
"Lho, Bu kapan ibu metu? Kok Fati ndak weruh?" (Lho, Bu kapan ibu keluar? Kok Fati tidak lihat?)
Bu Dian yang sedang membawa keranjang sayuran yang telah terisi penuh dengan sayur-mayur menatap tidak mengerti menantunya.
"Hust, opo maksudmu, Fat? Ibu ket mau yo nang pasar. Iki agi ae bali," (Hust, apa maksudmu, Fat? Ibu dari tadi di pasar. Ini baru saja pulang,) ucap Bu Dian. Kentara sekali bahwa wanita paruh baya itu dibuat bingung dengan pertanyaan sang menantu.
(Lanjut buka dan baca ya sob, jangan...
TANDA TUMBAL
26
2
24
Selesai
Berawal dari pesan masuk di Facebook, ia (narasumber) menceritakan pengalaman hidupnya. Namun untuk menuliskan ceritanya tidak semudah yang dibayangkan.
Akan ada kontroversi dari segi tempat yang bisa dibilang tidak bisa disinggung oleh khalayak umum.Hanya ada satu cara untuk menyampaikan ceritanya, dengan merubah jalan cerita agar tidak terlalu sama, seting waktu dan tempat, serta penambahan bumbu untuk memperindah ceritanya.Namun Inti dari ceritanya tetap sama, dan nyata atau tidaknya cerita ini, yang terpenting akan diceritakan lewat tulisan.Untuk ceritanya sendiri, akan Rama update duluan di
@karyakarsa_id
Jadi mohon dukungannya buat teman-teman sekalian, agar Rama makin bersemangat.
1,053 kata
Dukung suporter dengan membuka akses karya
Pilih Tipe Dukunganmu
Sudah mendukung?
Login untuk mengakses

Selanjutnya
#3 TANDA TUMBAL - Part 3 (rencana)
1
0
Apik! Apik kui! (Bagus! Bagus itu!) tawa laki-laki itu masih terdengar. Membuat seseorang yang duduk di depannya tersenyum bangga.Terus aku kudu pie, Mbah? (Lalu aku harus bagaimana, Mbah?) Pertanyaan dari pelanggannya itu membuat si Mbah dukun terkekeh pelan.Laki-laki tua itu mengambil beberapa barang dan diserahkannya ke seseorang di depannya. Beberapa helai benang merah, beberapa jarum dan sebuah kain kafan ia serahkan yang langsung diterima dengan tangan terbuka.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan