
(cerita pendek)
Blurb
Tentang Adela yang telah kembali mengingat masa lalunya.
Cerita ini tersedia gratis, jadi aku harap kalian bisa dukung aku dengan like dan komen.
Kalau kalian suka sama cerita aku, jangan lupa kasih tip yaaa…
Sore hari adalah waktu terbaik untuk minum teh, asap hangat yang menyebar di seluruh sudut balkon kamar memberikan sensasi tenang. Harum dua buah roti panggang begitu menyeruak menembus Indra penghirup.
Adela sangat gemar sekali melihat senja dengan secangkir teh tawar. Tak lupa ia sering sekali mencatat kenangan kala mendapatkan memori-memori pada masa lalu walaupun samar di sebuah buku catatan kesayangannya yang berwarna hitam. Iya! Adela kehilangan daya ingat.
Kecelakaan beruntun di sebuah tol saat liburan waktu itu benar-benar merenggut ingatannya.
Setelah menjalankan operasi cedera otak empat bulan yang lalu. Adela sangat sulit untuk mendapatkan kenangan masa lalunya, pun saat kecelakaan terjadi, Adela tidak mengingatnya. Namun, kini Adela sudah bisa menerima keadaan. Apa lagi saat ia tahu kalau melihat senja ia akan mendapat sedikit bayangan samar tentang dirinya saat masih remaja.
"Adela, waktunya makan malam." Panggilan mama Rika menyadarkan Adela kalau senja kini telah usai. Bergantian langit malam yang begitu pekat. Sayang sekali tidak ada bintang bertaburan di sekitarnya.
"Tadi Adela lihat wajah itu lagi ma." Sejak satu bulan Adela memandangi senja, Ingatan Adela hanya terpaku pada satu objek. Apapun banyangan samar yang Adela lihat, pasti ada wajah dengan senyuman khas di setiap sudut bibirnya.
"Mama bisa kasih tahu Adela, siapa dia sebenarnya ma? Apa dia selalu ada didekat Adela? Apa dia orang yang pernah singgah di hati Adela? Atau dia adalah papa saat masih muda yang selama empat bulan ini Adela cari?"
Adela tidak suka! Saat ia bertanya mama Rika pasti tidak akan menjawab. Biasanya mama Rika akan berdeham dan mengalihkan pembicaraan.
"Ayo makan lagi, ini ikannya mama goreng pakai bumbu kesukaan Adela." Adela sudah menduganya, tidak ada gunanya bertanya pada sang mama yang tidak pernah membuka suara atas masa lalu yang pernah ia lalui.
Wajah itu, wajahnya nampak tidak asing di mata Adelia, senyumannya tidak pernah lepas apalagi hilang. Kalau marah senyuman itu akan sedikit mengendur tapi tidak sampai hilang. Hanya itu yang Adelia dapat di waktu senja. Adela sudah menerima dirinya yang sekarang. Tapi ia juga butuh dirinya yang dulu.
Sudah satu tahun memandang senja, namun Adela sama sekali tidak tahu siapa yang selalu datang di kala sore itu?Sudah cukup sabar Adela menunggu memorinya pulih dengan sendirinya, tapi ternyata tidak bisa! Daya ingat Adela butuh dorongan. Mama Rika sudah jelas tidak bisa membantunya. Adela juga agak resah karena bayangan samar itu kini semaki samar.
"Ah, sorry." Adela berjongkok mengambil buku catatan hitam dan juga pulpen miliknya. Cuaca dingin dengan tetesan salju membuat bahu dan leher Adela yang terbungkus syal coklat terasa sedikit kebas. Apalagi Adela lupa tidak memakai sarung tangan. "I'm really sorry sir."
"Senja?"
Tubuh Adela menenggang, ia menyeimbangkan kedua kakinya agar berdiri dengan sempurna. Ingin melihat tapi tak berani mendongak, suaranya terdengar familiar, begitupun denga logatnya.
"Kamu Senja?" Dia orang Indonesia? Adela tidak nyaman, melangkah memundurkan tububnya sedikit. Niatnya hanya ingin jalan-jalan menikmati sore hari dan membeli beberapa camilan di toserba ia malah bertemu dengan orang aneh di trotoar jalan di musim dingin?
Siapa Senja? Sepertinya dia salah orang. "Maaf tuan, saya bukan Senja." Adela ingin melangkahkan kakinya kembali, namun urung saat tak sengaja matanya bertemu dengan senyuman yang menemaninya satu tahun ini.
Entah senang atau justru sebaliknya, Adela tidak tahu harus melakukan apa.
"Kamu Senja! Apa kabar?"
Adel melihat sepasang mata itu menggelap, ada sedikit air yang menggenang, kenapa dia menangis?
"Aku pikir kita tidak akan bertemu lagi, tapi ternyata tuhan sangat baik hingga mempertemukan kita lagi." Pria itu tersenyum, sama persis seperti senyuman setiap senja yang Adela lihat. Bukanya senang, Adela malah takut, takut salah orang, atau hanya mengaku-ngaku saja, buktinya dia salah menyebut nama Adela menjadi Senja. Bagaimanapun dia orang baru dalam hidup Adela yang sekarang.
"Es krim vanila kesukaanku habis papa, kata kasirnya di toko sebrang masih penuh." Atensi keduanya kini beralih memperhatikan anak kecil yang berjalan dengan baju hangat tebal yang membungkusnya.
Adel hanya melihat sekilas, saat pria di hadapannya ini menggendong sang anak. Tak ingin berlama-lama di sini. Adela segera melangkah menjauh, kalaupun wajah yang selama ini ada dalam senjannya, tetap saja Adela belum siap melihatnya sekarang, rasanya mental Adela belum cukup untuk membuka memori masa lalu walaupun ia menginginkannya,entah kenapa itu.
"Permisi," pamit Adela.
Percaya atau tidak, hari-hari selanjutnya Adela selalu bertemu pria ini. Bukan dalam bayangan samar lagi, melainkan sosok aslinya. Dan anehnya wajah pria samar yang muncul di kala senja dalam bayangannya kini sudah tidak pernah muncul lagi.
Adela sedih. Tapi sekarang ia tidak takut lagi dengan pria yang telah memperkenalkan dirinya.
"Aku Fajar, ehmm maaf maksudnya nama aku Randra," ucapnya beberapa minggu yang lalu saat pertama kali berkenalan.
Namanya Randra, tapi dia sempat menyebut nama Fajar. Entahlah mungkin dia hanya salah sebut saja. Kami mulai akrab, dia lumayan asik untuk diajak mengobrol, apalagi sang anak yang tidak pernah absen dalam setiap pertemuan tidak sengaja seperti sekarang ini.
"Namanya Surya, nanti kalau dia sudah punya adik akan aku beri nama Mega."
Adela mengaduk es krim vanilanya. Memperhatikan Surya yang juga memperhatikannya. Seperti hari-hari biasanya mereka selalu bertemu di sore hari di tempat-tempat atas supaya bisa melihat senja dengan begitu jelas. Atap gedung juga tak luput dari pertemuan antar keduanya, seperti saat ini.
"Masih suka melihat senja?"
Adela mengguk.
"Lebih suka senja atau fajar?" Tanyanya lagi.
"Emm senja?" Adela menjawab ragu.
Terlebih melihat kedua sudut bibir pria itu mengendur. apa ada yang salah dengan pilihannya barusan? Lagi pula pertanyaa seperti itu terdengar seperti pertanyaan dari orang yang mengenal Adela sejak lama. Tapi bagaimana kalau memang iya?
"Dulu kamu pilih fajar, katanya suasana sejuk lebih terasa saat waktu fajar."
"Benarkah?" Adela bertanya sambil menikmati matahari yang mulai menghilang.
"Iya, kamu juga yang bilang kalau punya anak mau diberi nama Fajar, tapi aku larang. Karena kamu Senjanya jadi harus aku Fajarnya. Masih banyak nama lain yang berhubungan dengan itu, seperti Surya atau Mega misalnya?"
Adela mengguk lagi. Tapi tunggu, jadi maksud dari perkataan itu, Surya dan mega? Apa barusan Randra menyebutkan Surya dan mega adalah anaknya walau dengan kalimat tersirat? Adela berdiri darii duduknya, mental dia belum siap. Jangan sampai pikiran buruk menghantui, jadi hidup selama 30 tahun ini ia punya anak? Benarkah?
"Maaf senja, bukan maksudku-"
"Surya anakku?" Tanya Adela.
"Senja-"
"Jawab! Surya anakku?" Tanya Adela lagi.
Randra kalah, dia mengangguk pelan, dan itu berhasil membuat pertahanan Adela runtuh. Bukanya memeluk Surya yang menatapnya polos, Adela justru berlari turun dari atap gedung ini meninggalkan sepasang ayah dan anak yang masih setia memandang hamparan langit.
"Sayang sekali, kali ini senjannya terlalu cepat."
Dalam larinya, kepala Adela jusrtu mengalir memori masa lalu yang ia rindukan. Percakapan antara Senja dirinya dan Randra Fajarnya muncul beberapa kali. Adela tidak menangis, ia hanya syok mengetahui bahwa ia telah menikah. Ayah yang selama satu tahun ia cari ternya sudah meninggal dalam kecelakaan yang sama. Wajah dengan senyuman khas itu memang benar-benar milik Rendra atau biasa Adela sebut Fajar dulu.
"Kenapa mama memisahkan kami? Jawab ma! Kenapa mama tidak pernah bercerita apapun tentang masa lalau Adela! Kenapa ma?"
Mama Rika hanya terdiam, dia memandang anak kesayangannya dengan mata sendu. "Mama sayang sama kamu Adela. Tapi Surya bukan anak kandung kamu! Mama gak mau kamu menerima anak Rendra dengan mantan istrinya! Mama gak mau!"
Terikan mama Rika menenbus tepak pada titik jantung yang berdetak, Adela tidak menyangka mama Rika akan berbicara seperti itu pada surya anaknya sendiri?
"Dia anak aku ma! Aku yang merawat dia dari lahir. Meskipun bukan aku yang melahirkannya, dia tetap anakku! Dan mama memisahkan kami bertiga hanya karena hal sepele seperti itu?"
"Iya! Mama yang membawamu ke London agar terpisah dengan dia. Tapi dia, rupanya dia masih mencari kamu. Dan sekarang apa dia telah menemukan mu?"
"Iya, kita bertemu." Adela menjawab pelan. Begitu besar rasa kecewanya terhadap sang mama. Adela tidak tahu kalau sang mama tidak merestui hubungan mereka berdua, karena mama terlihat menerima Rendra dan Surya dulu, tapi rupanya tidak begitu.
Mama tetsenyum getir. "Mungkin hanya sampai di sini mama memisahkan kalian. Setelah sembuh total, mama akan terima apapun keputusan kalian berdua." Mama Rika meninggalkan ranjang pasien dengan Adela yang terbaring lemah.
Senja dan Fajar dulu tidak dapat dipisahkan. Begitupun dengan sekarang, meski sempat berpisah. Senja dan Fajar akan selalu bersama, begitu gencar Fajar mencarinya satu tahun ini. Dan kini dia berhasil menemukannya menemukan Senjannya. Mengambil hati dan meminta restu Mama Rika kembali adalah pr Randra yang tidak boleh gagal.
Tamat
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
