
Pernikahan yang dijalani Marsha membuat wanita itu tidak puas pada keluarganya, apalagi suaminya. Itu sebabnya dalam pernikahannya ... yang selalu Marsha lakukan adalah berselingkuh di belakang suaminya -Bykov, dengan kekasihnya saat masih duduk di bangku kuliah.
Bykov tidak banyak bicara. Dia selalu menutup mata atas setiap tindakan buruk istrinya. Lambat laun, Marsha menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam lubang gelap. Kekasihnya -Chatura- ternyata merupakan anak salah satu musuh besar ayahnya....
SATU ; KEMBALI KE MASA LALU
“Lepas.”
Rintihan lemah itu kembali terdengar di tengah deru api yang kian membara. Tetes demi tetes darah mengalir hanya untuk diuapkan oleh api yang membakar sekelilingnya.
Tapi tidak peduli sebanyak apa wanita itu meminta, pria yang saat ini sedang menggendongnya terus melangkah terseok-seok namun tetap tidak mau melepaskannya. Satu demi satu langkah terhuyung, napas mereka sama-sama memburu.
Wanita cantik itu sudah kehilangan separuh wajahnya. Setiap engsel tubuhnya menjerit ngilu memintanya untuk segera menyerah menyambut kematian.
Marsha sudah lama pasrah pada takdirnya. Lagipula dia tidak punya alasan untuk hidup lebih lama setelah menyebabkan seluruh keluarganya terbunuh karena kebodohan dan kecerobohnnya.
Dia bahkan melibatkan Bykov, pria yang menjadi suaminya. Pria yang sampai beberapa hari lalu selalu dipandangnya sebelah mata dan dianggapnya tidak tahu malu karena terus saja mempertahankan pernikahan mereka disaat Marsha sudah tidak mau.
Pria yang dulu dianggap Marsha menikahinya hanya untuk melenyapkan seluruh keluarganya, ternyata menjadi satu-satunya orang yang bahkan berani menerobos api dan peluru hanya demi menyelamatkannya.
“By ….” Marsha memanggil lagi. Hatinya sakit melihat sebuah pisau yang menancap di bahu pria itu. Kemeja putihnya sudah berubah merah dikotori darah. Tangan, kaki, dan pinggangnya sudah dilubangi peluru. Bykov sendiri tidak mungkin bisa diselamatkan, tapi dia tetap bersikeras tidak mau meninggalkan Marsha yang sudah kehilangan dua kakinya.
“Maaf.” Bykov bicara serak. Tersedak isak tangisnya sendiri. Menyusuri lorong demi lorong menghindari kejaran api, “maaf.”
Marsha tidak tahu. Apa alasan Bykov sampai harus meminta maaf?
Marsha yang harus meminta pengampunannya.
8 tahun mereka menikah, Marsha berselingkuh di belakangnya.
8 tahun mereka bersama, Marsha hanya muak dan membencinya.
8 tahun ini … Marsha sama sekali tidak bisa melihat ketulusan suaminya.
Bykov sejak awal tidak banyak bicara. Sikapnya yang acuh tak acuh dan dingin membuat orang-orang segan dan banyak yang salah paham. Tapi Marsha sekarang tidak bisa menutup mata kalau apa pun yang Bykov lakukan … tidak pernah sekalipun benar-benar menyakitinya.
Bykov mencintainya.
Bahkan disaat Bykov tahu dia tidak akan pernah bisa menyelamatkan Marsha … dia tetap berjuang untuk datang, menuju gerbang kematiannya sendiri hanya karena secercah harapan bisa menyelamatkan istri yang sangat dicintainya.
“Maaf karena aku tidak bisa menyelamatkan kamu.” Bykov jatuh. Dia sudah tidak bisa berjalan lagi. Bykov berusaha bangun. Dia memeluk Marsha erat, bibirnya biru dan pecah-pecah. Darah terkuras dari tubuhnya. Bykov sadar ini sudah menjadi batas kemampuannya.
Napas Bykov semakin melemah. Dia menangis serak, “Maaf karena aku tidak berguna.”
Maaf … karena Bykov tidak pernah bisa berkata jujur kalau selama ini terlalu mencintainya.
Marsha berbaring lemah dalam pelukan pria itu. Kondisinya sendiri tidak lebih baik dengan kedua kakinya yang sudah dipotong kejam. Dia melihat wajah Bykov saksama, perlahan … pria itu menutup mata, lalu tidak bernapas lagi.
Sudah mati.
Marsha hanya tertegun saat tangan Bykov jatuh lunglai tidak bisa lagi memeluknya. Tubuh hangatnya berangsur dingin.
Pria ini … memiliki kesempatan hidup dan berumur panjang, tapi pada akhirnya lebih memilih menantang mau karena istrinya yang tidak berbakti.
Marsha sendiri merasa tidak lama lagi hidupnya akan berakhir. Dia berbisik sedih, “Maaf.”
Sesekali kita menyadari kalau cinta sering datang terlambat.
Pria yang dicintai Marsha justru mengkhianatinya tanpa ampun.
Pria yang Marsha kira membencinya justru menjadi pria yang berusaha menyelamatkan hidupnya.
Mata Marsha selama ini terlalu buta sampai dia tidak bisa menyadarinya, kan?
Marsha terkekeh geli.
Dia menghela napas berat, sebelum akhirnya memeluk Bykov sedikit erat.
“Tuhan, jika hamba diberikan kesempatan kedua, hamba tidak akan pernah menyia-nyiakan pria ini lagi. Hamba tidak akan salah lagi.”
Marsha akan mencintainya, menjaganya, mempercayainya, dan bersumpah tidak akan pernah mengkhianatinya.
Pengkhianatan, eh?
Marsha kembali teringat pada Chatura. Kekasihnya sejak 8 tahun silam, yang ternyata tidak lebih dari ‘sel kanker’ paling mengerikan dalam hidupnya. Wajahnya begitu ramah dan hangat, menyembunyikan setiap kengerian dan kejahatan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Marsha ingin membunuhnya.
Sangat ingin membunuhnya.
Dia berharap setelah mati bisa menjadi iblis ganas agar bisa membalas dendam.
Mencabik Chatura, membunuhnya dengan keji dan kejam, membuat pria itu menyesal karena pernah dilahirkan ke dunia.
“Aku ingin balas dendam.” Marsha berkata serak, sebelum akhirnya kelopak matanya terasa semakin memberat. Api di kejauhan kian mendekat, hendak menjebak sepasang insan yang saat ini saling memeluk dan tidak bisa bergerak. “aku bersumpah untuk membalas dendam.”
Marsha mulai tidak bisa bernapas, seolah paru-parunya kian diperas. Namun dia tetap berusaha melotot marah, seolah mengutuk Chatura dengan nasib buruk tanpa akhir.
Aku … akan membunuhnya.
***
Perlahan kelopak matanya terbuka. Suara berat seorang pria sedang menjelaskan materi kuliah membuat wanita itu tertegun sebelum akhirnya bangkit duduk dan menatap lurus.
Marsha melihat sekelilingnya dengan bingung.
Situasi ini … tentu saja sangat familier untuknya.
Pria tua dengan tinggi 160 cm dan bertubuh tambun sedang menjelaskan materi kuliahnya di depan. Mahasiswa dengan pakaian warna-warni kini duduk sambil memperhatikan, mencatat, tapi ada beberapa yang mengabaikan materi kuliah seperti Marsha yang sesaat lalu masih ketiduran.
Apa ini?
Marsha mengernyit dalam. Kepalanya sangat sakit.
Bukankah seharusnya Marsha sudah mati? Ini mata kuliah semester 5, Marsha harusnya bahkan sudah lulus nyaris 4 tahun lalu. Tapi … kenapa dia kembali ke masa lalu?
Marsha merasa gugup. Dia penyuka novel, tentu saja dia tidak asing dengan istilah reinkarnasi, kembali ke masa lalu, bahkan transmigrasi. Tapi … untuk mengalami semuanya sendiri, bukankah dia terlalu beruntung dan bernasib bagus?
Ini seperti mimpi.
Jantung Marsha berdegup kencang, tubuhnya menggigil excited. Dia merasa tidak bisa percaya tapi jauh di dalam hati ingin mempercayainya.
Bykov.
Tiba-tiba Marsha teringat pada suaminya yang terbunuh demi menyelamatkan hidupnya.
Marsha melihat ponsel, tanggal dan tahunnya. Mata Marsha melebar melihat tahun yang tertera di ponsel itu memang persis seperti yang dia duga.
Telapak tangannya mulai berkeringat. Dia semakin bersemangat.
Itu artinya, sekarang Bykov masih hidup.
Bykov tidak mati.
Tuhan mendengarkan doanya dan mengirim Marsha kembali ke masa lalu untuk lebih memperbaiki diri.
“Sayang, kamu nggak pa-pa?”
Lamunan Marsha buyar saat mendengar suara yang familier di telinga. Dia menoleh, menatap pria jangkung dan tampan yang duduk di sampingnya, memasang ekspresi hangat yang diliputi kekhawatiran.
Chatura.
Tubuh Marsha menggigil lagi. Kali ini dia diliputi aura dingin yang menakutkan. Tidak bisa disebutkan seberapa besar kebencian dan kemarahan Marsha pada bajingan di sisinya.
Pura-pura khawatir, heh?
Betapa butanya Marsha di masa lalu karena tidak bisa melihat sedikit pun celah dalam akting si berengsek itu.
Marsha meremas tangannya kuat sampai kuku-kukunya menembus telapak tangannya dan berdarah. Namun ekspresi di wajahnya tidak berubah.
Tidak sekarang.
Marsha diam-diam tersenyum samar.
Bukan saatnya.
Marsha … tidak akan melepaskan Chatura dengan mudah.
Dibanding Chatura, Marsha lebih tidak sabar untuk bertemu dengan suami masa depannya.
Dia ingin segera bertemu dengan Bykov Czar Alexandrio, suaminya.
***
DUA ; KAKAK TIRI TERBAIK DALAM HIDUPNYA
“Sayang, kamu ok?” Chatura bertanya lagi. Marsha hanya menyipitkan mata tapi tidak menjawab –tidak peduli. Dia diam berusaha untuk meredam suasana hatinya yang kacau balau. Berusaha keras menahan diri untuk tidak langsung memukuli Chatura sampai mati.
Pria di sisinya ini … adalah seseorang yang di kehidupan lalu Marsha berikan segalanya.
Segalanya, heh?
Marsha ingin menertawakan dirinya sendiri.
Ya, memang segalanya, termasuk hidupnya … dan hidup seluruh anggota keluarganya.
Mengingat orang tua dan kakak-kakaknya yang terbunuh karena Marsha, wanita itu meringis getir. Dia bisa melihat kembali saat Brian –kakak tirinya- disiksa dengan kejam di depan matanya tanpa berniat untuk melawan.
Brian bisa saja selamat asal dia bersedia meninggalkan Marsha. Tapi Marsha adalah satu-satunya keluarganya yang tersisa dan Brian tentu saja tidak mau merelakannya. Adiknya hanya dibodohi … dia tidak pernah bermaksud untuk melemparkan seluruh keluarganya ke dalam neraka.
Marsha ditipu, dan tidak ada seorang pun yang berpikir untuk menyelamatkannya.
Brian mati di depan Marsha, tubuhnya dipenuhi luka dan bengkak. Namun dia tetap tersenyum menenangkan, seolah mengisyaratkan agar Marsha tidak menyalahkan diri setelah kematiannya.
Begitu dosen menutup mata kuliah, Marsha langsung berdiri. Merasa tangan semakin gatal untuk menghajar Chatura, Marsha memutuskan untuk segera pergi. Dia tidak mau membuang waktu yang berharga untuk bajingan ini.
Masih terlalu cepat.
Chatura menjebak untuk memanfaatkannya, heh?
Biarkan si berengsek itu tenggelam dalam fatamorgana rencananya sendiri. Marsha akan membuat Chatura menyesal 1000 kali.
“Sha!” Chatura memanggil, tapi Marsha hanya melambaikan tangannya cuek lalu bergegas pergi meninggalkan kelas. Dia ingin segera bertemu keluarganya, memastikan kalau mereka masih benar-benar hidup.
Seperti dugaan Marsha, begitu dia sampai di tempat parkir, dia melihat Brian baru saja keluar dari mobil dan hendak pergi untuk menjemputnya. Sama persis dengan kejadian di kehidupan lalunya. Dulu, Marsha ingin pulang karena meninggalkan tugas penelitiannya di rumah. Kali ini Marsha pulang dengan alasan berbeda.
Melihat Brian yang berdiri tegap. Tubuh tinggi tegapnya terlihat mempesona. Kemeja hitam yang dipakainya membuat Brian terlihat semakin tampan dan dewasa. Visual wajahnya sedikit mirip dengan sang Papa. Berbeda dengan kakak keduanya –Andre- yang memiliki mata serupa sang Mama, Brian jauh lebih maskulin dan sikapnya juga dewasa.
Pria ini … di masa lalu, saat Marsha dan Brian diculik oleh saingan sang Papa, berusaha keras menenangkan Marsha, berkata kalau Papa pasti akan datang menyelamatkan mereka. Brian menyerahkan cokelat terakhirnya untuk Marsha, padahal dia sendiri kelaparan karena tidak makan siang dan makan malam.
Saat itu, sang Mama belum benar-benar bisa menerima Brian dalam kehidupan keluarga mereka. Tapi Brian yang baru berusia 8 tahun tetap bersikap rendah hati dan sangat baik. Sampai akhirnya … Mama bisa melihat kebaikan dan ketulusannya, Anggun mulai menerima Brian bahkan memperlakukannya lebih baik dibanding saat memperlakukan Andre yang banyak ulah dan tingkah.
Brian adalah figur kakak dewasa yang diimpikan semua adik kecil.
Pria ini … sebelum mati, setiap tulangnya dipatahkan, wajah tampannya bengkak dan berdarah-darah. Tapi dia tidak marah pada Marsha. Dia bekerjasama dengan Bykov untuk menyelamatkan Marsha, dan terbunuh agar Chatura tidak memotong bagian anggota tubuh Marsha yang lain.
Melihat Brian yang sekarang baik-baik saja, air mata Marsha jatuh meleleh. Dia menangis terisak, sebelum akhirnya berlari dan melemparkan diri ke pelukan kakaknya.
“Kakak.”
Brian terkejut mendapat serangan pelukan mendadak dari ‘adik kecil’nya. Dia sebenarnya sudah mempersiapkan diri untuk mendapat respons terburuk. Dia mengira Marsha akan mengamuk setelah mengetahui tentang perjodohannya. Dia tidak menyangka akan diberikan sambutan hangat.
“Marsha, ada apa?” tanya Brian saat menyadari ada sesuatu yang tidak beres dengan adiknya. Tubuh Marsha bergetar, pundak Brian yang dijadikan tempat persembunyian wajah Marsha mulai basah. Brian sangat cemas saat tahu adik perempuannya menangis. “ada apa? Bilang sama Kakak.”
Tapi Marsha bergeming. Dia masih tidak percaya akan bertemu kembali dengan kakak sulungnya.
Brian kian khawatir. Marsha adalah perhiasan paling berharga di keluarga mereka. Satu-satunya anak perempuan di tengah 3 saudara laki-laki yang ganas. Walau Marlon lahir sebagai kembarannya, Marlon tidak pernah bertingkah manis dan lucu, bahkan tidak ada lucu-lucunya.
Semua orang memperlakukan Marsha seperti wanita itu adalah biji mata mereka. Tidak ada yang berani menyakiti Marsha, kalau tidak mau berurusan dengan betapa posesifnya para Adrian.
“Ada apa? Bilang sama Kakak. Siapa yang sudah jahatin kamu? Kakak nggak akan tahu kalau kamu diam, kan?” Brian berbisik setengah membujuk. Dia cemas karena Marsha jarang menangis, sekarang sekalinya menangis terdengar sangat menyakitkan dan menderita. Membuat hati Brian ikut sakit saat mendengarnya.
“Kangen.” Marsha balas berbisik serak. Walau jawaban Marsha membuat Brian bahagia karena dirindukan oleh adiknya, Brian tentu saja tidak percaya. Tapi karena Marsha tidak mau bicara, dia tidak akan memaksa. Dia akan menunggu sampai Marsha sendiri siap mengatakan setiap keluhan di hatinya.
Dalam hati Brian bersumpah akan menghajar siapa pun yang berani menyakiti adiknya.
“Ayo kita pulang. Sebenernya … ada seseorang yang ingin kami kenalkan dengan kamu.” Brian sebenarnya merasa tidak nyaman karena sudah melakukan hal ini pada adiknya. Marsha sudah dewasa, dia berhak untuk memilih pasangan hidupnya sendiri.
Tapi bukan hanya dijodohkan, keluarganya menutup mata tentang Marsha yang sebenarnya sudah memiliki seorang kekasih.
Baik Brian, Andre, atau Marlon tidak ada yang mau menjadi ‘perantara’ hari ini. Karena siapa pun yang menjemput Marsha sekarang, memiliki potensi untuk dibenci Marsha karena bersikap ‘kejam dan tidak toleran’. Tiga orang itu melakukan suit bersama, dan Brian sebagai yang tertua yang dikalahkan.
Brian pergi menjemput Marsha dengan wajah murung, diam-diam dia merasa cemas dan gugup. Semoga Marsha tidak marah padanya terlalu lama.
Mendengar kalimat Brian, Marsha tertegun.
Siapa yang akan dikenalkan padanya … apakah Marsha tidak tahu?
Tentu saja dia sangat-sangat tahu.
Di masa lalu, Marsha menunjukkan wajah jelek dan murka. Brian harus memaksa agar Marsha ikut pulang bersamanya. Tapi di masa ini, saat tahu akan dikenalkan pada Bykov, Marsha sangat bersemangat walau tidak terlalu tampak di ekspresi wajahnya.
Dia hanya diam dan mengangguk, lalu masuk ke dalam mobil sambil berkata dengan lembut, “Ayo pulang.”
Brian tertegun. Dia tidak tahu apa yang terjadi? Tapi dia dengan semangat menyusul Marsha masuk ke dalam mobilnya, lalu mereka pergi.
***
TIGA ; PERTEMUAN KEMBALI DENGAN SUAMI DI KEHIDUPAN LALU
Sepanjang jalan, Marsha tetap tenang. Namun sebenarnya dia cukup gelisah sebelum bertemu kembali dengan Bykov.
Di masa lalu, Marsha salah paham pada pria itu. Terutama setelah dia tahu tentang insiden atau konflik di antara orang tua mereka.
Maurin, ibunya Bykov adalah mantan kekasih sang Papa.
Sementara Edward, ayahnya Bykov adalah sepupu jauh sang Mama dan pernah berusaha membunuhnya. Gara-gara Edward juga Mama dan Papanya Marsha pernah berpisah. Insiden itu menyebabkan kebencian yang dirasakan Marsha untuk Bykov tumbuh semakin besar dan kuat. Apa pun yang dilakukan Bykov … Marsha pasti berpikir itu hanya akal-akalan Bykov saja untuk membuat Marsha lengah sebelum akhirnya membunuhnya.
Sekarang … setelah Marsha memikirkannya kembali, kisah antara orang tuanya di masa lalu memang rumit. Tapi itu terjadi bahkan sekitar 25 tahun lalu, kan?
Baik Andrew atau Edward sudah sama-sama tua. Mereka bahagia dengan pasangan hidup masing-masing. Cerita itu kini menjadi lelucon mengundang tawa. Hubungan Andrew dan Maurin mungkin yang paling canggung, terutama setelah Marsha tahu kalau Maurin pernah mengandung anak sang Papa walau akhirnya keguguran.
Lalu, memangnya kenapa?
Maurin dan Andrew saja sudah biasa-biasa saja, mereka sudah saling melepaskan dan jatuh cinta pada pasangan hidup masing-masing. Walau lambat laun akhirnya Marsha tahu Maurin sempat canggung saat tahu Bykov ingin menikahi putrinya Andrew, Maurin tidak benar-benar melarangnya.
Bagi Maurin, pada siapa pun putranya jatuh cinta adalah pilihannya. Orang tua tidak berhak melarang apalagi mengatur kebahagiaan anak-anak mereka.
Tapi dulu Marsha sudah terlanjur dibutakan kebencian. Tidak peduli alasan apa pun yang Bykov berikan, dia sudah mengukir kebenciannya pada Bykov di setiap sumsum tulangnya. Semakin mengakar dan meluas, membuat Marsha buta tentang siapa yang tulus dan tidak tulus padanya.
Marsha menghela napas berat.
Merasa geli dengan betapa dungunya dia di masa lalu.
“Ada apa?” tanya Brian yang duduk di samping adiknya. “kamu murung?”
Marsha yang duduk di samping Brian bersandar ke bahu pria itu. Menyamankan posisinya. Brian tersenyum kecil, dia mengusap rambut adik kesayangannya dengan lembut dan perhatian.
“Kamu nggak bahagia hari ini?”
“Aku baik.” Marsha menyangkal, “siapa bilang aku nggak bahagia?”
“Kakak hanya merasa … hari ini sikap kamu sedikit aneh dan rumit.” Brian berkata jujur, “kalau ada sesuatu yang mengganggu kamu, jangan ragu buat bilang. Ok?”
Mendengar perkataan kakaknya, Marsha mengulum senyum. Dia mengangguk dan memeluk Brian lebih erat. Membaui aroma kakaknya yang wangi, pelukannya sangat hangat dan membuatnya nyaman.
Pria ini … sekarang dalam kondisi sempurna. Tidak ada satu pun goresan luka di tubuhnya.
Marsha tersenyum bahagia.
Sesampainya di kediaman Adrian, Marsha dan Brian turun. Keduanya saling bergandengan tangan memasuki rumah dengan cat serba putih itu. Marsha sedikit gugup. Dia menyampingkan rambutnya ke sisi telinga. Dia melirik Brian dengan canggung.
Saat mereka masuk, keduanya berjalan menuju ruang tamu. Di sana sudah ada beberapa orang yang berkumpul.
Langkah Marsha terhenti.
Sekujur tubuhnya langsung tremor. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi tenggorokannya seolah tersumbat sesuatu. Matanya panas, dia merasakan astringen di hidungnya.
Itu … keluarganya.
Seluruh keluarganya benar-benar masih hidup.
“Ma ….” Marsha memanggil seperti bisikan.
Sebelum Brian datang dan satu demi satu keluarganya sudah dibunuh, Chatura menunjukkan video pembantaian keluarganya. Membuat Marsha menjerit histeris, memohon diampuni, tapi tidak ada seorang pun yang mendengarkan.
Tawa demi tawa orang-orang itu masih terdengar menggema di telinga Marsha. Membuat Marsha menggila, jatuh pingsan, tapi dibangunkan kembali dengan paksa.
Mamanya diperkosa oleh beberapa orang sebelum akhirnya dibunuh.
Ayahnya ditembak di kaki dan tangannya sebelum akhirnya dipenggal.
Andre dipaksa bertarung melawan beberapa hewan buas sebelum akhirnya mati dicabik-cabik menjadi makanan mereka.
Marlon tidak lebih baik. Karena dia kembaran Marsha, satu demi satu anggota tubuhnya dipotong. Membuat jeritan kesakitannya terus melolong.
Semua karena kebodohan Marsha. Karena kedunguannya yang tanpa sengaja menjebak keluarganya dan membuat mereka tidak berdaya.
Penyesalan terbesar dalam hidup Marsha adalah kematian mereka.
Tapi sekarang semuanya masih hidup.
Keluarganya benar-benar masih hidup.
Marsha menangis terisak. Kedua kakinya lemas, tungkainya mendadak mati rasa, Marsha nyaris jatuh kalau saja Brian tidak dengan cepat memeluk dan mengangkatnya.
“Marsha, ada apa?” Brian sangat cemas dan panik. Mendengar seruan Brian, keluarganya yang lain langsung menoleh. Melihat Marsha yang menangis kesakitan, mereka semua berhamburan datang dan mencemaskannya.
Satu demi satu orang itu memeluk Marsha dan membujuknya. Bertanya apa yang terjadi? Apa yang salah? Di mana bagian yang sakit? Berharap Marsha bisa terbuka karena tidak pernah mereka melihat Marsha yang sesakit ini.
Tapi Marsha menutup mulutnya. Dia tidak mau mengatakan semua kejadian buruk yang pernah dia alami di kehidupan sebelumnya. Dia terlalu takut kalau pengulangan ini merupakan sebuah mimpi dan dia tidak pernah memiliki jalan untuk kembali.
“Ada apa, Sayang? Bilang sama Papa.” Andrew, pria yang berusia 47 tahun namun masih cukup bugar di usia senjanya itu memeluk putri semata wayangnya dan mengangkatnya. Menggendong Marsha seolah bobot wanita setinggi 170 cm itu sama sekali tidak menyulitkannya. “ada apa?”
Marsha terus menggeleng sambil terisak pedih. Dia memeluk sang Papa lebih erat, seolah hanya pelukan itu satu-satunya tali yang bisa digapai Marsha untuk menariknya dari setiap mimpi buruk.
Andrew sangat cemas. Dia melihat Anggun, tapi Anggun juga menggeleng tidak tahu. Dia hanya menepuki punggung Marsha pelan sambil berbisik semuanya akan baik-baik saja.
Membawa Marsha yang dia dudukkan di lengannya menuju sofa. Andrew duduk sambil terus memeluk putrinya. Anggun duduk mengapitnya, menatap tamu mereka sambil tersenyum memohon dimaklumi. Mereka juga tidak pernah melihat Marsha yang seperti ini.
Setelah setengah jam, Marsha yang bersembunyi dalam pelukan sang Papa kini reda. Dia sudah bisa mengontrol tangisannya. Wajah sembapnya diusap dengan lembut, Andrew mencium kening putrinya. Mengatakan semua akan baik-baik saja.
“Marsha, ada orang-orang yang ingin Papa kenalkan sama kamu.”
Sekarang setelah Andrew menyebutnya, Marsha baru ingat apa tujuan Brian menjemput Marsha langsung ke kampusnya hari ini.
Karena terlalu bersukacita melihat semua keluarganya hidup kembali, Marsha sampai melupakan tamu-tamu di depannya itu.
Marsha perlahan menoleh. Pandangannya langsung bertemu dengan iris sedalam jurang gelap yang sejak tadi menatapnya nyaris tanpa berkedip.
Membuat atmosfer hangat yang meliputinya dalam sekejap jatuh.
‘Bajingan’ itu … bagaimana mungkin di kehidupan lalu Marsha tidak salah paham dengan cara dia menatapnya, kan?
Tapi, kali ini Marsha tidak lagi membencinya. Setelah melewati kematian bersama, Marsha jauh lebih menghargai dan memedulikannya.
Andrew mengusap kepala putrinya dan berkata dengan lembut, “Namanya Bykov. Dia anak laki-laki sahabat Papa. Usianya 1 tahun lebih tua dari kamu. Kami memutuskan … untuk mempererat ikatan persahabatan kami dengan cara menikahkan kamu dengannya.”
***
4. SUAMI MASA LALU, SUAMI MASA DEPANKU
Melihat Bykov, ekspresi di wajah Marsha berubah rumit.
Sebelum kematiannya, Marsha bersumpah pada dirinya sendiri jika dia diberikan kesempatan kedua untuk mengulang waktu, dia akan merawat pria itu, memperlakukannya dengan baik, mempercayai Bykov sepenuhnya dan tidak akan pernah mengkhianatinya.
Hanya saja … perasaan tulus Marsha pada Bykov masih sebatas itu, dia masih belum bisa benar-benar jatuh cinta padanya. Walau bagaimana pun kebencian hampir 1 dekade, kesalahpahaman itu sudah menyebabkan berbagai bencana untuk masing-masing dari mereka.
Bykov mencintai Marsha, Marsha tahu itu. Marsha akan memperlakukannya dengan baik, dia sudah bersumpah tentang hal itu. Hanya saja … Marsha tidak tahu, apa dia bisa mencintai Bykov sebanyak Bykov mencintainya di masa lalu?
Melihat kediaman Marsha, orang lain juga ikut terjebak dalam atmosfer canggung.
Andrew sempat mengira kalau Marsha akan menolak dan langsung meledak. Dia diam-diam tahu kalau si bungsu sebenarnya selama ini memiliki kekasihnya sendiri.
Andrew tidak pernah menilai seseorang karena kekayaan dan status mereka. Tapi identitas kekasih Marsha sekarang terlalu sempurna seolah sudah di-setting layaknya di drama-drama.
Andrew merasa ada yang tidak beres dengan pria itu, tapi dia belum menemukan bukti kesalahannya. Karena tanpa cacat, pemuda pekerja keras yang melakukan semua kebaikan sampai menarik perhatian Marsha, Andrew justru menilai pria itu mencurigakan.
Memiliki maksud dan ambisi tersendiri dan ingin memanfaatkan Marsha.
Marsha hanya menatap Bykov dengan sorot yang sulit dijelaskan.
Bykov juga tidak mengatakan apa pun, sejak tadi ekspresi di wajahnya tidak berubah. Membuat suasana di sekitar mereka semakin beku dan membuat siapa pun menggigil karena gugup.
“Kalau Papa merasa kayak gitu, yaudah.” Setelah keheningan beberapa menit dan Marsha tahu keluarganya sedang menunggu reaksinya, akhirnya wanita itu membuka mulut, melepehkan kalimat tenang yang tidak terduga.
Jangankan Andrew dan yang lainnya, Bykov yang terbiasa memakai topeng kaku saja sesaat melebarkan pupilnya. Tidak ada yang menyangka Marsha akan setuju begitu saja. Mereka sudah bersiap dengan segala kalimat caci maki, rontaan dan ancaman. Tapi jawaban Marsha … hanya ‘yasudah’.
Andre yang sejak tadi terdiam mendadak cemas, khawatir adiknya terserang demam musim panas.
Marsha mengepalkan tangannya sesaat, lalu melihat sang Papa lagi, “Aku mau ganti baju sebentar.”
“Ah, ok.” Andrew langsung mengangguk setuju. Dia menatap si bungsu dengan sorot teduh. “kita akan makan siang bersama. Jadi jangan terlalu lama. Ok?”
“Hn.” Marsha mengangguk lagi. Dia menatap Bykov sesaat sampai iris mereka saling menumbuk sebelum akhirnya melengang pergi menuju lantai 3 kediamannya –kamarnya.
Andrew memasang wajah terdistorsi. Reaksi putrinya terlalu tenang sampai dia curiga jangan-jangan Marsha sekarang sedang dirasuki?
Walau Marsha bukan anak yang benar-benar tidak patuh, tapi dia yang paling dimanja sehingga sering berbuat ulah. Membuat keluarganya beberapa kali kerepotan karena harus menyelesaikan masalah yang dibuatnya.
Dibesarkan di antara 3 saudara laki-laki, Marsha sedikit tomboy dan memiliki banyak hobi yang tidak feminine. Waktu kecil, Marsha senang memanjat pohon seperti anak monyet. Untunglah orientasi seksualnya masih lurus, kalau tidak … Andrew akan benar-benar sakit kepala dibuatnya.
“Anggun, kamu coba ikuti Marsha. Hari ini dia aneh.” Andrew mengisyaratkan pada istrinya.
Anggun mengangguk dan berdiri, menatap Maurin dan Edward sebentar, mengukir senyum lalu pamit untuk pergi menyusul putrinya.
“Jadi, Bykov sudah menyelesaikan program graduate?” Andrew menatap calon menantunya. Visualnya sangat mirip dengan Edward, tapi temperamennya bahkan jauh lebih tenang dan pendiam dari Maurin. Kalau saja bukan karena 90% kemiripan Bykov dengan sahabatnya saat masih muda, Andrew akan ragu kalau Bykov adalah anak kandungnya Edward.
Tidak bermaksud melecehkan Maurin. Tapi kelakuan Edward di masa lalu terlalu gila dan bebas. Sementara Bykov sangat fokus pada pendidikan dan pekerjaannya. Dia juga berbakti pada orang tuanya. Bykov sedikit kaku, tapi Andrew tahu pria itu merupakan sosok yang baik.
Setidaknya 1500% lebih baik dibanding bajingan Edward.
“Ya, saya tidak lama lagi akan menempuh program postgraduate.” satu sudut bibirnya sedikit melengkung walau samar. Hampir tidak terlihat. Dipaksakan.
“Kamu benar-benar anak yang hebat. Marsha hanya lebih muda satu tahun, tapi dia bahkan belum menyelesaikan program s1-nya. Dia juga kuliah terkesan asal-asalan, membuat saya cemas karena dia lebih santai dibanding saudaranya yang lain.”
Walau Marsha dan Marlon kembar, saat ini Marlon sedang menempuh program graduate-nya di USA. Kebetulan dia sedang liburan dan pulang untuk melihat calon adik iparnya.
Brian dan Andre juga menyelesaikan program postgraduate mereka di usia 23 tahun. Temperamen mereka luar biasa. Brian lebih ramah dan tenang, sementara Andre jauh lebih riang, sembrono, namun dia cukup berhati-hati jika sudah berhadapan dengan seseorang.
Temperamen Marlon juga cukup baik. Karena lama tinggal bersama neneknya selama kuliah, Marlon sudah memiliki bisnisnya sendiri saat usianya masih 16 di bidang real estate. Dibesarkan di keluarga kaya tidak membuat Marlon arogan, namun jelas temperamennya yang agung akan membuat orang-orang berpikir dua kali sebelum membuat masalah dengannya.
Andrew selalu mencemaskan nasib dan masa depan si bungsu.
Walau ketiga saudaranya tidak akan keberatan merawat dan memanjakan Marsha, tetap saja Andrew akan lebih tenang kalau Marsha bisa memiliki pasangan hidup yang bisa menjaganya di masa depan.
“Dia perempuan, tidak perlu terlalu ambisius.” Edward berkomentar tenang. Dia tersenyum mengejek, “walau dia tidak bisa dibandingkan dengan Shirly kami.”
Edward mulai lagi.
Maurin menyenggol perut Edward dengan sikutnya, memperingatkan Edward untuk tidak mengacau –seperti biasa.
“Marsha kami juga tidak buruk.” Andrew tahu betapa kacaunya kelakuan putrinya, tapi tentu saja dia tidak akan membiarkan Edward mengejek Marsha.
Sebelum Edward menjawab, Bykov yang lebih dulu mengangguk dan mengatakan, “Marsha yang terbaik.”
Hening.
Semua orang tidak menduga kalau Bykov akan berkomentar juga, dia bahkan memuji Marsha dan mengatakannya sebagai yang terbaik –lebih baik daripada kakak perempuannya.
Edward menatap si bungsu dengan sorot dingin. Maurin hanya tersenyum kecil, sementara Andrew sangat bangga. Memberi Edward tatapan mengejek.
Lihat? Bahkan Bykov –putranya Edward saja tahu kalau Marsha memang yang terbaik.
“Jadi gimana Shirly sekarang Om?” Andre yang bertanya. Dia tersenyum kecil, “bagaimana kabarnya sekarang?”
“Shirly masih sibuk dengan penelitiannya. Lab kami sedang membuat virus genosida baru untuk memusnahkan lebih banyak manusia. Shirly berpartisipasi dengan penelitian itu.”
Bryan berdehem.
Apa tidak apa-apa mereka mendengar rencana gila Edward yang sejak dulu ingin memusnahkan sebagian besar makhluk hidup?
***
5. JANJI MARSHA PADA KELUARGANYA
“Shirly masih sibuk dengan penelitiannya. Lab kami sedang membuat virus genosida baru untuk memusnahkan lebih banyak manusia. Shirly berpartisipasi dengan penelitian itu.”
Bryan berdehem.
Apa tidak apa-apa mereka mendengar rencana gila Edward yang sejak dulu ingin memusnahkan sebagian besar makhluk hidup?
Maurin kembali menyikut perut Edward, memelototinya agar tidak mengatakan sesuatu yang sembarangan. Dia melihat Bryan lalu beralih pada Andrew.
“Jangan dengarkan dia. Saat ini ada virus baru yang menyerang beberapa wilayah di Afrika. Kondisi itu sudah dinyatakan pemerintah sebagai epidemi. Saat ini Shirly berpartisipasi di lab untuk membuat vaksinnya. Satu wilayah itu sudah dikarantina, penyebaran virusnya lewat udara. Gejalanya persis seperti covid-19 di masa lalu, hanya saja dampaknya lebih buruk, dalam 1 minggu, kebanyakan pasien akan kejang-kejang, muntah darah, lalu meninggal.”
“Penyebaran virus lewat udara? Apa tidak masalah Shirly berada di sana?”
“Tidak seperti kami bisa melarang dan menahannya. Shirly sangat aktif dalam kegiatan kemanusiaan.” Maurin tersenyum bangga.
“Baguslah. Tidak ada satu pun di antara anak kalian yang mewarisi kegilaan ayah mereka yang selalu berambisi melakukan genosida.” Andrew tersenyum tulus.
Edward hanya mendengkus, “Sepertinya putrimu tidak menolak pertunangan yang kami ajukan.”
Edward melihat putra bungsunya lagi. Dia tahu kalau Bykov jatuh cinta pada Marsha sejak 3 tahun lalu. Begitu keras kepala dan sulit untuk dialihkan. Walau bagaimana pun orang tuanya terlibat hubungan canggung dengan keluarga Adrian.
Tapi … Bykov sekarang justru ingin disatukan dengan Marsha dalam ikatan pernikahan.
Kalau saja bukan karena melihat keseriusan yang ditunjukkan putranya, bekerja keras sampai dia sendiri jatuh sakit, Edward masih akan menentangnya.
Edward masih tidak senang kalau Maurin bertemu Andrew apalagi sekarang akan menjadi besannya.
Seperti … cinta yang tidak terhubung di masa lalu akan dilanjutkan oleh anak-anak mereka saja.
Dibanding Edward, jelas Maurin berpikiran terbuka.
Masa lalu adalah masa lalu, kenapa harus diperdebatkan? Kalau Bykov mencintai Marsha … lebih baik mereka mengabulkannya.
Edward sempat bersikeras. Tapi Maurin mengingatkannya, seberapa keras kepalanya para Alexandrio saat jatuh cinta.
Seberapa kuatnya cinta Edward pada putri-putrinya sampai tidak berpikir dua kali sebelum membantai sebagian banyak anggota klannya sendiri.
Seberapa egois dan manipulatifnya Edward saat jatuh cinta pada Maurin dan ingin memilikinya.
Edward berhak mendapatkan kebahagiaannya sendiri, hidup dengan orang yang dia cintai … jadi, kenapa Bykov tidak diberikan kesempatan dan pilihan yang sama?
Setelah di checkmate oleh Maurin, akhirnya Edward hanya bisa memasang wajah dingin sebelum mendesah setuju.
Bagi Edward, tidak ada yang lebih penting dibanding kebahagiaan hidup anak-anaknya.
“Sepertinya … iya.” Andrew berkata tidak yakin. Dia benar-benar mengira Marsha akan langsung menolaknya, ini membuat Andrew sedikit bingung dan curiga. Ada apa dengan putrinya yang biasa keras kepala itu? Kenapa dia mendadak menjadi sangat patuh?
Mendengar jawaban Andrew, sedikit senyum kembali muncul di bibir Bykov. Marsha tidak menentang perjodohan mereka? Marsha bersedia menerima pernikahan mereka?
Itu artinya … Bykov memiliki kesempatan untuk mendapatkan hatinya.
Melihat wajah putranya yang menurut orang lain masih dingin dan kaku, Maurin sebagai ibunya tentu saja bisa merasakan suasana hati putranya, kan? Dia ikut tersenyum, menggenggam tangan Bykov yang duduk di sampingnya, menyalurkan dukungan lewat gerakan nonverbal.
***
Marsha masuk ke kamarnya, dia melihat sekeliling sebelum akhirnya merasakan panas yang menyengat matanya. Dia masih merasa mimpi.
Dia kembali ke masa lalu, diberikan izin dan kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya yang membuat keluarganya ditimpa kemalangan dan kesialan.
Marsha tidak masalah saat dia dihukum. Saat itu, saat dia dikurung Chatura dan mengetahui keluarganya terbunuh satu demi satu, setiap Chatura menyiksanya … Marsha menjerit kesakitan, tapi dia tidak pernah memohon Chatura untuk mengampuninya.
Itu karena Marsha tahu nyawanya saja tidak cukup untuk menebus kesalahannya.
Marsha adalah aib yang menjatuhkan Adrian sampai ke dasar jurang, menyebabkan kematian mereka yang mencintai Marsha tanpa syarat.
Marsha … pantas mendapatkannya.
Tapi, karena sekarang dia sudah kembali ke masa lalu, tentu saja dia tidak boleh menyia-nyiakan kebaikan dan kesempatan yang diberikan Tuhan. Kali ini, Marsha tidak akan gagal. Dia tidak akan menyerah dan pasti membalas Chatura karena apa yang sudah bajingan itu lakukan.
Marsha melihat foto anggota keluarganya, bingkai besar di dinding itu. Dia menyentuh setiap orang di foto itu satu per satu. Tersenyum lebar saat merasakan betapa halusnya foto di tangannya itu.
Mama … Papa, semua kakaknya masih hidup.
Dulu, mereka terbunuh karena kecerobohannya, karena berusaha ingin menyelamatkannya.
Sekarang … giliran Marsha yang akan melindungi mereka semua.
Bykov.
Dulu Marsha sudah salah paham dan mengabaikannya, membenci Bykov bahkan tidak berhenti melukainya. Kali ini Marsha bersumpah akan menjadi lebih baik. Walau Marsha belum bisa balas mencintai Bykov seperti cara Bykov mencintainya, tapi Marsha akan setia dan memastikan tidak akan pernah lagi meragukan apalagi mengkhianatinya.
“Sayang, kamu baik-baik saja?”
Pertanyaan dengan nada lembut itu membuat Marsha yang sedang melamun menoleh. Anggun memasuki kamar putrinya saat pintunya tidak terkunci. Marsha berbalik dan tersenyum. Dia mengangguk cepat.
“Aku baik, Ma.”
Anggun tersenyum. Mendekati Marsha dan mengusapi lengan putrinya, menyalurkan kehangatan dan cinta. Marsha jauh lebih tinggi dari Anggun, dia adalah permata putih di hatinya, apa pun yang Marsha lakukan … baik atau buruk, Anggun selalu bisa menilainya dari sudut pandangnya sebagai ibu yang selalu membela darah dagingnya.
Melihat Marsha yang lebih tenang dan dewasa dibanding saat tadi pagi meninggalkan rumah, Anggun bertanya-tanya apa yang sudah terjadi. Tapi dia tahu, seberusaha apa pun Anggun mendesaknya, Marsha tetap tidak akan membuka mulut bukan?
“Kalau ada yang mengganggu pikiran kamu, jangan simpan sendiri. Mama masih bisa kamu andalkan.” Anggun menghela napas berat. “hari ini kamu membuat kami semua cemas. Kami takut kamu mengalami sesuatu yang membuat kamu sedih dan kecewa, terutama … kecewa pada kami.”
Mamanya masih saja sangat lembut dan perhatian. Membuat Marsha malu sendiri karena di masa lalu dia sesekali menganggap Anggun menjengkelkan dan tidak masuk akal.
Marsha memeluk Anggun erat, berbisik lembut, “Aku baik-baik aja. Mama nggak pernah bikin aku kecewa. Justru aku yang sering membuat masalah untuk kalian.”
Maaf karena sudah mengecewakan dan menjadi momok yang paling menakutkan.
Terima kasih karena tetap mencintai dan tidak meninggalkan setelah aku membuat hancur kalian semua.
Tidak akan terulang lagi.
Kali ini … aku berjanji semuanya pasti baik-baik aja.
***
6. PEMBICARAAN PERTUNANGAN
Makan siang mereka berjalan baik. Bagusnya … mereka memang melakukan jamuan makan malam. Tapi karena Edward hari ini harus langsung ‘terbang’ ke lain Negara lagi, mau tidak mau pertemuan mendesak ini dilakukan secepatnya.
Marsha mengganti pakaian kasualnya dengan maxi dress hijau muda semata kaki. Dia memakai cardigan putih, menggerai rambutnya, menyampingkan poni ke sisi telinga. Dia terlihat semakin cantik dan menawan. Marsha mirip dengan Andrew versi muda, hanya saja memiliki sentuhan feminine dan beberapa bagian seperti ibunya.
Sesekali selama makan, Marsha akan melirik Bykov yang duduk di depannya sekilas. Berhadapan dengan Bykov sanggup membuat Marsha gugup dan kikuk. Walau bagaimana pun selama 8 tahun pernikahan mereka di masa lalu, Marsha tidak pernah benar-benar melayaninya sebagai seorang istri. Setiap mereka bersama, atmosfer di antara mereka selalu dingin dan gelap.
Bykov sejak awal bukan seorang pembicara yang mudah, sementara Marsha sudah dibutakan cinta tidak masuk akalnya pada Chatura. Dulu, apa pun yang dilakukan Bykov, walau hanya sekadar muncul di depannya, sudah cukup untuk membuat Marsha muak dan meledak.
Tapi pria itu … sudah mati untuknya.
Bykov tidak peduli pada hidupnya sendiri dan bersikeras menyelamatkan Marsha sampai akhir.
Jadi Marsha bingung harus melakukan atau mengatakan apa saat mereka kembali bertemu seperti sekarang.
Sementara Bykov sendiri hanya makan dengan tenang sambil melihat Marsha dengan sorot dalam. Tapi bibirnya terkunci rapat, sampai-sampai membuat beberapa orang ragu kalau pria itu bisa bicara.
“Marsha, bagaimana dengan kuliah kamu sekarang?” melihat putranya yang canggung dan menyedihkan, mau tidak mau Maurin yang mengambil alih untuk mencairkan suasana. Dia memakan supnya dengan gerakan elegan. Di usianya yang sudah menginjak lebih dari pertengahan angka 4 puluhan, Maurin masih terlihat cantik dan awet muda. Orang-orang yang melihatnya tidak akan menemukan satu kerutan pun di wajahnya.
Anggun juga tidak lebih buruk. Bukan hanya wajahnya, tapi temperamen Anggun juga sesekali masih kekanakan.
“Semuanya hanya biasa saja.” Marsha menjawab jujur. Dia tidak terlalu tertarik dengan kuliahnya, Marsha dulu merasa dilindungi, jadi dia berpikir untuk tidak bekerja terlalu keras. Marsha tahu apa pun yang terjadi semua saudaranya tidak akan pernah mengabaikan apalagi meninggalkannya.
Sebagai garis keturunan Adrian, Marsha juga sudah diberikan sebagian saham di perusahaan. Uang itu cukup untuk memberikannya kehidupan yang nyaman dan glamour bahkan tanpa dia harus bekerja seumur hidup.
“Dalam beberapa tahun terakhir, saya terlalu banyak bermain. Ke depannya saya akan lebih berhati-hati dan melangkah di jalan yang benar. Saya akan mulai bekerja keras seperti saudara-saudara saya yang lain.”
Hening.
Entah sudah berapa kali hari ini keluarganya dikejutkan oleh Marsha yang bersikap dan bicara aneh?
Andrew bahkan sampai batal memasukkan satu potong daging lembut ke mulutnya. Dia menatap Marsha cemas.
Bukan Andrew tidak senang melihat perubahan putrinya. Dia hanya merasa tertekan karena hal ini terjadi terlalu mendadak.
Dia takut Marsha mengalami sesuatu yang sanggup mengubah perangai putrinya dalam sekejap. Jujur saja … itu bukan kabar yang terlalu baik.
“Marsha, apa ada yang mengganggu kamu di luar sana?” Andrew menatap putrinya perhatian, “kamu masih bisa bermain. Kamu masih bisa mengandalkan Papa. Papa masih akan hidup sampai beberapa puluh tahun lagi.”
Mendengar itu, Marsha tersenyum. Berusaha tegar dan tidak menangis lagi.
Tidak, karena kesalahan Marsha … Andrew bahkan tidak akan bertahan hidup sampai 8 tahun ke depan.
“Aku baik.” Marsha menggeleng. “aku hanya mengalami beberapa mimpi buruk, membuatku sadar kalau kehidupanku selama ini sangat konyol dan nggak bertanggung jawab. Semua saudara aku begitu baik, hebat, dan luar biasa. Hanya aku sendiri yang sia-sia.”
“Kamu nggak sia-sia.” di samping Marsha, Anggun semkain mencemaskan putrinya. “siapa yang berani mengatakan anak kami sia-sia? Mama akan memukul mereka untuk kamu.”
Mendengar perkataan Anggun, hati Marsha terasa hangat. Mama memang selalu seperti itu. Dia akan mencintai dan selalu melindunginya, apa pun yang terjadi Anggun tidak akan pernah menyalahkannya.
Marsha sangat dimanjakan seolah dia merupakan permata paling berharga dan bernilai di dalam keluarganya.
Tapi apa yang Marsha lakukan dulu?
Dia justru mengkhianati mereka semua.
Marsha menggeleng, balas menggenggam tangan sang Mama, “Apa yang salah dengan aku mau berubah menjadi seseorang yang lebih baik, kan? Bukannya Mama harusnya bangga dan memberi dukungan penuh? Lagian … aku emang udah dewasa, apalagi Mama sama Papa udah punya rencana untuk menikahkan aku dengan seseorang.”
Marsha meluruskan pandangan, irisnya kembali saling menumbuk dengan milik Bykov. Bykov sudah ‘membersihkan’ isi piringnya, dia sedang menatap Marsha –lurus. Tidak ada satu pun kalimat yang keluar dari bibirnya.
“Kamu setuju?” tanya Andrew memastikan.
“Apa aku diberi pilihan untuk menolak?” Marsha tersenyum guyon.
Maurin melirik putranya yang rautnya semakin tegang walau samar. Dia menepuk-nepuk paha Bykov yang duduk di sampingnya dengan lembut –menenangkannya.
Kalau saja di awal tadi Marsha menolaknya, Andrew pasti dengan keras akan mengatakan ‘tidak’. Tapi melihat putrinya yang tenang dan rela, dia jadi sedikit merasa bersalah dan tidak nyaman.
“Ini nggak seperti Papa memaksa kamu dan Bykov.”
Marsha mengerjap. Jawaban itu tidak keluar di masa lalu. Jelas Andrew menegaskan apa pun yang terjadi, Marsha harus menikah dengan Bykov. Kalau Marsha mengelak, Andrew bersumpah dia akan membuat Chatura tidak pernah lagi muncul di depan wajahnya.
Dulu Marsha ketakutan dan langsung setuju. Dia tahu Andrew sangat-sangat mampu.
Lalu, Marsha menyesalinya. Harusnya saat itu dia membiarkan Chatura terbunuh sehingga keluarganya akan terhindar dari nasib nahas. Sungguh sayang.
“Ini nggak seperti aku nolak.” Marsha melihat Bykov lagi. “ini baru pertama kami bertemu, pernikahan … aku harap itu menjadi satu kali untuk seumur hidup. Kami belum terlalu mengenal satu sama lain, membutuhkan waktu yang cukup.”
Marsha tentu saja tidak bisa melemparkan dirinya pada Bykov dengan murah. Watak Marsha sangat keras, kalau dia terlalu pasrah, keluarganya pasti akan curiga kalau dia sedang menyiapkan rencana buruk diam-diam di belakang punggung mereka.
“Aku rasa Marsha benar.” Brian yang sejak tadi diam ikut bicara. “sebaiknya nggak langsung bertunangan atau menikah. Biarkan mereka mengenal satu sama lain lebih lama. Jangan biarkan pernikahan itu hanya membuat Marsha atau Bykov hidup nggak bahagia.”
Kata-kata Brian jelas membelanya, tapi Marsha merasa mendapat tusukan di bagian tersakit di hatinya.
Di kehidupan dulu … jelas semuanya sesuai dengan yang Brian katakan.
Melihat kakak tertuanya lagi, Marsha mengulum senyuman manis penuh terima kasih.
Melihat kelakuan adiknya yang sangat menggemaskan, Brian merasa sedikit tidak rela karena tidak lama lagi … Marsha akan melangkahi ketiga kakaknya untuk menikah.
***
7. SAYA HANYA INGIN MENIKAHI KAMU
Chatura sedikit resah.
Sejak Marsha tertidur di kelas tadi, begitu bangun Chatura merasa ada sesuatu yang salah dengan kekasihnya. Cara Marsha menatapnya tidak lagi sehangat biasanya. Sedikit menyimpan dendam dan kebencian yang Chatura tidak tahu apa sebabnya?
Apa mungkin Marsha sudah tahu kalau Chatura selama ini diam-diam menyimpan maksud terhadapnya?
Chatura menggelengkan kepalanya pelan. Semua rencananya berjalan rapi. Nyaris tidak ada lubang di proposisi yang dia siapkan beberapa tahun ini. Hubungannya dan Marsha sampai tadi pagi masih harmonis.
Sepertinya … Marsha memimpikan sesuatu yang membuat dia mendadak kesal pada Chatura?
Memikirkan kemungkinan itu, wajah tampannya menunjukkan ekspresi murung. Dia harus menghubungi Marsha dan menanyakan apa yang terjadi pada kekasihnya itu.
“Ada apa?” pertanyaan Jisca membuat Chatura yang sedang melamun dengan alis berkerut di sampingnya menoleh. DIa menatap Jisca lalu mengukir senyuman ramah.
“Nggak ada apa-apa. Cuma aneh aja, tadi Marsha bener-bener buru-buru pergi. Dia udah ngabarin kamu tentang sesuatu?”
Jisca adalah sahabat dekatnya Marsha. Selama di kampus, Marsha memiliki circle-nya sendiri. Karena dia cukup ramah dan tidak pilih-pilih saat berteman, dia dikelilingi banyak orang. Tidak sedikit orang yang menyukainya. Hanya saja semenjak bersama Chatura, Marsha lebih tertutup karena selalu dimonopoli kekasihnya itu.
Jisca adalah teman Chatura saat masih duduk di bangku SMA. Dia dan Marsha bersahabat dekat juga awalnya karena dikenalkan oleh Chatura.
“Aku nggak bisa menghubungi dia.” Jisca menjawab jujur. Dia sejak tadi sudah mencoba menelpon Marsha tapi ponsel si bungsu Adrian itu tidak aktif. Ini memang gelagat yang tidak biasa. Marsha biasanya tidak pernah mematikan semua –tiga- ponselnya sekaligus.
“Dia tadi nggak pamit sama kamu?” tanya Jisca lagi.
Chatura menghela napas berat, kelopak matanya terkulai sesaat sebelum bibirnya meludahkan kalimat, “Dia nggak bilang apa pun.”
Sekarang suasananya benar-benar suram.
Deska dan Reni yang sesaat tadi pergi ke kafetaria untuk membeli beberapa camilan kembali. Dia dibuntuti oleh Adam dan Derex.
“Kenapa mukanya surem gitu?” Derex duduk di sisi Chatura, tapi yang dia tanyakan justru Jisca yang sejak tadi menemaninya.
“Marsha buat pertama kalinya mengabaikan dia, jadi dia uring-uringan.” Jisca tersenyum mengejek, “baru kali ini dia dicuekin sama pacarnya.”
“Marsha?” Adam membeo. Dia terkekeh menghina, “mungkin pesona lo mulai luntur? Atau mungkin ada cowok lain yang lebih baik dan bikin dia jatuh cinta pada pandangan pertama.”
“Marsha bukan tipe murah semacam itu.” Chatura menyangkalnya. Walau dalam hati sebenarnya dia cukup gugup.
Chatura adalah cinta pertama Marsha sekaligus pacar pertamanya. Marsha itu tipe-tipe bucin yang akan melakukan apa pun demi Chatura.
Sesekali cinta dan perhatiannya membuat kesal karena tidak masuk akal. Marsha tipe posesif yang selalu ingin tahu dan ikut campur tentang semua urusan Chatura. Dia juga pencemburu, dia sering marah dan mengomel kalau Chatur bicara terlalu lama dengan perempuan lain.
Marsha adalah tipe kue lengket yang sesekali membuat teman-teman Chatur mengejeknya karena benar-benar tidak terpisahkan dengan kekasihnya.
Jadi … apa yang Marsha lakukan hari ini memang ‘sedikit’ tidak masuk akal dan di luar kebiasaannya.
“Mungkin Marsha ada urusan penting aja.” Deska yang sejak tadi mengamati dan bisa merasakan suasana hati Chatur yang suram akhirnya menenangkan. “tadi aku lihat mobil kakaknya, jadi mungkin Marsha buru-buru karena dijemput keluarganya.”
“Urusan apa?”
Deska mengedik tidak tahu. Memangnya dia esper dan bisa membaca pikiran?
“Nggak usah terlalu cemaslah.” Derex duduk di meja, melempar botol cola ke tangan Chatur. Chatura dengan cepat menangkapnya, dia membuka kaleng itu lalu menenggak minuman soda itu untuk meredakan keringnya tenggorokannya. “dia nggak bakalan ke mana-mana. Lo harus optimis kalau dia … udah nggak bisa berpaling selamanya.”
Chatura mengangguk setuju. Mungkin dia yang terlalu berpikir terlalu rumit dan berlebihan.
Marsha juga sesekali pasti memiliki masalahnya sendiri yang tidak bisa dia bagikan. Jadi … sebaiknya Chatur menunggu penjelasannya saat besok mereka bertemu di kampus lagi.
Ya, semuanya pasti akan baik-baik saja.
***
Sementara Chatur merasa posisinya dalam krisis dan tidak aman tanpa alasan. Marsha sedang duduk di bangku taman bunga rumahnya sambil menikmati pemandangan langit menjelang sore. Dia memakan eksrimnya perlahan. Menatap getir pada gumpalan es dingin itu.
Satu demi satu penyiksaan yang dilakukan Chatura masih begitu membekas. Tidak heran, jika dihitung-hitung, mungkin baru beberapa jam setelah dia kembali ‘bangun’ dari kejadian paling nahas di dalam hidupnya.
Marsha melihat kulit tangannya yang putih dan mulus. Tidak ada goresan, lubang, atau darah yang mengalir karena siksaan demi siksaan yang dirasakan.
Sejak tadi Bykov hanya diam dan menatap wajah Marsha dengan sorot dalam, seolah sama sekali tidak merasa bosan. Bykov tidak terlalu menyukai makanan atau minuman manis. Dia menyesap tehnya dengan gerakan anggun, lalu kembali fokus menatap wanita di depannya.
“Ada apa?” tanya Marsha tanpa menoleh. Ditatap dengan sorot membara seolah akan membakarnya, Marsha yang sejak tadi diam dan pura-pura tidak menyadari akhirnya menoleh. Menatap Bykov dengan sorot ramah.
Bykov menunduk, dia memainkan cangkir di tangannya dan bertanya, “Mari kita menikah.”
Marsha sedang dilamar, eh?
Marsha menghela napas berat. Dia merasa tidak pantas dan tidak layak. Jadi sampai hari ini … dia tidak tahu apa alasan Bykov bisa jatuh cinta padanya? Memberinya cinta yang dalam dan ekstrem, tanpa syarat atau menuntut balasan.
Wanita mana pun yang dicintai Bykov adalah orang paling beruntung di dunia. Tapi ‘si beruntung’ Marsha di masa lalu … justru tidak menyadarinya, menyia-nyiakannya.
“Kenapa kamu ingin menikahi saya?” Marsha bertanya dengan nada tenang. “di luar sana ada banyak wanita yang lebih baik dan lebih layak. Seorang Alexandrio bisa mendapatkan wanita mana pun yang mereka inginkan. Kamu nggak perlu memilih seseorang seperti saya.”
Bykov mengerutkan keningnya samar, “Seseorang seperti kamu?”
“Hn.” Marsha memakan eksrimnya lagi. “saya bener-bener nggak layak buat kamu.” Apalagi dicintai oleh seseorang setulus kamu. Lanjut Marsha dalam hati.
Bykov menunduk, dia meletakkan cangkirnya di meja di sisinya lalu berkata lembut, “Tapi yang saya inginkan cuma kamu.”
Bykov mengangkat wajahnya lagi, mengukir senyuman tulus pada wanita di depannya.
Marsha tertegun.
Dalam dua kehidupannya, Marsha merasa dia tidak pernah melihat senyuman semurni ini dari pria di depannya. Dia sampai sempat mengira Bykov adalah robot yang tidak punya hati dan emosi.
Ternyata … bukan Bykov tidak bisa tersenyum, ya?
“Saya … hanya ingin menikahi kamu.”
***
8. ANDAI AKU LEBIH MENGENALMU DI MASA LALU
“Saya … hanya ingin menikahi kamu.”
Mendengar perkataan Bykov, Marsha tidak bisa berkata-kata. Dia hanya terdiam lalu menurunkan tirai matanya, tertunduk sambil kembali menekuri tanah berumput di bawah kakinya. Mendadak rumput-rumput tipis itu jauh lebih menarik diperhatikan dibanding Bykov yang menatapnya dengan sorot panas.
Bykov hanya ingin menikahinya. Tapi atas alasan apa? Marsha tidak tahu, dia juga belum berani bertanya karena takut diberikan kejutan demi kejutan yang lain. Lagipula, untuk apa tergesa-gesa? Mereka masih memiliki waktu yang panjang.
Ada baiknya mereka menikmati satu demi satu undakan tangga yang mereka naiki sebelum akhirnya sampai di puncak.
Marsha sangat tenang, dia memakan eskrimnya lagi sebelum menghela napas berat, “Kamu punya selera wanita yang buruk.”
Bagi Marsha, dicintai sedalam ini oleh Bykov mungkin menjadi anugerah terbesar dalam hidupnya. Tapi bagi Bykov, untuk jatuh cinta pada seseorang seperti Marsha … betapa sialnya.
8 tahun pernikahan mereka di kehidupan lalu, tidak pernah sekalipun Marsha menghargainya sebelum di detik-detik menjelang kematiannya.
Sekarang mereka bisa berhadapan lagi, rasa bersalah di hati Marsha membuat wanita itu jauh lebih berhati-hati saat bicara dengan pria di depannya.
“Kita baru bertemu.” Marsha tersenyum samar, “saya bahkan nggak mengenal kamu sebelumnya.”
Marsha tidak pernah berpikir untuk bercerita tentang kehidupan di masa yang lain. Dia merasa itu adalah hal tabu yang tidak boleh terucap dari bibirnya. Anggap saja sebagai mimpi yang tidak boleh diceritakan pada siapa pun. Di mana kalau Marsha tidak bisa menjaga rahasia … bisa saja kehidupan barunya sekarang yang justru akan menguap seperti mimpi.
Marsha juga tidak mau orang-orang tahu tentang betapa hinanya Marsha di kehidupan dulu.
Dia ingin memulai kembali semuanya dari awal. Fokus pada semua yang dicintainya, fokus pada mereka semua yang mencintainya.
“Ya.” Bykov setuju, “kita bisa mulai berkenalan.”
Bykov yang sekarang jauh lebih mudah diajak bicara. Atau mungkin sebenarnya dulu pun sama saja, hanya … karena Marsha yang tidak pernah memberinya kesempatan untuk bicara terbuka, makanya Bykov lebih banyak diam saat bersamanya.
“Pertunangan kita bisa diadakan bulan depan.”
Dagu Marsha nyaris jatuh. Ternyata masih tergesa-gesa seperti sebelumnya. Tapi kali ini Marsha sama sekali tidak merasa jengkel. Dia tersenyum geli, tapi tidak menolak atau menerima. Ini tidak seperti Bykov bersedia memberinya pilihan bukan?
Lagipula, tentang pertunangan … semuanya sebaiknya diserahkan pada orang tuanya saja.
***
“Setan macam apa yang merasuki adik kami ini?” Andre menyindir setelah keluarga Alexandrio pulang. Melihat adik bungsunya yang masuk sambil menenteng gelas eskrimnya yang sudah kosong. Wajah Marsha masih terlihat tenang sampai terkesan mencurigakan.
“Kalau aku kerasukan setan, aku pasti bakalan nusuk Kak Andre pake garpu.” Marsha mencebik.
Andre terkekeh. Dia mengulurkan tangan kanannya, meminta Marsha mendekat. Marsha tentu saja tidak menolak. Dia menatap Andre dengan sorot penuh kerinduan dan melankolis. Dia memeluk Andre, membiarkan tangan besar kakaknya merengkuhnya. Andre baik-baik saja.
Anggota tubuhnya masih utuh. Dia tidak menjadi makanan hewan buas seperti yang terjadi di video yang diperlihatkan Chatura.
“Bykov … reputasinya cukup baik.” Andre mengulum senyum, “sebelum mereka datang, Om Edward sudah memberi tahu kami lebih dulu tentang niat baik Bykov ke kamu. Bykov cukup bersih. Dia nggak punya pengalaman punya pacar, dia baik, sopan, tapi memiliki wibawa dan karisma penguasa. Kakak pikir … dia memang jodoh yang baik untuk kamu.”
Andre mengusap pipi halus adiknya hati-hati, memperlakukan Marsha seperti porselen mewah namun rapuh. Di living room, dua orang itu saling menempel seperti kue lengket. Andre merasa tidak puas memindai wajah ‘si kecil’.
“Aku pikir … dia emang orang baik.” Marsha menjawab ambigu. Dia tersenyum samar mengingat wajah Bykov lagi. Ya, kalau Bykov bukan orang baik terkesan tolol, selama bertahun-tahun diselingkuhi, tidak dilayani Marsha bahkan diperlakukan dengan keji, harusnya Bykov sudah menceraikan Marsha bahkan membunuhnya.
Tapi pria itu tidak melakukannya. Dia keras kepala mempertahankan Marsha dan pernikahan mereka.
“Hm, dia lebih baik daripada pacar kamu itu. Siapa namanya? Chatura.” Andre menghela napas berat. Dia tahu Marsha sangat sensitif kalau sudah membahas Chatur. Sesekali Marsha bahkan meledak marah. “Kakak selalu ngerasa ada yang nggak beres sama anak itu.”
Marsha menatap kakaknya dengan sorot tenang, “Nggak beres?”
“Ya. Kakak sudah melakukan penyelidikan mendalam terhadap Chatura, tapi dia terlalu bersih sampai nggak masuk akal. Seolah dibuat-buat.” Menyadari apa yang sudah dia katakan bisa membuat Marsha marah karena menyinggungnya, buru-buru Andre menyela, “bukan maksud Kakak jelek-jelekin dia. Tapi keluarga kita itu nggak sesederhana yang ditampilkan di permukaan. Kamu tahu? Saat Kakak masih kecil, berapa kali Kakak nyaris diculik. Kamu sama Brian juga pernah diculik bahkan sampai hampir terbunuh. Untuk memilih pasangan hidup, kami harus berhati-hati menyelidiki latar belakang mereka dan menilai presentase ketulusan calon pasangan hidup.”
Marsha hanya terdiam dan mengulum senyuman pahit.
Ya, kenapa dulu Marsha sangat buta? Pernikahan Bykov dan Marsha itu sudah menjadi kado terbaik yang diberikan orang tuanya. Tapi Marsha justru tetap memilih sampah yang membawa bencana dalam hidupnya. Bahkan, kakaknya saja yang baru satu kali bertemu Chatur bisa menyadarinya, tapi Marsha dulu begitu dungu. Dia bahkan tidak tahu apa-apa sebelum akhirnya Chatura membongkar rencananya sendiri.
Dan disaat Marsha menyesali semua keputusannya, dia sudah terlambat.
Sangat-sangat terlambat.
“Tidak ada satu pun di antara kami yang akan benar-benar memaksa Marsha menikah. Pernikahan itu harus satu kali untuk seumur hidup. Kami ingin Marsha bahagia, kami bahkan nggak mau Marsha terlibat konflik dalam di keluarga Adrian. Kami ingin Marsha bebas.” Andre menjelaskan lagi, “jadi … jangan marah sama Mama atau Papa. Jangan marah sama kakak-kakak kamu ini. Sebenarnya, walau Marsha nggak mau menikah, kami masih bsia melindungi Marsha tanpa syarat. Tapi di masa depan, Marsha pasti membutuhkan keluarga Marsha sendiri. Walau bukan Bykov, kami harap kamu bisa memilih pria yang lebih tepat.”
“Kakak nggak perlu jelasin apa pun.” Marsha tersenyum menyadari kegugupan Andre, Andre khawatir dia salah bicara dan justru menyakiti Marsha. “aku tahu kalian hanya ingin semua yang terbaik untuk aku. Aku nggak ada sedikit pun pikiran untuk menyalahkan kalian.”
“Kalau menurut Mama, Papa, dan kakak-kakak semua Bykov memang orang baik, berarti dia memang orang baik.” Marsha tersenyum simpul, “aku dan Bykov juga sudah sepakat untuk menjalani proses hubungan ini secara bertahap.”
***
9. Marsha Sudah Semakin Dewasa
“Itu pasti bukan kembaran aku.”
Perkataan Marlon dihadiahi oleh jitakan dari kakak keduanya. Andre mendengkus, mendelik kejam pada adiknya itu.
Marlon mengusapi kepalanya yang sakit. Dia membela diri sebelum Andre semakin menyalahkannya, “Adik kita bukan orang yang kalem, elegan, dan dewasa semacam itu. Pasti dia udah kesurupan.”
“Kalau dia kesurupan dan jadi lebih dewasa dan lebih baik dibanding kamu, itu artinya dia memang lebih baik.” Andre tersenyum simpul. Dia dan Marlon sedang bermain golf di ‘pekarangan’ kediaman mereka. Sementara Marsha sedang membaca buku tebal ‘buku kuliahnya’, bukan novel atau komik seperti yang biasa dibaca Marsha di mana saja.
Keluarganya selalu meluangkan waktu untuk berkumpul di akhir pekan. Bahkan, playboy kejam seperti Andre saja tidak pernah melanggar kesepakatan keluarga mereka, apalagi yang lain.
Sementara Andre dan Marlon bermain golf, Anggun sedang menyusun makanan yang dibawanya di atas karpet. Mereka sedang piknik. Andrew duduk bersila di sisinya dengan laptop terbuka, dia sedang mengecek tren saham perusahaannya yang sedang melonjak. Marsha duduk melipat kaki di sisi lain sang Mama, membaca buku dengan fokus.
Brian datang menggunakan golf cart sambil menenteng termos es yang ketinggalan. Tadi Anggun yang meminta tolong padanya untuk membawakan.
“Makasih, Sayang.” Anggun tersenyum lembut.
Brian terkekeh sambil meletakkan termosnya.
Dibanding anak-anaknya yang lain, Brian menjadi yang paling patuh dan berbakti. Mungkin, karena dia menyadari tidak seperti saudara-saudaranya yang lain, Brian tidak dilahirkan oleh Anggun. Itu sebabnya sesekali dia merasa sungkan dan selalu menempatkan diri dengan bijak.
Padahal Anggun tidak pernah memperlakukannya secara berbeda. Brian juga menyadari dan merasakannya. Hanya saja … dia tetap tidak bisa.
Dia menyadari terlalu jelas tentang perbedaan antara dia dan adik-adiknya.
“Ada hal lain yang Mama butuhkan?”
“Ini cukup. Kamu duduk, atau main sama adik-adik kamu yang lain.” Anggun menunjuk Andre dan Marlon menggunakan dagunya. Sekarang Marlon terus merintih memohon ampun saat kepalanya diapit di ketiak Andre.
“Nah, aku di sini aja.” Brian memilih duduk. Dia menarik Marsha ke dalam dekapannya, melihat buku yang sedang adiknya baca. “buku kuliah beneran ternyata.”
Marsha mendelik tidak terima, “Bukannya dari cover aja kelihatan?”
“Siapa yang tahu? Kamu bisa aja nyempilin komik atau novel di tengahnya. Pencitraan aja.” Brian tertawa sambil mengacak surai adiknya. Marsha kesal, tapi dia tidak menepis tangan Brian apalagi mencoba kabur darinya.
Bersama dengan keluarganya sekarang seperti mimpi. Marsha dulu bahkan tidak berani walau sekadar membayangkannya lagi. Dia juga selalu menjadi satu-satunya orang yang sering tidak berkumpul di akhir pekan dengan yang lain.
Sekarang Marsha diberikan kesempatan kedua, tentu saja dia akan menikmati setiap momen kebersamaan mereka dengan bahagia.
“Langitnya mendung, tapi nggak ada sinyal-sinyal mau turun hujan.” Anggun menatap awan yang menggantung di atas kepalanya, begitu besar dan berarak. “cuacanya ‘cukup bagus’.” Anggun kali ini mengalihkan pada suaminya. Andrew sejak tadi sibuk dan mengabaikannya. Dia bersandar ke lengan pria itu, tersenyum kecil. “kenapa kamu sibuk sendiri?”
“Kalau aku mengundang kamu untuk ikut sibuk, nanti kamu sakit kepala.” Andrew mengukir senyuman mengejek. Suasananya semakin hangat dan mesra.
Marsha berdehem.
Orang tuanya tidak pernah berhenti flirting tanpa kenal tempat dan waktu. Di setiap kesempatan mereka pasti akan memberikan pemandangan kasmaran dan berbunga-bunga tidak ingat umur.
Sejujurnya, itu membuat orang-orang iri dan cemburu. Tidak banyak pasangan yang masih bisa harmonis di usia yang sudah lewat empat puluh seperti orang tua mereka.
Andrew masih terlihat bugar. Semakin tua dia justru semakin matang. Tidak sedikit teman-teman Marsha yang memuji Andrew dan bahkan bercanda berharap Andrew bisa menjadi sugar daddy mereka. Tapi siapa itu Andrew? Siapa itu Anggun?
Anggun bahkan belum memiliki satupun keriput di wajahnya. Orang-orang banyak yang tidak percaya Anggun sudah memiliki anak sebesar mereka. Saat berdiri dengan Brian dan Andre, sejujurnya … tidak akan ada yang menyangka Anggun adalah ibu mereka.
Beberapa kali orang salah paham mengira Anggun lebih muda, beberapa yang cukup teliti menebak Anggun sebagai kakak mereka.
Saat bersama Marsha dan kebetulan dalam satu bingkai foto yang sama, Marsha selalu menatap sang Mama dengan sorot rumit, menuduhnya melakukan operasi plastik.
Sayangnya, tidak. Anggun melakukan perawatan kecantikan teratur, tapi dia juga menjaga pola hidup sehatnya sehingga selalu awet muda.
Mengingat di kehidupan terakhir Anggun diperkosa beberapa bajingan bahkan di depan ayahnya, Marsha merasakan sengatan nyeri lagi di hatinya.
Kali ini, hal itu tidak akan terulang. Marsha tidak akan gagal. Marsha tidak peduli dengan hidupnya sendiri, tapi dia akan memastikan keluarganya baik-baik saja dan bahagia.
“Mikirin apa kamu?” melihat adiknya yang kembali melamun dan tenggelam dalam pikirannya itu, Brian sedikit cemas. Sejak Brian menjemputnya di kampus tahu, gelagat Marsha terlalu aneh sampai membuat orang-orang khawatir.
Marsha mengerjap, dia mengukir cengiran canggung dan menjawab, “Emangnya aku kenapa?”
Dan Marsha masih saja tidak mau jujur.
Brian menghela napas berat, dia memeluk adiknya lebih erat. Sepertinya dia harus mulai menyelidiki semua orang di sekitar Marsha untuk memastikan orang-orang itu tidak menyimpan bahaya untuk adiknya.
“Marsha, sini! Main golf bareng.” Andre di kejauhan memanggil si bungsu. Dia sendiri merasakan krisis tentang Marsha, tapi dia tidak tahu apa itu?
Marlon menggerakkan telunjuknya, meminta Marsha mendekat.
Biasanya, Marsha tidak akan mau. Dia berwatak keras dan sulit diatur. Tapi setelah kehidupan lalu, Marsha tahu dia memiliki hutang yang tidak akan pernah bisa dia bayar pada keluarganya. Itu sebabnya dia memutuskan untuk mengikuti apa pun yang mereka inginkan.
Andrew melirik putrinya yang menjauh.
Anggun menatapnya dengan ekspresi sulit.
Brian membuka mulutnya, hendak memanggil Marsha tapi mengurungkan niat.
“Apa yang terjadi pada Marsha?” Anggun berbisik cemas pada suaminya, “kalau dia menginginkan sesuatu, harusnya dia bilang, kan? Apa dia terlalu syok tentang pertunangannya dengan Bykov? Kalau Marsha keberatan, kita nggak perlu memaksa. Kita bisa mengenalkan Marsha ke laki-laki lain, selama mereka berasal dari keluarga baik dan selama mereka bukan pacarnya yang sekarang.”
Andrew menatap punggung putrinya yang kian menjauh, “Aku sudah menanyakannya beberapa kali, Marsha nggak keberatan.” Andrew menggeleng, “dia bilang cukup cocok dengan Bykov. Jadi mungkin bukan tentang itu.”
“Terus tentang apa?”
Bukan hanya Anggun. Tapi yang lain juga menanyakan hal yang sama. Perubahan Marsha yang semakin solid dan dewasa … justru meninggalkan kecemasan yang tidak terkatakan untuk semua orang yang sekarang mencintainya.
***
10. BYKOV YANG SEDANG BAHAGIA
Sejak kecil, Bykov mengalami kesulitan untuk menunjukkan berbagai emosi di wajahnya. Pria itu tidak tertarik pada orang, sebanyak dia tidak pernah benar-benar membenci seseorang.
Bykov sangat tenang dan pendiam. Tidak banyak hal yang dia hargai dalam hidupnya selain keluarga yang sangat mencintainya, sebanyak Bykov juga selalu mencintai mereka semua.
Bykov selalu berpikir dia tidak akan pernah bisa menghargai hal lain dalam hidupnya, dia tidak menyangka akan jatuh cinta pada Marsha, pada pandangan pertama yang membuatnya menunggu dan bersabar sampai 6 tahun.
Ya, Bykov sudah jatuh cinta pada Marsha sejak lama. Mereka bertemu di grand opening hotel baru ayahnya di Belgia. Saat itu Andrew membawa istri dan keempat anaknya ke sana. Andrew yang berinisiatif lebih dulu untuk memulai kembali hubungan baiknya dengan keluarga Edward.
Walau bagaimana pun bertahun-tahun sudah berlalu sejak perselisihan mereka. Edward adalah sahabat terbaik yang pernah Andrew miliki dalam hidupnya, namun gengsi Edward terlalu tinggi. Dia mungkin sudah tidak punya pikiran untuk membunuh Anggun, tapi mengingat betapa konyolnya dia di masa lalu yang ingin membunuh seseorang yang tidak ada hubungannya dengannya membuat Edward merasa malu.
Itu sebabnya Andrew berinisiatif. Dia ikut bahagia melihat betapa harmonisnya rumah tangga Edward dan Maurin. Maurin pernah keguguran satu kali, sejak awal dokter sudah mengatakan kalau kemungkinan besar Maurin akan kesulitan mengandung dengan cara normal. Kelahiran Bykov membutuhkan banyak usaha, kemajuan teknologi dan pertaruhan hidup matinya Maurin. Saat itu, kalau bukan karena Maurin mengancam jika bayinya mati Maurin akan ikut mati, Edward yang tidak berani bertaruh pasti akan diam-diam membuat Maurin keguguran lagi.
Bykov dilahirkan secara prematur 7 bulan.
Bykov lahir, menjadi ‘pangeran’ yang paling ditunggu dan dicintai.
Sejak Edward menjadi kepala klan seutuhnya, tradisi konyol Alexandrio yang hanya bisa menikahi sesama Alexandrio sudah dihapuskan. Pernikahan Edward dan Maurin menjadi yang pertama dan menggemparkan. Dan sekarang … putra mereka juga melakukan hal yang sama.
Walau begitu, masih banyak tetua klan Alexandrio yang diam-diam secara naluri tetap mempertahankan tradisi lama mereka.
“Kamu kelihatan bahagia.” Shirly berkomentar saat melihat wajah tanpa ekspresi adiknya. Dia mengukir senyuman mengejek. Bykov yang sedang duduk di sofa dengan laptop terbuka di pangkuannya menoleh, dia melihat kakaknya dengan sorot datar.
Pria yang berdiri di belakang Shirly –pengawalnya- memasang ekspresi sulit. Di matanya, Bykov benar-benar tanpa ekspresi dan reaksi. Tapi sejak dulu, Shirly selalu bisa menilai suasana hati adiknya itu.
“Hn.” Bykov akhirnya menyahut. “aku akan menikah.”
Bykov dibesarkan di luar negeri. Enam tahun lalu, saat dia tahu Marsha tinggal di Jakarta, dia bersikeras untuk melanjutkan sekolahnya di sana juga. Dia ingin lebih dekat dengan Marsha.
Tapi, saat ayahnya tahu kalau putra bungsunya jatuh cinta pada Marsha, Edward merasa aneh dan Maurin terlihat pias. Edward merasa kalau putranya hanya mengalami ‘cinta anak anjing’, seiring berjalannya waktu … Bykov pasti akan melupakan Marsha. Itu sebabnya Edward langsung mengirim Bykov ke London untuk melanjutkan pendidikan di sana dengan alasan pengalaman Bykov akan lebih kaya dan Edward ingin mulai memperkenalkan berbagai bisnisnya pada si bungsu.
Tapi Edward lupa kalau Bykov adalah keturunannya, putranya, sedikit banyak … Bykov juga mewarisi karakter Edward.
Saat mereka jatuh cinta, bulan dan bintang akan mereka ‘petik’ untuk diserahkan pada seseorang yang mereka puja. Hanya satu kali seumur hidup, itu tidak mudah dan menantang. Edward bisa mengingat jelas bagaimana perjuangannya untuk mendapatkan Maurin tapi masih tidak bisa membuat wanita itu jatuh cinta padanya.
Hatinya sakit saat Maurin selalu menatapnya dengan sorot jijik seolah Edward adalah kotoran di atas lumpur. Tidak ada bagus-bagusnya. Kalau saja bukan karena konflik di klan Alexandrio saat itu memuncak, Maurin berkali-kali terlibat bahaya dan Edward selalu tepat waktu menyelamatkannya. Bisa dibilang nyaris mustahil Maurin akan membalas cintanya.
Ada yang bilang cinta selalu tumbuh disaat seseorang putus asa. Cinta akan tumbuh seiring waktu berjalan dan dilalui dengan kebersamaan penuh kasih sayang.
Maurin merasakan ketulusan dan keseriusan Edward. Edward bersumpah tidak akan pernah berkhianat dan hanya akan menjadikan Maurin satu-satunya. Dia bahkan membubuhi tanda tangannya di sebuah kontrak pra-nikah sampai Edward berani berselingkuh, setiap aset Alexandrio atas nama Edward akan jatuh ke tangan Maurin.
Uang mungkin tidak bisa mengukur segalanya, tapi itu sudah cukup untuk membuat Maurin memberikan kepercayaan lebih pada Edward.
“Dengan wanita idamanmu itu?” Shirly cukup kaget.
“Ya.” Bykov tidak keberatan bicara lebih banyak, “bulan depan kami akan bertunangan.”
Sekarang Shirly memasang wajah aneh. Sama sekali tidak menyangka kalau lamaran gila adiknya itu akan diterima oleh pihak lain. Shirly tentu saja tahu tentang Marsha. Saat menyadari adik kesayangannya jatuh cinta pada seseorang untuk pertama kalinya, Shirly langsung menyelidiki latar belakang gadis itu dan mengukur seberapa pantas sosok yang dipilih adiknya untuk bersanding aman dengan Bykov.
Latar belakang Marsha tentu saja cukup bagus. Karakternya eksentrik, hanya saja … setahu Shirly … Marsha sudah memiliki seorang kekasih. Shirly juga yakin adiknya tahu tentang itu.
“Bagaimana dengan pacarnya itu?” sama seperti Bykov, Bahasa Indonesia Shirly juga selalu terdengar formal karena mereka tidak terlalu terbiasa.
Sekarang ekspresi Bykov berubah sedikit murung –di mata Shirly. Lagi-lagi pengawal Shirly di belakangnya tidak bisa melihatnya, selain merasakan suasana di sekelilingnya yang lebih dingin.
“She doesn’t mind?” tanya Shirly memastikan.
“Ya.” Bykov berusaha lebih percaya diri, “she said, we can try it.”
Rasanya ada yang tidak benar, tapi Shirly tidak mau menginterupsi kebahagiaan adiknya. Walau bagaimana pun cinta Bykov pada Marsha bukan rahasia lagi untuk mereka. Edward sudah menjauhkan Bykov dari Marsha dengan putus asa, tapi putranya terlihat sangat menyedihkan, bekerja siang malam agar bisa segera terlihat pantas, sampai akhirnya Maurin tidak tahan lagi melihat Bykov yang menjadi gila kerja dan menderita.
Maurin membujuk Edward untuk mencoba menghubungi Andrew dan menjodohkan anak-anak mereka. Siapa yang tahu kalau Andrew akan setuju begitu saja?
Sulit dikatakan, sampai hari ini … rasa bersalah Andrew pada mantan kekasihnya ‘Maurin’ masih terlalu besar. Walau dia sudah tidak lagi mencintainya, jika Maurin memberikan permintaan padanya, selama Andrew mampu … dia akan mengabulkannya.
Walau tentu saja saat berhubungan dengan masa depan dan kebahagiaan anak-anaknya, Andrew harus lebih menomor satukan pendapat ‘bayi kecilnya’. Saat Andrew mendiskusikan dengan Anggun, Anggun sempat nyengir tapi tidak menentang.
Anggun juga memiliki penyesalan dan malu pada Maurin sejak dulu. Walau terkesan janggal, tapi membiarkan Marsha dan Bykov bersama … rasanya cukup pantas.
“Selama kalian sama-sama tidak keberatan, tidak ada yang bisa aku katakan.” Shirly mengedik, “hanya … karena ini melibatkanmu. Tentu saja aku akan mencari tahu.”
Bykov memandang kakaknya dengan sorot dalam sebelum akhirnya mengangguk patuh, “Ya.”
***
11. SHIRLY EVE ALEXANDRIO
Saat ini, usia Shirly sudah 26 tahun. Tidak tertarik dengan bisnis keluarga, Shirly lebih senang bereksperimen di laboratoriumnya, dia juga senang ikut berpartisipasi dengan kegiatan kemanusiaan yang berhubungan dengan proyek-proyek eksperimennya. Shirly senang membuat sesuatu yang baru. Dan karena keuangan Alexandrio tidak terbatas, segalanya jauh lebih mudah untuknya.
Sebagai putri tertua di keluarga utama, tentu saja ada banyak mata yang selalu menatap Shirly dengan sorot beda-beda. Pertama, tidak sama seperti Bykov yang dilahirkan Maurin dalam pernikahan yang sah, sampai hari ini identitas ibu kandungnya Shirly tidak jelas, Edward tidak pernah bercerita, Shirly juga tidak pernah berinisiatif untuk menanyakannya. Walau Edward sudah mengatasinya dengan menyebutkan Shirly adalah anaknya dengan Maurin hanya saja sebelum mereka terikat pernikahan, beberapa orang yang cerdas tentu saja tidak percaya.
Tidak sedikit yang mencari tahu asal-usul Maurin. Shirly dilahirkan saat Maurin masih koma. Hanya saja, tidak ada yang berani mengusik garis batas Edward, jadi hal itu berlalu begitu saja.
Kedua, Maurin bahkan memperlakukan Shirly lebih memanjakan dibanding saat memperlakukan Bykov. Mungkin karena Shirly anak perempuan sehingga cenderung lebih manja dan bergantung padanya. Sejak kecil, Shirly tidak pernah mengenali siapa pun sebagai ibunya kecuali Maurin. Awalnya Shirly sempat mengira dia memang anak kandung Maurin menilai dari betapa Maurin sangat mencintainya, hanya saja lambat laun Shirly mengetahuinya sendiri. Sebagai anak yang cerdas, saat menyadari ada hal yang aneh ‘padanya’, Shirly menyelidiki segalanya dan tahu kalau dia bukan anak kandung Maurin.
Shirly pernah bertanya, kenapa Maurin sangat menyayanginya?
Maurin hanya tersenyum dan menjawab ; orang tua mana yang tidak akan jatuh cinta pada anak mereka sendiri?
Setelah mendengar jawaban itu, Shirly sangat puas. Dia tidak pernah menanyakannya lagi. Itu karena dia tahu kalau Shirly meragukan kasih sayang Maurin, itu akan membuat Maurin sedih dan terluka.
Bykov. Walau terkesan dingin dan pendiam sejak kecil, Bykov sudah seperti ekor Shirly yang mengikutinya ke mana-mana. Mereka sangat akrab dan saling memahami satu sama lain. Itu sebabnya saat menyadari ada yang aneh dengan wanita pilihan Bykov, Shirly yang memutuskan datang saat tahu adiknya akan melamar wanita pujaannya –walau terlambat- langsung ingin menyelidiki Marsha lebih dalam.
“Maksud kamu … sejak beberapa hari lalu, Marsha tidak terlalu berhubungan dengan pacarnya itu?” Shirly bertanya dengan alis berkerut. Dia merasa tidak nyaman dan tidak aman. Pria yang berdiri di depannya mengangguk.
Mereka saat ini ada di laboratorium pribadi Shirly di kediaman Alexandrio. Shirly sedang membuat ‘obat baru’, cairannya berwarna hitam pekat. Pria yang berdiri dua langkah di belakangnya merasakan telapak tangannya berkeringat dingin saat melihat cairan misterius itu. Berdoa semoga dia tidak dijadikan kelinci percobaan untuk mencicipi ramuan aneh itu.
“Ya, sepertinya Nona Marsha sedikit menghindar dari Chatura.” Pria itu tetap bisa menjawab dengan tenang, menetralisir kegugupannya.
“Mereka putus?”
“Belum.”
Sekarang Shirly berputar. Ada tabung reaksi di tangannya, cairan hitam di dalamnya terlihat aneh dan mencurigakan.
Stormy –pengawal sekaligus asisten Shirly- mundur selangkah saat Shirly maju satu langkah menghampirinya.
“Dia tidak mau putus dengan pacarnya, tapi di sisi lain dia menerima Bykov. Bukannya dia terlalu jalang?” Shirly mengumpat. Sejak awal dia tidak terlalu menyukai Marsha karena cinta sebelah sisi adiknya.
Shirly membesarkan Bykov hati-hati, hanya untuk setelah besar … Bykov justru jatuh cinta pada seseorang yang bahkan tidak mengenalnya sama sekali.
Ini seperti kubis yang dia besarkan penuh cinta pada akhirnya dimakan babi.
Tapi, karena Bykov sangat mencintai Marsha, Shirly tidak berdaya. Dia hanya bisa melakukan segala yang terbaik demi adik kesayangannya.
“Mungkin, Nona Marsha memiliki alasan sendiri. Sudah hampir 1 tahun sejak dia berpacaran dengan Chatura, mereka sudah saling mengenal sejak sekitar 3 tahun lalu, tidak mudah untuk berpisah dan menerima lamaran dari pria yang benar-benar asing.”
“Ya, justru karena itu kita harus mencari tahu. Apa alasan Marsha bersedia menerima adikku?” Shirly merasa kesal. Tapi tidak ada yang bisa dia lakukan, “selidiki lebih jauh. Apa Marsha sudah tidur dengan pacarnya itu?”
“Ti-tidur?”
“Maksudku seks!”
Stormy nyaris tersedak air ludahnya sendiri. Dia sama sekali tidak menyangka mulut Shirly sanggup melontarkan kalimat sevulgar itu. Terlalu tidak tahu malu.
Stormy mengembalikan ekspresi wajahnya yang sesaat lalu terdistorsi, dia menjawab patuh, “Saya akan mencoba menyelidikinya.”
“Aku tidak terlalu peduli dengan sistem virgin. Kamu tahu? Masa lalu biarkan saja, tapi setidaknya setelah memutuskan menerima Bykov, dia tidak diizinkan berselingkuh.” Shirly berdecak marah, “Bykov bahkan tidak pernah menyentuh wanita seumur hidup, bagaimana bisa dia menikah dengan seseorang yang sudah menyerahkan segalanya pada pria lain. Terlalu tidak adil.”
Karena marah, Shirly menyodorkan tabung reaksi dengan cairan hitam aneh ke arah Stormy, “Minum cairan ini, ini akan membantu kamu menghilangkan kantung mata kamu yang tebal itu.”
Sekarang, wajah Stormy benar-benar sepucat kertas.
Sudah dia duga, ujung-ujungnya dia pasti akan dijadikan kelinci percobaan.
***
Marsha menatap dingin pada pesan yang dikirimkan Chatura sesaat lalu. Kalimatnya begitu manis dan memanjakan. Seolah Chatur benar-benar khawatir dan takut terjadi sesuatu yang buruk padanya.
Aktingnya terlalu luar biasa.
“Kamu suka berakting, aku ikuti permainan kamu.” Marsha meletakkan ponselnya di kasur dengan kasar. Sama sekali tidak berpikir untuk membalas pesan bajingan itu.
Saat bertemu di kampus, Marsha harus bersikap manis seolah tidak ada masalah apa pun yang terjadi di antara mereka. Marsha terus menahan rasa mual dan jijik saat harus berinteraksi dengan musuh yang ingin dia bunuh dengan kedua tangannya.
Tapi siapa itu Marsha Delle Adrian? Semakin dia diremehkan, semakin dia akan membalas dengan kejam dan kejam.
Di antara semua orang yang dulu dia hargai, sebagian besar mengkhianatinya dan berada di pihak Chatura. Mereka tahu rencana Chatura yang ingin membantai seluruh Adrian dan mendukung Chatura sepenuhnya.
Seolah semua kebaikan dan kasih sayang yang diberikan Marsha 10 tahun terakhir sama sekali tidak ada nilainya.
“Manusia yang bahkan nggak tahu cara berterima kasih pada orang yang sudah menolong mereka, bahkan lebih buruk dari anjing.” Marsha mengusap bibir bawahnya, tersenyum diam-diam, “satu per satu di antara kalian bakalan aku rusak dan hancurkan.”
Mereka semua pantas mati.
Marsha bersumpah pada dirinya sendiri.
***
12. Marsha Menjadi Feminine
Marsha menatap pantulan bayangannya di cermin. Dia merasa … penampilannya yang sekarang ‘terlalu’ menyedihkan. Marsha yang belum genap 20 tahun itu memang sangat cuek pada penampilannya. Ke mana-mana dia memakai jeans dan jaket kulit. Sesekali hanya tanktop dibalut kemeja. Marsha selalu terlihat tomboy, dia tidak pernah berkenalan dengan benda yang disebut rok selain saat dia masih duduk di bangku SMA dulu.
Wajahnya tidak jelek. Tentu saja, dia adalah anak dari dua orang bibit unggul. Cetakan Andrew dan Anggun tidak pernah gagal.
Hanya saja kalau dibandingkan dengan wanita-wanita lain yang berkeliaran di sekitar keluarganya, jujur saja … Marsha bahkan jatuh bebas ke derajat minus.
Setelah usianya menginjak 23, Marsha baru mulai belajar berpenampilan seperti wanita yang benar. Dia memakai riasan wajah tipis, memanjangkan rambut dan merawatnya. Rambut Marsha tidak seperti rambut jagung seperti sekarang.
Marsha menghela napas berat.
“Aku harus glow up lebih cepat dibanding di masa lalu.” Marsha menggeleng pelan. Dia pergi ke kamar sang Mama, tanpa izin mengambil beberapa perawatan rambut dan kulit Anggun di sana. Anggun selalu menyimpan stok. Dia selalu bangga dengan kecantikannya, itu sebabnya dia merawat mati-matian kesehatan kulitnya.
Kadang Marsha merasa kalau dia jauh lebih tua dibanding sang Mama.
Marsha melihat semua benda di tangannya setelah sampai di kamar. Dia mulai pergi ke kamar mandi begitu mengambil handuk yang tergantung di lemarinya.
Marsha scrubing, keramas, memakai masker rambut, masker wajah, lotion. Sampai kulitnya sedikit cerah dan kemerahan. Setidaknya tidak terlalu kusam seperti tadi.
Marsha merasa segar. Dia memilih pakaian di lemarinya lalu mengernyit jijik. Pakaiannya semua terlalu tomboy. Tidak ada manis-manisnya.
Akhirnya Marsha membuka lemari yang berisi banyak dress yang dulu dipaksakan sang Mama dijejalkan ke lemarinya.
Dulu, Marsha menolak, dia berontak, mengatakan benci saat terlihat terlalu perempuan. Tidak peduli walau Anggun terus menegaskan Marsha memang perempuan, Marsha lebih nyaman dengan penampilan simple-nya.
Gaun-gaun ini ….,
Marsha meraskaan matanya yang panas. Dulu, dia tidak pernah menghargainya. Tidak ada satupun yang pernah dia pakai. Marsha selalu membenci selera fesyen sang Mama. Dan sampai akhir napasnya … dia tetap tidak pernah mencoba menyenangkan hati Anggun.
Marsha mengambil dress yang modelnya paling sederhana. Berwarna dusty dengan panjang setengah betis. Ada cardigan putih yang cukup cocok dipadu dengan dress itu. Marsha tersenyum puas. Dia diberikan kesempatan kedua untuk hidup, itu artinya dia harus memanfaatkan semua kesempatan ini untuk membuat keluarganya bahagia.
Marsha tidak peduli lagi pada hidupnya sendiri.
Satu-satunya hal yang ingin dia lakukan sekarang adalah … memastikan semua anggota keluarganya hidup dengan baik. Tidak ada seorangpun yang bernasib nahas karena kecerobohan dan kebodohan Marsha.
Marsha memakai dress itu. Setelah melihat penampilannya di cermin, Marsha tersenyum kecil.
“Selera fesyen Mama bener-bener bagus.” Marsha berkata serak, menyentuh gaun yang dipakainya seolah harta yang tidak ternilai.
Di masa lalu, saat dia diculik oleh Chatura, dia bahkan tidak diberikan kesempatan untuk memakai pakaian. Seolah Marsha adalah pelacur yang bisa ditiduri dengan bebas oleh siapa pun termasuk seekor anjing.
Marsha pergi lagi ke kamar Anggun. Kali ini dia ‘meminjam’ berbagai alat rias sang Mama. Marsha baru akan membeli miliknya sendiri sepulang dari kampus nanti. Marsha ada kelas pagi, dia sudah berjanji kali ini akan belajar dengan serius.
Setelah memoles wajah, menata rambut, bahkan memilih heels 6 cm yang tidak pernah dia pakai seumur hidup, Marsha sudah siap. Dia mengambil binder di meja, tas selempang bermerknya, lalu pergi meninggalkan kamar untuk sarapan.
Kakinya bisa berjalan.
Marsha menatap kedua kakinya.
Kaki-kaki panjangnya masih utuh. Marsha masih bisa berlari dengan bebas ke manapun dia ingin pergi.
Marsha menepuki kedua pipinya pelan lalu pergi menuju ruang makan. Anggun menata sarapan di meja, Andrew sedang meminum kopi sambil membuka tablet. Andre dan Brian sedang sarapan sambil membicarakan masalah bisnis. Marlon yang pertama melihat Marsha, dia memasukkan satu potongan roti ke dalam mulutnya hanya untuk tersedak dan memuntahkannya.
“Ma-Marsha?!” Marlon memekik kaget. Dia terbatuk-batuk sampai membuat sang Mama cemas. Anggun menghampiri Marlon, menepuki punggung putranya pelan sebelum akhirnya mengalihkan pandangan pada objek yang membuat Marlon kaget setelah batuk Marlon mereda. Begitu dia melihat Marsha, jantung Anggun juga seolah akan melompat dari tempatnya.
“Marsha?!”
Lalu, ada kejadian lucu. Satu per satu orang di ruang makan itu menyebut ‘Marsha’ dengan wajah bingung dan kaget. Seolah tidak percaya kalau sosok yang hadir di antara mereka memang si bungsu.
“Marsha di sini!” Marsha menjawab seolah tidak ada yang terjadi. Dia tersenyum lebar lalu pergi menuju kursi makan yang biasa dia duduki. “Ma, tadi aku ambil beberapa skincare dan make up Mama. Aku baru bisa beli siang ini, pulang kuliah.”
“Ka-kamu … kamu bisa pakai semuanya. Nggak usah dibalikin.” Anggun mengangguk. Dia masih terlihat linglung. Setelah memastikan kalau itu memang putrinya. Anggun mendekat lalu tersenyum lebar, “kamu bener-bener cantik. Biasanya Marsha udah jadi yang paling cantik, sekarang Marsha bener-bener mirip Dewi, persis kayak Mama.”
Andrew yang tadinya hendak langsung setuju langsung melihat pada istrinya, memasang wajah lempeng. Tahu ditatap oleh suaminya, Anggun balas melihat Andrew dan bertanya sengit, “Kamu nggak setuju aku kayak Dewi?”
“Kamu bukan Dewi, kamu Bidadari.” Andrew mengangguk, ekspresi wajahnya masih lempeng. Anggun cungar-cengir.
“Aku juga mikir kayak gitu, sih.” tambahnya Anggun narsis.
“Ngeliat kamu yang tiba-tiba jago make up dan jadi feminine kayak gini, Kakak ngerasa rumit.” Andre memasang wajah sedih. “kamu jadi wanita paling cantik yang pernah Kakak temuin setelah Mama. Sayangnya Kakak nggak bisa macarin kamu.”
Mendengar itu, Marsha tertawa. Dia menoleh, menatap kakaknya dengan sorot guyon, “Kak Andre pasti ketemu bidadarinya sendiri.”
Marsha kali ini melihat keluarganya, “Aku cuma mikir … mau keliatan lebih feminine.”
“Gara-gara Bykov?” tuding Marlon. Marsha melihat ke arah kembarannnya tidak paham. Kenapa nama Bykov tiba-tiba disebut? Apa hubungannya Bykov dengan perubahan penampilan Marsha?
“Setelah ketemu Bykov, kamu banyak ngelamun. Jadi … kamu mau keliatan lebih feminine emang demi dia, kan?”
Melihat Marsha diam, Marlon merasa menang. Dia terkekeh dan menambahkan, "Aku pikir kamu dan Bykov emang cocok. Dia bahkan bisa membawa perubahan besar dalam hidup kamu."
***
13. Dijemput Calon Suami
Melihat Marsha diam, Marlon merasa menang. Dia terkekeh dan menambahkan, "Aku pikir kamu dan Bykov emang cocok. Dia bahkan bisa membawa perubahan besar dalam hidup kamu."
Perubahan besar dalam hidup Marsha?
Sebenarnya … tidak sebesar perubahan yang Marsha bawa pada keluarganya yang harmonis. Marsha melihat Marlon, tidak akan lupa kalau tubuh saudara kembarnya dipotong-potong dengan kejam di kehidupan sebelumnya.
Keluarganya bahagia. Mereka terlindungi, harmonis, dan tidak pernah diterpa gosip buruk.
Sayangnya … satu-satunya nasib buruk yang mereka miliki adalah … memiliki Marsha sebagai bagian dari keluarga mereka.
Marsha merasa tidak pantas, dia adalah orang luar. Semua saudaranya membantu satu sama lain, membangun dan mendukung demi kebaikan masing-masing. Tapi apa yang justru Marsha berikan pada mereka?
Hehehe …,
Hanya kematian yang tragis.
“Marsha, kalau ada sesuatu hal yang mengganggu kamu, tolong bilang pada kami, ok?” Brian menatap si bungsu cemas. Sejak beberapa hari lalu, Brian merasa sedikit asing dari adik perempuannya itu. Marsha sangat dekat, begitu manis dan penurut. Tapi … seolah Marsha memiliki jarak yang tidak bisa dipecah di antara mereka,
“Aku nggak ada masalah apa pun.” Marsha mengulum senyum, “semuanya baik-baik aja. Apa yang Marlon bilang mungkin bener, walau aku sendiri baru sadar.” Marsha melihat kembarannya, dia terkekeh, “hari ini Bykov mau jemput aku. Dia mau nganter aku ke kampus.”
Andre mengernyit, “Kalian deket secepat itu?”
“Bukannya bagus kalau kami cepat deket? Bukannya itu harapan kalian setelah jodohin aku sama Bykov?” sekarang setelah Marsha membalikkan pertanyaannya, tidak ada satu pun di antara anggota keluarganya yang berhasil bicara.
Marsha makan dengan tenang. Sambil sesekali mencuri pandang ke arah anggota keluarganya yang lain. Dia bercanda, tertawa, melempar lelucon, tapi sikap kekanakannya sudah hilang sepenuhnya. Marsha yang sekarang adalah wanita elegan yang dewasa. Membuat beberapa orang masih merasa asing dengan sisi barunya.
Setelah selesai sarapan, Marsha keluar menuju teras. Dia hendak menunggu Bykov di luar tapi sama sekali tidak menyangka Bykov sudah muncul di teras rumahnya. Pria itu menunggu dan menatapnya. Berdiri dengan setelan pakaiannya yang formal, membuatnya terlihat tinggi dan gagah.
Dilihat berapa kalipun, Marsha harus mengakui kalau Chatura bahkan tidak bisa dibandingkan dengan jempol kakiBykov. Hal apa yang membuat Marsha di masa lalu tergila-gila pada Chatur dan justru mengabaikan suaminya yang sempurna?
“Kamu udah lama nunggu?” tanya Marsha sambil mendekat. Dia tidak bisa menebak berapa lama Bykov menunggu di luar, tapi dia bisa menebak Bykov menunggu tidak sebentar. Ekspresi Bykov mungkin tidak terbaca, posturnya juga tegap seolah tidak merasa pegal dan lelah.
Marsha hanya merasakannya saja.
“Aku baru datang.” Bykov menjawab dengan nada lurus.
“Kenapa kamu nggak masuk?”
“Ini pasti waktunya keluarga kamu sarapan, aku nggak mau ganggu.” Karena kalau Bykov masuk, suasana hangat dan ceria di meja makan bersama keluarga mungkin akan berubah lesu.
Bykov tidak boleh lupa kapanpun dia bergabung makan dengan orang lain, suhu di sekelilingnya seolah jatuh ke minus derajat 20. Suasananya kaku dan menyeramkan. Hanya keluarganya saja yang tidak terpengaruh dengan situasi Bykov selama ini.
Bykov tidak mau menginterupsi saat-saat bahagia Marsha dengan keluarganya yang lain.
Marsha sedikit menyipitkan mata. Dia sama sekali tidak menyangka kalau Bykov juga memiliki sisi insecure seperti ini. Pria ini sejak awal jarang bicara, dia sulit berkomunikasi tentang hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya. Itu sebabnya orang-orang menganggap Bykov terlalu serius dan merasa sulit saat berhadapan dengannya.
Bykov tidak mudah didekati, tapi tidak banyak juga orang yang memiliki keberanian cukup untuk mendekatinya.
“Kita mau pergi langsung atau kamu mau masuk dulu?” tawar Marsha.
Bykov menjawab, “Bagaimana menurut kamu?”
Marsha dan Bykov saling menatap untuk beberapa detik sebelum akhirnya menjawab, “Kita langsung pergi aja.”
Marsha bergegas menuju mobilnya Bykov yang diparkir. Ada 2 mobil lain yang mengapit mobil pria itu. Bykov adalah seorang Alexandrio, tentu saja dia tidak bisa berpergian sendiri. Keselamatannya selalu terancam. Walau begitu, keluarganya selalu berhasil melindungi Bykov dengan baik.
Satu-satunya hal salah yang pernah Bykov lakukan adalah jatuh cinta pada Marsha saja.
Hidup Marsha terlalu tragedi.
Saat Marsha hendak menarik pintu, Bykov mendahuluinya membukakan pintu untuk Marsha. Marsha menatap Bykov sebentar, tersenyum kecil lalu masuk.
Bykov termenung beberapa detik. Dia tidak menyangka Marsha akan tersenyum padanya. Lalu Bykov menyusul masuk, dia duduk di balik setir. Sengaja kali ini mobilnya sendiri tidak menggunakan supir, Bykov ingin menyetir untuk Marsha.
“Sebenernya kamu nggak perlu repot-repot jemput aku.” Marsha membuka pembicaraan, menunggu Bykov yang bicara lebih dulu, mungkin tidak akan pernah terjadi walau misal ke kampus membutuhkan waktu perjalanan sekitar 3 jam. Apalagi hanya setengah jam seperti sekarang. Marsha tahu Bykov mencintainya dan tulus, tapi dia belum mengenal pria itu sepenuhnya. Marsha ingin tahu lebih banyak tentang suami masa depannya.
“Aku tahu kamu sibuk, repot dengan semua pekerjaan kamu, kan?”
“Ini sama sekali nggak repot.” Bykov membuka mulut, bicara serak. Dia fokus menyetir, sambil sesekali melirik Marsha lewat ekor mata. Tahu pembicaraan mereka topiknya bisa terputus di sana, Bykov menambahkan, “aku senang karena kamu bersedia.”
Marsha terkekeh dan mengejek, “Kamu terkesan misteris dan dingin. Tapi ternyata diam-diam kamu bucin, heh?”
Bykov mengerjap, dia bertanya, “Apa itu bucin?”
Betapa kakunya. Dia bahkan tidak mengetahui tren bahasa lama? Marsha menatap Bykov dengan sorot simpati.
“Budak cinta.”
Mendengar istilah memalukan itu, Bykov tidak tersinggung atau marah. Sudut bibirnya terangkat sedikit dan menyahut, “Hn.” Tanpa tahu malu, Bykov langsung mengakuinya.
Marsha speechless. Dia malu sendiri dengan kejujuran Bykov.
“Kamu … apa nggak punya temen seumuran?” tanya Marsha lagi.
“Ada.” Bykov mengangguk, “nggak banyak.”
“Nggak banyak seberapa banyak?”
“Nggak sampai 10.”
Mungkin Marsha tahu setengah dari orang-orang itu berkat ingatan masa lalunya.
“Segitu bagus. Betapa irinya.” Karena Marsha tidak punya satupun teman yang benar-benar bisa dia percaya. Semuanya pada akhirnya mengkhianatinya dan bekerjasama dengan Chatura.
Bykov balas bertanya, “Kamu … ada berapa?”
Marsha tersenyum kecil dan menjawab dengan nada serak, “Nggak ada.” dia menatap Bykov, menyorotnya dalam lalu mengatakan ulang seolah perkataannya tadi tidak jelas, "aku sama sekali nggak ada."
"Nggak ada orang yang bisa aku percaya."
***
14. Tidak Ada Teman Yang Bisa Dipercaya
Bykov sudah banyak menyelidiki tentang Marsha. Setiap informasi yang mengenai wanita itu selalu dia dapatkan dan Bykov bahkan tahu 90% kebiasaannya.
Katakan saja Bykov stalker gila. Dia memang tidak bisa kalau satu hari saja tidak mendapatkan kabar tentang wanita yang disukainya.
Baik itu kebiasaan Marsha, hobinya, karakternya, bahkan termasuk kekasihnya sekarang.
Bykov tahu dia egois. Dia tetap ingin mengikat Marsha untuk menikah dengannya walau dia tahu di belakangnya saat ini Marsha sudah jatuh cinta pada pria lain. Tapi, karena Marsha sendiri tidak menolak, Bykov pikir … mungkin cinta Marsha pada Chatura memang tidak sedalam yang dia pikirkan. Ya, semoga saja kenyataannya memang demikian.
Itu harapan kecil, tapi Bykov akan menggenggamnya dengan sabar. Dia yakin lambat laun di masa depan nanti, Marsha akan melihat ketulusan Bykov dan kemudian jatuh cinta padanya. Memikirkan itu, selalu menyuntikkan Bykov semangat agar tidak pernah berpikir untuk menyerah.
Andai saja Bykov tahu kalau di masa lalu ‘tidak menyerah’ saja tidak cukup. Kalau Bykov tidak bicara, bagaimana mungkin Marsha bisa mengerti perasaannya bukan? Marsha bukan Tuhan yang bisa mengerti isi hati dan pikiran orang lain, Marsha tidak bisa membaca pikiran. Marsha tidak tahu kalau Bykov tidak mengungkapkan.
Hari-hari mereka dihiasi oleh kesalahpahaman, dan pada akhirnya … hanya ditenggelamkan kematian dalam sesal dan kesedihan.
“Suatu hari nanti, kamu pasti akan menemukan seseorang yang benar-benar tulus pada kamu.” Bykov tidak tahu apa alasan Marsha tidak mengakui teman-temannya? Walau bagaimanapun dalam penyelidikan yang Bykov lakukan, Marsha memiliki banyak sahabat yang cukup dekat. Marsha baik dan ramah, dia disukai dan disayangi.
Jadi … saat tahu Marsha ternyata sama sekali tidak menganggap mereka teman apalagi memberikan mereka kepercayaan, Bykov sedikit terkejut.
Tapi ada bagusnya juga. Teman-teman Marsha adalah temannya Chatura. Kalau mereka mempengaruhi Marsha untuk semakin jatuh cinta pada Chatur dan menolak Bykov, Bykov tidak akan pernah punya kesempatan untuk menang melawan rival cintanya.
“Ya, mungkin. Aku nggak terlalu berharap.” kali ini Marsha memalingkan wajah, tidak melihat wajah Bykov lagi sehingga Bykov tidak tahu ekspresi yang dipasang wanita di sisinya. Bykov hanya bisa merasakan suasana hati Marsha yang tenang, tenang namun terasa sedikit … menyedihkan? Bykov tidak tahu apa alasan Marsha bersedih, kalau saja ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk menghibur Marsha, Bykov tentu akan segera melakukannya.
“Kita … hidup bertemu dengan banyak orang.” tidak mau obrolan mereka berakhir begitu saja. Bagi Bykov, setiap detik yang dia lewati dengan Marsha sangat-sangat berharga. Dulu, saat melihat betapa Edward mencintai ibunya, Bykov merasa ayahnya sangat konyol dan tidak masuk akal. Pria kuat dan tangguh itu akan melakukan apa pun demi membujuk istrinya agar tidak terus marah padanya.
Sekarang, setelah Bykov merasakan hal yang sama, jatuh cinta untuk pertama kalinya, yakin kalau sosok itu adalah takdirnya, Bykov juga ingin memetik semua bintang dan bulan di langit untuk diberikannya pada Marsha, untuk menghibur Marsha agar tidak bersedih lagi.
“Terkadang kita nggak sama, tapi bukan berarti nggak ada seorang pun yang nggak bisa kita percaya. Mungkin butuh waktu, tapi … pasti ada.” Bykov bicara panjang lebar, dia melirik Marsha sekilas, menyadari kalau Marsha kali ini beralih dan menatapnya. “di masa depan … kamu akan menemui satu orang itu.”
Marsha mengerjap, sebelum akhirnya dia terkekeh saat sadar kalau Bykov sedang berusaha menghiburnya. Bykov tahu suasana hati Marsha sedang buruk, itu sebabnya walau pria itu tidak tahu cara menghibur seseorang saat mereka merasa sedih, dia tetap memaksakan diri.
Melihat wajah Bykov yang sedikit tegang, Marsha bisa tahu kalau Bykov gugup.
“Maaf, aku nggak terlalu pandai bicara. Aku nggak tahu cara menghibur kamu biar nggak sedih lagi.”
Marsha tersenyum kecil. Dia berbisik, “Ini udah cukup.” dia menatap Bykov beberapa detik, “makasih karena udah mau ngehibur aku.”
Bykov tidak akan bertanya hal apa yang sudah membuat Marsha bersedih? Pertama, mereka belum kenal lama. Bykov takut Marsha akan menganggapnya menyebalkan, sok dekat, dan ikut campur urusan orang lain. Kedua, Bykov takut kalau suasana mendung Marsha sekarang karena dia sedang berselisih dengan Chatura.
Bykov belum siap untuk patah hati.
Sesampainya di kampus, Bykov turun lebih dulu, membukakan pintu mobil untuk Marsha. Marsha keluar, dia menatap Bykov beberapa detik dan menggeleng, “Kamu nggak perlu sampai bukain pintu.” Marsha tahu kalau selama ini, sebagai ‘Tuan Muda’ dari keluarga berkuasa, justru pintu mobil selalu dibukakan orang lain untuk Bykov.
Melihat ‘Putra Mahkota’ Alexandrio melakukan gelagat seperti supir, Marsha merasa hatinya rumit.
“Aku senang melakukannya.” Bykov menjawab tenang.
Marsha mengangguk, “Aku pergi ke kelas dulu. Sebaiknya kamu pergi ke kantor.”
Bykov mengangguk, dia membuka mulutnya saat Marsha sudah nyaris berbalik. Tapi kembali merapatkan bibir ragu. Marsha menangkap ekspresi nelangsa itu, dia terkekeh dan bertanya, “Ada apa?”
“Kamu … pulang jam berapa?” Bykov memberanikan diri bertanya. “kalau kamu nggak keberatan, aku mau menjemput kamu lagi.”
“Jemput, ya? Hari ini aku cuma ada kelas sampai siang.” Marsha menjawab setelah mengingat-ingat. Walau bagaimanapun sebenarnya dia sudah lulus kuliah sejak lama, dia sudah melupakan semua jadwal bahkan sebagian besar materi kuliahnya. “aku juga mau pergi ke mal buat belanja baju, skincare, dan beberapa keperluan lainnya.”
Mendengar Marsha ingin belanja, Bykov menatapnya dengan mata dipenuhi binar harapan, “Kamu mau aku antar?”
Entah sejak kapan … cara mereka bahkan seakrab ini. Tidak formal lagi menggunakan ‘saya-kamu’ seperti awal-awal. Karena cara bicara Marsha begitu akrab, Bykov juga ingin membiasakan. Dia harap dengan semakin intimnya cara mereka berkomunikasi, Marsha lambat laun akan membuka hati.
“Nggak usah, kamu pasti sibuk dengan semua kerjaan kamu, kan?” Marsha terkekeh. Tapi melihat sorot mata Bykov berubah redup, Marsha jadi merasa bersalah. Sebenarnya bukan Marsha tidak mau ditemani, dia masih belum mempercayai siapa pun. Tapi dia sendiri juga ingin mulai membuka hati untuk pria yang kini berdiri di depannya. Hanya saja, Marsha tahu schedule Bykov sangat padat, pria di depannya itu terlalu sibuk.
Merasa tidak nyaman membuat Bykov kecewa, Marsha menambahkan, “Kecuali kalau kamu luang, ayo kita pergi sama-sama.”
“Hari ini, aku sama sekali nggak sibuk.” Bykov menggeleng. Asistennya di belakang nyaris berdehem, kalau saja tidak melihat betapa antusiasnya Bykov sampai menggoyangkan beberapa jemari di balik punggungnya.
“Oke. Sampai ketemu nanti siang.” Marsha terkekeh.
Bykov tersenyum manis.
Mereka mengobrol beberapa kata lagi, tidak menyadari kalau jauh di belakang mereka … ada seseorang yang menatap dengan sorot marah tidak percaya.
***
15. Kami Sudah Dijodohkan
Chatura sudah beberapa hari ini dibuat gelisah. Marsha semakin acuh tak acuh saat menghadapinya. Terkesan tidak peduli dengan apa pun yang Chatura lakukan, dia juga merespons Chatura sering terkesan santai dan asal-asalan.
Kadang pesan Chatura tidak dibalas Marsha sepenuhnya. Membuat Chatura meragukan sebenarnya apa yang terjadi dengan hubungan mereka?
Apa Marsha sudah menemukan sesuatu yang salah tentang Chatura? Rasanya … tidak mungkin.
Semua yang Chatura rencanakan sudah matang sejak jauh-jauh hari. Bahkan sebelum Chatura memutuskan untuk bertemu dengan Marsha beberapa tahun lalu. Marsha mempercayai apa pun yang Chatura katakan, Chatura juga tidak pernah melakukan sesuatu di belakangnya diam-diam. Secara garis besarnya, Chatura bersih.
Sedang dalam suasana hati yang buruk, saat dia melewati parkiran kampusnya, dia melihat siluet seseorang yang familier. Walau penampilannya berbeda, tapi Chatura tidak akan salah mengira tentang sosok yang sudah menjadi kekasihnya beberapa tahun ini.
Itu memang Marsha.
Dengan siapa dia berdiri?
Mata Chatura menyipit, menatap pria jangkung berkulit pucat yang berdiri di depan Marsha. Pria itu tersenyum lembut, dibalas senyuman ramah yang sama oleh Marsha. Mereka mengobrol dengan damai, seolah tidak terganggu dengan beberapa pasang mata yang sesekali menatap ke arah mereka.
“Siapa?” Chatura merasa wajah pria itu familier tapi dia tidak bisa langsung mengingatnya. Jelas sosok itu adalah pria yang tidak akan pernah bisa dilupakan walau hanya bertemu beberapa detik. Visualnya terlalu menonjol, momentumnya juga membuat orang lain dalam sekali lihat langsung tahu kalau pria itu … tidak berasal dari keluarga biasa.
Melihat Marsha yang berpenampilan feminine bahkan sampai memakai riasan di depannya. Dua orang serasi itu terlihat seperti lukisan cantik 3 dimensi saja. Keduanya sangat cocok satu sama lain. Membuat siapa pun yang melihatnya bisa berdecak iri dan mengharapkan bisa menggantikan posisi salah satu dari mereka.
“Sampai jumpa siang nanti.” Marsha merapikan tasnya yang sesaat turun. Bykov mengangguk. Tapi dia tidak bergegas masuk ke mobilnya. Marsha berdecak diam-diam, sepertinya … Bykov ingin memastikan Marsha pergi ke gedung kampus dulu sebelum Bykov sendiri akan pergi menuju perusahaan.
Perhatian yang terkesan kecil namun bisa menghangatkan hati siapa pun yang diberikan perhatian yang sama. Ya, selama mereka tidak buta seperti Marsha di masa lalu.
Marsha berbalik, dia berjalan beberapa langkah lalu bertemu pandang dengan mata Chatura yang terlihat kecewa. Jarak mereka terpisah sekitar 10 meter. Tapi Marsha bisa langsung mengenalinya.
Bykov juga menyadari keberadaan Chatura, kedua alisnya merajut samar, merasa tidak nyaman melihat pria yang disebutkan merupakan kekasih ‘calon istrinya’.
Marsha maju menuju Chatura, dia berbalik sebentar, melihat Bykov lalu mengulas senyum. Setelah itu dia melangkah menuju gedung, Chatura yang diabaikan bergegas menyusulnya, dia tetap berusaha mempertahankan raut tenang, tidak mau menunjukkan sisi buruknya di depan banyak orang.
“Kamu punya hutang penjelasan sama aku, Sha.” Chatura akhirnya bicara setelah mereka memasuki wilayah gedung. Dia menyejajarkan langkah mereka, Marsha melambatkannya, dia menoleh pada Chatura namun tetap enggan untuk berhenti. “siapa cowok tadi? Kenapa kamu pergi sama dia? Kenapa hari ini kamu dandan secantik ini? Buat dilihat siapa? Cowok itu?”
Pertanyaan Chatura nyaris tanpa titik dan koma. Nadanya terdengar dipenuhi keraguan, kemarahan, dan kesedihan. Membuat Marsha sedikit kagum. Pria ini … aktingnya terlalu bagus. Dia bahkan lebih layak memenangkan piala Oscar dibanding semua aktor di dunia.
Siapa pun yang tidak mengetahui betapa kejamnya Chatura pada Marsha di masa lalu, tentu saja akan jatuh karenabakat aktingnya. Betapa sialnya.
“Dia Bykov.” Marsha tidak berpikir untuk menyembunyikan hubungannya dengan Bykov. Dia tahu ambisi Chatura, apa pun yang terjadi bajingan itu tidak akan pernah melepaskannya. “Bykov Czar … Alexandrio.”
Mendengar nama Alexandrio, sontak Chatura menghentikan langkahnya. Marsha tersenyum dalam hati, dia berbalik, tentu saja senyum itu tidak muncul di permukaan wajahnya, Marsha masih memasang ekspresi tenang dan datar.
“Alexandrio.” Chatura menelan ludah, dia sesaat terlihat linglung, “maksud kamu Alexandrio yang itu?”
Siapa pun yang dimaksud Chatura dengan ‘yang itu’. Marsha sendiri bisa menebaknya. Dia mengangguk, “Iya.”
“Kenapa kamu berhubungan sama dia?” Chatura menuntut. Dia tahu kalau pria tadi tidak biasa, tapi tidak menyangka kalau latar belakangnya sekuat itu. Alexandrio. Bahkan Adrian saja tidak bisa menyamai setengah kedudukan keluarga Alexandrio selama ini. Pemimpin klan mereka saat ini adalah Edward Alexandrio, ‘raja tiran’ yang bahkan menurut informasi yang didapatkan Chatura, tidak segan membantai anggota klannya sendiri.
Tidak tanggung-tanggung, yang dibantai Edward mencapai ratusan dari keluarga inti klan atau luar klan.
Jadi … begitu.
Ternyata ada sesuatu yang cukup membuat Chatura gugup dan ragu. Marsha di hidup masa lalunya tidak tahu dan gagal menyadarinya. Dia tahu pengaruh suaminya besar, tapi tidak menyangka kalau ‘mafia paling busuk di dunia ini’ –Chatura, juga sebenarnya tidak cukup mampu untuk menghadapi Alexandrio.
Jadi … ternyata memang begitu. Bykov tidak tersentuh, bahkan tangan Chatura tidak pernah mencoba untuk menggapainya. Harusnya … hidup Bykov selalu aman. Dia tidak perlu mati dengan cara kejam kalau saja bukan karena kelalaian Marsha.
Memikirkan satu demi satu kesalahan yang dia lakukan di masa lalu, dada Marsha terasa sesak. Namun dia tidak menunjukkan melalui ekspresi wajahnya. Dia tidak mau Chatura menyadari keanehannya.
“Sha, apa hubungan kamu sama cowok itu?” Chatura mendekat, dia memegangi bahu Marsha erat. Marsha menahan jijik dan mual karena sentuhan itu. Rasanya dia ingin menepisnya, tapi kalau Marsha melakukannya, aktingnya akan terlihat. “kenapa kamu pergi ke kampus sama dia?”
Marsha menatap mata Chatura dengan kedua irisnya yang gelap tanpa dasar. Kilau di matanya sejak lama sudah menghilang. Marsha tidak pernah berpikir untuk bahagia lagi, dia sudah tidak punya keinginan egois lagi selain ingin membalas dendam atas nasib nahas keluarganya.
Marsha akan tetap melayani Chatura sampai pria itu menyesal dan terbunuh dengan cara yang sama kejam di kedua tangannya.
“Bykov, dia … cowok yang dipilih orang tua aku.” Marsha berkata jujur, ekspresi di wajahnya terlihat sakit dan penuh penyesalan, namun jika Chatura menatapnya lebih saksama, dia akan mendapati kalau salah satu sudut bibir Marsha sedikit terangkat. “Mama dan Papa memutuskan … kalau akan menjodohkan kami berdua. Kami sudah diputuskan akan segera bertunangan dan menikah dalam waktu dekat.”
***
16. Sumpah Mati Marsha
“Mama dan Papa memutuskan … kalau akan menjodohkan kami berdua. Kami sudah diputuskan akan segera bertunangan dan menikah dalam waktu dekat.”
Kalimat itu masih terdengar mengejutkan untuk Chatura. Dia masih enggan untuk mempercayai pendengarannya. Apa maksudnya Marsha sudah dijodohkan dengan orang lain? Terlebih orang itu adalah Bykov. Bykov Alexandrio. Itu menjadi salah satu kabar paling buruk yang pernah didengar olehnya sepanjang tahun ini.
Chatura menatap Marsha dengan sorot kosong. Dia mengerjap setelah diselimuti keheningan beberapa detik, “Dijodohkan?”
“Hn.” Marsha mengangguk, “walau di permukaan nggak terlalu terlihat, tapi sebenarnya kami sedang mendapatkan masalah besar. Kami nggak bisa menyelesaikan sendiri, Papa meminta bantuan Om Edward, lalu persyaratannya adalah … aku harus menikah dengan Bykov.” Marsha mendesah ‘lelah’. Menunjukkan ekspresi sedih dan nelangsa. Bertahun-tahun dia sudah ditelan mentah-mentah oleh aktingnya Chatura, kali ini Marsha bertekad untuk membalasnya.
Menghancurkan Chatura sampai seluruh tulang pun hancur.
“Terus … gimana soal kita?” Chatura bicara serak. Cengkeramannya di pundak Marsha menguat, “gimana sama aku, Sha? Kamu setuju? Kamu nggak keberatan dijodohkan dengan Bykov? Kita udah lama bersama, jangan bilang kamu mau kita putus?”
Di masa lalu, saat Marsha mendengar pertanyaan sarat nada sakit Chatura, pertanyaan yang sama persis seperti barusan setelah Chatura mengetahui perjodohan Marsha dan Bykov, Marsha dengan cepat menegaskan tentang dia yang tidak punya pilihan. Orang tuanya sangat menginginkan perjodohan ini, Marsha harus bersedia tidak peduli apa pun jawabannya.
Kenyataannya, dulu memang seperti itu.
Marsha melakukan segalanya agar Chatura tidak lagi marah, dia tidak mau putus hubungan dengan ‘kekasihnya’ . Marsha seperti orang gila yang terus berusaha menemukan dan bicara dengan Chatura padahal pria itu tidak berhenti mengabaikannya.
Kalau mengingatnya lagi, rasanya Marsha ingin kembali ke masa lalu dan menampar dirinya sendiri yang saat itu terlalu bodoh.
“Itu terserah kamu.” Marsha memberikan jawaban cuek. Sekarang dia tahu kalau Chatura tidak akan pernah melepaskan Marsha sebelum berhasil membunuh keluarganya, itu sebabnya dia sendiri yang akan merenggangkan hubungan mereka, membiarkan Chatura yang mengejarnya. Marsha ingin tahu sejauh mana Chatura bisa menjatuhkan harga diri demi tetap bersamanya.
“Kalau kamu nggak bisa, kita sebaiknya putus. Walau bagaimanapun aku nggak bisa mengabaikan kesulitan keluarga aku demi keegoisan aku sendiri.” Marsha meringis, “bisa kamu ngelepasin bahu aku? Sakit.”
Chatura terentak, dia dengan cepat menarik tangannya, Marsha mengusapi kedua bahunya yang sesaat kebas. Bajingan di depannya ini benar-benar menggunakan tenaganya. Berengsek.
Chatura menatap Marsha terkejut, sama sekali tidak menyangka Marsha akan membahas kata ‘putus’ dengan mudah. Chatura tahu Marsha sangat menghargai keluarganya, sebanyak keluarga Marsha mencintainya. Tapi selama ini Marsha sudah berkali-kali memberontak demi Chatura. Jadi … saat Marsha benar-benar langsung setuju bahkan tidak keberatan putus dengannya, Chatura tidak bisa berkata-kata.
Wajahnya pias. Dia menelan ludah dan tertunduk sesaat.
Marsha menunggu dan menunggu. Menikmati setiap reaksi yang muncul di wajah Chatura. Ingin tahu apa yang akan pria itu katakan dan lakukan? Kalau sampai Chatura merajuk seperti dulu, itu artinya mereka akan benar-benar selesai, Marsha akan mencari cara lain untuk balas dendam. Tapi kalau Chatura bertahan …,
Hehehe. Marsha akan membuatnya semakin hancur dan berantakan.
Karena Chatura hanya diam. Marsha bosan, dia berbalik dan hendak pergi namun dengan cepat Chatur meraih pergelangan tangannya. Chatura hilang fokus sesaat, kulit Marsha begitu halus dan lembut. Pergelangan tangannya juga kecil dan nyaman digenggam.
Marsha menatap wajah Chatura lagi.
“Selama … selama kamu janji nggak akan pernah jatuh cinta sama dia, aku nggak mau putus.” Chatura memasang ekspresi pahit dan sakit. Dia terlihat sangat menyedihkan, seperti anak anjing yang ditinggalkan di pinggir jalan, “aku nggak mau putus, aku bener-bener cinta sama kamu.”
Betapa munafiknya.
Kalimat cinta itu terdengar sangat tulus, sampai Marsha merasa kalau dia tidak ingat tentang kehidupan sebelumnya, dia mungkin akan kembali mempercayai ucapannya.
Mulut Chatura terlalu beracun dan manis. Pria itu sangat pandai berbohong dan menipu, dia bisa mengucapkan kalimat cinta putus asa dengan nada sesakit itu padahal sama sekali tidak memiliki perasaan manis untuk Marsha. Hanya kebencian dan dendam tidak masuk akal.
Mengingat betapa kejam dan tidak berperasaannya Chatura di masa-masa itu, hanya membuat Marsha merinding menghadapi psikopat di depannya.
“Selama kamu nggak terlalu banyak menuntut, kita bisa tetap backstreet.” Marsha mengangguk setuju, “tapi aku minta kamu nggak coba-coba ngusik Bykov, atau mengatakan sesuatu yang nggak penting sama dia. Keluarga aku sekarang bener-bener bergantung sama uluran tangan Alexandrio.”
“Sebenarnya ada masalah apa di keluarga kamu sampai kamu bener-bener butuh mereka?” tanya Chatura tidak paham.
“Sekalipun kamu tahu, kamu nggak bisa bantu apa pun.” Marsha dengan kata-katanya terlalu kejam. Siapa pun yang mendengarnya bisa membenci dan muak padanya, “ini juga nggak seolah aku tahu. Kamu sendiri paham kalau aku nggak terlalu tertarik sama urusan bisnis keluarga kami.”
Chatura disakiti dan dipermalukan berkali-kali. Walau begitu, dia tetap tidak mau melepaskan tangan Marsha. Marsha membiarkannya sesaat, sebelum perlahan menariknya dan berkata, “Aku harus ke kelas.”
Tanpa menunggu jawaban Chatura, Marsha bergegas. Namun Chatura terus membuntutinya, dia menyejajarkan langkah mereka. Berbisik, “Sha … aku bisa percaya sama kamu, kan?”
Marsha justru balas bertanya, “Apa kamu juga bisa aku percaya?”
“Kamu sendiri tahu jawabannya, kan?” Chatura memasang mimik serius.
Marsha tersenyum kecil dan menjawab, “Hn. Aku tahu.”
Tahu kamu itu bajingan yang nggak bisa dipercayai siapa pun. Lanjut Marsha di dalam hati.
“Sha, kamu percaya aku cinta sama kamu, kan?”
Kalau cara kamu mencintai seseorang itu adalah membantai mereka dan keluarganya dengan kejam, terima kasih. Saya menolak.
“Di mata aku, kamu satu-satunya.” Chatura menegaskan. Marsha menoleh, menatap Chatura tanpa menghentikan langkah kakinya, “kamu satu-satunya yang ada di pikiran aku selama ini, dan sampai kapan pun.”
Ya, mungkin aku emang satu-satunya di pikiran kamu.
Setiap detiknya kamu memikirkan rencana untuk membunuh orang-orang yang aku sayang.
Setiap detiknya kamu memikirkan cara terbaik untuk membantai kami.
Aku pernah jatuh cinta sama kamu, terlalu dalam. Menganggap kamu segalanya bahkan lebih penting dari hidup aku sendiri.
Tapi apa yang kamu berikan sebagai balasan?
Pengkhianatan, penghinaan, pembunuhan, pelecehan, dan penganiayaan tanpa ampun.
Seolah semua yang pernah aku lakukan buat kamu nggak bernilai.
Chatura … aku pernah melakukan segalanya karena mencintai kamu.
Dan kali ini … aku juga akan melakukan segalanya untuk membunuh kamu, membawa pergi ke neraka terdasar, sekalipun aku harus ikut mati bersama kamu.
Ini … jadi sumpah mati yang sampai kapan pun nggak akan pernah aku ingkari.
***
17. Rencana Bykov
“Padatkan skedul saya hari ini. Kalau nggak bisa dipadatkan, tunda sampai malam atau besok. Hari ini saya super sibuk.” Bykov bicara panjang lebar –tidak sabar. Walau ekspresi di wajahnya tidak berubah, tapi siapa pun bisa menebak dari nadanya yang sedikit menggebu, kalau Bykov … sedang senang.
Sebenarnya, Harley –asisten Bykov- ikut bersukacita karena kedekatan sang Tuan dengan wanita idamannya selama ini. Harley bukan hanya asisten, dia juga orang yang menemani Bykov tumbuh selama ini. Dia sudah menjadi ‘pengikut’ Bykov sejak usianya masih 9 tahun. Usianya dan Bykov hanya berbeda 2 tahun. Mereka sedekat saudara kandung, apalagi Bykov juga selalu memperlakukan Harley dengan baik.
“Saya mengerti, Tuan.” Harley mengangguk patuh, dia sudah melakukan perubahan skedul Bykov bahkan sejak Marsha menyetujui permintaan pria itu. Sama seperti Shirly, Harley juga salah satu orang yang bisa menilai ekspresi Bykov dari reaksi di wajah Bykov yang samar. “apa Tuan juga akan mempertimbangkan mengganti pakaian? Saya akan menyiapkannya.”
“Hn.”
“Dimengerti.”
Bykov duduk di kursi kerjanya, untuk sesaat dia merasa linglung. Dia benar-benar tidak menyangka tawarannya akan diterima oleh Marsha. Bykov tahu Marsha orang setia, dia tidak pernah meragukannya. Saat Marsha jatuh cinta, pria itu mungkin akan menjadi satu untuk seumur hidupnya. Jadi … saat Marsha tiba-tiba menerima undangan Bykov sekarang, Bykov ragu apa cinta Marsha pada Chatura tidak sedalam yang Bykov kira selama ini?
Bagus kalau memang tidak.
Bykov semakin bersemangat. Dia jatuh cinta pada Marsha sejak lama. Walau pernah dipisahkan, pada akhirnya cintanya tidak berubah dan membuat orang tuanya menyerah. Kali ini … dia juga mendapatkan restu dari keluarga Marsha. Terlebih, Marsha juga memperlakukan Bykov dengan baik, tidak menunjukkan penolakan keras seperti yang Bykov duga selama ini.
Bykov sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk, dia tidak menyangka justru akan diberikan hadiah termanis.
Bibir Bykov membentuk lengkungan samar. Suasana hatinya semakin cerah. Bykov harus memastikan kalau kali ini … kencan pertama mereka akan berlangsung dengan lancar.
***
Shirly datang ke perusahaan adiknya. Dia masih memakai jas labnya. Rambutnya sedikit berantakan. Sebenarnya di mobil tadi rambut Shirly sudah seperti sarang burung hantu, ini sudah lebih baik setelah disisir Stormy di sampingnya. Stormy berjalan selangkah di belakang Shirly, menenteng sebuah koper baja membuat beberapa orang melihat ke arah mereka.
Semua orang mengenal Shirly, jadi tidak ada yang menahannya. Walau putri tertua dari keluarga utama klan Alexandrio itu jarang menunjukkan wajahnya di muka umum, Edward adalah orang yang bangga. Sejak dulu dia selalu memamerkan wajah putra-putrinya untuk dikagumi orang-orang.
Seolah menunjukkan pada masyarakat dunia ; lihat! Kami bukan hanya kaya raya dan berkuasa, kami juga merupakan ‘keluarga visual’ dengan gen sempurna!
Sesampainya di ruang kerja adiknya, Shirly langsung menerobos masuk, mengabaikan tumpukan dokumen di meja adiknya, juga Bykov yang tampak sibuk memeriksa dan menandatangani dokumen itu satu per satu, Shirly bergegas mendekat, mengambil alih koper besinya dari tangan Stormy lalu dia letakkan di meja kerja adiknya.
“Wahai~ adikku yang tampan dan lucu!” Shirly senyum-senyum sendiri. Wajah cantiknya terlihat mencurigakan seperti psikopat yang baru saja melarikan dari dari rumah sakit jiwa. Ekspresi Shirly jelas tidak wajar, Shirly adalah ilmuwan gila. Hobinya menciptakan ‘benda-benda’ aneh dan tidak perlu. Sebenarnya, eksperimen Shirly selama ini 90% selalu sukses. Tapi sisa 10% nya itu yang membuat siapa pun takut.
Bykov mengalihkan mata pada kakaknya yang berdiri di depannya. Menatapnya lempeng.
“Kenapa kamu menatapku dengan penuh kecurigaan seperti aku sudah menciptakan nuklir terhebat untuk menghancurkan sebuah Negara?!” Shirly protes tidak terima.
Bykov menjawab lempeng, “Belum?”
“Masih dalam proses.” Shirly menjawab lempeng. Kalau saja dia tidak memiliki nama Alexandrio, sejak lama mungkin Shirly sudah menjadi sasaran para ‘petinggi’. Bisa dibilang … nasib Shirly terlalu beruntung. Dia lahir dengan sendok emas di mulutnya.
Bykov tidak terlalu buta tentang masa lalu. Dia juga tahu kalau demi mempertahankan keberadaan Shirly dari pembunuhan anggota klan kuno, sang Papa bahkan tidak segan membantai setengah jumlah orang yang satu klan dengan mereka.
Edward nyaris membantai mereka semua. Tapi karena Maurin dan sisa-sisa anggota klan lain seperti seekor anjing yang sudah dikebiri dan patuh, Edward membiarkan mereka.
Edward sangat kejam, bahkan orang tuanya sendiri tidak lolos dari sasaran. Ferdinand Alexandrio dan istrinya –orang tua Edward- mungkin tidak dibunuh, tapi posisi mereka di klan dilucuti, kekayaan mereka dikuras, dan mereka dipaksa hidup mengasingkan diri di sebuah pulau terpencil.
Edward benar-benar berdarah dingin kalau sudah berhubungan dengan semua orang yang dia cintai.
“Aku dengar … kamu akan pergi berkencan dengan Marsha.” Shirly bicara lagi, tampak berapi-api, itu sebabnya aku datang untuk membuatmu terlihat lebih tampan.” dengan semangat empat lima, Shirly membuka kopernya, mengeluarkan sebuah tabung kecil berisi cairan hijau yang mencurigakan. Shirly mengambilnya, menggoyang-goyangkan di depan wajah Bykov. “ini adalah ramuan khusus yang baru kuselesaikan, bisa membuat kecantikanmu semakin memancar, kulitmu akan halus, lembut, dan indah. Minumlah.”
Bykov menyipitkan mata. Dia sedang dijadikan kelinci percobaan.
“Tidak perlu.” Bykov menggeleng, “seperti sekarang juga cukup.”
“Kamu tidak percaya?” Shirly marah. Dia menyeret Stormy di belakangnya, lalu menunjukkannya pada Bykov. “lihat Stormy! Dia sudah meminum cairan itu. Sekarang kulitnya sehalus sutra, wajahnya semakin glowing, dan cantik.”
Bykov menatap Stormy dan mengangguk, “Dia seperti banci. Terima kasih.”
Stormy ingin menangis. Dia sangat marah. Dia kesal karena terus dijadikan kelinci percobaan oleh Shirly. Baru beberapa hari lalu dia mengalami diare parah karena cairan hitam, dua hari lalu dia kembali dari rumah sakit, dan tadi malam dia dipaksa meminum ramuan yang lain.
Hasilnya … dia memang tidak perlu lagi pergi ke rumah sakit. Ramuan Shirly sukses besar. Tapi hasilnya, sekarang Stormy benar-benar seperti banci.
Ada apa dengan kulit di sekujur tubuhnya? Bahkan bibirnya begitu merah, kenyal, dan berkilau seperti buah ceri. Stormy merasa sangat dilecehkan.
Dan Bykov sekarang benar-benar melecehkan Stormy dengan kata-katanya.
Shirly menoleh, sekarang … Bykov menyebutkannya. Shirly menatap wajah Stormy saksama, sebelum akhirnya …,
“HAHAHAHAHAHA!” tawa Shirly begitu renyah. Dia tidak tahan lagi. Dia bersandar ke meja Bykov sambil menatap wajah Stormy, “kamu seperti banci, banci bertubuh tinggi besar di kelab gay yang beberapa kali aku kunjungi.”
Stormy menahan napas. Untung dia dilahirkan dengan kesabaran tidak terbatas.
“Berhenti menjadikan Stormy kelinci percobaan.” Bykov menasihati kakaknya, “suatu hari … mungkin dia memutuskan untuk berhenti bekerja untukmu lagi.”
Ucapan Bykov … sontak saja membuat tawa Shirly dalam sekejap mereda.
***
18. Membawamu ke Dasar Neraka
Chatura merasa sangat tidak nyaman. Dia tidak mau bertengkar dengan Marsha terutama saat Marsha terlihat tidak ingin diganggu seperti sekarang. Sepanjang mengikuti mata kuliah, Marsha bahkan tidak sedikitpun menoleh pada Chatura. Dia begitu fokus menyimak materi yang diberikan dosen mereka.
Benar-benar tidak biasa.
Marsha kali ini serius belajar, ah? Apa benar terjadi krisis tertentu di keluarganya? Sampai-sampai membuat Marsha terpaksa menerima perjodohannya dengan Bykov?
Menurut penyelidikan yang dilakukan Chatura selama ini, hubungan Andrew Kevin Adrian dan Edward Alexandrio memang pernah sedekat sahabat. Tapi mereka sempat bertikai karena istri masing-masing.
Tradisi kuno Alexandrio di masa lalu adalah … tidak mengizinkan adanya anak haram. Para Alexandrio hanya boleh menikah dengan sesama anggota klan. Anggun adalah anak haram Darius Alexandrio dari wanita lain di luar klan, sementara Darius sendiri sebenarnya sudah memiliki istri dan anak sendiri.
Karena semua ‘anak haram’ bagi Alexandrio adalah aib, mereka akan dibunuh. Anggun berhasil selamat karena dibuang di sebuah perkampungan dan dirawat oleh warga di tempat itu.
Di luar dugaan, Edward yang sudah digadangkan akan menjadi pemimpin klan berikutnya juga memiliki skandal gila. Dia memiliki sepasang anak kembar dari wanita yang pernah disewanya untuk satu malam. Edward terlalu mencintai putri-putrinya. Awalnya, keberadaan kedua anaknya itu tertutup rapi, tapi identitas Shella, salah satu putrinya terbongkar. Shella dibunuh dengan kejam, di depan semua anggota klan ini, di depan mata Edward sendiri.
Edward menggila. Dia ingin balas dendam. Dia akan membunuh semua orang yang berdarah Alexandrio, sasarannya … termasuk Anggun yang entah bagaimana caranya … menjadi wanita yang paling penting untuk Andrew.
Anggun Kasesya Alexandrio. Harusnya sejak lama dia sudah mati di tangan Edward. Tapi perlindungan Andrew padanya yang bahkan sampai berani menantang Edward yang merupakan sahabatnya sendiri, membuat hubungan mereka memanas.
Konflik mereka semakin panas karena wanita yang Edward cintai adalah mantan kekasih Andrew.
Mereka sempat renggang selama bertahun-tahun. Belakangan ini, kembali bekerjasama. Tapi … Chatura tidak pernah menyangka kalau akan sampai seintim ini.
Bagaimana mungkin dua orang yang dulunya musuh besar karena pernah berpikir untuk membunuh satu sama lain –sebenarnya hanya Edward- bersedia menyatukan keluarga mereka dengan ikatan pernikahan?
Kepala Chatura terasa sakit hanya dengan memikirkannya.
Setelah kelas usai, Chatura beranjak mendekati Marsha, meraih tangannya lalu berkata, “Sha … aku masih kepikiran sama kamu. Aku masih ngerasa … nggak nyaman.”
“Jadi tolong buat aku yakin.”
Marsha menatap Chatura dengan sorot tenang, “Gimana caranya biar kamu bisa yakin?”
“Aku juga nggak tahu.” Chatura menggeleng, “aku harap aku dapet bukti kalau kamu nggak akan pernah jatuh cinta sama Bykov itu.”
Marsha terdiam. Untuk mencintai Bykov, Marsha juga tidak tahu. Dia pernah dikhianati sekali, setelah memberinya cinta yang sangat dalam. Marsha tidak yakin bisa jatuh cinta untuk kedua kalinya, walau jika dia memang diizinkan untuk kembali mencintai seseorang, dia berharap Bykov menjadi satu-satunya.
Marsha sudah tidak mempercayai siapa pun kecuali orang-orang yang mencintainya tanpa syarat dalam kehidupan masa lalunya.
“Aku nggak akan jatuh cinta sama Bykov.” Mungkin, karena aku sendiri ngerasa aku bukan orang yang pantas dan tepat buat dia.
“Aku benci sama Bykov.” Itu dulu, dan jadi salah satu kesalahan terbesar yang pernah aku lakukan dalam hidup.
“Aku cuma cinta sama kamu.” Sangat-sangat tulus, sampai aku rela ninggalin keluarga aku sendiri. Tapi balasan apa yang kamu berikan? Kamu bener-bener bajingan.
“Jadi … kamu nggak usah khawatir.” Karena bahkan setelah diberikan kesempatan kedua, setelah di masa lalu aku nggak mau ngelepasin kamu, di kehidupan ini aku juga akan melakukan hal yang sama, dengan cara yang berbeda.
Aku cinta kamu, dan kamu sama sekali enggak menghargainya. Kamu terlalu dimanjakan dan semakin tinggi dengan arogansi.
Itu sebabnya … aku tetap akan bersama kamu, tapi kali ini … membawa kamu pergi menuju kematian yang menyedihkan.
“Kamu … bener-bener nggak akan jatuh cinta sama Bykov, kan?” Chatura menatapnya memohon. Tidak memedulikan mereka saat ini masih berada di kelas, beberapa orang bahkan mencuri dengar pembicaraan mereka.
“Kita nggak tahu di masa depan, aku nggak mau ngejanjiin sesuatu yang aku sendiri nggak terlalu yakin.” Marsha mematahkan harapan Chatura. Dia menatap Chatura dengan sorot teduh, bibirnya mengukir senyuman sedih, “aku cinta kamu sekarang, seharusnya nggak akan pernah berubah. Kecuali …,”
“Kecuali?” beo Chatura.
Marsha terdiam. Manik kelam suramnya menatap Chatura, tapi sama sekali tidak memantulkan bayangan. Membuat Chatura sesaat merinding dan tidak nyaman. Chatura ingin mundur dan menghindar, entah kenapa cara Marsha menatapnya sekarang sedikit membuatnya ketakutan? Seolah Marsha bisa menelanjanginya dalam sekejap.
Chatura sekali lagi meragu. Apa benar rencananya ini belum bocor?
“Kecuali kamu ngelakuin sesuatu yang nggak bisa aku maafkan.” Marsha melanjutkan ambigu, “dalam segala hal.”
Chatura meresapi kata-kata Marsha saksama. Sebelum akhirnya dia tersenyum dan berkata, “Emangnya apa yang bisa aku lakukan sama kamu? Status kita sejak awal nggak setara, kamu dan keluarga kamu bukan seseorang yang bisa dengan mudah aku jangkau.”
Harusnya memang seperti itu, selalu seperti itu. Kalau saja Marsha tidak terlalu bodoh dan jatuh ke dalam rencana Chatura.
Marsha tersenyum samar dan mengangguk, “Aku percaya sama kamu.” Percaya kamu sanggup melakukan hal-hal kejam yang bahkan nggak akan dibayangkan oleh manusia. Enggak, Chatura, kamu bahkan nggak layak lagi disebut manusia. Kamu itu iblis. Iblis yang nggak punya tempat di dunia ini. Cepat atau lambat, aku pasti akan mengirimkan kamu ke tempat yang lebih layak.
Neraka.
“Aku cinta sama kamu, Sha. Jadi aku pasti percaya sama kamu.” Chatura menggenggam tangan Marsha lebih erat. Marsha berusaha menahan jijik dan tidak langsung menepiskannya. Dia harus menahannya. “ayo pergi ke kafetaria? Kita makan.”
“Hn.” Marsha menarik tangannya perlahan, pura-pura merapikan buku lalu dia masukan ke dalam tasnya. “ayo kita pergi.”
Chatura tidak sadar dengan penghindaran Marsha, gerakannya terlalu alami. Tapi seseorang jelas mengamati mereka bisa melihat sekilas raut jijik di wajah Marsha.
Ada apa dengan mereka berdua?
Marsha melangkah di depan lebih dulu, Chatura mengikutinya dan menyejajarkan langkah mereka. Marsha menyelipkan poninya ke sisi telinga. Chatura mengamatinya, berdehem membuat Marsha menoleh.
“Kenapa?” Marsha tersenyum.
“Enggak, hari ini kamu keliatan cantiiiiik banget. aku sampe pangling.” Chatura tersenyum malu-malu.
Marsha hanya mengukir senyuman simpul. Sama sekali tidak terpengaruh apalagi merespons.
Ucapan Chatura selalu manis, sampai-sampai … Marsha tidak pernah menyadari kalau semua kalimat madunya beracun.
***
19. Perubahan Marsha Yang Drastis
Mereka pergi ke kafetaria. Chatura meminta Marsha langsung memilih tempat duduk sementara dia pergi ke konter. Sesekali mereka makan di restoran siap saji, namun tidak sering. Chatura bilang lebih senang makan makanan yang diolah langsung dengan berbagai menu variatif dibanding makan junkfood yang itu-itu saja.
“Aku mau espresso, tanpa gula. Makanannya nasi goreng seafood aja.” Marsha memesan. Dia langsung duduk sambil menyampingkan rambut ke belakang telinganya lagi.
Chatura menatapnya lama, “Sejak kapan kamu suka minum espresso? Aku pikir kamu benci semua minuman pahit. Kamu lebih suka yang manis-manis.”
Marsha hanya tersenyum tapi tidak menjawab.
Tentu saja sekarang dia membenci segala sesuatu yang manis. Pada siapa lagi Marsha bisa berterima kasih selain pada pria yang saat ini berstatus sebagai kekasihnya?
Chatura bergegas pergi ke konter untuk memesan. Sementara Marsha kembali membuka bukunya, melihat ulang materi kuliah yang dia catat hari ini. Keluarganya mungkin memang tidak akan mengalami krisis selama Marsha tidak melibatkan mereka, tapi Marsha tetap ingin melakukan sesuatu demi membantu mereka terutama sang Papa.
Itu sebabnya Marsha memutuskan untuk fokus belajar. Dia tidak mau menjadi beban keluarga untuk kedua kalinya terlalu lama.
Marsha tidak sadar saat beberapa orang memokuskan pandangan padanya. Dia mengangkat wajah saat seseorang berdiri di depannya. Terdiam sesaat sebelum akhirnya mengukir senyum, “Ya?”
“Marsha, kan?” pria itu langsung duduk di depannya, “tadi saya sempat pangling dan nggak mengenali kamu. Keberatan kalau kita bicara sebentar?”
Pria di depannya adalah Daniel Eldern. Tuan Muda kedua dari keluarga Eldern. Salah satu keluarga yang membuka sektor makanan ringan paling besar di Asia Tenggara. Bisnis mereka tidak hanya itu, tapi juga merambat ke bisnis real estate, marmer, dan lebih banya lagi.
Marsha mendengar putra kedua mereka tidak terlalu tertarik pada bisnis keluarganya. Dia lebih menggemari bidang IT terutama pembuatan game.
Dulu Marsha hanya pernah bertemu beberapa kali di kampus tanpa bertegur sapa. Marsha mengenalnya karena acara keluarga yang mengundang banyak tamu pebisnis penting dan kebetulan … hari itu dibawa sang Papa.
Jadi Marsha cukup terkejut karena kali ini Daniel bahkan mengajaknya bicara.
“Silakan.” Marsha tersenyum ramah.
“Saya Daniel Eldern.”
“Saya tahu. Saya mengenal kamu.”
“Itu bagus.” Daniel menyeringai lebar. Perawakannya jangkung, kulitnya pucat, dan matanya sipit. Daniel cukup tampan, mungkin sedikit terlalu kurus. Tapi secara garis besar, penampilannya tidak terlalu buruk.
“Saya ingin tahu apa kamu tertarik pada game?” Daniel langsung membuka pembicaraan. “suara kamu, sepertinya cocok untuk menjadi salah satu seiyuu, protagonist utama di game buatan kami yang paling baru. Game ini memang baru rilis tahun depan, tapi kami ingin mempersiapkan lebih matang. Bahasa Inggris kamu bagus, kan?”
“Nggak terlalu buruk.” Marsha mengangguk. “kenapa harus saya?”
“Suara kamu … gimana bilangnya? Unik.” Daniel berkata jujur, “halus tapi nggak lemah, lembut tapi kuat. Bener-bener cocok buat jadi pahlawan wanita. Saya tahu kamu nggak kekurangan uang, ini juga tawaran santai. Bayarannya nggak terlalu besar.” Daniel mungkin anak orang kaya, tapi dia tidak pernah sembrono membuang uang di sakunya. “lalu … selain suara kamu … kami juga berharap … bisa membuat karakter game itu sesuai dengan penampilan kamu.”
Marsha terdiam lalu tersenyum kecil. Daniel merasa malu. Jelas visual Marsha menjadi alasan utama kenapa Daniel mendekatinya. Di mata Daniel, tidak ada yang lebih cocok dibanding Marsha. Dia terlihat gagah saat berpenampilan berani, terlihat cantik saat memakai gaun sederhana.
Pahatan di wajah Marsha juga benar-benar sempurna. Tapi kalau dia membuat visual berdasarkan penampilan Marsha tanpa izin, jelas dia bisa dituntut oleh keluarga Adrian, keluarga yang sedikit lebih tinggi dibanding Eldern.
“Kalau saya melihat dulu game dan naskahnya, saya akan mempertimbangkan.”
Mendengar jawaban Marsha, Daniel sangat antusias. Dia mengangguk, “Saya akan mengirim file-nya ke kamu. Kamu juga bisa berkunjung ke perusahaan kami untuk melihat proses rancangan game-nya.”
“Oke.”
Kedua orang itu bertukar nomor. Saat melihat Chatura kembali, Daniel bergegas berdiri dan pergi. Dia tidak memandang Chatura sama sekali. Sejak awal Daniel tidak terlalu menyukainya, melihat Marsha dan Chatura sangat dekat, Daniel tidak pernah berpikir untuk mendekati Marsha karena sudah bisa langsung menebak jawaban wanita itu.
Tapi dalam beberapa hari ini mengawasi mereka, Daniel menyadari hubungan dua orang itu mulai retak. Sepertinya Marsha yang pertama menjaga jarak.
Itu kabar baik.
“Kenapa dia deketin kamu? Ngomong apa dia?” Chatura menatap Daniel sesaat sebelum duduk di depan Marsha, meletakkan nampan di meja, menggeser makanan dan espresso yang dipesan Marsha dengan lembut dan perhatian. Marsha menerimanya lalu mulai makan.
“Dia minta aku buat jadi seiyuu di game barunya. Dia juga minta izin buat bikin karakter protagonis wanitanya berdasarkan visual aku sekarang.”
“Kamu setuju?”
“Aku mempertimbangkan.”
Chatura jelas tidak setuju. Bykov saja sudah merepotkan, sekarang kalau Eldern ikut-ikutan, sulit bagi Chatura untuk tetap mengikat Marsha sepenuhnya.
Chatura tidak menyadari kalau ekspresi di wajahnya ini seperti buku, begitu mudah untuk dibaca.
“Kenapa kamu mempertimbangkan? Kamu nggak kekurangan uang.” Chatura berusaha membujuknya, “kita juga nggak tahu soal naskah game-nya. Kalo game erotis gimana? Aku nggak mau kamu dijadikan objek fantasi seksual pria walau hanya dalam bentuk animasi.”
Betapa lucunya.
Siapa di kehidupan lalu yang menjadikan Marsha pelacur dan bisa ditiduri beberapa pria yang berbeda dalam satu hari? Itu bahkan lebih buruk dari kematian. Tapi Marsha tidak diizinkan bunuh diri. Dia berpegang teguh dengan pemikiran setidaknya harus ada satu saja anggota keluarganya yang bisa dia selamatkan. Walau pada akhirnya … harapan yang Marsha pegang menjadi kesia-siaan.
“Itu sebabnya aku bilang sama dia mau mempertimbangkan setelah melihat game dan naskahnya.” Marsha tersenyum kecil. “kamu nggak perlu khawatir.”
Chatura tetap tidak setuju. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi Marsha mengalihkan pandangan, tidak mau lagi berdebat dengannya.
Chatura menahan napas. Tangannya terkepal sesaat, matanya terpejam rapat sebelum akhirnya Chatura kembali membuka mata. Menatap Marsha dengan sorot getir dan terluka.
“Sha … jujur sama aku. Apa aku udah ngelakuin sesuatu yang bikin kamu marah? Kenapa sikap kamu belakangan ini berubah?”
***
20. Saran Derex
“Sha … jujur sama aku. Apa aku udah ngelakuin sesuatu yang bikin kamu marah? Kenapa sikap kamu belakangan ini berubah?” pertanyaan Chatura membuat mata Marsha teralih dan balas melihatnya. Tidak ada riak di iris gelap Marsha, gelap seperti jurang tanpa dasar. Marsha merasa semakin lama hatinya semakin mati dan tidak tersentuh lagi.
Andai dia tidak punya tekad untuk memperbaiki masa lalu agar tidak terulang kembali, dia bahkan ingin langsung melenyapkan pria di depannya ini, sumber masalah dan bencana terhebat dalam keluarganya. Tapi, Marsha begitu yakin Chatura tidak akan mampu melakukan semuanya seorang diri. Pasti ada seseorang yang lebih kuat di belakangnya, bisa mendapatkan keuntungan besar jika Adrian hancur dalam genggaman tangannya.
Chatura hanyalah pion. Samar-samar, Marsha merasa kehilangan beberapa kepingan memori penting tapi seberusaha apa pun dia mencoba mengingat, semuanya benar-benar tanpa hasil.
Marsha menarik napas panjang, mengembuskannya perlahan, dia mengerjap dan menjawab, “Memangnya … kamu ngerasa udah ngelakuin sesuatu yang bisa bikin aku marah?”
“Aku nggak tahu, makanya aku nanya sama kamu, kan?” Chatura mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Marsha erat, menatapnya memelas. Betapa hebatnya akting pria itu. Marsha bahkan tidak menemukan celah dari cara Chatura bertutur dan menatapnya. Di masa lalu, bukan Marsha yang terlalu bodoh untuk menilai karakter seseorang, tapi akting Chatura memang terlalu luar biasa, sampai di luar nalar.
Bagaimana bisa pria itu bersikap romantis, lembut, penuh cinta, memanjakan pada seseorang yang pria itu benci sampai ke tulang-tulang? Mengingat betapa kejamnya Chatura di masa lalu, jelas kalau pria itu tidak berpikir dua kali sebelum menyiksa Marsha dengan berbagai metode yang paling mengerikan.
Tirai mata Marsha tertutup, dia tersenyum dan berbisik, “Kamu nggak ngelakuin kesalahan apa pun. Tapi kondisi keluarga aku sekarang memaksa aku buat tumbuh lebih cepat. Supaya aku nggak terus-terusan jadi beban buat keluarga kami.”
Satu tangan Marsha di bawah meja terkepal erat. Dia menelan ludah, “sama sekali bukan salah kamu.”
Ya, yang salah adalah Marsha yang terlalu bodoh dan mudah ditipu. Tapi itu dulu, Marsha tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama. Dulu, Chatura berhasil membantai keluarganya melewati ‘bantuan’ Marsha, kali ini Marsha memastikan semua rencana Chatura akan gagal juga melalui tangannya.
“Aku ngerasa sikap kamu dalam beberapa terakhir ini berubah.”
“Semua manusia tumbuh.” Marsha balas menggenggam tangan Chatura, dia tersenyum lembut, “jangan khawatir.”
Melihat senyuman menenangkan Marsha, Chatura mengangguk dan balas tersenyum.
Marsha merasa mual, dia mengambil cangkir espresso-nya lalu meminumnya dalam beberapa tegukan. Seolah rasa pahit dari kopi itu bisa menetralisir rasa jijik dan mualnya. Dulu, lidah Marsha sempat mati rasa, sekarang dia bisa kembali mengecap … tapi tidak terlalu tahu rasa selain pahit yang ekstrem atau manis yang justru membuat perutnya sakit.
Marsha merasa … dia mulai kehilangan satu demi satu indera tubuhnya yang penting.
Apa ini harga yang harus dibayarnya karena sudah kembali ke masa lalu?
Marsha diam-diam tersenyum.
Tidak masalah, selama kedua tangan dan kakinya masih berfungsi, selama gigi-giginya masih bisa mengoyak, Marsha tidak akan kehilangan niatnya untuk membalas dendam.
Chatura mengernyit saat melihat Marsha menikmati espresso itu dengan ekspresi tenang. Seolah sama sekali tidak merasakan pahitnya.
“Kamu yakin nggak butuh gula?” Chatura menggeserkan gelas gula yang sengaja dia pesan juga tadi. Cemas kalau Marsha tidak terbiasa dengan pahit kopinya, Chatura mengambil inisiatif lebih dulu.
“Aku sama sekali nggak butuh itu.”
Apa kamu nggak inget? Di kehidupan lalu, kamu cuma ngasih aku semua makanan pahit, bahkan kamu maksa aku buat makan muntahan aku sendiri. Sekalinya kamu memberikan sesuatu yang manis, kamu menaburkan banyak cacing dan belatung dan cekokin semua benda menjijikkan itu ke mulut aku.
Berapa kali aku dipaksa menelan sperma dari masing-masing pria yang berbeda?
Satu-satunya kebaikan yang kamu berikan tanpa ditaburi hal-hal menjijikkan hanya semua makanan dan minuman pahit.
Dua minggu bersama kamu, dua minggu terakhir itu jadi neraka terburuk dalam hidup aku.
***
Marsha pergi pamit ke toilet tanpa menghabiskan makanannya, Chatura mengangguk setuju dan membiarkan. Setelah Marsha pergi, baru Jisca mendekat dan duduk di sampingnya. Dia menatap Chatura yang sedikit linglung.
Jisca bertanya, “Ada apa?”
Chatura masih melamun, dia menoleh sebentar sebelum akhirnya menggeleng, “Aku … bener-bener ngerasa ditelanjangi sama Marsha.” Chatura menghela napas berat, dia sangat gugup, “apa Marsha tahu sesuatu?”
“Harusnya enggak.” Jisca juga sama bingungnya. “harusnya nggak ada yang salah soal dia. Mungkin bener-bener masalah keluarga.”
“Marsha menerima pinangan dari keluarga Alexandrio.” Chatura menggertakkan giginya. “dia mungkin mau nggak mau akan menikah dengan Bykov Czar Alexandrio. Kalau aja Marsha masih jadi Marsha yang beberapa hari lalu, aku nggak akan sekhawatir ini. Marsha yang sekarang … aku ngerasa perasaannya sama aku sekarang udah abu-abu.”
Jisca tidak mau membuat Chatura semakin gelisah, tapi kenyataannya dia sendiri juga melihatnya. Marsha tidak menatap Chatura penuh kagum lagi seperti di masa lalu. Seolah baru saja terlahir kembali, karakternya yang dulu riang, agresif, dan ceria sekarang berubah menjadi elegan, acuh tak acuh, dan dewasa.
Seperti satu orang yang sama dengan dua kepribadian yang berbeda.
“Kamu mungkin harus lebih agresif, tunjukin cinta yang lebih besar dan tulus. Cuma itu satu-satunya cara kamu untuk mempertahankan Marsha sekarang.” Jisca memberi saran, “kamu nggak bisa membiarkan Marsha lepas dari genggaman kamu.”
Chatura juga tidak menginginkannya. Tapi dia sendiri sedikit mati langkah. Perubahan Marsha terlalu tiba-tiba, membuat Chatura buta arah untuk pertama kalinya.
“Coba kita pake cara nekat.” Seseorang muncul di belakang mereka. Saat Marsha menghilang, Chatura tidak kekurangan jumlah orang yang mengawasi. Itu untuk membuat mereka selalu berjaga dan memastikan tidak ada kebocoran informasi. Bisa dibilang … mereka sangat waspada sebelum mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan Marsha. Nyaris tanpa celah.
Itu sebabnya Adrian dulu selalu gagal mengungkap sisi borok Chatura yang sebenarnya.
Terlalu ketat.
Derex memasukkan sesuatu ke saku kemeja Chatura. Chatura menyentuh dadanya, merasakan ada satu plastik kecil berisi beberapa pil.
“Apa ini?”
“Afrodisiak.” Derex tersenyum simpul. “kalau Marsha sukarela menerima pertunangan Bykov bahkan punya potensi buat berpaling, lo tinggal seret dia ke ranjang, terus pastiin dia hamil.”
Chatura tertegun.
Chatura dan Marsha sudah cukup lama berpacaran, tapi tindakan mereka tidak pernah terlalu jauh. Itu karena Marsha sangat dilindungi keluarganya, membuat Marsha benar-benar sulit disentuh. Marsha tidak pernah membahasnya, jadi Chatura juga hanya diam saja.
“Dengan dia hamil, mau nggak mau pertunangan mereka batal, Adrian juga nggak punya pilihan selain terima lo jadi menantu keluarga mereka.”
***
21. Kekejaman Derex
“Dengan dia hamil, mau nggak mau pertunangan mereka batal, Adrian juga nggak punya pilihan selain terima lo jadi menantu keluarga mereka.”
Marsha terkekeh mendengar pembicaraan Chatura, Jisca, dan Derex. Selama ini … betapa bodohnya dia sampai tidak tahu seberbisa apa orang-orang yang mengaku sebagai temannya itu. Mereka terlalu kejam dan sulit dipercaya.
Membuat Marsha hanya bisa menghela napas berat dan menggeleng tidak berdaya.
Tadi, saat Marsha memutuskan untuk pergi ke toilet, tentu saja dia tidak pergi begitu saja tanpa meninggalkan ‘sesuatu’. Ada benda mikro yang sudah Marsha tempelkan di bawah piringnya, membuat Chatura dan yang lain tidak menyadari kalau pembicaraan mereka sedang disadap.
Buttlerfly effect.
Mungkin karena di kehidupan ini Marsha berhasil melewati krisis terburuk dalam hidupnya di langkah pertama, terjadi efek lain yang cukup membuatnya terperangah sesaat. Di masa lalu, Chatura tetap berperilaku halus dan tidak mencoba menggunakan afrodisiak. Itu karena Marsha begitu mudah dibodohi, dibaca seperti buku, sehingga Chatura tidak terlalu berhati-hati.
Marsha terlalu mencintainya dan sembrono. Dia yang mencoba meyakinkan Chatura kalau sampai kapan pun Marsha tidak akan berubah, hanya Chatura yang akan dicintai Marsha selamanya.
Di kehidupan ini, Marsha menunjukkan sisi acuh tak acuh. Membuat Chatura dan yang lainnya gugup, takut Marsha lepas dari genggaman mereka.
Afrodisiak ya?
Marsha tidak benar-benar tanpa perencanaan.
‘Dulu’, Marsha terus-terusan dipaksa minum obat perangsang agar membuatnya terlihat semakin haus dan jalang. Kali ini Marsha sudah menyiapkan dari jauh-jauh hari, andai dia tidak tahu makanan atau minuman yang diberikan Chatura mengandung afrodisiak, dia akan selalu menyiapkan obat penetral.
Hanya saja Marsha tidak menduga akan menggunakan obat itu secepat ini.
Marsha memikirkan sebentar, tersenyum diam-diam sambil mengelus bibir bawahnya.
Kali ini … Marsha akan ikut bermain agar bajingan-bajingan itu tidak curiga.
***
Marsha kembali dari toilet. Jisca dan Derex tampaknya sudah menyadari kedatangannya dari beberapa menit lalu. Mereka tersenyum pada Marsha.
“Tumben cantik.” Derex menyindirnya sambil tersenyum guyon. Sebenarnya … di masa lalu mereka selalu dekat. Derex dianggap Marsha sebagai kakak kandungnya sendiri. Tidak ada yang Marsha sembunyikan dari pria itu.
Wajah Derex selalu terlihat konyol namun sikapnya sesekali dewasa. Caranya bicara membuat siapa pun merasa nyaman termasuk Marsha.
Marsha tidak pernah tahu kalau Derex selama bertahun-tahun memiliki gairah yang menjijikkan padanya. Pria itu adalah pria pertama yang dibiarkan Chatura mengotori Marsha. Seperti binatang buas yang memuaskan hasratnya setelah sekian lama, mencabik Marsha, menggigitnya, tidak peduli sebanyak apa pun Marsha menjerit dan memohon ampun, meminta Derex mempertimbangkan persahabatan dan persaudaraan mereka selama bertahun-tahun.
Derex terus saja tertawa sambil melecehkannya. Dengan ringan dia menjawab ; persahabatan? Persaudaraan? Bahkan sejak awal gue selalu nganggap lo sebagai pelacur! Jadi berhenti bertingkah, buka kaki lo kayak para pelacurmurahan di pinggir jalan!
Sorot mata Marsha sesaat menggelap. Dia menatap Derex, tersenyum lembut dan dalam, yang justru membuat Derex menelan ludah panik.
Benar kata Chatura. Perubahan Marsha terlalu drastis sampai membuat siapa pun gugup.
“Bang.” Marsha menyapanya hangat. Dia kembali duduk di samping Chatura, “udah makan?”
“U-udah. Barusan dateng buat nemenin Chatura aja, dia kelihatan galau.” Derex berusaha menteralisir sisinya yang canggung. Dia merangkul Marsha, menepuki bahunya, “dia bilang adik gue berubah, kayak udah kehilangan cintanya. Curhat.”
Marsha hanya tertawa ringan. Diam-diam dia perlahan menyingkirkan tangan Derex di bahunya, lalu berpura-pura merapikan posisi tas di lengannya agar pria itu tidak curiga.
“Chatura terlalu banyak khawatir. Nggak ada yang salah sama hubungan kami.”
Derex kali ini duduk di kursi yang berlawanan dengan Marsha.
“Sekarang gue pikir-pikir, lo sama Chatura cukup akrab buat saling peduli satu sama lain.” Marsha sedikit banyak ingin menyelidiki mereka, “sejak kapan?”
“Udah lama.” Derex mengangguk, “kami dibesarkan di panti yang sama. Bedanya … gue cukup beruntung karena diadopsi keluarga kaya. Chatura enggak.” Derex tidak segan menceritakan masa lalu, membuat Chatura sesaat mengernyit.
Marsha juga sedikit kaget. Dia menatap Derex, “Abang juga dari panti?”
“Yups.” Derex mengangguk, “gue ganteng, jadi gue diadopsi, Chatura jelek, jadi nggak ada yang mau ngadopsi dia.”
“Bukan karena Chatura jelek, kan? Tapi karena Chatura lebih dibutuhkan.” Jisca keceplosan. Lalu dia segera menutup mulutnya. Tahu sudah menimbulkan masalah, Jisca menambahkan, “menurut tebakan gue sih gitu. Karena kalo soal ganteng doang, jelas Chatura lebih ganteng dari lo.”
Marsha tersenyum simpul.
Jadi … ini kebenarannya, asal muasal kenapa orang-orang ini akrab sedekat saudara? Bahkan saat menyiksa Marsha saja mereka semua menikmati dan tertawa bersama.
Chatura berasal dari panti asuhan, sama seperti Derex dan menurut Marsha … begitu juga dengan Jisca. Jisca tahu tentang Chatura terlalu banyak. Dengan kepribadian Chatura yang tertutup tentang identitas aslinya … Marsha hanya bisa menyimpulkan kalau mereka teman sejak kecil.
Marsha curiga kalau beberapa orang lainnya juga berasal dari panti yang sama, hanya saja identitas mereka semua disamarkan.
Kalau benar begitu … sepertinya Marsha belum tahu terlalu banyak tentang asal muasal dendam mereka. Tidak, Marsha tidak terlalu peduli tentang alasan Chatura dulu membantainya, Marsha akan membalasnya. Yang ingin Marsha ketahui justru orang-orang di baliknya.
Chatura memiliki dendam pada Marsha, kemungkinan Derex dan yang lainnya juga. Marsha hanya cemas … ada sebuah organisasi besar di belakang mereka, yang sejak awal memang menargetkan para Adrian sebagai korban.
Marsha harus menyelidiki lebih hati-hati.
Ponsel Marsha berbunyi. Itu pesan masuk, dengan nada khusus yang di-setting Marsha untuk Bykov.
Marsha meraih ponsel di tasnya, lalu melihat pesan itu.
Selamat siang, Marsha.
Apa kita jadi pergi belanja? Kalau iya, saya sudah menunggu kamu di tempat parkir.
Bagaimana kalau saya menjemput kamu ke kelas?
Berbeda saat mereka berbincang, lewat pesan … Bykov selalu mengetik panjang lebar dan formal. Membuat Marsha meringis geli saat membacanya. Ya, geli … tapi tidak benci.
Marsha bergegas membalas. Meminta Bykov tetap menunggu di tempat parkir dan dia sendiri yang akan pergi ke sana.
Setelah membalas, Marsha memasukkan ponselnya kembali ke tasnya.
“Siapa?” tanya Chatura curiga. Menyadari raut wajah Marsha sedikit lengah saat membaca pesan itu.
“Bykov.” Marsha tidak berbohong. Dia tahu dia tidak bisa berbohong, mata Chatura ‘terlalu banyak’. Marsha diawasi, jadi Chatura cepat atau lambat pasti tahu. Itu sebabnya Marsha menolak berbohong sejak awal.
“Bykov ngajak aku pergi belanja sebentar, dia sudah nunggu di tempat parkir. Aku pergi dulu.”
***
22. Antara Marsha dan Chatura
“Bykov ngajak aku pergi belanja sebentar, dia sudah nunggu di tempat parkir. Aku pergi dulu.”
“Sha-“
“Sampai jumpa nanti.” Marsha tidak mau dan tidak sudi mendengar omelan Chatura. Pria itu tidak bisa dianggap sama penting dengan Bykov. Walau Marsha belum bisa jatuh cinta pada Bykov, jelas dia tahu siapa yang harus lebih diprioritaskan olehnya.
Siapa itu Chatura? Bajingan yang akan Marsha bunuh.
Siapa itu Bykov? Calon suaminya, kan? Tentu saja.
Marsha melangkah tergesa menuju tempat parkir. Dia melihat Bykov yang berdiri di kejauhan, menunggu dengan tenang di bawah langit mendung dan sepoi angin. Bykov mungkin tidak sadar, ada banyak mata yang saat ini menatapnya dan ingin tahu apa yang sedang dilakukan pria itu.
Atau mungkin dia sadar dan hanya sudah terbiasa.
Dengan visual ‘kesayangan Tuhan’ itu … memangnya siapa yang tidak akan jatuh cinta padanya? Atau setidaknya cukup menikmati mahakarya indah yang diciptakan Sang Kuasa.
Melihat Marsha datang, cara Bykov berdiri semakin tegap. Dia menatap Marsha dengan sorot menelanjangi membuat Marsha ragu-ragu mendekat sesaat. Ada apa dengan cara hewan buas menatapnya itu?
Marsha berusaha mengabaikannya, mungkin memang itu cara Bykov menatap seseorang? Tatapan yang sangat panas, membuat sekujur tubuhnya merinding. Marsha seperti hewan kecil yang melarikan dua kakinya menuju harimau besar yang bisa menerkamnya kapan saja.
Tapi dia tahu dan percaya … Bykov tidak akan pernah menyakitinya.
“Kamu udah lama nunggu?” tanya Marsha.
“Baru datang,” jawab Bykov tenang.
Marsha merasa de’javu. Bukankah ini percakapan mereka tadi pagi juga?
Marsha terkekeh, “Kita pergi sekarang?”
Bykov membukakan pintu mobil untuk Marsha, kali ini Marsha tidak berkomentar. Menganggapnya sebagai sisi manis dan romantis calon tunangannya. Dia duduk dengan patuh, lalu Bykov menyusul dan duduk di sampingnya.
“Kamu mau pergi ke mal mana?” hanya di dekat Marsha Bykov lebih banyak bicara, bahkan tidak keberatan mencoba membuka topik. Walau sedikit canggung dan kaku, Marsha tidak masalah karena justru menganggapnya lucu.
Untuk ‘Dewa laki-laki’ yang diidamkan banyak wanita dan menjadi begitu gugup di sisinya, Marsha menikmati kesenangan tersendiri.
“Aku nggak masalah. Selama tempatnya cukup bagus.”
Bykov sekarang bingung. Lalu bertanya ragu, “Xandrio Mall?”
Itu mal yang dikelola keluarganya dan kebetulan membuka cabang di ibukota. Jika disebutkan mal yang cukup bagus, jelas Bykov merekomendasikan asetnya sendiri. Marsha mengangguk setuju.
Mereka pergi ke mal itu.
Sepanjang jalan, mereka tidak banyak bicara. Pikiran Marsha juga melayang mengingat Chatura. Tadinya, Marsha akan meminum minuman apa pun yang diberikan Chatura dan sudah dicampur obat di depan matanya. Sengaja, sebelum akhirnya dia akan meminum pil penetralnya sendiri lalu pergi, menampar di wajahnya.
Tapi, karena pesan Bykov yang masuk, Marsha merasa ada hal yang lebih harus dia prioritaskan, jadi dia memutuskan untuk menunda rencananya sebentar. Dia tidak menyentuh makanan atau minuman lain di meja, hanya mengambil alat penyadap yang sempat Marsha tempelkan di piringnya.
Masih ada waktu lain.
“Marsha.” Bykov memanggil. Marsha menoleh. Bykov menelan ludah sebelum berbisik, “Chatura.”
Mata Marsha semakin fokus.
“Apa hubungan kamu sama dia?”
Marsha tidak langsung menjawab. Dia menyorot Bykov dengan sorot dalam. Untuk beberapa saat, bukan karena dia ragu menjawab, dia hanya ingin melihat setiap reaksi di wajah pria di sisinya.
“Apa hubungan aku dengan Chatura, bukannya kamu sendiri udah tahu?” Marsha justru balas bertanya. Dia mengukir senyuman kecil, “kamu pasti udah menyelidiki lebih banyak, kan?”
Bykov tidak menjawab. Antara sakit hati dan malu. Walau Bykov sudah mengetahuinya, dia tetap berharap Marsha menyangkalnya. Walau Bykov tahu itu hanya kebohongan, hanya saja … mendengar Marsha yang tidak ragu-ragu untuk mengiyakan membuatnya sedikit tidak nyaman.
Walau bagaimanapun … Bykov mencintainya sejak lama.
Bykov berharap Marsha juga akan balas mencintainya.
Bykov … ingin menjadi satu-satunya.
“Kamu tahu itu dan kamu masih melamar aku buat jadi istri kamu.” Marsha terkekeh, “aku bertanya-tanya, apa kamu emang semasokis itu?”
“Aku … nggak masokis.”
“Ho? Jadi apa itu?”
“Aku … aku, cuma terlalu mencintai kamu.”
“Cinta egois yang terkesan memaksa?”
Wajah Bykov pucat. Dia tidak bisa menyangkal. Hanya kedua tangannya yang terkepal erat. Ya, dia sudah memaksa Marsha. Menggunakan nama keluarganya, memaksakan ikatan mereka. Bykov merasa dia menjadi pria paling rendahan di dunia.
Melakukan apa saja demi mendapatkan apa pun yang dia inginkan.
Tahu kalau dia sudah menusuk Bykov ke titik tersakit. “Aku nggak keberatan soal pernikahan kita.” Marsha melanjutkan tenang. Bykov berpaling dan melihatnya. “aku sama sekali nggak ngerasa terpaksa menerima lamaran kamu.”
“Tapi … antara aku dan Chatura, ada alasan terikat dan nggak mudah terselesaikan.” Marsha tersenyum manis, “aku nggak bisa ngelepasin dia. Kamu hanya harus tahu, apa pun hubungan di antara kami berdua, yang jelas bukan cinta.”
Mendengar itu, Bykov bernapas lega. Jadi … bukan cinta? Itu berita baik. Artinya Marsha belum jatuh cinta pada Chatura, hanya saja ada alasan lain kenapa Marsha bersedia menjadi kekasihnya Chatura?
“Apa itu?” tanya Bykov lagi. “kalau sesuatu yang bisa aku bantu, aku mau membantu kamu. Apa pun itu.”
Marsha tersenyum lagi, “Ini hal yang ingin aku selesaikan dengan kedua tangan aku sendiri.” Dia meluruskan pandangan ke depan, “hanya itu yang bisa aku jelaskan. Ke depannya, semua terserah kamu sendiri. Ingin melanjutkan atau selesai. Aku sendiri nggak mau menyeret kamu ke dalam masalah ini, aku nggak mau siapa pun jadi korban karena aku.”
“Aku nggak keberatan.”
“Aku yang keberatan.” Marsha berkata lembut, dia memberi Bykov sorot teduh. Bykov sudah mati untuknya sekali. Marsha tidak akan membiarkan Bykov terlibat lagi. Ini akan menjadi pertarungan Marsha dengan Chatura. Marsha ingin mengatasinya tanpa melibatkan siapa pun terutama semua orang yang menyayanginya ke dalam bahaya.
Mungkin, akan ada saatnya di masa depan Marsha membutuhkan bantuan. Terutama saat Marsha harus berhadapan dengan orang-orang yang ada di balik Chatura. Bisa jadi orang yang sangat kuat, atau sebuah organisasi yang sangat besar.
Tapi bukan sekarang.
Untuk saat ini, biarkan Marsha menikmati setiap hukumannya sendiri.
Hukuman untuk kegagalannya di kehidupan lalu dan membuat banyak orang tidak bersalah harus tersakiti.
***
23. Menjadi Wanita Itu Sulit
Bykov menemani Marsha pergi ke mal seperti rencana awal mereka. Selama ini Bykov tidak pernah belanja sendiri, jadi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat Marsha senang selain membayar semua belanjaan wanita itu?
Perkataan Marsha tadi masih terngiang-ngiang di telinganya.
Selama ini Bykov selalu merasa kalau Marsha sangat mencintai Chatura, setidaknya itu berdasarkan penyelidikannya dalam beberapa bulan terakhir. Marsha dan Chatur saling mengenal sejak 3 tahun lalu, walau mereka baru berpacaran selama satu tahun, Bykov bisa menilai seberapa suka Marsha pada pria itu bahkan saat hubungan mereka masih ambigu.
Sampai beberapa hari terakhir, dari foto-foto yang dikumpulkan Bykov, jelas Marsha masih sangat mencintai dan bergantung pada Chatura.
Hanya saja … sejak pertama mereka bertemu, sikap Marsha berbeda. Entah itu dalam kesehariannya, atau saat dia berhadapan dengan Chatura.
Bagus kalau cinta Marsha memang memudar, yang membuat Bykov khawatir adalah … bagaimana kalau Marsha sedang diam-diam melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian?
Memikirkannya saja sudah membuat Bykov cemas.
Dari cara Marsha menyebut nama Chatura, jelas ada kebencian dan kemarahan yang dalam. Marsha berusaha menutupinya, tapi emosi yang paling sulit ditutupi manusia adalah … kebencian. Seberusaha apa pun Marsha menyembunyikannya, kecuali kalau aktingnya memang setingkat ‘Dewa’, pasti bisa ditemukan oleh orang-orang yang peka.
“Aku mau beli skincare ke konter dan make up dulu.” Marsha menoleh pada Bykov. Bykov mengangguk. “kamu mau ikut?”
Bykov mengangguk lagi.
“Memang kamu nggak malu masuk ke tempat yang biasanya dikunjungi wanita?”
Bykov menatap Marsha beberapa detik sebelum menjawab, “Enggak.”
Marsha hanya mengangguk, mereka berjalan berdampingan lagi. Bykov semakin menipiskan jarak mereka, sampai hanya terpisah jarak sejengkal. Marsha menyadari itu, merasa geli tapi dia membiarkannya.
Bykov ragu-ragu untuk merapatkan tubuh mereka, setidaknya tangan saling dekat sehingga sesekali menyenggol satu sama lain, tapi Bykov takut perilaku tidak sopannya membuat Marsha marah.
Berbeda dengan sang Papa yang sejak muda senang bermain wanita, Bykov sejak kecil dengan lawan jenisnya … hanya bisa dekat dengan Mama atau kakak perempuannya. Marsha adalah satu-satunya wanita lain yang menarik minatnya, membuat Bykov selalu ingin dekat dan akrab dengannya.
Edward dulu seorang playboy, wanita yang dia tiduri malam ini dan besoknya sering berganti sebelum akhirnya dia jatuh cinta pada Maurin.
Bykov tidak memiliki ketertarikan seksual sejak remaja. Itu sempat membuat sang Mama cemas, khawatir kalau Bykov seorang aseksual, tapi setelah tahu kalau Bykov hanya tidak menganggap kebanyakan hal penting dan hanya sedikit yang membuatnya tertarik, Maurin sedikit lega.
Terutama setelah Maurin tahu kalau putranya jatuh cinta pada anak gadis mantan kekasih Maurin.
Setiap memikirkannya, Maurin mengalami migrain sesaat.
Marsha bukannya tidak mau berdekatan dengan Bykov. Tapi trauma dari kehidupan lampaunya sudah terlanjur melekat, seolah menyatu dengan nadinya. Marsha merasa kotor dan tubuhnya menjijikkan. Dia ditiduri banyak pria dengan cara yang hina dan memalukan. Di depan mata Chatura … Marsha sama seperti pelacur murah di pinggir jalan.
Pernah satu kali … Chatura bahkan memerintahkan anjingnya-
Marsha menggelengkan kepalanya saat teringat kembali pada kejadian kejam itu.
Chatura benar-benar tidak memiliki nurani. Dia bahkan sanggup menghinakan wanita yang selalu dibisikinya dengan ucapan cinta nyaris 1 dekade.
Bajingan yang menakutkan.
“Kamu baik-baik aja?” tanya Bykov khawatir saat Marsha terlihat pucat. Mata Marsha hilang fokus sesaat. Bibirnya membiru, Marsha tampak kedinginan. Bykov melepaskan jasnya, lalu melingkarkannya di bahu Marsha. “pakai dulu ini sementara? Kita beli jaket atau switer yang cocok untuk kamu.”
Bykov begitu baik dan perhatian.
Marsha bertanya-tanya, misal Bykov juga tahu tentang kehidupan lain mereka, apa dia tidak akan menyesal karena kembali jatuh cinta pada wanita yang sudah merusak hidupnya? Walau bagaimanapun saat ini perasaan Bykov untuk Marsha belum terlalu dalam, kan?
“Aku baik-baik aja.” Marsha menerima niat baik Bykov, “kamu sendiri nggak kedinginan?”
Bykov menggeleng.
“Kalau gitu kita nggak perlu beli jaket, aku pinjam jas kamu dulu.” Marsha tersenyum. Bykov tertegun sesaat, lalu bibirnya membentuk lengkungan samar, nyaris tidak terlihat kalau tidak diperhatikan saksama.
Marsha bersedia memakai jas yang baru saja Bykov kenakan. Hal sesederhana ini saja sudah cukup untuk membuat Bykov bahagia. Bykov antusias luar biasa.
Mereka pergi ke konter skincare. Kulit Marsha bisa dibilang sensitif, jadi dia memiliki routine skincare yang dia juga berhasil temukan di kehidupan lalu. Marsha membeli seperangkat alat make up lengkap, hair and body care, juga semua perawatan kulit demi memperbaiki tekstur kulitnya yang sedikit kasar.
“By … kamu tahu ini apa?” Marsha ada di konter make up. Menunjukkan sebuah lip gel di tangannya pada Bykov.
Bykov tertegun sesaat saat dipanggil ‘By’. Dadanya terasa hangat, jantungnya berdegup cepat. Rasanya panggilan itu sangat cocok dan pas didengar oleh telinganya. Sesekali keluarganya juga memanggil seperti itu, tapi jelas Marsha adalah favoritnya. Bykov menyesal karena tidak sempat merekam saat Marsha menyebut namanya barusan.
Kegalauan dan penyesalan Bykov jelas tidak tampak di wajahnya yang tanpa ekspresi. Bykov terdiam sebentar melihat benda di tangan Marsha, sebelum menjawab dengan ragu, “Lipstik?”
Marsha tertawa, “Ini lip gel.” Marsha menunjukkan yang lain, “ini apa?”
Bykov menjawab, “Lipstik.”
“Ini lip cream.” Marsha menatapnya mengejek, “ini apa?” Marsha mengambil benda yang lain.
Kali ini Bykov memikirkan serius, “Lip cream lagi?”
“Ini lip gloss.”
Wajah Bykov lempeng. Semuanya fungsinya untuk bibir, kenapa namanya berlainan? Menyusahkannya saja.
Marsha menunjukkan satu tersisa, “Ini apa?”
Bykov melamun, dia menatap Marsha beberapa detik, “Lip gloss?”
“Ini baru lipstik.” Marsha tidak kuat menahan tawa. Dia tertawa renyah, beberapa orang yang mendengar dan melihat juga ikut tersenyum atau terkikik. Jelas wanita itu sedang mengusili ‘kekasihnya’ yang tidak tahu apa pun tentang peralatan make up.
Bykov sama sekali tidak keberatan diejek. Apalagi kalau dia bisa membuat Marsha senang seperti ini. Hatinya dipenuhi mawar yang mekar. Singkatnya … Bykov sudah terlanjur bucin.
Bykov mengambil satu benda kaca, lalu menunjukkannya pada Marsha, dan berkata dengan sombong, “Aku tahu ini foundation.”
Marsha menggeleng, dan semakin tertawa, “Itu concealer.”
Bykov meletakkannya lagi, berbisik lembut, “Kamu sangat kesulitan.”
***
24. Siapa Yang Melakukannya?
Saat bersama Bykov di masa lalu, Marsha tidak pernah kuat bertahan berhadapan dengannya lebih dari setengah jam. Mereka hanya akan bicara baik-baik selama beberapa menit sebelum akhirnya bertengkar.
Tidak. Bykov baik-baik saja, hanya Marsha yang selalu meledak dan tidak terkendali. Bykov tidak pernah marah padanya walau Marsha melakukan hal-hal yang menyakitinya.
Sekarang, setelah mereka memulai kembali dari nol, walau respons Bykov kaku dan singkat, tapi Marsha tahu itu sudah menjadi hal luar biasa yang Bykov lakukan. Bykov tidak senang bicara, itu fakta. Hanya saja saat berhadapan dengan Marsha, walau respons singkat, tapi dia tidak pernah membiarkan Marsha bicara sendirian. Setidaknya ada respons nonverbal seperti menggeleng dan mengangguk.
Bykov juga tidak membosankan seperti yang Marsha pikir. Setiap gerakan kaku dan hati-hatinya selalu membuat Marsha terhibur. Bykov membayari semua belanjaan Marsha, Marsha sempat menolaknya, tapi Bykov memaksa.
“Uang aku juga uang kamu.”
Mereka bahkan belum menikah, dan Bykov sudah berani mendeklarasikan hal itu. Marsha merasa malu, tapi dia tetap menerimanya, tersenyum guyon sambil menjawab, “Kalau gitu, ini aku jadiin salah satu maharnya.”
Bykov menggeleng, “Aku udah nyiapin sebuah pulau sebagai salah satu mahar kamu.”
Pu-pulau?
Marsha sedikit terkejut. Di kehidupan lalu, Bykov tidak pernah memberinya ‘harta’ sebanyak itu. Marsha menatap Bykov beberapa saat, sedikit menebak. Sepertinya … Bykov lebih habis-habisan sekarang karena dia merasa Marsha menerimanya tanpa keterpaksaan.
Kalau Marsha tidak salah ingat, maharnya dulu juga cukup luar biasa, sebuah hotel bintang lima di salah satu Negara tropis. Itu belum termasuk, rumah, mobil, dan perhiasan. Tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan sebuah pulau.
Dan Bykov sendiri tadi menyebutnya, itu hanya salah satu. Jadi … masih ada mahar yang lain.
Sepertinya … dulu Bykov sendiri cukup marah karena Marsha bersikeras menolak pernikahan mereka? Makanya mahar yang ingin diberikannya dipangkas banyak.
Memikirkan itu, Marsha tersenyum kecil.
Tentu saja suaminya juga bisa marah, kan? Dia manusia biasa. Siapa yang tidak sakit hati setelah ditolak bahkan diselingkuhi? Kali ini Marsha ingin memperlakukan Bykov dengan lebih baik.
“Nggak perlu terlalu banyak, aku nggak pernah kekurangan uang.” Marsha menasihati. Rasa bersalahnya pada Bykov semakin besar dan dalam. “By … aku nggak pantes terima semua itu.”
Sekali lagi panggilan ‘By’ membuat Bykov terenyuh dan lupa diri sesaat. Bykov mengerjap, dia menatap Marsha dengan sorot panas dan gelisah, membuat Marsha gugup sejenak. Masih saja cara menatap Bykov yang berapi-api seperti ini membuat Marsha tidak tahan. Hanya saja … sekarang Marsha tahu tatapannya ini tidak mengandung kebencian seperti dulu. Ini bukan benci … mungkin, gairah?
Marsha sedikit malu sendiri menebaknya.
“Kamu pantas mendapatkan segalanya.” Bykov bicara lagi dengan suara serak, “segalanya.”
Pria ini … akan memberikan segalanya untuk Marsha, tapi dulu … segalanya itu justru diberikan Marsha pada sosok yang salah. Kali ini, cinta Bykov bersambut. Marsha masih belum bisa jatuh cinta padanya, tapi Marsha sangat menghargai dan menghormatinya. Setidaknya … Marsha berjanji seumur hidup tidak akan pernah mengkhianatinya. Akan selalu melindunginya.
Marsha dan Bykov makan siang bersama. Sekali lagi Bykov terkejut karena Marsha memakan es kopi tanpa susu dan gula. Padahal beberapa hari lalu Marsha sempat makan eskrim?
Bykov berusaha mengingat-ingat. Sepertinya eskrim yang dimakan Marsha dulu juga teksturnya lebih gelap.
“Kamu nggak suka makanan manis?”
“Lidah aku agak mati rasa. Jadi kalo rasanya nggak terlalu pekat, nggak terlalu berasa.” Marsha bicara jujur. Harusnya, di kehidupan ini lidah Marsha masih baik-baik saja. Tapi jejak trauma yang ditinggalkan Chatura dulu terlalu dalam. Marsha sendiri merasa dia tidak berdaya, tidak memiliki kemampuan untuk langsung membuat lidahnya kembali peka.
Mendengar itu, jelas Bykov khawatir, “Ke dokter?”
“Nah, itu nggak usah.” Marsha tersenyum lagi, “aku benci disentuh sama orang-orang selain keluarga aku.”
“Benci?”
“Hm, gimana cara bilangnya?” Marsha ingin lebih jujur sebelum mereka menikah, agar Bykov lebih tahu keadaannya, “ada rasa nggak nyaman, jijik, dan mual setiap aku bersentuhan sama seseorang.”
Bykov tertegun.
“Itu sebabnya … sama kamu juga, sebelum aku bener-bener yakin dan percaya, mungkin aku nggak bisa langsung akrab.” Marsha tersenyum kecil. “bukan karena aku jijik, tapi trauma aku terlalu dalam.”
Untuk seseorang yang pernah disetubuhi banyak pria dengan paksa bahkan hewan peliharaan kekasihnya, bagaimana mungkin trauma Marsha tidak membayanginya seumur hidup? Rasa takut itu menyiksa. Kesedihan, putus asa, dan kemarahannya sampai saat ini belum reda.
Jadi … selain rasa antusias saat bertemu kembali dengan Bykov, Marsha merasa dia memang tidak pantas.
Bykov ingin bertanya alasannya, tapi dia merasa itu tidak pantas dan akan menyakiti Marsha. Jadi, dia hanya mengambil sumpit kayunya, menyodok spageti di meja, lalu memakannya.
Marsha menatap Bykov.
Betapa perhatian. Bahkan setelah Marsha memancingnya, Bykov tetap menutup mulut tidak mau memaksa Marsha mengingat kesakitannya lewat beberapa pertanyaan.
Terlalu baik.
Sangat baik.
Sampai Marsha berpikir … apa tidak masalah kalau mereka di masa depan menikah lagi? Bukankah Marsha hanya akan mengotori Bykov saja?
Bykov tetap tenang. Tapi diam-diam dia berjanji akan mencari tahu tentang sebenarnya apa yang terjadi. Dia tidak akan membiarkan Marsha kesulitan seorang diri.
Marsha menatapnya dalam, lalu berkata, “Apa kamu masih akan menikahi aku?”
Bykov balas melihatnya, “Ya.”
“Walau kamu tahu aku pernah diperkosa beberapa orang?”
Bykov terdiam, tapi kedua sumpit di tangannya langsung patah dalam sedetik. Matanya membesar, jelas dia sangat marah.
Bahkan … kemurkaan itu tidak bisa disembunyikan dari wajahnya.
“Siapa?” tanya Bykov dengan nada waspada. Geramannya terdengar menakutkan seperti hewan buas yang siap menerkam mangsanya.
“Kamu ngerasa aku kotor?”
“Aku pasti bunuh mereka semua. Siapa orangnya?”
Marsha diam. Dia menatap Bykov dengan sorot rumit, “Kamu menganggap aku menjijikkan?”
“Aku bukan tipe orang yang peduli tentang keperawanan.” Bykov tahu kalau emosi memuncaknya barusan membuat Marsha sedih. Dia harus menjelaskannya, “nggak masalah kalau kamu tidur dengan pria lain karena keinginan kamu sendiri. Aku nggak akan pernah menganggap kamu kotor apalagi menjijikkan. Tapi pemerkosaan … itu bukan sesuatu yang bisa aku maafkan.”
Tangan Bykov gemetar. Dia tidak tahu.
Kenapa dia bisa tidak tahu?
Siapa bajingan yang sudah berani menodai kekasihnya? Terlebih … tadi Marsha bilang beberapa orang. Jadi, apa itu sebabnya selama ini Marsha menjadi takut dan jijik disentuh orang lain?
Karena Marsha … pernah menjadi korban pelecehan dari bajingan-bajingan yang kepalanya harus Bykov remukan dengan kedua tangannya sendiri?
Tubuh Bykov gemetar. Rahangnya mengetat, “Siapa orangnya?”
***
25. Itu Kenyataan Tetapi Hanya di Masa Lalu
Tubuh Bykov gemetar. Rahangnya mengetat, “Siapa orangnya?”
Mendengar nada geram Bykov, Marsha tertegun sesaat sebelum akhirnya mengukir senyum. Kini ... dia tahu bahwa Bykov akan tetap menerima Marsha entah sekotor apa pun masa lalunya.
Bykov adalah seseorang yang akan mencintainya tanpa syarat. Terlihat bodoh dan naif tapi kenyataannya ... mungkin memang itu kepribadian Bykov yang sebenarnya.
Siapa pun wanita yang dicintai Bykov akan dijadikannya Dewi dan dimanjakan sampai ke langit ke tujuh. Siapa pun yang menyakiti wanitanya tidak akan Bykov lepaskan dan akan Bykov kejar ke mana pun orang itu pergi.
Pria sempurna yang Marsha impikan di masa lalu sebenarnya sudah menjadi suaminya tapi Marsha buta dan tidak bisa menghargainya.
Sekarang Marsha diberi kesempatan kedua, jadi Marsha tidak mau melakukan sesuatu yang bisa membuat Bykov sedih.
Ya ... selama itu tidak berhubungan dengan kebencian dan dendam Marsha pada Chatura.
"Enggak, itu cuma misal." Marsha terkekeh, Bykov masih terlihat tidak percaya. "sebenernya ... aku mimpi buruk. Dalam mimpi itu aku dijadiin pelacur, kaki aku dipotong, mata aku dicongkel, dan wajah aku dibakar."
Marsha meremas jari-jarinya sesaat.
"Aku punya trauma berat tentang itu."
Ekspresi murka Bykov berangsur memudar. Dia ingin menyentuh tangan Marsha untuk menguatkannya, tapi dia takut apa yang dia lakukan hanya akan membuat Marsha terjebak semakin larut dalam traumanya.
Bykov sama sekali tidak menganggap Marsha kekanakkan atau berlebihan hanya karena sebuah mimpi.
Betapa baiknya ....
Marsha merasa presentase rasa sukanya pada Bykov semakin bertambah.
"Kamu nggak usah khawatir, aku janji nggak akan biarin siapa pun ngelakuin sesuatu yang bisa nyakitin kamu." Bykov berkata lembut, "aku juga nggak akan memaksa untuk menyentuh kamu sebelum kamu siap."
"Kamu nggak mikir aku aneh karena gara-gara mimpi sampai seperti ini?"
"Setiap orang memiliki cara tersendiri untuk menangani kehidupan mereka masing-masing. Apa yang menurut seseorang sepele, belum tentu sama ringannya untuk yang lain."
Bykov sangat bijak.
Marsha menopang pipinya, menatap Bykov lalu berkedip. Gerakannya sangat lucu, membuat hati Bykov gatal seperti dicakar oleh bayi kucing yang kukunya baru tumbuh.
Ekspresi di wajah Bykov masih kaku.
"Aku pikir ... mungkin kita memang bisa menikah." Marsha tersenyum kecil. "kamu orang baik."
Bykov menggeleng, "Aku bukan orang baik." Bykov tidak mau Marsha salah paham. Bykov jelas bukan orang baik. Dia tidak mudah merasakan simpati apalagi empati terhadap orang-orang di sekelilingnya.
Bykov hanya peduli pada mereka yang sudah dia izinkan berada di lingkarannya.
"Aku cuma baik sama kamu."
Kata-kata itu sederhana, tidak menyimpan maksud tertentu. Hanya saja Bykov mungkin tidak tahu dampak dari kalimat ringannya.
Bykov tidak baik pada siapa pun. Dia hanya ingin baik pada Marsha.
Bahkan untuk Marsha yang merasa akan kesulitan untuk menyukai seseorang lagi, untuk sesaat hanya bisa termenung dan menahan napas.
Marsha mencibir, "Playboy."
Mendengar cibiran geli Marsha, buru-buru Bykov menjawab, "Aku nggak pernah deket sama wanita mana pun selain kamu. Aku bukan playboy."
"Itu pembelaan para playboy."
Sekarang Bykov bingung. Bagaimana caranya agar Marsha bisa percaya bagi Bykov ... Marsha hanya satu-satunya?
Melihat Bykov sedikit linglung, Marsha terkekeh. dia menatap Bykov dalam lalu mengangkat kedua sudut bibirnya, "Aku tahu."
Hah?
Apa maksudnya?
"Aku tahu untuk kamu ... aku satu-satunya."
Sekarang Bykov yang dibuat tertegun. Dia pikir dia sudah cukup mengenal Marsha, kenyataannya Bykov salah. Dia tidak tahu banyak tentang wanita yang disukainya.
Marsha kehilangan sebagian besar indera pengecapnya.
Marsha tidak lagi suka makanan manis, dia justru lebih menikmati makanan dan minuman pahit.
Marsha tidak benar-benar jatuh cinta pada Chatura, tapi memiliki alasan tersendiri kenapa sampai hari ini mereka masih bersama.
Marsha terlihat bahagia dikelilingi banyak sahabat, tapi tidak seorang pun di antara mereka yang dianggap Marsha teman yang bisa dipercaya.
Marsha ... Bykov tidak sedikitpun tahu tentang wanita yang sangat dicintainya.
Tapi Marsha yang baru mengenal Bykov seakan justru tahu banyak tentang pria itu. Apa yang harus Bykov lakukan?
***
Marsha pulang dengan setumpuk papper bag yang bahkan sampai membuat asisten Bykov kerepotan. Saat mereka hendak meninggalkan mal, mereka lagi-lagi menjadi pusat perhatian.
Ke manapun pergi, Bykov selalu dikawal oleh beberapa bodyguard-nya. Dia dan Marsha berjalan di tengah para pria tinggi berjas hitam. Dengan setumpuk belanjaan dari store mahal yang bisa membuat wanita manapun berdecak iri.
Dulu, saat masih bersama Chatura, Marsha merasa dicintai. Chatura sangat lembut dan perhatian, dia pintar merayu tapi sesekali cukup keras membuat Marsha kesulitan.
Marsha selalu berkata pada dirinya sendiri di dunia ini tidak akan ada seseorang yang lebih mencintainya dibanding Chatura.
Tapi sekarang setelah pergi bersama Bykov, Marsha sadar pemikirannya dulu mungkin konyol.
Bykov memang kaku dan tidak tahu cara merayu. Tapi semua perhatian dan cintanya ditunjukkan dengan perilaku. Dengan Bykov, Marsha seperti seorang Princess yang dilindungi Kstaria tampan dalam dongeng.
Membuat Marsha merasa spesial dan satu-satunya.
"Kamu memang punya bakat menjadi playboy." Marsha berkomentar lagi setelah dia duduk bersebelahan dengan Bykov di mobil.
Bykov menjawab tenang, "Aku nggak mau jadi playboy. Cukup kamu."
"Itu yang biasa diucapin para playboy."
Bykov diam. Marsha terkekeh.
"Kalau kamu jadi playboy kayak Kak Andre, kamu pasti sangat populer."
"Aku nggak mah populer. Aku cuma mau kamu."
"Hm. Hm. Sayang banget kamu milih jatuh cinta dan nggak berpetualang ke banyak ranjang demi aku."
"Itu sama sekali nggak sayang. Aku beruntung." Bykov kali ini menjawab lebih tegas. "bertemu kamu ... itu keberuntungan terbaik dalam hidup aku."
Sekarang Marsha terdiam.
Bertemu dengan Bykov juga menjadi salah satu hal terbaik dalam hidup Marsha.
Mata Marsha layu. Dia benar-benar menyesal karena di kehidupan lalu tidak mencoba lebih mengenal Bykov dan menerimanya. Kalau tidak ... tragedi yang melibatkan keluarganya tidak akan pernah terjadi.
Sesampainya di kediaman Adrian, Marsha turun setelah Bykov membuka pintu untuknya. Mereka saling berhadapan, dengan Bykov yang harus menunduk demi memindai wajah 'kekasihnya'.
"Kamu baik-baik aja?" Bykov merasa mimpi buruk Marsha sangat mempengaruhi suasana hati Marsha cukup dalam. Apa mimpi itu benar-benar meninggalkan trauma yang terlalu besar?
Bykov tidak menyangka Marsha akan serapuh ini.
Kalau saja Bykov tahu yang terjadi bukan mimpi, tapi kenyataan di kehidupan mereka yang lain, entah apa yang akan Bykov katakan?
"Aku baik-baik aja." Marsha mengangguk. Dia mengalihkan pembicaraan agar Bykov tidak lebih khawatir. "kamu mau mampir ke rumah dulu?" ini hanya pertanyaan basa-basi.
Bykov melihat rumah Marsha sebentar, lalu menatap wanita di depannya lagi
"Iya."
Lagi, Marsha dibuat terkesima oleh jawaban pria di depannya.
***
Helooooo. Cerita ini udah tamat di saya ya. Cuma karena banjir typo … jadi harus melewati proses editing ulang. Ke depannya berbayar dan akan langsung diposting 40 chapter. Novel ini panjang? Yes, ini adalah salah satu novel terpanjang dengan konflik berat sepanjang karir saya sebagai penulis. XD
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
