mas mending kita pergi aja, kita harus urus jenazahnya mbak Alma." Pria dewasa yang penuh amarah itu di bawa pergi oleh perempuan yang memegangnya sejak tadi.

Tersisalah suster beserta satpam disana.

"Itu bapaknya anak ini? Jahat banget yo," ucap Pak Satpam berkumis tebal.

"Mungkin dia masih berduka jadi lagi khalaf," bela suster.

"Kalau berduka, kok yo berani bawa bini baru?"

"Pak, tolong di urus jadwal operasi saya malam ini untuk pasien kamar rawat 403." Ucapnya memberi perintah yang di angguki oleh seorang perawat pria disana.

"Baik Pak!"

"Ini anaknya bagaimana?" Tanya suster.

"Saya akan membawanya pulang dan mencari keluarganya yang lain. Dia tidak akan selamat jika hidup bersama ayahnya,"

Saat itu Binar setengah terlelap namun masih bisa menangkap sedikit ucapan pria dewasa itu. Namun jauh di lubuk hatinya, ia masih ingin mempercayai bahwa ayahnya akan berubah suatu hari nanti.

Ibu, Binar takut jadi besar.

***

Dengan dua kancing kemeja bagian atas yang telah terbuka, seorang pria berusia 22 tahun dengan tubuh atletis itu bergumam kesal.

Ia baru saja mengerjakan dokumen-dokumen yang dikirimkan oleh sekretarisnya itu.

"Pantes dari tadi cewek pada jerit-jerit," Braga berdecak saat melihat sorot menyebalkan milik sahabatnya sekaligus sekretasinya itu.

Agam melemparkan jas hitamnya ke wajah sang bos lalu mulai berbaring nyaman di sofa putih panjang.

"LO?!—WAH sialan lu Gam! Tega banget buat temen lu lemes gini!" gerutunya.

Agam mengedik. "Jijik omongan lu lemes-lemes. Ini kalau ada yang denger, entar kita dikata maho."

"Anjing! Najis, amit-amit, jauh-jauh lo tai!"

"Berisik su, gue mau tidur dulu."

"Tidur mulu, cari cewek kek sana," cibirnya.

"Kayak lo punya aja," skakmat. Braga mengembuskan nafasnya menahan amarah.

"Tobat kek Ga, ini waktunya lo gawe. Fokus kerja terus kawin." Braga melemparkan tissue ke arah Agam yang tidur membelakanginya.

"Enteng banget lu bilang kawin. Masih muda, gue masih mau nikmati waktu sendiri." Balasnya dengan nada serius membuat Agam berbalik dan menunjukkan tampang ingin muntah mendengar penuturan sahabatnya.

"Udah tua, ya lu butuh senderan. Jangan geng-gengan mulu!"

"Tai! Gue pecat lu jadi wakil!"

"Pecat aja, paling-paling yang berani nyalon cuma si Habi."

"Pecat aja lah semua! Pada edan, yang ada citra gue rusak kalau dia yang jadi wakil!" Sahutnya membuat Agam tergelak.

"Kurangin aja si, banyakkin kerja buat bini lo nanti. Lo kudu jadi lakik yang bertanggung jawab,"

"Ini gue lagi ngapain emangnya samsudin?!" balasnya sewot.

"Samsudin nama kakek gue yah bangsat!"

"Serah yah anjing gue kesel! Lo kira gue kuda di kasih berkas numpuk gini!"

"Terima aja kali,"

"Kok jadi lo yang kayak bos disini?"

"Kan emang gue yang cocok." Balasnya bangga.

"Gam?"

"Ya?"

"Tai lo tai!"

Agam tertawa namun tawa itu terhenti saat seseorang menyelonong masuk kedalam ruangan sembari heboh.

"PERMISI AKANG TETEH! PAKET UHUYYY SPONTAN UHUY! SAMBUT ARTIS KITA INI HABI!" Teriaknya berjalan kesana kemari di dalam ruangan.

"Stress," ucap Braga.

"Bego," ucap Agam.

"Terimakasih sambutannya yang begitu tai!"

"Ngucap salam kek blok!" ucap Agam.

"Ohiya... Assalamu'alaikum ya Ahli kubur,"

"Bangsat lu!"

"Pergi sono lu!" balas Braga.

Hadi meremat dadanya dramaking, membuat kedua temannya bergidik ngeri.

"Gue kesini baek yah. Di sela-sela kesibukkan gue sebagai dosen, gue tetap datang menjenguk kalian para jomlo karatan yang butuh belaian!"

"Kayak lo kagak jomlo aja. Jangan pick me gitu lah, sama-sama jomlo mending ngopi. Heran gue gimana mahasiswa abadi kayak lo bisa jadi dosen, apa gak sawan muridnya?" Balas Agam.

"Sembarangan lo! Jangan buka aib dong congor! Gini-gini gue adalah dosen yang di kagumi banyak mahasiswi!" balasnya sombong.

"Secara tampang bukan otak tapi, paling mereka agak amit-amit sama tingkah lo," sahut Braga.

"Nah kan lo mengakui gue ganteng, naksir yah?"

"Najis! Pantat kudanil!"

"Udah basa basi lo, gue masih banyak kerjaan. Mau ngapain lo kesini?"

"Lo banyak kerjaan Gam? Perasaan dari tadi kerja lo ngasih-ngasih ni berkas ke gue!"

"Gitu-gitu gue kerja!"

"Lah kok malah ribut si lu berdua!" Habi melemparkan amplop pink ke meja di samping Agam.

"Apaan tuh? Kok warnanya kayak banci?"

"Warna gak penting. Intinya kalian kudu datang malam ini, penting."

"Tempat?" Kode Braga.

"Biasa," Braga mengangguk mendengar jawaban Habi.

"Dalam rangka apa nih?" Agam bangun dari tidurnya dan duduk membuka amplop pink itu.

"Melepas masa bujang Ardino!" Ungkapnya semangat.

"Anjing dia gak ada bilang!"

"Makannya gue kasitau sekarang. Kalau nanti dia udah punya bini pasti bakal jarang ngumpul sama kita. Urusan geng juga bakal sering off,"

"Yaiyalah udah ganti prioritas nanti. Enak banget Ardino, punya temen main ML." Ucap Agam.

"Kapan acaranya?" Tanya Braga.

"Kawinnya?"

"Otak lo!"

"Malam ini, jam sembilan."

"Di tempat biasa? Oke."

Dan Braga harus segera menyelesaikan hukuman pemberian ayahnya agar bisa secepatnya keluar dari tempat membosankan ini. Ia sudah lama tidak mencicipi barang-barang yang ada di sana.

***

"Malam ini aku mau rayain di hotel mom!" Rengek seorang cewek dengan mini dress yang terlihat sangat sexy.

"Iya sayang, tapi kamu hati-hati yah?" Balas sang mommy mencium pipi putrinya.

"Selamat bertambah usia sayang, semoga makin sukses dan tambah cantik!" ucap sang Ayah memberinya pelukan hangat.

"Selamat ulang tahun Binar," ucap Binar sendu di kamarnya.

Saat ini ia tengah terduduk di kursi depan meja rias. Sementara di luar, saudarinya, Serrra tengah merayakannya dengan kedua orang tuanya. Iya orang tua Serra, bukan orang tuanya.

"Kamu perginya sama siapa?" Tanya mommy-nya terlihat khawatir.

"Aku sama Alex kok mi," sang ayah dan mommy-nya tersenyum hangat.

"Bentar lagi dia sampe, aku rayain di sana sama temen-temen sekolah juga jadi gak sendirian." Ucap Serra.

Mobil sport hitam terlihat meng-klakson ke arah ketiganya. Serra semringah lalu langsung memeluk sang pengemudi begitu ia turun.

"Malam mommy, malam om!" Sapanya ramah.

Mereka berbasa-basi cukup lama sampai Alex mengeluarkan berbagai barang ke arahnya.

"Selamat bertambah dewasa sayang, makin bahagia yah." Ucap Alex, kekasih Serra.

"MAKASIH BANYAK YAH SAYANG! KAMU MEMANG YANG TERBAIK!" Balasnya terharu.

Sang Ayah melunturkan senyumnya. Putri yang ia banggakan, tidak pernah mengatakan hal itu padanya, malah pada orang asing yang baru menjadi kekasihnya.

"Malam ini harus pulang," ujar ayahnya membuat raut wajah Serra berubah.

"Yah Ayah gak seru!"

"Serra—"

"Udahlah mas. Besok mereka juga balik, Serra juga aman dijagain Alex." Ucap Bella.

"Tapi Serra masih SMA, dia perempuan. Gak baik kalau berlama-lama sama anak laki-laki," balas Ayahnya.

"Saya tau om khawatir. Tapi Serra aman sama saya, saya jamin, Serra bakal baik-baik aja selama ada saya." Sahut Alex.

"Ohh so gentlemen boy! Liat kan mas, Alex anak baik-baik kok. Selama ini kamu curigaan terus, tapi Serra aman-aman aja kan sama Alex. Bahkan mereka udah hampir 2 tahun bersama. Aku yakin Serra juga merasa bahagia sama Alex selama ini?" Ucapan sang mommy membuat Serra melebarkan senyuman.

Ia suka saat mommy-nya selalu membelanya, ayahnya jadi tidak bisa berbuat apa-apa.

"Udah yah Mom, Pah. Aku berangkat dulu. Eh tapi aku butuh orang buat jagain barang-barang aku, sebentar aku kedalam dulu." Ia berlari kecil kedalam rumah.

"Kamu terus aja manjain dia. Kamu sadar gak si, Serra semakin jauh sama kita, terutama sama aku?" Ucap Fariz.

"Perasaan kamu aja. Selama ini, kamu kan sering sibuk kerja, Serra juga udah tambah besar. Dia bukan anak kecil lagi, dia juga mau bebas sama hidupnya," balas sang istri Bella.

"Aku mau dia bebas tetapi pakai aturan."

"Mas plis, satu kali ini aja demi anak kita?"

"Aku sudah ribuan kali mengalah demi anak kita, Bella."

Bella hanya terdiam saat suaminya berkata begitu. Ia seperti tidak memiliki kuasa lagi atas putrinya.

"TARAAAAA! AKU BAWA KAKAK YAH MOM, PAH?!" Teriaknya.

Cewek itu semangat menarik Binar yang terlihat enggan.

"Kakak jagain barang-barangku, jangan sampai rusak apalagi hilang. Bisa?" Ucapnya tidak sarkas namun menusuk.

"Iya," balas Binar menunduk.

Gadis itu memakai sandal jepit karet bergambar beruang dengan baju biru rajut dan rok panjang cream. Serta dua pita berwarna putih di sela ikatan rambutnya.

"SIP! Mom, Pah, aku pamit yah. Love you," ucapnya setelah memeluk keduanya.

Binar duduk di bagian belakang mobil dengan tumpukkan barang milik cewek itu. Untuk duduk pun ia agak kesusahan.

Saat berada di dalam mobil Alex menatap lamat cewek di belakangnya, ia nampak terbius oleh kehadiran cewek imut itu.

"Dia siapa?" Tanya Alex pada Serra.

"Oh dia?"

Serra mendengus saat mengucapkannya. "Anak adopsi, ibunya udah mati."

Ibunya udah mati

Ibunya udah mati

Kata-kata itu terngiang-ngiang di telinganya. Berputar keras untuk menyadarkannya, bahwa ia sudah sendirian dan akan selalu sendiri tanpa seseorang yang menjaganya.

"Ohh," balas Alex. Ia melihat Binar menggigit bibirnya dan meremas roknya. Itu membuat birahinya naik seketika.

"Kamu janji yah, malam ini sampai pagi?" Ucap Alex serak.

"Iya baby. Kamu bisa nikmatin aku sepuasnya." Ujar Serra.

"Aku mau kali ini puas," balas Alex ambigu membuat Serra memeluk lengannya.

Sial, Alex tidak tergoda pada Serra yang bertubuh seksi. Ia malah penasaran pada gadis kecil di belakang kursi mobilnya yang tengah menunduk lesu. Ia penasaran pada rasa gadis itu dan itu membuatnya mencengkram kemudi kuat.

"Abis ini gue harus bisa dapetin tuh cewek," batinnya kuat.

Sementara di halaman rumah luas itu, sang Ayah melihat mobil melaju cepat meninggalkannya.

"Aku sudah lama kehilangan anakku," ucapnya sesak.

Dan Bella tau, bukan Serra yang suaminya maksud.

***

"BRODI APA KABAR?" ujar Habi bertos ria dengan Ardino dan Luccane.

"Baik, gimana lo?"

"Baik juga. Si Agam sama Braga belum dateng?" Tanya Habi membuat keduanya menggeleng.

"Lah dua congor lama bener. Katanya pengen nyobain lemper sama ice cream lagi tuh si bos," ucap Habi membuat Luccane terkekeh.

"Masih inget lo si bos sukanya sama apa?"

"Masih lah. Mana tuh orang harus di bujuk pake ini dulu kalau ngambek kayak babi," balas Habi.

"Gue denger blok," Habi meringis saat Braga meletakkan lengannya di bahunya.

"Santai masbro!"

"Gue udah santai bro," balasnya tersenyum smirk.

"Kok gue takut yah? Lo senyum kayak gitu maap-maap nih, mirip homo!"

"SIALAN LO ANJING!" Hempas Braga.

Luccane yang melihat teman-temannya tergelak. Kembali pintu terbuka menampakkan Agam yang menenteng minuman dingin.

"Sorry telat, si babi gamau nebengin gue," Braga berdecak.

"Nempel mulu lo bedua, gak mau kawin?" Tanya Habi.

"NAJIS!" balasnya berbarengan.

"Selamat Ar, gue gak nyangka lo jadi yang pertama." Kata Braga memeluk Ardino khas cowok.

"Ohiya lupa hehe, selamat Ar, semoga longlast yah!" Ucap Agam melakukan hal yang sama.

"Gue juga gak tau bakal jadi yang pertama, tapi gue bahagia." Balasnya tersenyum.

"Waw seorang Ardino tersenyum lebar, berarti emang beneran bahagia." Ujar Luccane.

"Siapa ceweknya? Gimana orangnya? Lo kenal dia kapan? Dimana?" Ucap Habi membuat Agam menyumpal mulutnya dengan lemper.

"Enak," balas Habi.

"Satu-satu kek, kayak wartawan lo banyak nanya!" ujar Luccane.

"Iya lu, Ardino baru mau napas tuh!" Sahut Agam.

"Yaudah satu-satu tinggal jawab susah amat bapak-bapak rempong!"

"Lo juga bapak-bapak rempong!" Ucap Braga.

"Wanjir gue mulu!" Balasnya kesal.

"Kita baru kenal—"

"LAH KOK BARU KENAL LANGSUNG MAU? LO HAMILIN ANAK ORANG—"

"HABI!" Potong mereka kesal.

Habi mengantupkan bibirnya.

"Dia anak magang di kantor gue. Sederhana si, kita kenal baru tiga bulan, dia pekerja keras, cekatan terus baik. Dia udah nolongin ibu gue pas kejambretan. Tapi...,"

"Tapi?" Sahut mereka.

"Dia janda."

"WHAT???" pekik Habi. Sementara yang lain menunggu kelanjutan dari Ardino.

"Suaminya pergi ninggalin dia sama anak cowoknya yang masih bayi. Dia diselingkuhin, sekarang anaknya udah usia 2 tahun," jelas Ardino setelah menarik nafas panjang.

"Lo nerima semua itu? Ar, kalian baru kenal. Posisinya dia janda dan bonyok lo?" Tanya Braga bingung menanggapi.

"Bonyok gue setuju, mereka gak mandang apapun dari cewek gue. Dan gue pun menerima dia apa adanya, gue gak peduli sama masalalunya. Itu cuma bagian yang udah lalu," katanya.

"Syukur deh kalau gitu," balas Agam.

"Terus namanya siapa?" Tanya Habi kepo.

"Sialan gue kira lo gituin anak orang makannya buru-buru banget!" Ucapan Luccane membuat Ardino terkekeh kecil.

"Namanya Kana. Kita setuju nikah bulan depan,"

"Ahsiappp, Kana is kane, is mantep. Janda semakin di depan!" Ucap Habi.

"Hhh gue juga udah mulai tua kayaknya. Geng bakal lebih sepi, jadi sedih." Balas Agam.

"Minggu depan kita sunmori sampe bandung gimana? Kita main-main ke ranca upas setuju?" Tanya Braga yang di angguki semuanya.

"SETUJU!"

"WEY MAKAN-MAKAN NIH KITA SEKARANG! MELEPAS MASA BUJANG ARDINO!" semuanya berseru.

Plastik hitam mulai dibuka membuat Braga semringah. Ia sudah lama tidak mencicipi lemper dan ice cream kesukaannya. Cowok itu selalu lupa karena terlalu sibuk mengurusi kantor.

"LEMPER BUATAN TANTE MAYA!" Teriak Braga heboh.

"ICE CREAM VANILLA GUA!" Lanjutnya terlalu senang membuat teman-temannya tertawa lebar.

"MALAM INI, KITA PARTY-PARTY! MAKAN-MAKAN SAMA MINUM-MINUM SEPUASNYA!" Ujar Luccane.

"LANCAR SAMPAI HARI H BRO!" Rangkul teman-temannya.

Mereka mulai bernyanyi bersama di dalam ruangan VVIP yang telah di sewa khusus. Ruangan yang di peruntukkan untuk kelas atas saja. Kolam berenang di dalam ruangan, beberapa kamar mewah, tv lcd besar, ruangan gym, bar mini, beserta sound system yang ada di dalamya.

Ruangan bernuansa gold ini terasa begitu mewah dengan banyaknya benda-benda mewah berharga fantastis yang menjadi furniture di setiap ruangan. Seperti gucci besar hingga kecil, lukisan terkenal yang bernilai ratusan juta rupiah, lantai marmer, dan lampu besar yang salah satu bagiannya terbuat dari emas menambah kesan mewah yang semakin kentara di dalam ruangan. Harga sewa nya saja semalam hampir menyentuh angka 3 digit.

"Permisi, kalian butuh pelayan gak?" Tiba-tiba aktivitas mereka terhenti sejenak saat seorang cewek berpakaian minim menyembul di balik pintu.

Dengan suara dan gerak tubuh yang menggoda, ia terlihat malu-malu menatap keempat cowok tampan itu.

"Maap kita homo." Balas Habi sekenanya, kemudian menutup pintu tak peduli dengan tampang terkejut cewek itu.

"Ingat, nakal boleh asal jangan ngerusak cewek!" Ucap Agam.

"PASTI!"

Mereka melanjutkan acara dengan gila-gilaan. Ardino hanya menggeleng-geleng tidak habis fikir dengan tingkah mereka yang seperti bocah padahal sudah menyentuh kepala dua. Memang yah, usia segitu suka lagi lucu-lucunya.

Di ruang sebelah, seorang gadis kesusahan mengambilkan barang yang diminta oleh saudarinya.

"Awas aja kalau sampe salah lagi!" Balasnya meninggalkannya ke ruang pesta.

"Serra, ini harus di simpen dimana?" Tanya Binar kelelahan.

"Di kamar gue!" Balasnya teriak.

"Mau gue bantu?" Tawar seorang cowok yang membuatnya berjingkat kaget.

Binar menjauhkan tubuhnya saat cowok itu meraba kulit tangannya.

"Gak usah, aku mau keluar lagi." Balasnya pelan.

"Buru-buru banget, diluar banyak orang. Mau pergi kemana emangnya?" Tanya Alex dengan nada sensual membuat Binar risih.

"Aku mau pulang." Balasnya penuh penekanan.

"Mau gue anter?"

"Gak usah. Makasih, aku bisa naik taksi."

"Jual mahal juga ya lo, tapi gue semakin suka," Alex menarik tangan Binar namun cepat ia tepis.

Usaha itu tidak berhasil saat hampir mencapai pintu Alex menangkapnya dari belakang, saat itulah pintu terbuka menampilkan wajah seorang cewek yang membelalakkan matanya.

"KALIAN?!"

"Serra, aku bisa jelasin." Ucap Binar.

"Dasar jalang! Keluar lo!" Serra menarik rambut Binar lalu mendorongnya ke tengah ruang pesta yang berisik karena alunan musik.

"Kamu kenapa bisa sama dia?!" ucapnya melembut.

"Kamu salah faham, aku gak tau dia ada disini. Barusan dia gak sengaja mau jatoh. Udah, itu doang." Balasnya membuat Alex memeluk Serra yang merajuk.

"Aku minta maaf, kamu tau aku sukanya sama siapa kan?"

"Iya jangan deket-deket dia lagi!"

"Gak akan."

"Kalau kamu udah gakuat kan bisa panggil aku," balas Serra mengelus rahang pria itu lalu mengecup sekilas bibirnya.

Alex yang terlanjur panas buru-buru mengangkat Serra ke ranjang. Ia melepaskan baju bagian atasnya dan mencium bibir Serra, melumatnya kasar.

"Bentar, tahan dulu yah sayang."

Serra mengambil ponselnya dan mengetikkan pesan kemudian menarik Alex agar pria itu bisa kembali menjamahnya sesuka hati.

Clairre

Tahan cewek cupu itu, kasih obat perangsang abis itu kasih ke salah satu cowok disana. Dia mau ngerebut Alex dari gue!
 

Okey babe.
 

***
 

⚠️ MATURE CONTENT! HARAP BIJAK DALAM MEMBACA! 21+ ⚠️
 

Alex meremas kedua benda kenyal itu sembari terus menciumi leher Serra. Desahan dari mulut cewek itu begitu terdengar keras saat Alex menggesekkan sesuatu di bawah sana yang sudah mengeras. Ia mengangkat wajahnya dan meneliti wajah Serra kemudian membuka tali dari gaun cewek itu, melucuti seluruh pakaian dengan sekali sobekan.
 

"Gak sabar banget by?" Tanya Serra.
 

"Aku harap kamu bisa ngelakuinnya," balas Alex serak.
 

Bibir Alex turun mencari puncak dada milik Serra lalu menghisapnya kuat membuat gadis itu meremas rambut kecoklatan milik kekasihnya. Satu tangannya yang lain meremas bagian lain lalu turun menggapai sesuatu. Sementara bibirnya masih sibuk di kedua bukit kembar itu, tangannya mulai menjamah bagian lain. Alex membuka lebar paha milik Serra yang masih tertutupi oleh kain tipis. Milik cewek itu sudah agak basah.
 

Ini bukan pertama kali mereka melakukannya, jadi mudah menebak bagi Alex bahwa saat berhubungan Serra selalu keluar lebih awal dan mudah tertidur, itu yang membuatnya bosan. Sehingga mencari cewek pemuas lain untuk ia tiduri tanpa sepengetahuan dari cewek itu.
 

Tanpa membuang waktu Alex melepaskan penghalang terakhir itu dengan mengigitnya kemudian mengelus pelan vagina milik Serra hingga gadis itu menggelinjang hebat.
 

"By please, now, i want you!"  Pinta Serra.
 

Cowok itu tidak langsung menurutinya, tetapi kembali melebarkan milik cewek itu dan memainkannya dengan lidahnya. Ia menjilat vagina milik cewek itu dengan kesetanan. Alex mencari klirotis milik cewek itu lalu mulai menekannya kuat sebelum lidahnya ikut bermain disana.
 

Cewek itu kembali mendesah keras saat empat jari milik cowok itu memenuhinya. Keluar masuk tanpa ampun, ia sontak menjepit kepala milik Alex membuat pria itu memperdalam sedotannya. Milik cewek itu berkedut kemudian menyemburkannya ke muka cowok itu.
 

Alex masih belum mencapai puncak nafsunya. Ia menjauhkan wajahnya kemudian memperdalam tusukkan keempat jarinya kedalam vagina Serra dengan kasar membuat cewek itu beringsut. Semenit kemudian cowok itu melepaskannya dan sesuatu kembali menyembur dari dalam sana.
 

"Sekarang gantian, puasin aku dulu by." Suruh Alex.
 

Dengan lemas, Serra mengangguk kemudian mensejajarkan wajahnya dengan kepunyaan milik pria itu. Alex melucuti celananya di bantu oleh Serra, kemudian cewek itu langsung memasukkan semuanya kedalam mulutnya sampai penuh. Ia memaju mundurkan kepalanya terlihat menikmati milik cowok itu.
 

"Pakai tangan kamu by," pinta Alex.
 

Serra menurutinya. Ia mengocok benda liat itu dengan cepat membuat Alex menggeram dan meremas vaginanya. Serra menjilati lagi milik pria itu agar Alex semakin puas, namun Alex masih belum juga merasa senang, ia kemudian menarik kepala cewek itu kebelakang dan menusuk miliknya ke dalam mulut cewek itu sampai Serra terbatuk.
 

"Lex pelan-pelan!" Ucap Serra lemah.
 

Cewek itu tersentak karena milik pria itu sampai di kerongkongannya. Alex terus menusukkan miliknya dengan kasar kedalam mulut Serra sampai cewek itu hampir kehabisan nafas. Mereka melakukannya sampai bermenit-menit lamanya. Kemudian Alex membawanya untuk kembali berbaring.
 

"Ahhh Serra, enak nghh by, i like it!" Geram Alex.
 

Alex mulai mengarahkan miliknya kedalam liang milik Serra. Cowok itu menggeram saat miliknya sudah masuk sepenuhnya memenuhi liang kewanitaan cewek itu. Lalu mulai memaju mundurkan tubuhnya perlahan.
 

"Akhhh alex good! I like akhhh faster!" Alex mempercepatnya seperti permintaan cewek itu.
 

Ia memaju mundurkan miliknya di dalam cewek itu. Serra terus mendesah tidak karuan karena milik Alex benar-benar memanjakannya. Ia berkali-kali merasa tersentak saat cowok itu semakin memperdalam miliknya.
 

Alex yang masih tidak puas mulai kembali menciumi leher dan dada gadis itu, sesekali menampar keras dua gundukkan kenyal milik cewek itu.
 

Sementara Serra sudah orgasme yang ke-empat kalinya, ia masih belum melakukannya. Cowok itu meminta Serra berganti posisi memunggunginya, cewek itu menurut dan mulai menungging di depannya. Ia mulai menyentak miliknya kuat tanpa ampun. Terus memaju mundurkan miliknya dan memukul keras bongkahan padat milik cewek itu sembari menggeram.
 

"SERRAA AKHHH!" Geram Alex.
 

"Akhhh ahhh Alex ohhh nghh enak banget! Lebih dalam by!" 
 

Alex menusuk kepunyaan milik cewek itu dengan kasar, tidak peduli ia akan meringis atau menangis karena ulahnya. Ia hanya ingin dipuaskan untuk kali ini.
 

"Ahhh nghhh Al, enghh sakit by, pelanin dikit!"
 

Alex kesal karena Serra banyak mau, ia tidak memperdulikannya dan terus menyentaknya kasar sampai cewek itu terpekik. Tangannya tidak lantas menganggur, ia mencubit klirotis milik cewek itu keras.
 

"Nghh by!" Desah Alex akhirnya.
 

Serra meringis dengan sedikit terisak. Alex kali ini benar-benar gelap mata, tidak seperti pertama mereka melakukannya. Pria itu bahkan bisa saja memarahinya saat mereka selesai melakukan pergulatan panas ini karena cowok itu yang tak kunjung keluar. Padahal ini bukan sepenuhnya salahnya. Kadang ia berfikir Alex lebih mencintai tubuhnya di banding dirinya. Karena hampir setiap mereka bertemu, yang mereka hanya lakukan sebagian besarnya adalah having sex. 
 

Mereka melakukannya sampai terengah. Serra meminta agar ia berada di atas Alex. Cowok itu menuruti kemauan kekasihnya, ia membantu kekasihnya untuk duduk di atasnya. Perlahan cewek itu mendesah tertahan saat sepenuhnya milik cowok itu masuk kedalam liangnya. Ia kemudian mulai bergerak naik turun membuat dadanya bergoyang. Alex yang melihat itu tak tinggal diam, ia meremas kedua benda itu kemudian mengecupi bibir bengkak milik cewek itu.
 

Kamar private ini sepenuhnya berisik sejak sejam yang lalu karena pergulatan panas dari keduanya. 
 

Serra sepenuhnya dalam kendali Alex, mereka terus melakukannya sampai Alex merasa puas. Mata Alex yang diselimuti gairah mulai membayangkan bahwa Serra yang saat ini bersamanya adalah gadis itu, Binar.
 

"Lain kali lo bakal tunduk di bawah gue, dan minta gue buat jilat punya lo tiap hari." 
 


 

***
 

"Masa minum fanta doang lo mabok si Bi?!" Luccane menggoyangkan tubuh milik sahabatnya, namun malah terdengar suara keras dari mulut cowok itu yang terbuka.
 

"Sialan! Ternyata molor bukan mabok! Mana ngorok keras pula!" Dorong Luccane membuat kepala Habi sepenuhnya ada di sofa.
 

"Gue ngantuk ah, mau masuk ke kamar mau ngebo." Ucap Agam menguap.
 

"Gue juga," balas Ardino.
 

"Jam berapa ni?" Tanya Braga mencari jam tangannya yang lupa ia taruh dimana.
 

"Jam 1 pagi. Gue pengen berak gakuat!" Pamit Luccane yang ngibrit karena tiba-tiba merasa mulas.
 

"Jam gue gak ada!" Ucap Braga setengah panik.
 

"Orang kaya kok panik, paling berapa harga jamnya?" Sahut Agam.
 

"Bukan masalah harga, tapi ini menyangkut keselamatan jiwa dan raga. Itu jam tangan yang di kasih nyokap waktu gue ulang tahun bulan lalu!" Balasnya mencari ke berbagai sudut ruangan.
 

"Jatoh kali diluar," ucap Ardino membuat Braga bergegas melesat keluar.
 

Masalahnya jika jam ini bukan pemberian ibunya, ia tidak akan sepanik ini. Braga hafal betul jikalau ibunya menjungjung tinggi makna : "TUPPARWERE MAMA HILANG, NYAWAMU MELAYANG!" juga berlaku pada barang lain pemberiannya. 
 

"Sialan gue jatohin dimana jamnya? Mati nih mati idup gue!" Paniknya.
 

Braga menyusuri koridor hotel, sembari memperhatikan jalan. Saat ia tengah mencari jamnya yang hilang, sepatu hitamnya terasa menginjak sesuatu. Ia kemudian mengambil benda itu dan menelitinya heran.
 

"Wah sejak kapan bayi bisa check out di hotel?" Gumamnya bertanya pada diri sendiri.
 

Ia menelisik sandal kecil bergambar beruang itu dan mencocokkan ukurannya dengan tangan. Matanya membulat.
 

"Ini mah lebih kecil dari tangan gue, ini punya siapa? Apa ada pasutri yang kesini bawa anak kecil?" Ujarnya lagi merasa pusing.
 

Semenit kemudian ia menepuk dahinya, ia memberenggut karena hampir melupakan tujuan awalnya mencari jam tangan ber-merk cartier. 
 

"Gue buang aja yah nih sendal? Gak berguna juga, pokoknya jam tangan gue harus cepet ketemu, atau besok pagi gue pindah alam."
 

Braga yang semula sudah berancang-ancang hendak berlari menuju lift, karena merasa jam miliknya tidak berada di lantai ini, berniat untuk turun dan mencarinya di lantai bawah atau menanyakannya pada resepsionis hotel namun sebuah suara membuat pandangannya berpendar.
 

"To-long," suara lirih itu terdengar begitu parau.
 

Braga sampai harus kembali menajamkan telinganya dan melihat sebuah pintu kamar yang tertutup di sebelah tempatnya habis berpesta dengan teman-temannya.
 

"Suara apaan tuh? Setan apa yang lagi nganu?" Ucapnya menempelkan telinga kedaun pintu begitu sampai di kamar sebelah.
 

"Tolong, ja-jangan, tolong aku!" Kali ini suaranya lebih kencang membuat Braga dengan sekali tendangan kaki jenjangnya membuka pintu.
 

Saat ia masuk kedalam, ia melihat seorang gadis bersembunyi di sudut ruangan tengah memeluk lututnya. Gadis itu ketakutan, terlihat dari tubuhnya yang bergetar hebat.
 

Braga mulai kebingungan, ia dilema antara ingin mencari bantuan atau berjalan mendekatinya.
 

Braga plinplan, otaknya tiba-tiba mendadak blank. Ia memilih untuk perlahan mendekati gadis dengan kondisi memprihatinkan itu.
 

"Itu manusia apa mba kun?" Batinnya.
 

"Permisi, dek, mba, buk, mbok, tante, kak, sayang? Wkwkw!" Braga sempat-sempatnya melucu padahal situasinya kurang tepat.
 

Braga mendekatinya perlahan dan sangat hati-hati. Merasa ada yang menghampirinya gadis itu makin beringsut ke sudut dengan was-was. Merasa pergerakkannya membuat gadis itu makin takut, ia mendadak berhenti. Karena sebenarnya sudah sampai, namun memilih berdiri tegak di depan gadis yang ketakutan itu.
 

Setelah beberapa kali mengambil nafas, barulah Braga berjongkok di dekatnya. Gadis itu masih bergetar, entah karena apa.
 

"Hey, saya gak akan nyakitin kamu. Maaf, saya buat kamu takut. Saya kesini karena denger kamu minta tolong," ucapnya lembut, namun cewek itu tetap bergeming.
 

Braga menghela nafas. "Saya gak ada maksud jahat datang ke kamar ini, maaf saya lancang masuk kesini. Saya mau mastiin kamu baik-baik aja, karena saya dengar dari luar kamu seperti butuh bantuan. Gak papa, kalau kamu takut, kamu ambil nafas dulu. Bilang ke saya ada apa? Kamu sama siapa kesini? Orangtua kamu dimana?" Lanjutnya lagi dengan hati-hati.
 

Sedetik kemudian gadis itu mengangkat pandang di sela-sela lengannya. Matanya terlihat sayu, namun juga memerah. Saat Braga hendak menyentuh kepalanya, gadis itu menatapnya tajam. Mata kecilnya yang bulat seperti kucing yang ingin menyerangnya.
 

"Kamu bisa nolong aku?" Ujarnya bertanya.
 

"Selama saya sanggup, saya bisa melakukannya," balas Braga serius.
 

Braga menunggu gadis kecil itu kembali berucap namun ia malah menangis di hadapannya membuat Braga panik.
 

"Eh kenapa nangis? Saya ada salah sama kamu? Kenapa?" Ujarnya bingung.
 

"Takut, panas banget, aku gatahan gatau kenapa. Mau pulang!" Ucapnya menangis.
 

"Apa yang panas?" Tanya Braga semakin bingung.
 

"Kamu gak bisa nolong aku," ucapnya lagi hanya untuk meneriakkan tangisnya.
 

"Saya bisa. Kamu mau apa? Saya akan melakukannya semampu saya," 
 

"Kamu beneran bisa?" Ucapnya ragu. Membuat Braga menganggup mantap, seketika matanya bersinar, belum sempat Braga bertanya gadis itu sudah meloncat ke pangkuannya.
 

"Aku gatau, tapi badan aku panas banget. Bisa bantu buka baju aku gak? Gerah banget!" 
 

Braga membelalak. Rupanya gadis ini terkena obat perangsang, pantas saja mengatakan hal yang aneh.
 

"Lebih baik saya antar kamu pulang, kasih tau dimana rumah kamu sekarang." Braga terpaksa menggendong gadis kecil itu dan meletakkannya di ranjang sementara ia mendekati pintu.
 

"SIALAN WOY! BUKA! SIAPA YANG KUNCI PINTUNYA!" Umpat Braga kesal, ia kembali berancang-ancang untuk menendang pintu namun suara milik gadis itu membuatnya melebarkan mata.
 

"Panas banget, aku gakuat!" Gadis itu membuka baju bagian atasnya hingga tersisa tank top putih tipis yang memperlihatkan lekukan tubuh bagian atasnya.
 

"Biasanya lo juga liat yang seksi gak ada masalah kan Ga? Tahan aja, sabar!" Batinnya menguatkan.
 

"Tahan, saya mau cari bantuan. Kamu tunggu disini," lagi. Gadis itu dengan berani membuka rok nya hingga tersisa celana hot pans pendek karena pengaruh obat perangsang.
 

Saat gadis itu menyentuh Tank top nya dengan gaya sensual, barulah Braga bertindak. Cowok itu melepaskan kemeja putihnya dan berjalan cepat mendekatinya kemudian memakaikan kemejanya untuk menutupi tubuh gadis itu yang hampir telanjang. Kemejanya terlihat kebesaran di tubuh milik gadis itu, Braga juga menahan tangan gadis itu yang hendak melakukan sesuatu.
 

Braga lupa, yang ia punya di tubuhnya hanya kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam. Ia membiarkan tubuh bagian atasnya ter-ekspos dari pada melihat gadis itu bertelanjang bulat di depannya.
 

"Panas, makin panas!" Desahnya. 
 

Braga tidak menjauh, otak dan hatinya tengah beradu hebat. Mungkin esok akan menjadi hari yang paling buruk untuknya, namun malam ini bisa menjadi surga baginya.
 

Di tengah keributan di dalam kepalanya, Braga harus memutuskan banyak hal. Prinsip yang ia junjung tinggi atau mengambil kesempatan emas yang tidak akan pernah datang dua kali kepadanya. Terdengar brengsek, namun Braga kepalang linglung. Gadis dalam dekapannya ini terus memberontak sehingga membuat Braga kelimpungan, harus apa setelah ini. Keluar pun akan sulit, rentan meninggalkannya sendiri. Namun bersama dengan gadis ini, di satu ruangan remang yang sepi lebih rentan, ia bisa saja tak terkendalikan dan menjadi binatang buas atau bahkan hal berbahaya untuk gadis ini.
 

Braga sering menolong, namun untuk kali ini imbalannya menarik. Jadi dengan segala keputusan yang ada di tangannya, ia meraih tengkuk gadis itu lalu menyatukan bibirnya dengan bibir tipis kecil milik gadis itu. Braga terus berusaha mengontrol untuk tidak bertindak lebih, namun ia kewalahan. Bibirnya dengan lembut mengecupi bibir kecil itu dengan begitu hati-hati.
 

"Manis," ujar Braga serak.
 

Satu tangannya yang lain semakin merapatkan tubuh mereka. Braga terus mengecupi bibir tipis itu sampai berubah menjadi lumatan yang menuntutnya untuk membiarkan Braga merasa lebih jauh. Cowok itu seperti melupakan alarm peringatan di dalam kepalanya, ia mengigit kecil bibir gadis itu sampai terpekik lalu menjelajahi mulut manis itu sampai gadis kecil itu mendesah.
 

Masih dengan lembut, ia mengabsen setiap rentetan gigi milik gadis itu dan terus mencumbuinya sampai ia tidak sadar jikalau mereka telah terbaring di atas kasur yang empuk dengan Braga di atas tubuh rentan milik gadis itu. Tubuhnya yang setengah telanjang mengapung di atas gadis kecil itu. Otot-otot keras tercetak jelas di sepanjang tubuh liat milik cowok itu. 
 

"Enghh panas," lenguhnya di sela ciuman panas mereka.
 

Braga mengangkat wajahnya kemudian meneliti wajah milik gadis itu. 
 

"Cantik," bisiknya melihat wajah memerah gadis itu.
 

Braga tau harusnya ia berhenti, namun yang ia lakukan malah sebaliknya. "Saya gatau besok akan seperti apa untuk kamu, untuk kita. Saat kita bangun, saya harap kamu tidak membenci saya." Ucapnya.
 

Braga kembali menyatukan bibir mereka, kali ini pagutan di antara mereka lebih dalam dan tidak memiliki celah. Di sela-sela desahan yang terdengar Braga berkali-kali mengecup kening dan mata milik gadis itu. 
 

Mereka berciuman menyentuh pukul 03.00 pagi.
 

Braga bilang bagaimana kamu menyambut hari esok adalah apa yang sudah kamu perbuat hari ini. 
 

***
 

Ini yang pertama bagi Braga. Ia berciuman dengan orang asing, bukan sebagai pengungkapan sebuah rasa namun untuk menolong sebuah raga. Entah sudah berapa kali Braga memukul dirinya sendiri. Di antara saudaranya yang lain, mengapa ia bisa menjadi yang paling bego si? Itu yang selalu ia pikirkan. Ayahnya selalu berpesan : "Selesaikan masalah dengan kepala dingin, bukan dengan gairah batin." Oke sebenarnya yang paling belakang adalah kata-katanya sendiri.
 

Masih terpatri dalam ingatan, tautan tangan mereka tidak terlepas seolah mereka tidak ingin saling berjauhan. Seolah takut saling kehilangan. Braga yang menguasai dan memulainya semalam. Sampai dimana gadis itu terlelap, Braga juga lah yang mengakhirinya. Ia ikut berhenti setelah mengecupi seluruh wajah gadis kecil itu.
 

Braga mengusap surai panjang milik gadis itu yang tertidur lelap membelakanginya. Gadis itu masih memakai kemejanya. Bedanya sekarang seluruhnya sudah terkancing dengan baik. Selimut berwarna abu juga tersemat di atas tubuh milik gadis kecil yang tengah meringkuk itu.
 

"Cuma ciuman, tapi bagi saya itu sangat berarti besar. Kamu sudah masuk ke dalam hidup saya tanpa saya pahami lebih dulu. Kamu yang pertama memilikinya. Sekarang saya harus apa?"
 

Braga mengacak rambutnya mengingat kejadian semalam. Sekarang waktu menyentuh pukul 09.00 pagi dengan cuaca yang terlihat cerah mengintip di balik tirai jendela.
 

"Kalau saya tinggalin kamu disini, saya bajingan. Kalau saya sama kamu disini, saya kelihatan kayak banci yang belum bisa berbuat apa-apa. Kalau besok kamu ganti marga, kamu harus siap yah?" Bisiknya lembut.
 

Braga turun dari ranjang kemudian membuka tirai jendela, barulah wajah cantik dan imut milik gadis itu terlihat sepenuhnya. Dengan bercak merah di leher dan bibir yang masih agak membengkak.
 

"Sangat cantik." Pujinya terpana oleh aura yang terpancar dari gadis itu.
 

Braga mengambil telfon dan menelepon seseorang.
 

"Kamar nomor 104, cari orang yang mengunci saya dan memberikan obat perangsang pada ... GADIS SAYA."
 

***
 

SPOILER NEXT CHAP 4 :
 

"Saya akan memberikan saham paling besar kepada om. Tapi putri Om, Binar jadi milik saya sepenuhnya."
 

SPOILER NEXT CHAP 4 (2) :
 

"Mommy kenapa ada disini?"
 

"Alex?"
 

***

A/N : Terimakasih telah memberikan dukungan untuk karyaku orang baik! Semoga bahagia selalu! Maaf kalau banyak kekurangan baik dari segi kualitas cerita atau kurangnya tanda baca dan kesalahan pengejaan huruf serta penempatan kalimat yang kurang dapat di fahami. Kalau ada yang mau di sampaikan silahkan bisa komen di bawah! 
 

Ohiya baca ceritaku yang lain juga yu di apk Wattpad!
 

Judul : CRUSH SEKELAS
AUTHOR : sinteeila
Dan jangan lupa follow instagramku : @writebub
 

SAMPAI JUMPA DI CHAPTER BERIKUTNYA! DADAAA 🤍 🖐🖐
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan