
Rindu memenuhi permintaan ayahnya untuk menikah ketika ayahnya sedang sakit. Kebetulan yang akan menikahinya adalah Benedict. Tentu ia senang dan menyanggupi permintaan itu. Bagaimana mungkin ia menolak seorang Ben yang merupakan dosen impiannya untuk dijadikan suami.
Namun ketika mereka sudah menjadi pasangan suami istri, pernikahan mereka tidak seindah apa yang ia fikirkan. Rindu menemukan dirinya merupakan istri kedua Ben. Saat si istri pertama muncul, kebimbangan muncul di hati Rindu. Antara...
Sudah dua bulan sejak kejadian munculnya kepribadian lain Ben, Rindu sudah mendiskusikan dengan Hayley. Kata Hayley dia belum pernah berhadapan dengan Suk Young namun menurut penuturan Ben, Suk Young akan muncuk ketika Ben sedang dihadapkan dengan dua pilihan yang sulit. Suk Young sosok yang ceria, dia berusia 15 tahun jadi semangatnya sedang menggebu-gebu, dia k-poper, menggilai segala sesuatu mengenai korea. Selama 2 bulan hidup seatap dengan Ben Rindu belum pernah berjumpa dengan Rian.
Gaya juga tidak muncul lagi, tapi tetap saja masalah mereka harus segera diselesaikan. Ketika Rindu ingin membahas masalah tersebut selalu saja Ben mengalihkan pembicaraan atau pergi.
Rindu pulang sehabis mengajar, tak terasa tinggal satu bulan lagi PKLnya akan berakhir. Dia pasti akan merindukan murid-murid istimewanya. Hujan turun deras disekitar rumah Rindu, setelah turun dari angkot, Rindu berteduh di teras rumah orang. Dirasa hujan tidak akan segera berhenti Rindu menerjangnya, sampai rumah badannya sudah basah kuyup terkena air hujan dan kakinya sudah banyak lumpur menenpel. Rindu melangkah masuk ke rumah namun langkahnya tertahan dengan suara orang di dalam.
"Ben kamu harus menikahi aku sah secara negara, aku hamil anak mu Ben!" kata Gaya.
"Tidak mungkin! Mungkin saja kamu melakukan dengan orang lain." kata Ben.
"Aku tidak mungkin melakukan itu Ben!!!" seru Gaya.
"Mungkin saja. Dulu kamu juga memberikan secara suka rela kepadaku, mungkin juga hal itu kamu berikan pada orang lain." kata Ben.
Tak segaja tatapan Ben dengan Rindu bertemu, Ben terkejut ia langsung berdiri. "Rindu." desis Ben, Rindu tidak lari lagi seperti waktu itu ia ingin segera menyelesaikan masalah ini secepatnya.
Rindu mendudukkan dirinya di sofa tidak dihiraukannya badan yang basah kuyup.
"Rindu kamu ganti baju dulu nanti sakit." kata Ben.
"Tidak perlu, aku ingin masalah ini cepat selesai." kata Rindu.
Gaya dari tadi diam saja dia tidak berani mendongakkan wajahnya.
"Sayang kita akan membahas ini tapi kamu ganti baju dulu ya." pinta Ben.
"Aku bilang tidak perlu, ya tidak perlu!" kata Rindu.
Ben tidak menghiraukan perkataan Rindu, dia bangkit dari sofa menggendong Rindu menuju kamar.
"Kamu di sini dulu, kita belum selesai bicara." kata Ben.
Sesampainya di kamar Ben menurunkan Rindu, lalu mengunci pintu.
"Mari kita bercerai." kata Rindu.
"Sudah aku katakan sejak awal tidak akan ada perceraian diantara kita, kecuali tuhan yang memisahkan." desis Ben.
"Lalu bagaimana dengan Gaya? Dia juga istrimu? Kamu harus tanggung jawab jika dia hamil." tanya Rindu.
"DIA BUKAN ISTRIKU DIA ISTRI RIAN!!" seru Ben.
"Mau kau ataupun Rian tetap saja dia istrimu Ben, Rian sosok yang kamu buat." terang Rindu, Ben teriak menyalurkan emosinya
"Baik ini demi kamu, aku akan tanggung jawab tapi tidak dengan menikahinya ataupun dengan kita bercerai. Aku akan membiayai selama ia mengandung dan melahirkan selepas itu kita yang akan merawatnya, bagaimana?" tawar Ben.
Rindu berfikir sejenak tidak mungkin ia menyetujui rencana Ben tersebut. Mana ada seorang Ibu yang rela dipisahkan dari anaknya. Rindu memutar otak bagaimana mengelabui Ben sehingga Ben melepaskannya dan kembali keistri pertamanya.
"Aku setuju dengan kau membiayai Gaya, tapi Gaya harus tinggal satu atap dengan mu. Aku yang akan keluar dari rumah ini, seorang wanita hamil perlu penjagaan." tawar Rindu.
"Apa!! Kamu rela berbagi suami?" desis Ben.
"Mana ada yang rela membagi suami Ben! Sejak awal orang ke tiganya itu aku, aku yang masuk ke rumah tangga kalian. Aku istri kedua kamu, Ben!" kata Rindu.
“Kamu bukan orang ke tiga. Kamu yang aku pilih untuk aku jadikan istri secara sah baik agama maupun negara.”
Bagi Ben wanita mahluk terhormat, jika memang ingin mempertanggungjawabkan perbuatannya, Ben akan menikahi secara sah agama maupun negara. Tidak hanya dengan nikah secara agama, dengan nikah secara hukum ia memberi rasa aman. Jika ada sesuatu terjadi ke depannya sang wanita akan mendapat perlindungan hukum yang lebih kuat. Itu cara Ben menghormati wanita. Toh ketika ia dan Gaya bersama-sama adalah perasaan saling sukarela tanpa embel-embel perasaan cinta antar wanita dan pria di dalamnya. Seharusnya Gaya bisa memproteksi diri untuk kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika mereka terus berhubungan.
Rindu mendecih mendengar bualan dari Ben. “Apakah perlu aku ingatkan kalau kau menikahi ku karena ayahku yang meminta, bukan kamu yang memilih.”
“Memang ayah kita meminta ku untuk segera menikahi mu, tapi aku tetap berkuasa atas diriku sendiri. Jika waktu itu aku tidak mau, aku bisa menolaknya. Aku berkuasa atas itu.”
‘Berkuasa apanya? Kalau dirimu memang berkuasa atas diri sendiri kenapa Rian dan Suk Young harus ada.’ Sangkal Rindu dalam hati. Rindu menghentakkan kepalanya untuk menghilangkan pusing yang mulai mendera. “Aku mengusulkan itu demi kebaikan kita semua Ben.”
Ben tidak mengetahui jalan fikiran Rindu, dengan sangat berat hati Ben mengikuti keinginan Rindu. "Baik jika itu maumu, Gaya akan tinggal disini tapi dengan satu syarat kamu juga akan tinggal disini." tawar Ben.
"Baik aku setuju." Rindu menyetujui permainan Ben, mungkin dengan berjalannya waktu Ben akan menyadari Gaya lebih penting dalam hidupnya melebihi dirinya.
Rindu membuka lemari mengambil pakaian untuk ganti saat ada yang memeluknya dari belakang. "Maaf." kata Ben terpendam oleh leher Rindu.
"Aku yang akan bicara dengan Gaya. Kamu tidak perlu turun, aku mencintaimu." Ben mengecup pelipis Gaya lalu pergi keluar kamar.
Tak terasa airmata Rindu berderai turun, Rindu menghapusnya. Ia akan berendam, mungkin air hangat bisa memadamkan kegundahan hatinya.
★★★
Ketika sedang menjelaskan materi tentang penyimpangan sosial, Rindu menjelaskannya sambil membuat skema. Sehingga murid-muridnya tidak jenuh, karena gurunya menjelaskan tidak seperti membaca buku.
"Penyimpangan sosial. Apa yang kalian ketahui tentang penyimpangan?" tanya Rindu mencoba berinteraktif dengan muridnya.
"Tidak sesuai tempat." Gali yang tidak ingin kalah dengan Taat juga ikut menjawab "Menyeleweng dari norma yang ada."
"Ada yang lain?" Rindu melihat sekeliling dirasa tidak ada yang akan menjawab ia meneruskan.
"Penyimpangan sosial? Perilaku yang tidak sesuai dengan adat atau norma yang berlaku di lingkungan itu. Contohnya di daerah tersebut sudah dijelaskan bila ada tamu datang pada malam hari selain keluarga tidak diperbolehkan membuka pintu. Namun ada kejadian seseorang membukan pintu padahal itu bukan salah satu keluarganya, itu salah satu penyimpangan sosial. Walaupun peraturan tersebut tidak ada secara tertulis, hanya peraturan tidak tertulis, tetap saja itu penyimpangan sosial. Apalagi jika tidak melapor ke RT maupun RW setempat. Walaupun dalam hati kita ketika ada yang mengetuk pintu rumah kita malah hari tidak tega jika tidak membukakan pintu. Tapi kita harus menjalankan norma yang berlaku di wilayah kita, agar tidak terjadi keributan dalam bermasyarakat. Apa kalian mengerti?" mereka menganggukkan kepalanya.
Rindu melanjutkan "Penyimpangan sosial sendiri terbagi menjadi 4 yaitu ritualisme, retreatisme, rebelion, dan inovasi. Kita akan bahas satu per satu. Pertama ritualisme adalah memegang teguh norma berlaku. Masyarakat tersebut menolak adanya norma baru, mereka tetap memegang teguh norma yang berlaku sejak nenek moyang mereka lahir......."
★★★
Mulai hari ini di meja makan tampak berbeda yang biasanya hanya ada dua piring kini bertambah 2 lagi jadi 4. Porsi masakannya pun ditambah dan itu semua Rindu yang memasak. Kalau biasanya ia akan memasak sehabis subuh kini ia memasak sebelum adzan subuh berkumandang dengan harapan ia tidak terlambat ke sekolah.
Dewi kini juga tinggal bersama Rindu, Gaya tidak mungkin meninggalkannya di rumah sendiri. Jika ia menetap di rumahnya warga desa belum menerima keadaannya. Dewi menatap Rindu dengan tatapan tidak bersahabat. Rindu memaklumi itu, Dewi tidak tau apa yang sedang terjadi. Yang ia tahu kakaknya kini sedang hamil, sedang kakak iparnya bukannya tanggung jawab malah menikahi gurunya.
Rindu menerima itu dengan iklas, ia selalu mengatakan pada dirinya sendiri bahwa ini akan cepat berlalu. Rindu memegangi kepalamya tiba-tiba pusing mendera kepalanya, ia memijit pelipisnya secara perlahan.
"Kamu sakit?" tanya Ben.
Dewi melihat ke arah Rindu sebelum bergumam "Cihh dasar pelakor cari muka mulu."
Rindu menggelengkan kepalanya, gerakan itu malah memicu sakit kepalanya semakin menjadi. "Aku tidak apa-apa." gumam Rindu.
Rindu menyiapkan semua meski sakit kepala, ia tahan dengan sekuat tenaga. Namun pertahanannya hanya kuat sampai siang. Ketika mau menginjak sore selepas mengajar tubuh Rindu tidak kuat menahan sakit, tubuhnya limbung. Namun sebelum menyentuh lantai ada yang telah menangkapnya terlebuh dulu.
"Anda baik-baik saja." tanya orang tersebut.
Rindu melihat siapa yang memangkap tubuhnya, tubuh Ben tapi sosok yang mendiami tubuh Ben bukan Ben melainkan Rian. Dibuktikan dengan ucapan formalnya tadi, dan tubuh Ben hanya dibalut kemeja lengan pendek dan celana jeans dibawah lutut.
"Ya saya baik-baik saja." kata Rindu bangkit dari jatuhnya. "Ekh ekh Anda mau apa?" Rindu gelagapan ketika Ben malah menggendong dirinya.
"Anda terlihat sakit, saya akan membawa anda ke klinik. Sepertinya Ben tidak berhasil membujuk Anda," kata Rian "Sepertinya Anda juga sudah mengetahui siapa saya." Rindu mengangguk menyetujui perkataan Rian.
"Tapi saya sungguh baik-baik saja, tidak perlu ke klinik segala." Rindu memberontak namun Rian makin mengeratkan gendongannya.
"Tubuh Anda sangat panas. Anda terlihat pucat sekali dan saat jalan tadi bahkan lebih lambat dari seekor siput. Bagian mana yang dapat Anda katakan baik-baik saja." Rindu menundukkan kepalanya, tanda mengakui apa yang dikatakan Rian memang benar adanya.
Akhirnya Rindu mau dibawa ke klinik, Rian membawa Rindu ke klinik Ibu dan anak. Ini yang paling dekat, kata Rian saat ditanya mengapa memilih kinik ini. Dalam pemeriksaan Rindu tidak berhasil mengusir Rian sehingga Rian mengetaui apa yang diderita oleh Rindu.
‘Semoga ini tidak akan jadi tambahan masalah.’ batin Rindu seraya menatap langit.
★★★
Kelas begitu gaduh, Rindu izin tidak datang hari ini karena menghadiri sebuah seminar. Untuk menghindari kelas kosong ia memberikan pesan pada mereka untuk membuat tugas kelompok tentang contoh penyakit sosial. Ia membagi menjadi dua kelompok, perempuan dan laki-laki dipisah karena kalau di gabung ia percaya yang lelaki hanya numpang mencatut nama.
Gali membuat ulah lagi ia tidak memakai kaos kaki sesuai peraturan jadi mereka terkena hukum lagi. Walaupun Rindu tidak datang mereka tetap dapat hukuman karena wali kelas mereka telah berpesan pada guru piket pada saat itu. Jika mereka melanggar aturan yang telah mereka sepakati, jangan beri ampun maupun kelonggaran pada mereka.
"Nama kelompok kita apa nih?" tanya Taat.
"Kamu aja yang kasih nama Li! Otak aku lagi tidak bisa diajak untuk berfikir. Aku masih lelah gara-gara kamu tadi. Gila ini sudah dua kali Li, gara-gara kamu!" kata Rehan yang diangguki Taat. "Bener itu!"
"Tidak adil dong itu! Tidak dengar apa yang tadi Ibu Rindu katakan? Harus bekerja sama." tolak Gali.
"Cihhhh, bicara kerja sama, biasanya juga kalau ada beginian kabur lebih milih godain cewek-cewek." ejek Taat.
"Seperti Anda tidak saja Tuan." Gali balik mengejek.
Rehan yang melihat acara ejek-mengejek mereka sepertinya tidak akan ada ujungnya kalau tidak dihentikan, mencoba menengahi. "Ya udah kalau begitu bagaimana kalau aku yang beri nama dan ngetik materinya? Gali cari materi, dan Taat presentasi minggu depan."
"Oke aku setuju." kata Taat
"Aku juga setuju." Gali pun menyetujui
Berbeda dengan kelompok laki-laki yang ricuk, di kelompok perempuan berjalan dengan tenang. "Nama kelompok kita apa nih?" tanya Thari
"Gimana kalau kita namai dengan nama gunung?" saran Rina
"Enaknya kita beri nama gunung apa ya?" fikir Thari
"Rinjani mungkin?" Dewi mencoba memberi saran, yang disetujui semuanya.
"Kita akan membahas tentang apa nih? Aku tidak mau yang berhubungan dengan kontak fisik ya." kata Thari.
"Penyakit sosial semuanya berhubungan dengan kontak fisik Thari. Meskipun itu alkoholisme ataupun penyalahgunaan narkoba, tetap saja ujung-ujungnya akan ada kontak fisik." terang Dewi.
"Memangnya kenapa dengan adanya kontak fisik? Bukan kah kamu sudah mengetahuinya secara privatly, bukannya seperti kita yang hanya melihat saja." tanya Rina sambil menggerak-gerakkan alisnya. Ia mengingat bahwa Thari sudah menikah dengan Rehan walaupun secara siri.
"Aku belum pernah ya," sangkal Thari yang tidak disetujui oleh yang lain. "Gimana kalau kita membahas tentang perkelahian antar pelajar?" Thari mencoba mengalih kan pembicaraan.
Rina dan Dewi bertatapan lalu mengangguk. "Oke deh kita bahas itu saja. Dari pada kita membahas yang ada kontak fisiknya, yang seperti ada di fikiran mu. Bisa-bisa saat presentasi nanti kita diejek." kata Dewi.
★★★
Jam menunjukkan pukul 07:15 AM tandanya pelajaran akan dimulai. Kini pelajaran pertama adalah sosiologi artinya itu malaikat mereka akan segera datang. Mereka memberi julukan seperti itu pada Rindu karena kadang wali kelas mereka itu baik kadang juga kejam. Rina dari dari gaduh sendiri ia tidak ingin dihukum lagi. Kalau yang dihukum sendiri sih ia masih oke tapi inikan yang dihukum sekelas, jadi ia tidak akan tega melibatkan mereka.
"Ini gimana?" tanya Rina matanya mulai berkaca-kaca.
"Gimana apanya? Kamu jangan menangis dong, kalau kamu tidak cerita kita tidak akan bisa membantu." kata Thari sambil tangannya mengusap-usap bahu Rina untuk menenangkan.
"Aku tidak pakai kaos kaki putih, aku lupa hari ini ada pelajaran Bu Rindu. Nanti kita dihukum lagi." Rina menunjukkan kaos kakinya yang berwarna biru muda. Biasanya mereka jika Rindu tidak datang mereka akan menggunakan pakaian secara bebas. Tidak lengkap pun mereka akan tenang-tenang saja. Tapi jika Rindu ada jadwal mengajar, mereka akan menggunakan seragam secara rapi dan lengkap. Demi menghindari hukuman yang sangan berat kata mereka.
"Ya udah kamu pakai kaos kaki milik aku." saran Gali.
"Memangnya kamu bawa dua?" tanya Rina
Gali menggeleng "Itu sama aja namanya. Beri saran yang berfaedah dong!” ejek Taat.
"Saran aku ada faedahnya ya…" sangkal Gali. Ia mengalihkan perhatiannya kembali ke Rani "Kamu pakai sebelah, aku pakai sebelah. Nanti kita ketika menunjukkan ke Bu Rindu kita memperlihatkan satu kaki saja." saran Gali.
Gali melepaskan satu kaos kakinya lalu diberi ke Rina. Ia memakai kaos kaki tersebut yang langsung mendapat semburan tawa dari teman-temannya. "Aku tidak mau pakai! Biar saja aku dihukum, tok kita akan sama-sama dihukum." tolak Rina yang kini air matanya sudah tidak malu-malu lagi turun.
Taat menghentikan tawanya ia melepaskan kedua koas kakinya "Kamu pakai punya ku ini."
Rina menggunakan kaos kaki Taat, walaupun kebesaran tapi ini lebih baik dari pada punya Gali tadi. Ketika dipakai Gali hanya sampai di betis, Rindu berfikir mungkin jika ia yang memakainya juga tingginya segitu. Tapi siapa sangka ketika Rina memakai kaos kaki itu tingginya melebihi lututnya yang sontak menimbulkan gelak tawa dari semuanya.
"Bu Rindu datang!" kata Rehan, mereka mencoba menghentikan tawa dan berjalan keluar ruang kelas.
"Apa yang kalian tertawakan sampai merah begitu?" tanya Rindu, mereka mereka menjawab dengan gelengan kepala.
"Rina ada yang mengganggu kamu, sampai kamu nangis gini. Kalian jahatin Rina ya!" mendapat tuduhan dari gurunya itu sontak mereka menggeleng-gelengkan kepalanya lagi lebih dari sebelumnya.
"Tidak ada yang ganggu maupun jahatin saya Bu. Hanya saja saya tadi habis nonton drama Korea." bohong Rina.
Mereka membuat satu barisan seperti anak SD, sang guru akan memeriksa panjang kuku. Mereka menghelai nafas lega karena lolos dari pemeriksaan ini.
"Saya minggu kemarin memberikan tugas tentang contoh penyakit sosial kan? Sekarang silahkan presentasikan, cowok lebih dulu."
Taat, Gali dan Rehan maju ke depan kelas, Gali memasukkan flashdish ke laptop Bu Rindu yang sudah tersambung langsung dengan proyektor yang menggantung di atas mereka.
"Perkenalkan kelompok kami no name. Kami di sini akan memberikan contoh penyakit sosial yaitu sex sebelum menikah silahkan menikmati." kata Taat.
Gali memutar video, terdengar suara desahan wanita.
"No akhhhhhh please noakhhhh sto p akh it…"
Rindu yang tadi perhatiannya tertuju pada ponselnya mengalihkan perhatiannya kepada whiteboard yang sedang menayangkan video blue film. Ia langsung menutup laptopnya dan menatap marah pada mereka.
"Apa yang kalian lakukan?" geram Rindu.
"Itu contoh penyakit sosial bu," kata Taat "Sex di luar nikah, pemerkosaan." Taat menambahkan.
Rehan menampilkan tampang polosnya padahal idenya dari dirinya. ‘Ini bukan salah aku, aku hanya memberi ide membahas sex di luar nikah. Aku tidak akan tanggung jawab karena dipikiran aku saat itu bukan tentang pemerkosaan, tentang HIV. Pokoknya ini bukan salah aku!’ batin Rehan menekankan pada dirinya sendiri.
"Tapi tidak juga menampilkan videonya!!!! Setelah ini kalian terima hukuman kalian." kata Rindu dengan jengkel.
"Tidak bisa dong bu… Kan kita hanya menjalankan tugas yang Ibu berikan. Masalah sesuai atau tidak itu bukan urusan kami." tolak Taat.
"Baiklah, kali ini saya maafkan. Tapi kalau kalian melakukannya sekali lagi, hukuman kalian akan saya tambah dua kali lipat. Sekarang gantian presentasinya!" kata Rindu.
Ketika mereka duduk, Rindu tidak segaja melihat Gali yang hanya memakai satu kaos kaki. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah muridnya ini. Melihat gurunya berdiri berjalan menuju tempat duduk Gali, para wanita berhenti melakukan persiapan presentasinya. Hati mereka ketar-ketir berdo'a semoga Bu Rindu tidak mengetahui apa yang mereka lakukan.
"Galileo Burrough kenapa kamu hanya memakai satu kaos kaki?" tanya Rindu pelan sambil menyematkatkan senyum manis di wajahnya.
Gali tersenyum memperlihatkan gigi putihnya. Terdengar tarikan nafas dari sekelilingnya "Saya pinjamkan ke Taat Bu." kata Gali.
"Taat kenapa kamu tidak memakai kaos kaki, sehingga meminjam milik gali?" Rindu mengalihkan perhatiannya.
"Saya pakai bu tapi saya pinjamkan ke Rina." kata Taat.
Rindu mengucapkan istigfar berkali-kali mencoba mendinginkan kepalanya menghadapi tingkah laku murid-muridnya ini.
"Sekarang silahkan kalian pergi ke halaman sekolah! Lakukan hukuman kalian 2 kali lipat, jika kalian protes akan saya tambah lagi." kata Rindu. Mereka menuju ke halaman sekolah dengan malas-malasan.
"Cepat atau waktunya akan saya ubah jadi pukul 12 nanti saat matahari tepat ada di kepala kalian." mendengar ultimatum gurunya itu mereka langsung lari.
Mereka telah selesai menjalankan hukumannya, Rindu telah pergi setelah mengawasi mereka. Tugas tentang contoh penyakit sosial pun kini diganti dengan tugas baru yaitu tentang struktur sosial. Para perempuan mendapat tugas tentang diferensiasi sosial, sedang yang lelaki mendapat tugas stratifikasi sosial. Mereka semua ada yang tidur, ada yang duduk di bawah bayang-bayang pohon Oak tanpa peduli telah menjadi tontonan bagi adik-adik kelas maupun seangkatan mereka.
Seseorang memberi minum kepada Gali "Sayang nih aku punya minuman." kata Jana.
Gali mengambil botol tersebut lalu memberikan kesebelahnya, namun ditarik seseorang botol tersebut "Ikh jangan dikasih orang lain, ini aku berikan khusus untukmu." jelas Jana.
"Ya kan kamu udah kasih ke aku, jadi sekarang milik aku. Terserah aku mau apain minuman itu. Pergi sana kalau hanya mau membuat gaduh." usir Gali.
Jana yang tidak tau malu, walaupun sudah diusir tetap menempal pada Gali. Botol tersebut walau isinya hanya ¼ liter mereka bagi berlima. Tidak apa hanya bisa meminum sedikit-sedikit yang penting kebagian semua.
★★★
Sudah beberapa minggu kehidupan Ben di kelilingi para wanita, tentu itu menimbulkan berbagai gosip di perumahannya, seperti saat ini, ketika Rindu sedang berbelanja di tukang sayur, tetangganya yang super kepo bertanya pada dirinya.
"Nak kamu adiknya mas Ben ya" tanya salah satu tetangga yang memakai daster
"Bukan bu, saya hanya pembantunya" jawab Rindu.
"Dek, gak baikloh bekerja pada lelaki yang masih bujang, nanti jadi fitnah" kata perempuan tadi
"Iya, apalahi lelakinya seperti mas Ben " kata Ibu rumah tangga lain dan Ibu-Ibu yang berbelanja disitu menambahi yang pada intinya mereka seperti tidak rela jika Rindu hidup seatap dengan Ben edict.
"Kan ada istrinya bu, jadi tidak mungkin kami melakukan itu" kata Rindu, Karena sudah gerah akan pembicaraan mereka Rindu cepat-cepat menyelesaikan belanjanya.
Rindu memasak dengan porsi banyak tiap harinya karena kini sudah ketambahan penduduk, walau badannya pegal-pegal tapi ia menjalaninya dengam senang hati. Ia melihat Ben berjalan kearahnya, namun sedetik kemudian Ben pindah haluan menuju kamar mandi dengan berlari. Rindu meletakan masakannya yang sudah selesai di meja makan lalu mendekati Ben.
Ia memijit lekukan antara bahu dan leher Ben pada bagian belakang, Ben memutahkan isi perutnya yang hanya air karena memang ia belum mengonsumsi apapun sejak bangun tidur kecuali air putih.
"Sudah baikan" tanya Rindu.
Ben hanya mampu menganguk. Rindu memapah Ben menuju meja makan.
"Ben kenapa? Ini pasti karena masakan kamu kan? Ini pasti masakannya kurang sehat" tuduh Gaya.
Rindu tergelak "menurut mu begitu? Tapi sayang sekali aku belum beli racunnya" dengan menaruh nasi ke piring Ben, Rindu meneruskan ucapannya "mungkin ini karena kehamilanmu, aku pernah denger seorang suami juga bisa terkena morning sick saking respeknya dengan kehamilan istrinya"
"Nah itu kamu tau, kenapa kamu masih ada disini?" kata Gaya
"Wah aku sangat senang sekali jika bisa keluar dari sini, apa lagi bisa berce..."
"Jangan berdebat dimeja makan, itu tidak sopan" Ben memotong perkataan Rindu.
Rindu menatap sinis kearah Gaya yang sedang memakan masakannya dengan lahap. ‘Apa dia tidak malu makan dengan lahap setelah sebelumnya menuduh masakanku tidak sehat? Sepertinya keputusan yang salah mengizinkan dia tinggal disini. Ehh tapi itu kan aku yang mengusulkan yaa.’ Batin Rindu.
★★★
Biasanya ketika sholat isya' hanya Ben dan Rindu, Dewi selalu sholat di kamarnya, Entah ada angin apa hari ini, sampai-sampai Gaya mau ikut sholat berjamaan. Walaupun jadi makmum masbuk sih.
"Ben, kenapa kamu tidak bacakan suratan buat kak Gaya" Rindu memberi saran yang disalah artikan oleh Gaya.
"Ekh kamu pikir aku sudah mati ya" Gaya sewot.
"Bukan gitu, bacaan alquran kan baik untuk perkembangan janin" terang Rindu
"Tidak perlu, sepertinya dia juga tidak mau" kata Ben menengahi
"Yank kok ngomong gitu sih, aku mau kok, mana mungkin aku tidak mau ini kan buat anak kita" kata Gaya sambil mengelus-elus perutnya.
Rindu keluar dari tempat solat ketika Ben mulai membacanya, ia menutup pintu. Entah mengapa ia duduk dipinggir pintu, memeluk lututnya sendiri, menumpukan dahinya dilutut. Tak terasa air mata menetes mendengar lantunan ayat-ayat alquran yang dibaca Ben.
Ia teringat sebuah tautan yang ia baca tadi pagi, jika seorang suami membacakan surat al fatihah pada istrinya ketika hamil kelak janin didalam akan menjadi seorang anak yang terang hatinya dan ingatannya, ada lagi surat yasin yang insyaallah anaknya akan tenang dan jauh dari godaan syaiton, surat yusuf yang menjadikan anak cantik rupa dan akhlaknya, masih ada satu lagi surat lukman yang atas izin allah akan menjadikan anak tersebut cerdik akal dan cerdik jiwa.
Keempat surat tersebut dibacakan semua oleh Ben dengan begitu indah, itu yang menyebabkan air mata Rindu turun dengan derasnya. Andai yang diposisi Gaya saat ini aku, aku pasti akan sangat senang sekali fikir Rindu.
Dewi yang akan pergi ke dapur mengambil kudapan, bingung melihat gurunya duduk didepan ruang sholat. Lantunan suara Ben terdengar samar-samar, muncul sebuah pemahaman di otak Dewi. Mungkin bu Rindu sedang cemburu batin Dewi mengedikkan bahu tidak peduli.
★★★
Rindu sudah akan menutup mata ketika merasakan pergerakan disampingnya, ia duduk menghadap kearahnya.
"Ben ngapain kamu di sini?" tanya Rindu
"Tidur." Ben menjawab sekenanya
"Ya iya aku tau, maksut aku kenapa tidur disini?"
"Ya karena aku ingin."
"Kan tadi siang kita sudah bahas."
"Tapi aku ingin tidur dengan kamu." rajuk Ben
"Bennn, kan sudah aku jelasin seorang istri apa lagi sedang hamil sangat butuh perhatian suaminya. Hormonnya sedang tidak stabil, bagaimana kalau kak Gaya kenapa-napa? Sampai berimbas ke anak kamu..."
"Itu bukan anak ak...."
Rindu menyelanya terlebuh dulu "Mau itu anak kamu atau anak Rian tetap saja pada intinya itu anak kamu! Rian itu kamu kamu juga." Rindu mencoba menerangkan.
"Pokoknya itu bukan anak aku! dan bagaimana kamu tau tentang perasaan seorang wanita hamil, kamu kan belum pernah melaluinya!" terang Ben yang tiba-tiba menarik Rindu untuk tidur disebelahnya. "Bagaimana kalau sekarang kita buat, biar kamu bisa merasakannya secara langsung." Ben melanjutkan sambil menempatkan Rindu di bawahnya.
Rindu kelabakan, cepat-cepat otaknya ia suruh bekerja "Kita tidak bisa melakukannya Ben, aku sedang kedatangan tamu." Ben cemberut.
Ia letakkan wajahnya dicerukan bahu dan leher Rindu, badannya ia jatuhkan ke samping Rindu.
"Bennn." rajuk Rindu.
"Biarkan begini sedikit lebih lama sampai kau tertidur, setelahnya aku akan pergi ketempat perempuan itu." bisik Ben
Rindu menjauhkan wajah Ben, ia acungkan jari kelingking kearah Ben agar berjanji. "Janji?"
Ben menautkan jarinya sambil tersenyum "Setelah tamunya pergi, bilang ya. Aku ingin punya anak dari kamu." Ben menarik Rindu kedalam pelukannya.
"Ya." Rindu menjawab dengan bibir gemetar.
TBC
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
