Tuan Muda Posesif Part 3-10

0
0
Deskripsi

Pertemuan tanpa sengaja membuat Azkia Grizelle menjadi seorang istri Deffin Wirata, seorang tuan muda penguasa California yang berwajah tampan dan mempunyai alergi terhadap wanita.

Kuatkah Azkia menjalani kehidupan rumah tangga dengan tuan muda posesif dan seenaknya sendiri?


"Aku mencintaimu." Azkia

"Kau sudah mengatakan itu ya, kuanggap itu janjimu bahwa kau tidak akan pernah meninggalkanku, apapun yang terjadi esok dan seterusnya hingga maut memisahkan kita. Jika kau mengingkari, jangan salahkan...

Part 3

Mobil sampai di depan gerbang yang menjulang tinggi, setelah dibuka terlihat taman yang indah dan luas, pemandangan itu seolah menghipnotis Azkia yang tidak bisa berhenti mengagumi ciptaan Tuhan yang indah itu. Mobil berhenti di pelataran rumah mewah itu. 
"Ayo turun, kau mau tidur di dalam mobil," ketus Deffin. 
Tanpa menjawab Azkia keluar mobil, semakin takjub dengan rumah besar yang menjulang tinggi itu. 
"Mungkin seperti ini yang namanya istana," batin Azkia. 
Azkia mengikuti langkah Deffin, sedangkan Roy berjalan di belakangnya. Tepat di depan rumah, banyak orang berseragam pelayan dan pengawal berbaris rapi, mereka kompak menundukkan kepala dan mengucapkan selamat datang atas kedatangan tuan dan nona mudanya. 
"Tuan muda, kamar tamu sudah siap," ucap salah satu dari dua pelayan wanita, setelah mereka memasuki rumah. 
"Apa!!! Kalian bodoh atau apa, siapa yang menyuruh kalian menyiapkan kamar tamu, mana ada suami istri tidur terpisah!" ucap Deffin berteriak marah. 
Dua pelayan itu langsung menunduk dan tubuhnya terlihat bergetar. Kepala pelayan sedang sakit dia izin pulang kerumahnya. Jadi mereka berdua berinisiatif sendiri membersihkan kamar tamu karena akan ada tamu spesial itu yang didengar dari Sekretaris Roy. Mereka mana tahu yang datang adalah nona mudanya. 
"Roy ganti pelayan utama, aku tidak mau dilayani orang bodoh," perintahnya. 
"Baik, Tuan. Tolong maafkan atas kelalaian kami." Sambil menundukkan kepala. 
"Lagi pula mereka tidak akan percaya jika Anda akan membawa pulang seorang istri, karena alergi Anda terhadap wanita, dan karena permintaan Anda yang semuanya mendadak, aku belum sempat mengkonfirmasi semua pelayan tentang Nona, semoga tidak akan ada kesalahan lagi setelah ini," gumam Roy di dalam hati. 
"Dasar aneh yang bodoh dirimu, Tuan muda. Mana ada yang tahu kalau kau sudah menikah, meski surat nikah sudah di rumah, pelayanmu mana tahu, aku saja yang jadi pengantinmu belum tanda tangan," gerutu Azkia dalam hati. 
Lalu seorang pelayan yang berpakaian lebih seksi datang mendekat, entah karena tubuhnya atau seragamnya yang kekecilan, lekuk tubuhnya terlihat menonjol di bagian tertentu. 
"Tuan muda makan malam sudah siap," suara serak-serak nyungsep terdengar menggoda. 
Tanpa menjawab Deffin menarik tangan Azkia menuju ruang makan. Dan lagi-lagi hal mengejutkan terjadi, setelah Deffin melihat menu di atas meja makan. 
Praankkk..... 
Suara piring mangkok kaca semua pecah, semua yang di atas meja jatuh berceceran hanya dengan sekali gerakan menarik taplak meja makan. 
Semua terkejut para koki dan pelayan heran, biasanya Tuan Muda tidak masalah jika menu yang tersaji semuanya seafood. 
Sedangkan Roy hanya menghela napas. "Huh, kenapa momennya pas, sial!" batin Roy.
"Kalian mau membunuh istriku!!! Kenapa semua menunya seafood. Dasar bodoh kalian semua," geram Deffin.
Sontak semua meminta maaf lalu mereka dengan cepat membersihkan kekacauan di ruang makan, para koki langsung memasak menu lain. 
"Aku hanya tidak suka seafood, tapi tidak akan keracunan jika memakannya apalagi sampai mati. Dasar Tuan Muda ini tidak hanya mengerikan tapi juga aneh. Tapi dari mana dia tau aku tidak suka seafood ...." batin Azkia. 
Lalu mereka bertiga keluar, sedangkan di dapur pelayan seksi tadi mencibir yang suaranya sampai terdengar di telinga ketiga orang itu. 
"Huh, gadis kampungan kayak gitu dijadikan istri, mana pakaiannya lusuh, wajahnya kucel. Masih mending aku kemana-mana, jangan-jangan dia pakai pelet." 
Sedangkan pelayan yang lain tampak tidak menggubris, semua sibuk dengan pekerjaan sendiri. 
Pyaarr... 
Suara gelas pecah yang sebelumnya mendarat di punggung pelayan seksi tadi, dia menoleh merasakan sedikit sakit di punggungnya. Pelayan itu terkejut ketika mengetahui jika Tuan Muda yang selama ini dia coba dekati, ternyata orang yang telah melakukannya. 
"Robek mulutnya Roy, beraninya telah mencela istriku!!!" Teriak Deffin marah. "Dan buang dia ke pedalaman negara lain, aku tidak sudi satu negara dengan dia." Perintah yang tidak bisa dibantah. 
Sang sekertaris langsung mengeluarkan pisau lipat di sakunya. 
Srrreett.. 
Tidak terlalu lebar tapi cukup menyakitkan, ini biasa terjadi, penyiksaan fisik kesalahan pelayan seperti tradisi yang sudah diciptakan kakeknya Deffin, tangan Roy lah yang menghukum mereka, karena sejak kecil Roy dididik langsung oleh kakek Deffin. 
Deffin tidak pernah turun tangan sendiri melakukan kekerasan, kecuali orang itu benar-benar kurang ajar. Dia hanya akan memerintah Roy, sekarang dia memberikan peringatan kepada semua para pelayan agar bersikap semestinya, sedikit saja menyakiti entah hati atau fisik istrinya, dia tidak segan-segan melenyapkan nyawa orang itu. 
Inilah konsekuensi mendapat gaji tinggi, melakukan pekerjaan tanpa cacat sedikitpun adalah sebuah kewajiban. Meski terkenal tuan muda kejam, masih banyak yang mengantri menjadi pelayan disini. Karena Gaji di sini 5 kali lipat dari pelayan umumnya, itulah alasan mereka. 
Mana ada orang yang berani lapor, perjanjian tertulis di atas kertas malah bisa menuntut balik. Jika sudah tidak kuat lebih baik angkat kaki. 
Deffin masih sedikit lebih baik dari kakeknya, dia masih mempunyai hati, sedikit tidak tega jika berlebihan menyiksa orang, mungkin itu salah satu sifat baik yang menurun dari ibu dan neneknya. 
Deffin langsung menarik tangan Azkia yang tercengang melihat kejadian itu, Azkia ingin protes dan marah namun dia urungkan, karena takut dengan sosok tuan kejam itu. 
Sampai di kamar Deffin langsung pergi ke kamar mandi meninggalkan Azkia yang mengagumi kamar mewah tersebut. Tidak lama selesai mandi dia keluar, lalu menyuruh Azkia mandi. 
Azkia melewati pintu yang sama, yang dimasuki Deffin tadi. Ternyata itu walk in Closet, dan dia bisa melihat semua pakaian mahal tertata rapi yang sudah di siapkan untuk dirinya, bersebelahan dengan pakaian mahal milik Deffin. Lalu dia membuka pintu lagi menuju kamar mandi. 
Cukup lama Azkia mandi, dia berendam selama 20 menit untuk menghilangkan stres dengan kejadian yang dialami hari ini. Setelah ganti baju dia keluar, tidak tampak Deffin di kamar, lalu dia menuju meja rias, sudah tersedia skincare dan kelengkapan makeup mahal lainnya. 
Ketika hendak mengoleskan cream yang sudah berada di jarinya. 
"Stop!" suara Deffin mengejutkannya. Azkia menoleh bertanya kenapa dengan sebuah isyarat. 
"Jangan pernah berdandan berlebihan, apalagi ketika tidak ada aku," ucapnya. Azkia hanya mengangguk lalu melanjutkan kegiatannya hanya menambah sedikit bedak dan mengoleskan sedikit lipstik dia sudah selesai. 
"Emang aku tidak suka berdandan berlebihan," kata Azkia dalam hati. 
"Ayo turun, kita makan." Setelah melihat Azkia selesai dengan urusannya. Lagi-lagi Azkia hanya menurut. Jikalau hanya dengan menurut nyawanya bisa aman, maka akan dia lakukan. 
"Ternyata tidak sia-sia akting menurut dan lemahku selama ini menghadapi mantan keluargaku, ternyata di sini tetap harus digunakan," kata hatinya bangga dengan usahanya yang bisa memanipulasi.
Setelah makan mereka kembali ke kamar, sekarang Deffin dan Azkia duduk di sofa, di tangan Deffin sudah ada dua amplop. 
"Cepat tanda tangani surat nikah kita." Melemparkan amplop di pangkuan Azkia, dengan cepat dibuka dan ditanda tangani. setelah selesai, lalu Deffin melemparkan amplop ke dua. 
"Baca dan lakukan semua tugas dan peraturan itu, jika ada yang terlewat aku hukum kamu." Peringatnya dengan senyum devil lalu dia menuju ranjang dan tidur, meninggalkan Azkia yang bergidik ngeri, sebab teringat hukuman yang diberikan ke pelayan tadi. 
Dengan cepat dia membuka dan membaca satu persatu, Azkia tercengang dengan mata melotot dan bibir yang sedikit terbuka, melihat aturan dan tugas yang harus dilakukan sedetail itu. 
Azkia langsung merebahkan diri di sofa, tubuhnya terasa lemas seluruhnya.
"Sebenarnya aku dijadikan istri atau pelayan sih? Mengapa nasibku seperti ini? hiks ... hiks ...." Berbicara dan menangis tanpa suara, Azkia menghafal semuanya hingga ia terlelap. 
***

 

Part 4

Di sinilah dia tumbuh, Rumah mewah di tengah perkebunan buah yang luas, rumah yang seharusnya sepi karena tanah ribuan hektar ini hanya milik kakek Deffin, akan tetapi malah banyak macam-macam mobil yang melewati kawasan ini, bukan untuk berbisnis tentang buah. Namun, surga dunia yang dicari mereka.
Rumah mewah berlantai tiga ini memiliki larangan, yaitu haram untuk semua orang menginjakkan kaki di lantai tiga, termasuk kakek Deffin sang pemilik rumah. Yang boleh menaikinya hanya Deffin sang pemilik kamar, Bik Mur sang kepala pelayan, dan nenek Deffin ketika dia masih mengasuh Deffin kecil. 
Jadi hanya Bik Mur yang membersihkan seluruh lantai tiga dan dia juga yang mengantar makanan Deffin, karena sekalipun Deffin tidak pernah menginjakkan kaki di bawah terutama lantai dua. Di lantai tiga, hanya ada dua ruangan dan kolam renang, satu ruangan kamar Deffin, satunya lagi adalah tempat olahraga yang memiliki fasilitas lengkap. 
Lantai dua adalah kekuasaan kakek dan wanita penghiburnya, bukan hanya satu atau dua wanita penghibur. Namun, sekitar dua puluhan lebih yang menghuni rumah itu, dan lantai satu adalah tempat untuk memuaskan para mafia yang berada di bawah kendali kakek Deffin.
Deffin sejak kecil meminta dibuatkan lift, karena ia tidak mau melihat adegan menjijikkan yang dilakukan kakek dan para mafianya. 
Deffin waktu kecil sebenarnya dulu lelaki normal, biasa ketika dekat dengan wanita, tidak merasa mual. Namun, dia sudah jijik melihat para wanita milik kakeknya, maka dari itu jika di rumah dia tidak pernah turun, semua yang diperlukan harus Bik mur yang melayani. 
Sampai suatu ketika tragedi itu terjadi, ketika Deffin kelas tiga SMA, hari di mana awal mula dia memiliki rasa mual dekat dengan wanita, bisa dikatakan dia sangat benci hari itu. 
Pagi hari.
Lift yang berhenti di ruang tamu, mengharuskan Deffin melewati ruang itu untuk berangkat sekolah. Tidak seperti biasanya, hari ini sang kakek sudah dihibur dua wanita di sofa di jam Deffin turun. Suara desahan menjijikkan bersautan menggema di seluruh ruang tamu itu, mengusik pendengaran Deffin. 
Prankk.. 
Suara vas di atas nakas dibanting di lantai, tepat di sebelah tiga orang itu. Dengan terpaksa kakek menarik jari yang berada di liang surgawi wanita muda tersebut, dan wanita yang beberapa tahun lebih tua itu menarik wajahnya dari wajah sang kakek, untuk melihat siapa yang telah mengganggu kegiatan mereka. 
"Apakah kau sengaja?! Apa ingin aku bakar rumah ini!!!" geram Deffin. 
Deffin sangat marah, karena sudah pernah ada kesepakatan dengan kakeknya, yaitu di jam naik dan turunnya Deffin, tidak akan ada aktivitas menjijikkan di ruang tamu, entah mengapa saat ini kakeknya melanggar itu. 
Sang kakek menaikkan resleting celana dengan santai. "Maaf, kakek sudah tidak kuat lagi menahan ketika melihat bidadari baru ini." Merangkul wanita muda yang usianya sebaya dengan Deffin, lalu mengecup pipinya.
"Bos mafia kota sebelah yang mengantarnya, katanya baru di sentuh dua kali, jadi masih agak sempit. Dia juga sangat pandai di ranjang, jadi kakek sedang uji coba, hehe ...." Kakek Deffin terkekeh, tidak peduli dengan raut wajah cucunya yang marah. 
"Persetan," sahut Deffin, lalu melangkah keluar menuju mobil yang sudah terparkir. 
Deffin mengendarai mobil mewahnya, memacunya di atas rata-rata. Dia menuju sekolah elit milik kakeknya. 
Di sekolah Deffin juga tetap bersikap dingin, tidak ada wanita yang berani mendekat, pernah ada temannya yang centil mencoba merayunya. Namun, nasibnya langsung sial.
Ketika itu tiba-tiba saja gadis itu menggelayut manja di lengan Deffin, lalu tanpa berkata, dengan cepat Deffin langsung memelintir tangan gadis itu hingga patah.
Sejak kejadian itu, hanya ada dua anak laki-laki yang berani mendekat jadi teman Deffin, yang lainnya memilih menghindar. Mereka adalah calon sekretaris Deffin, yaitu Roy. Sedangkan yang satunya lagi adalah Arnold, anak salah satu seorang mafia penguasa negeri ini, yang setiap hari menempel kepadanya. 
***** 
Sore harinya di rumah. 
"Apa yang kau lakukan di sana? Bukankah sudah kuberitahu jika jam pergi dan pulang sekolah Deffin, tidak ada satu pun jalang yang boleh ada di ruang tamu," ucap kakek ketika melihat wanita penghibur muda tadi duduk dengan santainya di sofa ruang tamu. 
"Maaf, Tuan." Langsung berdiri. 
Sedangkan sang kakek mendekat. "Aku tahu kalau kau tertarik dengan cucuku, jika kau berani boleh saja kau menggodanya, jika kau berhasil, maka aku kasih kau salah satu hotelku. Ini kunci kamarnya, ambil saja jika kau sudah tidak sayang nyawamu." Menggantungkan kunci di tangannya, lalu dengan cepat diambil pelacur itu. 
"Dengan senang hati, Tuan," ucap wanita itu seraya tersenyum manis, lalu  kemudian ia menaiki tangga menuju kamar Deffin. 
Wanita itu sudah siap dengan posisinya yang hendak menggoda Deffin di atas ranjang. Lalu tidak lama kemudian, terdengar kenop diputar, Deffin pulang dengan tas dan dasi yang langsung di lemparkan ke sofa.
Deffin belum menyadari ada orang lain di kamar itu, yang akan meledakkan amarahnya. 
"Hai, Boy. Sudah pulang ...." sapa wanita seumuran Deffin dengan nada menggoda. 
Deffin yang mendengar itu langsung mengumpat, dengan cepat memandang tajam wanita itu. "Apa yang kau lakukan di sini, jalang?" desisnya. 
"Cepat pergi sebelum aku benar-benar marah." 
Wanita itu tidak menggubris peringatan Deffin, dengan beraninya dia malah mendekat. Sekarang jarak mereka tidak kurang dari satu meter. 
"Cepat pergi sebelum aku lenyapkan dirimu!!!" teriak Deffin hingga terdengar sampai ke lantai bawah, karena pintu kamarnya belum sempat tertutup. 
Orang yang berada di bawah, langsung berkumpul dan mendongak ke atas ketika mendengar Tuan Muda berteriak marah. 
Sedangkan di dalam kamar, sang wanita tetap dengan percaya dirinya kalau Deffin tidak akan sampai melakukan hal buruk. Wanita itu menganggap, Deffin sedang jual mahal karena tadi ia sudah dipakai oleh kakeknya. 
Tangan Deffin sudah mengepal erat sampai baku jarinya memutih. "Sekali lagi kau mendekat, akan kulemparkan kau kebawah!!!"
Sang wanita tetap tak mengindahkannya, bahkan kini jemarinya telah meraba dada bidang Deffin hingga turun kebawah, membelai perut sixpack itu. Tidak cuma itu, lalu bibirnya membisikkan, "Ayo, kita mulai sekarang, Sayang."
Jiwa iblis yang tertidur lama, kini telah bangkit. Mata merah itu menyala bagaikan kobaran api, lalu dengan cepat Deffin mencekik leher wanita itu dan mendorongnya hingga sampai besi pembatas. 
Terlihat orang yang berada di bawah, menatap ngeri kejadian itu. Tidak lama kemudian, Deffin langsung mengangkat tubuh wanita itu dan melemparkannya ke bawah begitu saja. 
Setelah kejadian itu, tanpa menunggu atau menatap ke bawah, Deffin langsung masuk ke dalam kamarnya, dia merasakan mual hebat setelah agak lama menahannya ketika wanita itu mulai menyentuh tubuhnya tadi.
Deffin langsung memuntahkan semua isi perutnya, karena mencium bau wanita itu yang masih tertinggal di tubuhnya. Setelah membersihkan diri, Deffin langsung membereskan semua keperluannya, lalu ia turun menggunakan lift. Di bawah sana sudah ada kakek menunggunya di bawah. 
"Masih ingat perjanjiannya kan, Pak Tua?! Kalau ada orang lain yang menginjakkan kaki di lantai tiga, aku tidak sudi lagi tinggal di sini." Menatap tajam sang kakek, lalu beralih ke Bik Mur yang sudah membawa tas jinjing lumayan besar miliknya.

"Ayo, Bik Mur. Kita pergi dari sini. Kedepannya Bik Mur saja yang sekali-kali menengok Pak tua bangka ini, sebagai ucapan terima kasih sudah merawatku sampai saat ini." Setelah mengatakan itu, Deffin melenggang pergi yang diikuti Bik Mur di belakangnya. 
Sedangkan kakek hanya tersenyum, meskipun Deffin lebih kejam darinya, Deffin tetap mewarisi kebaikan hati ibu dan neneknya, yaitu buktinya adalah omongan terakhir Deffin tadi. 
Semenjak itulah Deffin tidak tinggal bersama kakeknya lagi, lalu dia membeli rumah yang sampai saat ini ia tempati. 
Setelah meninggalnya sang kakek, rumah kakeknya dihancurkan dan diratakan dengan tanah, dan sekarang sudah ditanami buah seperti sekitarnya. 
Sejak hari itu juga, Deffin tidak bisa berdekatan dengan wanita, hanya dengan Bik Mur dan neneknya saja dia tidak merasa mual, mungkin karena Bik Mur dan neneknya yang merawatnya sejak kecil.
Rumor yang beredar Deffin membenci wanita karena dianggapnya semua sebagai jalang, menjadi fakta karena dia tidak pernah terlihat dekat dengan wanita manapun, paling dekat tubuh mereka harus berjarak satu meter.
Jika sampai ada wanita yang berani menyentuhnya, maka para pengawal akan langsung mematahkan tangan wanita tersebut. 
Sampai akhirnya takdir mempertemukannya lagi dengan gadis itu, harum tubuh gadis itu bagaikan obatnya, dan pertemuan pertama kali yang bisa menggetarkan dadanya. 
Maka di detik itu juga, Deffin tidak akan pernah melepaskan gadis itu...
***

 

Part 5

Deffin terbangun karena mimpi menjijikkan itu hadir, hingga isi perutnya bergejolak minta dikeluarkan. Namun, saat beranjak dari tempat tidurnya untuk menuju kamar mandi, dia melihat wanita cantik yang tertidur dengan wajah damai, meskipun posisi tidurnya terlihat tidak nyaman di atas sofa. 
"Entah mengapa hanya melihatmu rasa mualku tiba-tiba saja hilang, biasanya tubuhku sampai lemas karena muntah jika mengingat lagi tentang kejadian sialan itu," gumam Deffin. 
Deffin berjalan menuju sofa, memandangi wajah cantik itu lalu menggendongnya ala bridal style menuju ranjangnya, membaringkan tubuh wanita itu dengan perlahan, tak lupa ia juga mencuri ciuman di kening wanita itu. 
Deffin melihat jam di dinding, ternyata dia baru tertidur selama dua jam. "Sekarang kamu temani aku tidur di sini, besok sebelum pagi aku akan kembalikan kau ke sofa, untung saja aku sudah buat peraturan tentang tidur." Deffin tersenyum lega, lalu ia membaringkan diri di samping wanita itu, dengan erat dia memeluk tubuh itu, membenamkan wajahnya ke ceruk leher wanita itu, untuk menghirup wangi aroma tubuh yang sudah menjadi candunya ketika pertama kali bertemu.

Karena rasa gengsinya yang besar, sebab tidak ingin kalau sampai dia terlihat tergila-gila dengan Azkia, ia takut bisa jatuh nanti harga dirinya. 
Sesuai perkataannya Deffin terbangun sebelum Azkia bangun, lalu mengembalikan Azkia ke sofa.
Sedangkan Azkia tidurnya sama sekali tidak terusik, ruangan yang nyaman membuat tidurnya bagaikan orang mati, berbeda dengan suasana kamarnya yang ada di rumahnya, lebih tepatnya di sebut gudang yang sempit, pengap dan banyak nyamuk. 
Sampai suara Deffin akhirnya merusak mimpi indahnya. 
"Hei bangun, sampai kapan kamu mau tidur, kamu lupa hari ini acara pernikahan kita?" ketusnya. 
Azkia mengerjapkan matanya ketika silau cahaya matahari menembus lewat jendela, lalu dia duduk melihat Deffin berdiri dengan pakaian yang sudah rapi. 
"Maaf," cicitnya.
"Ingat semua aturan yang sudah aku buat, mulai sekarang lakukan semuanya. Jika sampai ada yang terlewat dan kalau kamu memprotes atau membantah kata-kataku, aku akan menambah tugasmu. Tapi, jika kamu dalam seminggu ini patuh, maka aku akan perbolehkan kamu sekali-kali keluar rumah dan akan aku kasih hadiah yang selama ini kamu impikan."

Ucapan Deffin membuat rencana untuk kabur di otak cantik Azkia buyar seketika, dia sedikit tergiur dengan tawaran Deffin. Tanpa berpikir panjang, Azkia langsung mengangguk antusias dengan senyuman manis yang mengembang. 
"Kalau begitu cepat mandi, setelah sarapan kita berangkat ke hotel." 
"Baik, Sayang." Meskipun ucapan itu sangat menggelikan di bibir Azkia, tapi karena ini adalah peraturan yang wajib dijalani, Azkia harus bisa menahannya. 
Dengan cepat Azkia langsung menuju kamar mandi, meninggalkan Deffin yang sedang tersenyum tipis. 
"Untuk sementara aku batalkan niatku untuk kabur, kita lihat saja apa hadiah yang akan ia berikan, meski banyak tugas dan peraturan aneh itu tidak masalah, anggap saja aku sedang berterima kasih karena telah mengeluarkanku dari keluarga sialan itu," batin Azkia.
"Beruntung aku memiliki bakat akting yang bagus," lanjut Azkia bergumam dalam hatinya seraya menuju kamar mandi. 
Sambil mandi dia memikirkan cara agar mimpi memiliki sebuah butik bisa terwujud, apakah dia akan mendapatkan uang karena menjalani hidup sebagai pelayan pribadi berkedok istri tuan muda ini? Entahlah, tunggu saja sampai seminggu ini. 
***
Setelah selesai bersiap mereka turun untuk sarapan, di dekat anak tangga terakhir, ada wanita berusia lima puluh lima tahun sedang menunggu mereka. 
"Selamat pagi Tuan dan Nona muda." Sambil menundukkan kepala. "Saya Bik Mur, Nona. Kepala pelayan di rumah ini," ucapnya sopan ketika melihat wajah penasaran dari Azkia.
"Selamat pagi, Bik Mur," sahut Azkia ramah dengan senyuman manis miliknya. Lalu bik Mur mengantar mereka menuju ruang makan. 
"Sudah waktunya Erwin membantu Bik Mur, setelah masa cutiku habis, suruh dia masuk." Deffin berbicara kepada Bik Mur, tapi pandangannya tak lepas dari kegiatan Azkia yang sedang mengambilkan makanan untuk Deffin. Azkia sedang menjalankan tugas pertamanya sebagai seorang istri.
"Baik, Tuan muda." Menundukkan kepala, lalu undur diri. 
Terlihat Azkia makan dengan lahapnya, semua makanan kesukaannya tersedia di atas meja. Kemarin Roy sudah memberikan daftar makanan kesukaan Azkia kepada koki, jadi tidak akan pernah absen, akan ada menu silih berganti yang semuanya favorit Azkia. 
Deffin yang melihatnya tersenyum tipis. "Akan kulakukan semua yang membuat dirimu betah hidup denganku," gumamnya dalam hati. 
***
Acara pernikahan telah dimulai. Azkia tercengang ketika memasuki ruangan yang diadakannya pesta pernikahannya. Hotel termegah itu menyulap salah satu ruangannya menjadi tempat impian pernikahan Azkia. 
Azkia melingkarkan tangannya ke lengan Deffin, ini adalah aturan selanjutnya ketika keluar dari kamar, mereka harus menunjukkan kemesraan di mana pun mereka berada, sekalipun mereka sedang berada di rumah, Azkia akan selalu menempel ke Deffin. 
Sekarang sudah memasuki sesi bersalaman dengan para tamu, sempat para tamu yang membawa pasangan perempuan tidak percaya, kalau pasangannya boleh bersalaman dengan Deffin.
Deffin yang tidak mau bersentuhan dengan wanita, hari ini telah memperbolehkannya. Di depan para media, sontak kini telah menjadi topik hangat saat ini. 
"Akhirnya Tuan Muda bisa bersikap normal, meski sekarang dilihat cukup sangat menggelikan dengan posisi mereka seperti itu. Meskipun terlihat kurang sopan, tapi orang kaya bebas, malah mereka terlihat semakin mesra, hehe..." gumam Sekretaris Roy ketika melihat Tuan Mudanya yang berada di belakang Azkia, dengan posisi memeluk erat seraya mendaratkan kepalanya di bahu Azkia. 
Hal itu tentu juga membuat para tamu memuji keromantisan sikap Tuan Muda Deffin. 
Sedangkan di atas pelaminan.
"Seperti ini contoh mesra di hadapan orang, jangan cuma gandengan tangan saja, kita akan tetap seperti ini sampai acara selesai, ini jadi pelajaran buat kamu biar selalu ingat, mengerti!" bisik Deffin di telinga Azkia. 
Padahal ini hanya alibinya biar Deffin tidak merasa mual, harum tubuh Azkia seolah menjadi tameng macam-macam aroma parfum perempuan, agar tidak ada satu pun yang tercium di hidung Deffin hingga membuatnya mual. 
Tadi Deffin juga sempat melarang Azkia menggunakan parfum ketika akan berangkat menuju hotel. Namun, karena parfum yang dipegang Azkia sudah terlanjur tersemprot, tapi anehnya Defiin tidak merasa mual, padahal itu parfum umum yang digunakan perempuan lain yang tentu membuat dirinya pasti akan mual. 
Setelah dipikirkan ternyata kuncinya hanya Azkia.
"Seharusnya kita bertemu lebih awal, jadi aku tidak perlu repot-repot ke dokter ahli di berbagai negara untuk menyembuhkan penyakit aneh ini," gumam hati Deffin. 
Sedangkan Azkia hanya menganggukkan kepala ketika Deffin berbisik di telinganya, dalam hatinya dia mencibir, "Dasar tuan muda aneh." 
Namun, dalam lubuk hatinya ia berharap, semoga setelah ini, ia akan menjalani kehidupan dengan bahagia. Melihat apa yang diimpikan tentang pesta pernikahan ala-ala kerajaan negeri dongeng terwujud, Azkia yang sekarang sedang mengenakan gaun ala tuan putri Disney, jadi memiliki harapan kembali untuk hidup dengan bahagia.
Andaikan Deffin melakukan semua ini karena cinta, mungkin dengan senang hati Azkia akan membuka pintu hatinya, yang selama ini tidak pernah ada yang bisa mengetuk hatinya, termasuk mantannya. 
***

 

Part 6

Pesta pernikahan telah usai, kini mereka berdua berada di dalam kamar presidential suite room di salah satu hotel mewah milik Deffin. 
"Aduh ... kenapa aku jadi deg-deg an, tidak mungkin bukan dia minta jatah malam pertama, idih ... amit-amit kalau sampai kejadian, meski perlakuannya sedikit menggoyahkan hatiku, tapi tidak secepat ini dia bisa mengelabuhiku," gumam Azkia yang sudah selesai mandi sedari tadi, namun dia gugup untuk keluar kamar mandi. 
"Hei, kau sedang mandi apa bertapa? Sudah sedari tadi tidak keluar." Suara mengglegar Deffin disertai gedoran pintu yang cukup keras. 
Ceklek.. 
Pintu terbuka, Azkia keluar sudah memakai piyama lengan panjang. Dia tidak menjawab, hanya menundukkan kepala, pikiran dan hatinya sedang kacau, takut jika akan terjadi sesuatu malam ini. 
Dengan santainya Deffin membuka lilitan handuk yang membungkus rambut di kepala Azkia, dada Azkia semakin berdegup kencang, lalu Deffin mendudukkan Azkia di depan meja rias. 
Deffin mengambil hairdryer dan mulai mengeringkan rambut Azkia. 
"Jangan senang dulu kamu, aku cuma memberikan contoh bagaimana menggunakan alat ini, meski kamu anak orang kaya, orang tua tirimu itu tidak akan mungkin membiarkan kamu memakai beginian, pasti cuma sapu dan alat masak yang boleh kanu pegang." Sambil menunjuk meja rias yang diatasnya tersedia alat make-up lengkap, tak lupa dengan senyum mengejek yang menyebalkan. 
Hati yang berbunga menjadi masam ketika Deffin berbicara seperti itu, wajah Azkia langsung cemberut tapi tidak membantah, memang seperti itu kenyataannya. 
"Sudah selesai, ingat besok ketika aku selesai mandi, lakukan apa yang aku contohkan tadi." Memegang kedua bahu Azkia, menatap tajam pantulan mereka di cermin. 
Azkia hanya mengangguk, tidak bisa menjawab karena seluruh badannya meremang, Deffin tiba-tiba saja memiringkan rambut Azkia ke samping, terlihat tengkuk Azkia yang putih mulus itu, dengan lembut Deffin menciuminya. 
Dengan posisi yang setengah membungkuk, Deffin melingkarkan tangannya ke perut Azkia, dia memejamkan mata menghirup aroma memabukkan yang sudah menjadi candunya. 
Azkia sudah tidak bisa apa-apa, otaknya teringat jika Azkia menolak atau memprotes apa yang dilakukan dan diperintahkan Deffin, tugasnya sebagai istri akan bertambah berat.
Badan Azkia rasanya melayang, ketika Deffin mengajaknya berdiri dan membalikkan tubuhnya menghadap Deffin, dengan lembut Deffin mencium Azkia mulai kening hingga seluruh wajahnya yang berakhir di bibir mungil yang manis ketika Deffin mengecapnya. 
Ciuman Deffin semakin turun ke leher putih itu, meninggalkan bekas merah yang menurutnya indah di pandangan matanya, tangan Deffin mulai masuk merayap ke dalam piyama mulai dari perut hingga naik ke atas. 
Namun tiba-tiba saja dia teringat kejadian beberapa tahun silam yang menjijikkan baginya. Tangan yang berhenti di area yang akan menjadi favoritnya itu, terpaksa harus terhenti sebelum melakukan aktivitasnya. Bahkan ciumannya juga berhenti, dan sangat terpaksa dia melepaskan tubuh Azkia. 
"Sial," umpat hatinya. 
Lalu dengan santainya dia berucap, 
"Sudah ayo cepat tidur, aku tidak nafsu dengan wanita kerempeng, ukuranmu sangat kecil." Lalu dia berjalan menuju ranjang, merebahkan dirinya miring dan menarik selimut, untuk menutupi miliknya yang sudah menegang. 
Hatinya tidak bisa berhenti mengutuk otaknya yang tiba-tiba teringat kejadian waktu itu. 
Sedangkan Azkia membelalakkan mata yang tadinya tertutup. Perasaan yang awalnya melayang-layang sekarang bagaikan di seret paksa turun lalu dihempaskan. 
"Kurang ajar!!! Dia mengejek punyaku kecil, apa matanya buta, meski tidak besar ini ukuran sedang tahu, awas besok- besok kalau kamu pegang lagi, aku plintir dan patahkan tangannya," sungut Azkia dalam hati. 
Azkia lalu menyusul ke ranjang dan tidur membelakangi Deffin, dengan perasaan yang masih dongkol karena diejek kerempeng dan berukuran kecil dia akhirnya terlelap menuju alam mimpi. 
***** 
Setelah satu jam Deffin belum tidur, setelah berhasil menenangkan miliknya, Deffin membalikkan tubuhnya menghadap Azkia, dia mendekat lalu menyingkirkan rambut Azkia yang menghalangi belakang lehernya, dia menghirup rakus aroma tubuh istrinya. 
"Maaf, aku akan pikirkan caranya menghilangkan ingatanku tentang kejadian itu, aku akan cuti seminggu, mungkin dengan berdekatan denganmu terus aku bisa menghilangkan trauma tentang kejadian itu," ujar Deffin dalam hati. 
Deffin semakin menyelusupkan wajahnya ke ceruk leher Azkia dan akhirnya terlelap. sedangkan Azkia sekali lagi tidurnya tidak terusik dengan kelakuan Deffin, tempat yang nyaman bagaikan obat bius bagi Azkia. 
****** 
Pagi yang hangat membangunkan Azkia dari mimpi indahnya, tubuhnya terasa berat karena dipeluk erat oleh suaminya. 
Tangan dan kaki Deffin yang menindih tubuh Azkia bagaikan guling, menjadikan tidur Deffin sangat nyaman. 
Azkia sudah akan melepaskan pelukan itu, dan kejadian semalam yang terlintas di otak cantiknya bagaikan bahan bakar yang siap menendang Deffin juga. 
Namun, tiba-tiba semuanya lenyap karena teringat aturan tertulis itu, jika sampai mengganggu tidur Deffin bukan hanya ada tambahan tugas tapi ada hukuman juga. 
Akhirnya Azkia hanya bisa mendesah, dia harus sabar sampai seminggu ini. Karena bosan menunggu Deffin yang tidak bangun-bangun, Azkia terseret ke alam mimpi lagi. 
Waktu menunjukkan pukul sembilan pagi, Deffin mulai membuka matanya, hal yang pertama kali dilihat adalah wajah cantik Azkia yang tidur dengan posisi terlentang, lalu dia menusuk-nusuk pipi putih mulus itu. 
"Hei, bangun. ayo, jalankan tugasmu sebagai istri," ucapnya lembut. 
Azkia mengerjapkan matanya, lalu menoleh melihat Deffin sudah duduk di tepi ranjang. Azkia lalu bangun menyiapkan air dan baju untuk Deffin. 
Azkia baru mandi ketika sudah membantu Deffin mulai dari ujung rambut hingga memasangkan sepatu. Setelah sarapan mereka akan pulang ke rumah. 
*** 
Drama sebagai istri terus berlanjut hingga akan tidur, Deffin melakukan berbagai cara agar Azkia terus menempel padanya, dia seharian tidak beranjak dari ruang tv, bahkan Deffin melakukan pekerjaan juga di ruang tv, bukan di ruang kerjanya. 
Ketika Deffin memeriksa laporan lewat laptopnya, dia memaksa Azkia tidur menggunakan pahanya sebagai bantal untuk menonton TV, walaupun sebenarnya mata Azkia sibuk dengan ponselnya. 
Ketika Deffin sudah selesai, gantian Deffin menggunakan paha Azkia untuk dijadikan bantal ketika menonton TV. 
Aturan tertulis itu benar benar membuat Azkia tidak bisa berkutik, meski beberapa kali mencoba membujuk untuk pindah ke kamar karena malu, Deffin tetap tidak menggubris. 
Ancaman akan mengulangi kejadian waktu di hotel yang akhirnya membuat Azkia bungkam, 
wajah Azkia mendadak memerah karena malu dan kesal. Azkia merutuki kebodohannya sendiri, bagaimana dia bisa terlena ketika Deffin mengerjainya waktu itu?
******* 
Malam hari ketika akan tidur. 
"Ayo, pijat aku. Dari tadi hanya bengong saja." Sudah siap dengan posisi tengkurap dan hanya memakai celana boxer saja. 
"Gila ya, aku disuruh memijat kamu yang tidak pakai baju, tapi tubuhmu kok bisa putih mulus gitu seperti perempuan saja," gumam Azkia yang terpaksa meletakkan tangannya di punggung suaminya untuk mulai memijat. 
Azkia memijat Deffin hingga tidur, itulah tugas akhir dia. Setelah memastikan Deffin sudah tidur, dia menyusul Deffin yang terbaring di sampingnya, lalu kemudian Azkia menatap wajah tampan tersebut. 
"Wajahmu ketika tidur membawa kedamaian sendiri di hatiku, kadang kuberpikir kamu suka denganku, perhatian kamu semenjak aku datang di rumah ini bagaikan istri yang sangat dicintai. Namun, sikapmu yang arogan dan seenaknya sendiri kepadaku yang merusak anggapan indah itu. Tapi aku tidak bisa menepis rasa nyaman itu, meski masih hanya satu hari aku di sisimu, rasanya kamu sudah seperti sangat melindungiku. Bolehkah aku berharap hanya aku selamanya di sisimu, lalu kalau boleh juga di hatimu," gumam Azkia sebelum tertidur.

 

Part 7

Pagi yang indah membuat Deffin menyunggingkan senyumnya, teringat gumaman Azkia semalam yang terdengar jelas di indra pendengarannya. 
"Baguslah, sedikit demi sedikit kau akan tertarik denganku. Meski aku duluan yang mencintaimu, tapi aku ingin kau duluan yang mengatakan mencintaiku, bisa hancur reputasiku jadi pria arogan yang selalu dikejar wanita, jika mengatakan cinta pada wanita bodoh sepertimu," ujar Deffin dalam hati dengan tersenyum tipis. 
"Hei, bangun! Aku mau mandi." Menendang pelan kaki Azkia. 
Azkia mengucek matanya, ia tidak menjawab, langsung bangun dan menuju kamar mandi, seperti kemarin yaitu menyiapkan keperluan Deffin. 
Hari ini masih sama seperti kemarin, karena Deffin masih tidak mau berangkat ke kantor, dia lebih memilih kerja di dalam rumah. Sekretaris Roy yang dibuat kelimpungan sendiri harus mengurus perusahaan besar itu. 
Meski bosan dengan kegiatannya, Azkia tetap menjalaninya dengan sabar, kadang dia bertanya pada dirinya sendiri, kenapa Deffin menjadikannya istri, dan yang membuat bingung, dia menjalani rumah tangganya tidak seperti di novel-novel yang sering dia baca. 
Deffin memperlakukannya bagaikan istri kesayangan, tetapi tidak pernah ada kata cinta yang keluar dari mulutnya, yang ada hanya aturan dan perintah otoriternya itu. 
Bahkan Azkia dilarang melakukan pekerjaan rumah tangga meskipun hanya membersihkan tempat tidur, yang boleh dilakukan hanya melayani Deffin seperti yang tertulis di daftar aturan. 
"Dasar tuan muda aneh," ujar Azkia dalam hati. 
***
Hari ke tujuh pernikahan. 
Tidak terasa sudah seminggu menjalani hubungan sebagai pasangan suami istri, selama seminggu ini mereka melakukan kegiatan monoton itu, tidak pernah ada obrolan santai meski tubuh mereka saling menempel. 
Deffin sebenarnya ingin masuk kerja besok. Namun, karena hari ini ada pekerjaan yang harus dikerjakan di kantor, dengan terpaksa dia berangkat ke kantor. 
Braakkk... 
Suara berkas dibanting di meja. 
"Kalian menyuruhku datang ke kantor untuk melihat presentasi bodoh seperti ini. Rapat hari ini di bubarkan, benahi semuanya." Deffin meninggalkan ruangan rapat, meninggalkan berbagai macam raut wajah karyawannya yang berbeda beda. 
Roy mengikuti Deffin menuju ruangannya. "Ada apa denganmu Tuan Muda? Kenapa moodmu buruk sekali," gumam Roy dalam hati. 
Setelah memasuki ruangannya sendiri, Deffin duduk lalu menandatangani berkas-berkas di meja. 
"Apalagi jadwalku hari ini?" 
"Jam sepuluh kita bertemu dengan CEO Brawijaya di Cafe Beloved, untuk membahas proyek mall baru di kota Burbank, dan nanti malam ada jamuan makan malam dengan kolega dari Jepang, itu saja Tuan." 
"Kau ajak saja asistenmu, aku malas keluar," jawabnya acuh. "Kenapa aku tidak bersemangat kerja, aku sangat rindu gadis bodoh itu. Sedang apa dia sekarang?" batin Deffin. 
Deffin sedang tenggelam memikirkan Azkia, tidak menggubris Roy yang pamit mengundurkan diri. Cukup lama Deffin berpikir bagaimana caranya bertemu dengan Azkia, tanpa mempedulikan lagi berkas yang harus dia periksa dan terlihat menggunung di mejanya. 
Setelah menemukan ide, dia kembali lagi ke pekerjaannya, dengan cepat dia akan menyelesaikannya sebelum waktu makan siang, karena akan ada kejutan hari ini yang dia berikan ke Azkia. 
******

Di rumah. 
Azkia sedang berolahraga di ruang fitnes. Saat ini dia menggunakan celana training panjang dan kaos oblong putih.
Peluh membanjiri wajahnya, jam sudah menunjukkan angka setengah dua belas, berarti kurang lebih dua jam dia di sini. 
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu, lalu ia segera membukanya, terlihat Bik Mur berdiri dengan membawa ponsel serta rantang makanan. 
"Nona, Tuan Muda ingin berbicara dengan Anda." Menyerahkan ponsel ke Azkia. 
"Halo, Sayang. Ada apa?" ujar Azkia setelah menempelkan benda pipih itu di telinganya. 
"Antar makan siang ke kantor, waktumu hanya 20 menit, jika terlambat kau terima hukuman dan tugas baru." Deffin langsung menutup telepon tanpa menunggu jawaban Azkia, dia sudah tidak tahan lagi untuk tidak tersenyum. 
Sedangkan Azkia bagaikan disambar petir. "Dasar, Tuan Muda gila," umpat hatinya. 
Bik Mur menyerahkan bekal yang dibawanya, dengan cepat Azkia mengambilnya setelah mengembalikan ponsel milik bik Mur. 
Azkia berlari dengan tergesa-gesa, untung di depan gerbang ada pelayan yang baru turun dari motor, dengan segera Azkia menuju motor itu dan menyuruh sopir untuk mengantarnya ke perusahaan Wirata Group. 
Azkia tidak mempedulikan sopir yang menunggu di samping mobil, yang sudah disiapkan untuk mengantarnya. Baginya naik motor lebih cepat karena perjalanan menuju ke kantor bisa ditempuh lima belas menit dengan motor, jika pakai mobil ia takut macet. 
Azkia tidak mempedulikan penampilannya, rambutnya yang tergerai, dengan mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, telah membuat rambut indahnya menjadi kusut. 
"Gara-gara ancaman itu, aku tidak sempat ganti baju dan berdandan. Dasar Tuan Gila," gumam Azkia dalam hati.

Kesialan Azkia tidak sampai disitu, tiba-tiba saja motor yang ditumpanginya mogok, padahal tinggal sedikit lagi sampai, hanya tinggal masuk pelataran kantor, jadi akhirnya dengan terpaksa Azkia lari. 
Dari arah belakang ada mobil melaju kencang dan di samping Azkia ada kubangan air hujan, karena Azkia tidak bisa menghindari, dia terkena cipratan air itu, bajunya jadi kotor dan basah, beruntung dia membawa makanan di tangan kirinya jadi rantang itu tetap bersih. 
Namun, Azkia tidak sampai berpikir jika nanti ia akan diusir jika sampai kantor, baginya yang terpenting jangan sampai dia dihukum dan dikasih tugas aneh nantinya.
Setelah sampai, Azkia langsung masuk menuju lobby dan menuju meja resepsionis, tidak peduli pandangan aneh para karyawan, orang gila dari mana yang berani masuk kantor terbesar negeri ini. Pikir mereka kompak. 
"Nona, saya mau bertemu dengan Tuan Deffin, mau mengantar makan siangnya, di mana ruangannya?" ucapnya sambil menunjukkan rantang yang dia bawa. 
Keempat resepsionis itu memandang menelisik wanita dengan pakaian kotor, dan penampilan amburadulnya. 
"Anda siapa? Tuan Deffin tidak ada," dusta salah satu resepsionis sok cantik itu. 
"Saya istrinya, tadi dia minta dibawakan makan siang, kalau tidak ada ya sudah, tolong ini nanti diberikan kepada orangnya." Meletakkan rantang itu di meja resepsionis. 
"Tidak mau!! Enak saja, dasar wanita gila, mengaku jadi istri Tuan Deffin. Tuan Deffin sama aku saja tidak mau melirik, mana mungkin menjadikan wanita gembel seperti kamu dijadikan istri, jangan mimpi!!!" ketusnya.
"Meski aku sudah tahu Tuan Deffin sudah menikah, dan wanita ini dilihat tetap cantik meski penampilannya berantakan, tapi tidak mungkin dia istrinya," gumam sang resepsionis dalam hati. 
"Ya sudah, saya akan antar sendiri keruangannya." Azkia lalu beranjak akan menuju lift, dia akan mencari sendiri ruangan suaminya.

Namun, langkahnya dengan cepat dihadang resepsionis tadi, sedangkan ketiga resepsionis lainya hanya menonton, mereka tidak mau ikut campur masalah ini, mereka juga jengah dengan sikap sok berkuasa temannya tersebut. 
Tanpa aba-aba resepsionis itu mengambil dan membanting rantang itu, hingga isinya keluar berantakan.

"Dibilangin Tuan Deffin tidak ada masih mau memaksa masuk, dasar wanita gila." Tangan resepsionis sudah menggantung di udara siap menampar pipi mulus Azkia. 
Namun, dengan sigap langsung ditangkap Azkia, dengan lihainya Azkia menusukkan kuku panjangnya ke kulit tangan resepsionis itu, tidak ada yang menyadari tindakan Azkia, meski terlihat sang resepsionis meringis kesakitan, bagi mereka yang melihat itu mengira hanya pura-pura, karena Azkia terlihat cuma seperti memegang saja. 
Sampai akhirnya adegan itu dibuyarkan dengan suara bariton menyeramkan. 
"Ada apa ini?!!!"

 

Part 8

Siang hari mencekam di kantor Wirata group. 
Dengan segera Azkia melepaskan cengkramannya di tangan resepsionis wanita tersebut. Setelah mendengar kalimat dengan suara menyeramkan. 
"Ada apa ini?!!!" Suara Roy yang menggelegar membuat semua orang menciut. 
Azkia menoleh dengan memasang wajah sok polosnya. Dia hanya diam tidak berniat untuk menjawab, dengan sekuat tenaga dia meredam rasa kesal yang sudah berada di ubun-ubun kepalanya. 
Roy berjalan mendekat, sejenak ia melihat staf resepsionis yang sedang menggosok pelan tangannya sambil sedikit meringis. 
Lalu pandangannya beralih ke Nona Mudanya, dia terkejut melihat apa yang sudah terjadi dengan Nona Muda? pikirnya.

"Nona muda." Roy menundukkan kepala, menyapa sopan Azkia. Melihat ada rantang makanan berserakan di lantai, Roy tahu apa yang harus dilakukan tanpa menunggu Azkia berbicara. 
"Mari ikut saya." Menggerakkan tangannya sebagai isyarat agar Azkia mengikuti, Roy berjalan di depan, dia menekan sesuatu di telinganya. 
"Bereskan semuanya," berbicara yang terdengar hanya gumaman di telinga Azkia. 
Azkia hanya mengikuti Roy, ia tetap mengunci rapat mulutnya mulai dari naik lift khusus hingga mereka sampai berada di depan pintu kayu dengan ukiran indah, yang diatasnya bertuliskan ruang CEO. 
Roy berjalan masuk, diikuti Azkia yang kini melihat takjub isi ruangan megah tersebut. 
"Gila, bagus juga selera Tuan Gila itu," ucap Azkia dalam hati. 
Mendengar ada yang masuk ruangannya, yang sudah tau itu pasti Roy, Deffin menoleh dari game yang berada di layar ponselnya. 
Ponsel di tangan Deffin terjatuh, ia terkejut melihat penampilan Azkia mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia sama sekali tidak ingin tertawa, ia justru ingin marah. Siapa yang telah berani dan kurang ajar dengan istri kesayangannya?
Namun, yang keluar dari mulut Deffin adalah, "Ada apa denganmu, kau sedang belajar berenang di kubangan lumpur, lihat penampilan kacaumu itu." 
Azkia tidak menjawab, dia menekan lebih kuat rasa kesalnya. "Dasar gila, ini semua karenamu. Karena ancaman sialanmu itu aku jadi begini," ujar Azkia dalam hati. 
"Cepat sana masuk, bersihkan dirimu." Tunjuknya di pintu yang berada di dalam ruangan, yang diyakini ruang pribadi Deffin. 
Lalu Deffin beralih kepada Roy. 
"Roy suruh sekretaris wanita persiapkan keperluan Nona Muda." 
Mereka berdua langsung mengikuti arahan Deffin, di dalam kamar Azkia terus saja mengumpati suaminya. Dia benar-benar kesal dengan kejadian hari ini. 
Setelah setengah jam Azkia keluar, dia menggunakan dress lengan pendek selutut berwarna navy yang terlihat sangat manis di kenakan-nya. Wajah cantiknya terlihat sudah cerah, padahal di dalam hatinya bagaikan badai. 
Tampak di meja ada banyak makanan, tepat di depan sofa yang di duduki suaminya. 
"Ayo cepat sini, aku butuh asupan tenaga untuk memarahimu, karena banyak tugas yang kamu lalaikan," ucapnya ketus. 
Azkia hanya bisa menahan kesal, dia menurut apa yang diperintahkan Deffin, dia mengambilkan makanan untuk Deffin, yang semua menunya makanan mahal favorit Azkia. 
Azkia sedikit tersenyum hatinya, melihat makanan yang butuh berbulan bulan menyisihkan tabungan agar bisa memakan makanan itu, kini ia bisa menikmatinya dengan mudah. 
Setelah menikmati makan siang, dan meja sudah dibersihkan oleh OB, kini Deffin bisa berbicara tenang dengan Azkia. 
"Mulai sekarang tugasmu aku tambah, karena kau telat datang ke kantor dan kau tidak membawa makanan sampai di ruanganku." Sambil menatap tajam Azkia. 
"Dasar aneh, ini semua bukan salahku, salahkan saja pegawaimu," balas Azkia yang hanya bisa diucapkan di dalam hati. Namun, ia berani untuk melirik kesal Deffin. 
"Mandikan aku mulai sekarang," ucap Deffin dengan menekankan semua kalimatnya.

"Hah, apa?!" Azkia melotot memandang wajah santai Deffin.
"Tapi ini semua terjadi bukan karena salahku, aku sudah datang tepat waktu, ini semua gara-gara pegawaimu," ucapnya tidak terima karena tugas yang diberikan Deffin sangat tidak masuk akal. 
"Jadi kamu mau membantah tugas dariku," ucapnya menyeringai. 
"Iya," jawab Azkia berani, dia sampai tidak sadar dengan semua aturan tertulis yang dibuat Deffin. 
"Beri ciuman padaku," ucap Deffin santai sambil tersenyum devil. 
"Ap-- apa?!" Azkia tercengang. "Apalagi ini?" batin Azkia. 
"Hukuman karena sudah membantahku." 
"Hah?" Azkia dengan cepat menggelengkan kepala, pertanda dia menolak permintaan Deffin. 
"Berarti du--" 
Belum selesai Deffin bicara, Azkia yang wajahnya memerah karena malu, dengan cepat langsung mencium pipi Deffin. Setelah melakukannya, Azkia langsung memalingkan wajah dan menundukkan kepala, rasa malu menjalar ke semuanya. 
"Siapa yang menyuruhmu mencium pipi, kau kira aku anak kecil?" Menyeringai. "Ciuman itu di bibir." 
Azkia yang bingung menolehkan wajah menatap Deffin.

"Dasar, Gadis Bodoh, akan kuberi tau caranya." 
Dengan cepat Deffin mendekatkan tubuhnya, sebelah tangannya merangkul pinggang Azkia, sebelahnya lagi menahan tengkuk Azkia setelah bibir itu menempel. 
Dengan lembut dia menikmati bibir Azkia, lalu menggigit bibir bawah Azkia karena bibir itu tidak mau terbuka, setelah terbuka karena Azkia akan mengaduh, dengan cepat Deffin melesakkan lidahnya menjelajahi apa yang berada di mulut Azkia. 
Azkia membelalakkan matanya, dia terkejut ini pertama kalinya dia merasakan sensasi ini, Deffin orang yang pertama kali menciumnya, pengalaman pertama Deffin menciumnya di saat malam pengantin tidak seintim ini. 
Ada yang lain yang dirasakan dalam tubuh Azkia,
dia bagaikan tersengat listrik. Ciuman itu terhenti karena Azkia kehabisan nafas. Lalu dengan lembut Deffin mengusap bibir Azkia yang sedikit bengkak itu. 
"Kalau bukan karena ingat kejadian itu, sudah ku makan habis dirimu saat ini juga," ujar Deffin dalam hati. 
Kata hatinya yang selalu berbeda dengan apa yang di ucapkan. "Segitu senangnya menciumku sampai wajahmu memerah, awas kau ketagihan setelah ini," ucapnya sambil mengelus pipi merona itu. 
"Dasar tuan gila, kamu yang mencium bukan aku dan aku tidak akan pernah ketagihan," ucap hati Azkia yang kembali kesal dengan perkataan Deffin. 
"Sudah. Ayo, temani aku pergi." Beranjak berdiri sambil menggandeng tangan Azkia. 
"Sayang, mau kemana? Bukankah kamu masih bekerja?" Tanya Azkia bingung. 
"Pekerjaanku sudah selesai sebelum tadi menelponmu," jawabnya santai. 
"Hah, apa? Dasar emang Tuan Muda aneh dan gila, kalau kau tidak terlalu sibuk kenapa repot-repot suruh aku antar makan siang, toh sekarang kau juga berniat keluar kantor, ish.. aku ingin jitak kepalamu itu." Geram Azkia sambil mengepalkan satu tangannya yang bebas. 
"Hei, sikapmu harus lebih mesra, aku tidak mau ada gosip aneh setelah kejadianmu tadi di lobby."

"Apalagi ini?" batin Azkia. Tapi Azkia sudah tidak mau membantah lagi, dia segera mengapit tangan Deffin lalu menyandarkan kepalanya di lengan Deffin, berakting menjadi istri manja. 
Sebenarnya secara tidak langsung Deffin memperlihatkan kepada para karyawannya jika Azkia istri yang sangat dicintainya. Jika sampai ada yang merendahkan istri kesayangannya, akan bernasib sama dengan staf resepsionis tadi.
Apa yang terjadi dengannya? Hanya Azkia yang tidak akan pernah mengetahuinya. 
Dan kesialan Azkia belum berhenti sampai di sini.....

 

Part 9

Kini mereka sudah berada di mobil yang dikemudikan oleh Roy, perjalanan yang ditempuh cukup jauh. Azkia yang sedari tadi bertanya mau ke mana, tapi sama sekali tidak ada yang mau menjawabnya. 
Karena perut terasa kenyang, dan perjalanan membosankan yang tidak ada percakapan sama sekali, akhirnya rasa kantuk menyerang Azkia, kepalanya hingga terantuk kaca jendela mobil. Namun, dia sama sekali tidak terganggu karena rasa nyamannya udara di dalam mobil. 
"Dasar gadis bodoh," ucap Deffin seraya tersenyum tipis, lalu ia mengarahkan kepala Azkia ke pahanya dan memposisikan kaki Azkia dengan benar hingga terlihat terasa nyaman. Dengan lembut dia mengelus rambut panjang itu dan mencuri ciuman mulai dari ujung kepala dan seluruh wajahnya. 
"Ada untungnya juga kamu jadi Putri tidur." Dengan senyum semakin lebar, Deffin sangat senang melihat wajah cantik itu.

Sedangkan di bangku kemudi, Roy melirik kaca, untuk melihat kondisi kursi belakang, dia tersenyum merasa bahagia juga melihat senyum di wajah Tuan Mudanya. Akhirnya setelah bertahun-tahun Tuan Mudanya menemukan kebahagiaannya. 
****** 
Mobil sampai di tujuan. Terlihat tempat wahana permainan yang luas dan besar. Namun, tidak ada satu pun kendaraan yang terparkir di area parkir khusus pengunjung itu. Hanya ada mobil mewah milik Deffin. 
"Hei, bangun. Mau sampai kapan kamu tidur?" Deffin menggoyangkan kakinya agar Azkia terbangun. 
Azkia mengerjapkan matanya, ia bingung sekarang  sudah ada di mana? Setelah tersadar dengan keadaannya sekarang, dengan cepat ia duduk dan menoleh ke arah Deffin. 
"Enak sekali kamu tidur di pahaku, senyaman itu kamu tidur, kamu kira sedang tidur di ranjang dan pahaku kamu anggap bantal," ujarnya. 
"Maaf," jawab Azkia sambil menundukkan kepalanya. "Salah sendiri kenapa tidak bangunkan aku dari tadi," gerutu Azkia dalam hati

"Ayo cepat turun," ucap Deffin sambil membuka pintu mobil. Dengan segera Azkia membuka pintu sebelahnya. Setelah keluar, ia kaget melihat pemandangan di luar, matanya berbinar, sudah lama dia tidak datang ke taman bermain. sudah terpikirkan wahana apa yang akan dimainkannya, bahkan wahana yang berbentuk kuda-kudaan itu yang akan menjadi list pertamanya. 
Setelah masuk, baru Azkia tersadar bahwa di dalam tidak ada satu pengunjung pun kecuali mereka bertiga, hanya terlihat petugas yang berada di posisi masing-masing. 
"Kok sepi, apa jangan-jangan tiket di sini mahal, sayang sekali tempat besar dan sebagus ini jadi bangkrut," batin Azkia.
***** 
Setelah beberapa jam kemudian. 
"Huek...Huek...." Azkia muntah untuk beberapa kali. 
"Ha ha ha..." Sedangkan Deffin yang melihat, tertawa tanpa merasa bersalah, namun sesekali dia mengurut belakang leher Azkia. 
"Sialan kau, dasar gila!!! Sesenang itu melihatku menderita, awas kau! Lain kali akan kubalas perbuatanmu ini," geram hati Azkia. 
Dengan lemas Azkia bangun dari posisi jongkoknya. Namun dia langsung memekik karena tiba-tiba tubuhnya terasa melayang, kaget dengan ulah Deffin yang tiba-tiba saja menggendongnya ala bridal style. 
"Mau coba wahana lain? Sekarang kubiarkan kamu yang memilih, aku sudah puas bermain wahana kesukaanku." Deffin tersenyum dengan senyum menyebalkan. 
Azkia hanya melirik tajam. Hanya untuk berbicara saja dia sudah tidak sanggup. Tapi di dalam hatinya dia masih sangat kuat untuk memaki Deffin. 
Azkia sudah sangat kapok menaiki beberapa wahana menegangkan tadi, mulai dari roller coaster, kora kora, dan yang lainnya. 
Deffin memasukkan Azkia ke dalam mobil dengan hati-hati. Tidak lama kemudian mobil melaju di jalanan, secepat itu pula Azkia yang sangat lemas tertidur. 
Mobil berhenti di depan pintu masuk hotel, langsung saja Deffin keluar dengan menggendong tubuh Azkia, menaiki lift menuju kamar pribadinya di hotel tersebut.
Setelah cukup lama Azkia tidur, Deffin membangunkannya. 
"Hei, ayo bangun, cepat lakukan tugas barumu," ujar Deffin dengan alis yang di naik turunkan. 
Dengan malas Azkia bangun, sudah tidak kaget lagi di mana sekarang, sikap Deffin yang seenaknya sendiri sudah tidak lagi mengejutkannya. 
Setelah selesai mempersiapkan air di bak mandi, Azkia kaget ketika melihat Deffin yang berada di belakang sudah polos tanpa sehelai benang pun. 
"Astaga!!! Dasar gila, apa yang kau lakukan,
meskipun aku akan memandikanmu kau tidak perlu melepaskan boxermu juga," gumam Azkia dalam hati.

Tapi, Azkia sedikit terpesona melihat tubuh kekar suaminya, lengan berotot, kulit yang putih bersih , dada dan perut kotak kotak itu.
Akh... 
Dengan cepat Azkia menggelengkan kepalanya, "Apa yang baru saja kupikirkan," gumamnya. 
"Sudah puas melihatnya, atau kau mau mencobanya di sini," ucap Deffin dengan suara beratnya, dia sedang menggoda Azkia yang pipinya sudah memerah hingga telinganya

Azkia membelalakkan matanya mendengar bisikan Deffin. Dia sangat terkejut hingga tidak menyadari bahwa Deffin sudah berendam di dalam bathtub.

"Kau ingin aku masuk angin, sampai kapan kau akan diam di situ. Cepat mandikan aku!" perintah Deffin membuyarkan keterkejutan Azkia. 
Azkia menarik nafas perlahan ketika mulai menggosok punggung suaminya. "Hari ini aku benar-benar sial," ucap hatinya. 
Sedangkan Deffin memejamkan matanya, menikmati perlakuan lembut Azkia. Lalu dalam hatinya berkata, "Sabar junior, tidak lama lagi kau akan menikmati bagianmu." Dia berpikir keras bagaimana cara menghilangkan kutukan itu.

"Karena kelakuan kakek dan ayah, aku yang harus menerima getahnya, sial!" Lanjut hatinya.

***
Setelah mereka selesai dengan penampilannya, kini mereka menaiki mobil menuju restoran tempat bertemu dengan kolega Deffin. 
Terlihat di tempat VVIP itu sudah ada dua pria paruh baya duduk menunggu kedatangan Deffin. Sudah ada makanan menu seafood tersedia di atas meja. Mereka berlima sudah duduk dengan tenang. 
"Maaf, Tuan. Bagaimana jika menunya diganti saja? Biar saya saja yang membayar semua tagihan." Ucapan Deffin membuat dua orang itu terkejut, biasanya tidak ada masalah jika makan bersama Tuan Deffin dengan menu ini, apalagi restoran ini terkenal dengan seafood nya yang enak. 
"Apa ada masalah dengan makanannya Tuan?" Tanya salah satu koleganya. 
"Oh tidak, hanya saja istri saya tidak menyukai seafood, kalau ikan air tawar dia suka, saya hanya kurang nyaman jika melihat apa yang tidak disukai istri saya terlihat di depan matanya," ucap Deffin sopan. 
"Oh begitu ... Anda sangat mencintai istri Anda rupanya, beruntung beliau memiliki suami seperti Anda," puji kolega lainnya. "Baik tidak masalah, ganti saja dengan menu favorit istri Anda," lanjutnya tulus. 
Azkia hanya diam tidak mengerti bahasa yang diucapkan suami dan koleganya itu, sampai para pelayan mengganti semua menu di meja dengan menu kesukaannya. Dia malah dengan senang hati akan menikmatinya. 
****
Setelah selesai, kini mereka dalam perjalanan menuju pulang ke rumah. 
"Mengapa setiap habis makan aku mudah sekali mengantuk, dan tidurku benar-benar seperti orang mati, aku merasa sangat nyaman, berbeda dengan dulu," batin Azkia.

Dan benar saja, tidak membutuhkan waktu yang lama, dia langsung terlelap. Lagi-lagi Deffin dengan sabarnya memperlakukan Azkia seperti biasanya tadi. 
Sesampainya di rumah, Deffin menggendong Azkia sampai di kamar, setelah membaringkan tubuh Azkia, dia kemudian menyusul membaringkan tubuhnya sendiri di samping Azkia. 
Memeluknya sambil berkata di dalam hati, "Tidurlah yang nyenyak, persiapkan dirimu untuk esok hari, mungkin kau akan merasa sedikit kesal. Namun, besok adalah hari yang paling membahagiakan untukmu. Selamat tidur istri tercantikku, semoga mimpi indah." Ucapan Deffin diakhiri dengan mengecup kening Azkia mesra. 
***

 

Part 10

Udara pagi yang terasa dingin, karena diluar langit sedang menangis, seorang perempuan di bawah selimut semakin erat memeluk guling, guling yang sangat nyaman dan harum, padahal terasa keras, namun kenyamanannya bisa menembus hati. 
Tunggu, sejak kapan guling ini jadi keras dan wangi. Dengan cepat Azkia membuka mata, niat akan mundur dia urungkan, karena terpesona dengan wajah tampan yang sedang tertidur pulas. Mata yang biasanya menatap tajam bagaikan elang, kini telah terpejam. Bulu mata yang lentik layaknya perempuan membuat Azkia tersenyum geli. Lucu sekali, pikirnya.
Pandangannya turun ke hidung mancung itu, lalu memandang bibir yang membuat pipinya merona dan jantung yang berdetak kencang itu, dan jangan lupakan rahangnya yang tegas, semakin menggoda Azkia untuk menyentuh wajah milik Deffin. 
Hingga akhirnya Azkia membelai wajah tampan sempurna itu, meski sekilas, namun mata Azkia tidak bisa berhenti untuk menatapnya. sehingga...

"Sudah puas menikmati wajah tampanku," ucap Deffin dengan senyum menjengkelkan.

Azkia tidak menjawab, dia tidak mengelak dan terlalu malu untuk mengakuinya. Dengan cepat dia bangun, namun secepat itu pula Deffin menarik tangannya, hingga akhirnya dia terjerembab dalam pelukan Deffin. 
"Berikan ciuman untukku, enak sekali kau semalam menyuruhku menggendong sampai kamar, kau kira tubuhmu tidak berat." 
Azkia cengo, dalam hati dia berkata, "Siapa juga yang menyuruhmu menggendongku?" Dengan cepat Azkia menggelengkan kepalanya, lagi-lagi dia lupa dengan aturan tertulis itu. 
"Berarti dua ciuman," ucap Deffin santai. 
"Nanti saja sayang, aku belum gosok gigi." Elaknya. 
"Tiga ciuman." 
Azkia melototkan matanya, "apa-apaan sih dia." 
"Dasar gadis bodoh, kelamaan." Deffin hendak mendekatkan wajahnya, namun Azkia masih berusaha untuk menolaknya. 
"Sayang, bau tau, nanti kamu jijik." 
"tidak akan. Tidak percaya, sini aku buktikan." 
Akhirnya bibir Itu tertempel juga, melakukan hal yang sama seperti di kantor waktu itu, Deffin tidak berani melakukan lebih, karena masih teringat dengan kejadian di hotel yang membuatnya kesal waktu itu. 
"Satu.."  Lalu dia melumat bibir Azkia lagi. 
"Dua.." 
"Sekarang ketiga..." 
Namun, Deffin sedikit melakukan kecurangan untuk yang ketiga kali, dia melumat bibir Azkia sangat lama hingga nafas Azkia tersengal. 
"Bernapas bodoh, ayo ulangi lagi yang ketiga belum sah." 
"Hah, apa ?" Belum sempat Azkia menjawab. Namun, Deffin segera melumatnya lagi, karena masih kaget Azkia lupa lagi untuk bernapas. 
"Kamu sengaja ya melakukan kebodohan lagi, biar kita bisa mengulanginya lagi." Sampai akhirnya kejadian itu terulang hingga beberapa kali, hingga akhirnya panggilan telepon dari Sekertaris Roy membuyarkan kegiatan mereka. 
"Kenapa aku jadi merasa bodoh beneran ya, dasar bodoh.. bodoh.. mau saja kamu dibodohi Tuan Gila itu," gumam Azkia sambil membenturkan kepalanya dikamar mandi, setelah dia berhasil kabur ketika Deffin menerima panggilan telepon tersebut.
******* 
Kini Deffin, Azkia dan Roy menaiki mobil menuju tempat hadiah Azkia, Sesuai janji Deffin jika Azkia patuh selama seminggu dia akan memberikan Azkia hadiah. 
Mobil berhenti di depan bangunan seperti ruko yang besar. Terlihat ada beberapa awak media yang sudah bersiap di tempatnya. 
Sekretaris Roy turun terlebih dahulu, lalu membukakan pintu mobil untuk Deffin, Deffin yang sudah keluar, tangannya segera menyambut tangan Azkia, seperti peragaan drama romantis, mereka berjalan anggun di depan kamera. 
Setelah sampai di dalam toko yang siap terisi dengan pakaian-pakaian mahal. Deffin berpidato di panggung kecil yang sudah dipersiapkan itu. 
"Selamat pagi semuanya, terima kasih telah hadir memenuhi undangan kami, untuk acara peresmian pembukaan butik Grizelle. Untuk kedepannya ruko ini akan diisi pakaian yang khusus didesain istri tercinta saya. Ini adalah impian istri saya semenjak kecil, untuk kedepannya mohon bantuan kerja samanya, terima kasih." 
Seperti itulah pidato singkat Deffin yang diakhiri dengan pemotongan pita yang dilakukan Deffin dan Azkia. 
Hari ini Deffin sengaja mengundang media untuk memperlihatkan betapa dia sangat mencintai Azkia, apa yang diinginkan istri kesayangannya, dia akan wujudkan. 
Dan secara tidak langsung memberitahukan ke seluruh dunia, jangan sampai ada yang bertindak kurang ajar pada istri kesayangannya , jika tidak ingin berurusan dengannya. 
Namun, bagi Azkia Deffin saat ini hanya akting saja, dia sedang berperan menjadi seorang suami idaman, ada rasa haru yang sedang ditampiknya, tanpa sadar di dalam hatinya mulai terukir nama Deffin Wirata, seseorang Tuan Muda Arogan yang bersikap seenaknya sendiri, namun disisi lain bisa memunculkan bunga bunga yang bermekaran di hatinya. 
***** 
Setelah acara Deffin dan Azkia sedang duduk di sofa sambil mengawasi para pegawai yang akan bertugas di butik Grizelle milik Azkia. 
"Sesuai janjiku, ini hadiah untukmu. jadi simpan saja tabunganmu, dan kau gunakan kartu-kartu ini untuk bersenang-senang," Menyerahkan beberapa kartu yang salah satunya kartu kredit tanpa batas.
"Kau bebas boleh pergi ke mana pun, tapi harus dengan izinku, dan keluar di saat aku sedang bekerja di kantor." 
Azkia hanya mengangguk, dia masih terkejut menatap kartu-kartu itu. "Buat apa kartu sebanyak ini? Sedangkan keperluanku saja sudah terpenuhi, tapi terserah lah anggap saja gaji jadi pelayan pribadi," ujar Azkia dalam hati. 
"Meski sekarang butik ini milikmu, jangan sering datang kesini. Gambar pakaian saja di rumah, urusan di sini serahkan saja pada mereka." Tunjuknya kepada orang orang yang sedang sibuk menata barang. 
Azkia hanya mengangguk lagi, lalu dengan senyum tulus Azkia memandang wajah Deffin. "Terima kasih," ucapnya. 
"Aku tidak perlu kata-kata, ayo tunjukkan langsung rasa terima kasihmu, kita ke lantai atas." 
"Kenapa harus di lantai atas?" 
"Baik, kalau kamu maunya disini, dengan senang hati orang-orang bisa melihat bukti cintamu padaku," ucapnya tulus, namun bagi Azkia Deffin kembali menyebalkan. 
Tanpa membantah karena tidak mau sampai nanti ada tugas yang akan merusak kebahagiaan hari ini, Azkia mengikuti langkah Deffin yang menggandengnya naik ke lantai atas. 
**** 
Di lantai atas mereka sedang menikmati ciuman memabukkan, kali ini entah mengapa tidak ada rasa terpaksa dari Azkia, dia benar-benar tulus berterima kasih kepada Deffin, meski permintaan konyol Deffin yang meminta ciuman darinya. 
Tadi Azkia yang lebih dulu menempelkan bibirnya, memulai semuanya dengan kaku, karena gemas akhirnya Deffin yang memimpin, namun kepasifan Azkia membuat Deffin senang, karena berarti dia orang pertama kali merasakan bibir manis itu. 
"Aku tidak mau hanya hari ini saja, aku mau minimal dua kali dalam sehari kamu menciumku duluan untuk ungkapan terima kasihmu, ini aturan.  Jika kamu lupa, akan ada hukumannya," ujar Deffin agar ia bisa leluasa menikmati bibir yang menjadi candunya itu. 
Azkia hanya mengangguk, tapi di dalam hatinya dia berkata, "Bisa tidak sih meminta dengan cara yang manis, kalau ada yang mendengar perintah otoritermu itu mereka akan percaya semua sikap manis yang kau lakukan padaku hanya akting, dasar Tuan Aneh. Tapi apa yang terjadi padaku, kenapa aku merasakan perasaan aneh ini, apa ini yang di namakan jatuh cinta, tidak mungkin. Aku yang berpacaran lama dengan Mark saja tidak pernah merasakan ini, padahal sikapnya jauh lebih manis dari Tuan Arogan ini." 
Masih ada keraguan di hati Azkia, namun mereka tetap melanjutkan kegiatan indah mereka.

***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Tuan Muda Posesif Part 11-12
0
0
Pertemuan tanpa sengaja membuat Azkia Grizelle menjadi seorang istri Deffin Wirata, seorang tuan muda penguasa California yang berwajah tampan dan mempunyai alergi terhadap wanita.Kuatkah Azkia menjalani kehidupan rumah tangga dengan tuan muda posesif dan seenaknya sendiri? Aku mencintaimu. AzkiaKau sudah mengatakan itu ya, kuanggap itu janjimu bahwa kau tidak akan pernah meninggalkanku, apapun yang terjadi esok dan seterusnya hingga maut memisahkan kita. Jika kau mengingkari, jangan salahkan aku memaksa untuk membuatmu tetap berada di sampingku, meski aku harus memotong kedua kakimu, akan kulakukan agar kau tidak bisa bergeser sedikit pun dari sisiku. Deffin.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan