Encounter

2
4
Deskripsi

Dia kembali mendekatkan badannya padamu, pandangannya terus terkunci pada wajah dan tubuhmu, "Iya, lah", ucapnya dengan suara rendah dan lembut, "aku mati penasaran rasanya kalau nggak bisa nyari tahu tentang seseorang secantik kamu" 

 

Kamu meletakkan gelas whisky mu, "Gak usah basa-basi, aku gak punya banyak waktu buat flirting" 

 

Dia tertawa kecil, "Gak punya waktu?", dia semakin mendekatkan wajahnya padamu, "tapi kayanya kamu menikmati ini semua, gak usah mengelak"

Kamu mendatangi bar yang pertama kali kamu datangi. Saat kamu duduk dan hendak memesan minuman, kamu dapati seseorang berparas tampan tak henti-hentinya melihatmu. Sesungguhnya kamu membiarkannya seperti itu, menunggu momen saat lelaki itu akhirnya akan mendatangimu. Dan ternyata benar, pada akhirnya ia menghampiri mu. 

 

"Hey, sayang..", ujarnya.

 

"Apa maumu?", ucapmu tanpa melirik padanya, berkonsentrasi dengan whisky yang sedang kamu pegang dan menyisipnya perlahan.

 

Ia tersenyum sinis, kamu pun tidak begitu tertarik dengan gaya terus terangnya. 

 

"Jutek banget ya", ujarnya menyindir. "Ada apa sih? Apa yang bikin kamu kesel, cantik?" Ia lantas duduk di sampingmu, tanpa memedulikan fakta bahwa kamu tidak tertarik padanya. 

 

"Gak usah berbelit-belit, kamu mau apa?" 

 

Dia tertawa kecil mendengar perkataan mu, sama sekali tidak merasa terganggu dengan sikap dinginmu "okay, okay, aku paham" ia menyondongkan badannya mendekati mu. Wangi parfumnya tercium jelas olehmu. "Aku liat kamu dari tadi, dan aku gak bisa berhenti merhatiin kamu. Dan aku tipikal lelaki yang selalu akan mendapatkan apapun yang aku mau"

 

"Hanya karena itu?" Tanggapmu.

 

Alis matanya terangkat, lalu kembali senyum sinisnya terbentuk, "iya, karena itu aja" ulangnya, terlihat jelas bahwa ia begitu tertarik dengan sikap skeptis mu. "Gimana ya, aku punya indra ke enam soalnya. Dan perasaanku bilang, kamu tuh orang yang spesial" 

 

"Oh, jadi kamu mau tau tentang aku?", ujarmu sambil meliriknya sekali, lantas kembali menyisip minuman di tanganmu. 

 

Dia kembali mendekatkan badannya padamu, pandangannya terus terkunci pada wajah dan tubuhmu, "Iya, lah", ucapnya dengan suara rendah dan lembut, "aku mati penasaran rasanya kalau nggak bisa nyari tahu tentang seseorang secantik kamu" 

 

Kamu meletakkan gelas whisky mu, "Gak usah basa-basi, aku gak punya banyak waktu buat flirting" 

 

Dia tertawa kecil, "Gak punya waktu?", dia semakin mendekatkan wajahnya padamu, "tapi kayanya kamu menikmati ini semua, gak usah mengelak"

 

"Tau dari mana? Kamu yakin?" Balasmu tak mau kalah. 

 

Masih dengan wajahnya yang terpaut beberapa sentimeter dari wajahmu, dia tersenyum, "kelihatan jelas, kok. Kamu acting seolah-olah dingin dan tangguh, tapi aku yakin kamu juga punya minat yang sama seperti aku"

 

"Oh.. aku bisa berpura-pura menaruh minat sama kamu. Dan apa, kamu bisa lihat dibalik sikapku, aku juga tertarik sama kamu?"

 

"Kalau nggak begitu, kamu gak bakal buang waktu mu untuk menanggapi semua perkataanku saat ini.", ujarnya dengan senyuman. "Kamu juga suka, kan?"

 

"Oke, anggap aja kaya gitu" ujarmu singkat lalu berdiri. "aku harus pergi"

 

Nampak dari matanya, ia kecewa dengan sikapmu, "Aww, udah mau pergi, sayang? Ini masih sore, loh.. kamu juga belum ngasih tau nama kamu siapa"

 

"Kamu gak mesti tau namaku siapa", ujarmu singkat lalu melangkah cepat ke luar bar, mencari taxi dan masuk ke dalamnya. 

 

Ia melihatmu menaiki taxi dengan raut wajah kekecewaan. "Dasar keras kepala," ucapnya sambil terus memperhatikanmu berlalu. 

 

***

 

Beberapa hari kemudian sejak pertemuan pertama kamu dengan lelaki itu, kamu pikir kamu tak akan pernah bertemu lagi dengannya. Tapi di suatu malam, saat kamu kembali pergi ke suatu bar yang berbeda dengan saat itu, pada kenyataannya kamu kembali bertemu dengan seorang lelaki yang sama yang telah kamu temui di bar sebelumnya. 

 

Seraya kamu menyisip minumanmu, tiba-tiba kamu merasakan keberadaan seseorang yang menghampirimu. Saat kamu menolehkan kepalamu, kamu melihat dia lagi di sana, berdiri tak jauh dari tempatmu duduk sambil tersenyum. 

 

Well.. liat siapa yang aku temui lagi hari ini…” ucapnya bangga dengan suara rendah dan lembut. 

 

Kamu hanya meliriknya dan mendesah, tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Namun melihat reaksimu, dia lantas tertawa kecil. “Ayolah, jangan berpura-pura kamu merasa terganggu. Aku tahu, kamu itu sebenernya seneng, kan, ketemu lagi sama aku?”, goda nya, seraya menarik sebuah kursi di sampingmu dan duduk di sana. 

 

“Oh, si narsistik. Apa yang kamu mau, sih?” ujarmu sedikit kesal. Dia menyeringai, terlihat jelas bahwa ia benar-benar menikmati interaksi kalian. 

 

“Itu kah cara kamu buat menyambut lelaki karismatik seperti aku ini?”, ucapnya sambil menyondongkan badan, sedikit mendekatimu. 

 

Ia bertemu pandang denganmu dan tersenyum, “Aku gak bisa tahan buat nggak ketemu kamu lagi. Kamu bener-bener terpaku di kepalaku”

 

“Kalau begitu kamu harus hapus memori kamu”, ujarmu, sambil berdiri dan bersiap meninggalkan bar yang baru saja kamu datangi. 

 

Ia dengan sigap menyergap pergelangan tanganmu, menghentikan dirimu untuk pergi, “Hei, tunggu sebentar!”, ucapnya dengan nada suara frustasi. “Kamu nggak bisa ninggalin aku begitu aja di sini”, ia lantas berdiri dan menghadang langkahmu. 

Ia melihat matamu, lalu kembali mengeluarkan smirk-nya, “Kamu kenapa selalu bertingkah seolah-olah nggak mau sama aku? Aku bahkan mengerti, ada sesuatu di antara kita berdua”

 

“Aku yakin kok, aku harus ninggalin kamu seperti ini. Dan kamu pikir kamu siapa? Bisa nyentuh aku kaya gini?” Kamu menatap genggaman tangannya pada pergelangan tanganmu. 

 

Namun genggamannya semakin erat, “Terus, kamu siapa? Bersikap seolah-olah kamu nggak ngerasain apapun, padahal sebenernya kamu punya rasa juga sama aku?”ujarnya dengan suara lebih dalam dan kentara dengan rasa frustasi. “Kenapa kamu bersikap dingin dan berbeda? Kamu sengaja banget ngehindar dari aku?”

 

“Aku menghindari orang asing, dan ngga ada alasan untuk sikapku,” kamu kembali melirik pergelangan tanganmu yang masih ditahan olehnya.  “Lepasin”

 

Dengan terpaksa, lelaki itu melepaskan genggamannya padamu, namun ia tak sepenuhnya melepaskan dirimu begitu saja, “Kamu bikin aku gila”, gumamnya, lalu melihat jelas pada matamu. “Kenapa kamu susah banget aku dapetin?”

 

“Apa? Terus kamu mau apa? Sex? One night stand?” ucapmu berterus terang dengan sekali tarikan nafas. 

 

Mendengar perkataanmu, tatapan matanya berubah tajam, “kamu pikir aku cuma mau itu dari kamu?”. Ia lantas mendekat padamu, menutup jarak antara kamu dan dirinya, “Aku mau lebih dari sekedar itu, aku mau kamu.”, ujarnya dengan geraman kecil, “Aku mau kamu manggil namaku, kamu nggak tau sejauh mana aku menginginkan kamu,”, ucapnya disamping telingamu dengan husky voice-nya.

 

“Iya, aku emang nggak tau,” ujarmu singkat sambil meraih selembar tissue dari meja terdekat, lalu menuliskan nomor teleponmu di sana. Setelah selesai, kamu memberikan selembar tissue itu pada lelaki di depanmu, dan bersiap meninggalkan bar. 

 

“Jangan sentuh aku sekarang, aku beri nomor ponselku. Lebih baik kamu tahu dulu segala tentang aku sebelum kamu bilang kamu mau memilikiku”, ujar kamu dengan tatapan mata tajam. 

 

Dia meraih tissue yang kamu berikan dan menatap tulisan yang baru kamu guratkan di sana. Bibirnya mengerucut kesal, “Kamu bener-bener mau ninggalin aku di sini begitu aja?” ujarnya kesal. Setelah itu ekspresi wajahnya berubah, smirk nya kembali mengembang di wajah tampannya, “Tapi okay, jadi kamu mulai membuat permainan dengan cara kamu?” Dia melipat tissue tadi dan memasukkannya ke dalam saku jaket yang ia kenakan dan mengedipkan sebelah matanya padamu, “aku bakal ngehubungin kamu, kok, sayang”

 

Kamu tidak mengatakan apapun, hanya tersenyum sinis seraya benar-benar meninggalkan bar tanpa menoleh ke belakang sedikitpun. 

 

***

 

Kamu keluar dari gedung kantor tempatmu bekerja, hari sudah sedikit lebih larut. Terlihat orang-orang di sekitarmu pun sibuk meninggalkan tempat bekerjanya. Kamu melangkah kasar dengan heelsmu, membenarkan kacamata yang kamu kenakan dan mendesah kesal. Mengeluarkan stress yang sejak pagi tadi menghantuimu karena pekerjaan melelahkan yang hari ini kamu lalui. 

 

Namun kembali, lelaki itu datang menghantui. Dia dengan santainya bersender di depan kursi beton di depan gedung perkantoran itu, tangannya ia masukkan ke dalam jaket yang ia kenakan. Saat ia melihatmu keluar dengan pakaian kerjamu, ia segera menyadari dirimu yang nampak lelah dan stress. 

 

Dia terus menatapmu, menikmati semua tampilan dirimu. Tak berapa lama, ia menghampirimu, “Hari yang melelahkan banget, nih, kayanya”

 

Kamu terkejut dengan kehadirannya, “Ya ampun, keras kepala banget,” ujarmu bertambah kesal. 

 

Dia tertawa kecil, “Kenapa? Aku bikin kamu takut?” godanya sambil melangkah mendekatimu. Dia kembali mengamati penampilanmu, mengagumi segala sisi yang ia perhatikan saat ini pada dirimu, lantas ia tersenyum, “capek banget, ya?” tanya nya, sambil terus mengamati wajahmu.  

 

“Gimana caranya kamu tau aku kerja di sini?” tanya mu tanpa memedulikan perkataannya barusan. 

 

Ia hanya tersenyum, “I have my ways”, ucapnya bangga.  “Aku udah nungguin lumayan lama,” sambungnya lagi, lalu matanya kembali menatap wajahmu. 

 

“Kamu tuh stalker atau apaan sih? Udah aku bilang pergi aja,” ucapmu kembali dengan nada kesal. 

 

Ia kembali tertawa, terlihat matanya menikmati sikapmu padanya, “aku? Stalker? Ohh.. kayanya lebih tepat kalau kamu nyebut aku sebagai pengamat, an observant”, godanya lagi. Sedetik kemudian, ia mendekatkan dirinya kembali padamu, berdiri berhadapan dengan jarak begitu tipis, “Aku pikir aku nggak bisa lepas dari kamu, sayang”

 

“Oh ya ampun, udahlah, aku menolak segala bentuk PDA (Public Displays of Affection). Dan kita lagi di tempat umum. Ya udah, mending sekarang kita cari tempat, kita ngomong dulu di sana”, ujarmu, menjauh dari posisinya. 

 

Mendengar perkataanmu, dia menyeringai. “Okay, terserah kamu lah, darling. Mulai sekarang aku nggak mau maksain buat ngedobrak batas, ayo kita cari tempat buat ngobrol”. Tanpa menunggu responmu, ia melangkah terlebih dahulu, memimpin langkah kalian untuk mencari tempat yang lebih sepi dan tenang. 

 

***

 

Kalian berjalan menyusuri beberapa blok area perkantoran hingga akhirnya menemukan satu cafe kecil yang nampak nyaman untuk disinggahi. Dia memimpin langkah memasuki cafe, mencari meja dengan posisi paling tenang dan menyeret kursi untukmu. 

“Terima kasih,” ucapmu sekilas, lalu duduk di tempat yang telah ia suguhkan untukmu. 

Lagi-lagi lelaki itu tersenyum, tanpa sedikitpun melepaskan pandangannya dari wajahmu.

Semburat cahaya lampu cafe yang menyorot wajahmu membuatmu semakin nampak memesona baginya. Setelah memesan minuman untuk kalian berdua, ia kembali nampak berkonsentrasi pada pribadimu kembali.

“Jadi, apa yang bikin kamu stress sampai segitunya?”, ujarnya, menangkupkan dagu pada sebelah telapak tangannya di meja. 

“Apa aku perlu ngasih tau itu sama kamu? Please, kita tuh nggak saling kenal. Lebih baik kamu kasih tau dulu siapa kamu," ujarmu tak mau berbasa-basi. 

Ia menyeringai. Nampak tertarik dengan reaksimu, “Fair enough, sayang”, pandangan matanya berubah lembut padamu. “Kamu mau tau apa aja tentang aku?” matanya masih tetap terkunci pada matamu. 

 

“Pertama, siapa kamu sebenarnya dan kenapa kamu obses banget sama aku?”

 

Dia kembali tertawa kecil, menikmati setiap suara untuk pertanyaan yang kamu ajukan. “Siapa aku?”, ucapnya. “Well, nama aku Arkana. Tapi kayanya kamu udah tau? atau belum?” jawabnya seraya menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki. “Terus, menanggapi perkataan kamu tentang, ‘obses', kayanya kata-kata itu terlalu kuat buat aku. Mari kita anggap kalau aku ada ketertarikan sama kamu. Kamu tuh beda, menarik,” 

Silly, kamu ada ketertarikan sama aku sampai rela nungguin aku di depan gedung kantorku cuma karena sebuat simple fling karena menurut kamu, aku tuh menarik? Kamu habis nonton film apa, sih? Romance? Titanic?”

Dia memutar bola matanya, lalu kembali membuat smirk dengan bibirnya, “Sayang, ini nggak cuma sekedar karena aku nonton cheesy movie, loh. Ini tuh karena attraction, chemistry, kamu paham nggak sih? Ini semua perasaan yang nggak bisa aku manipulasi. Semua terjadi begitu aja” ujarnya seraya menyondongkan badannya padamu, “Dan pada saat aku ketemu kamu di bar malam itu, aku nggak bisa lepas dari kamu. aku rasa aku perlu kenal kamu lebih lanjut,”

 

“Okay, cut it off. Nggak usah lama-lama. Kamu bilang nama kamu Arkana, kasih tau aku siapa kamu sebenernya, in details” ujarmu sambil menyilangkan tangan, berusaha untuk tidak tertarik pada kata-kata rayuannya. 

alright, alright, relax, darling”, ucapnya sambil tersenyum. Ia menghela nafas sejenak dan kembali berusaha berkata-kata, “Well, aku businessman. Paling nggak orang-orang manggil kerjaanku kaya gitu.” Dia berhenti sejenak, sambil berusaha mencerna ekspresi wajahmu, “Aku punya beberapa company kecil, kebanyakan di dunia hiburan. Dan di waktu senggangku, aku suka berkendara motor sama temen-temen aku,”

Kamu menyimak ceritanya sambil menganggukkan kepalamu beberapa kali, “Wow.. okay..”

“Kayanya kamu kaget” ujarnya, kembali dengan nada bicara menggoda. “Kamu expect aku adalah businessman yang diem di balik meja dengan jas dan dasi, formal suit?” ucapnya dengan percaya diri, 

 

“Sebenernya nggak,” kamu mengedipkan matamu beberapa kali, “Aku cuma ngebayangin kayanya kamu cuma sekedar lelaki numpang lewat, yang senang hang out, playboy dan useless

Dia memegang dadanya, bertingkah dramatis, “playboy and useless? itu kah yang kamu pikirin tentang aku?" matanya berbinar, tawa kecilnya terdengar renyah di telingamu, “Aku sebenernya jauh dari kata useless, sayang. Aku cuma berusaha buat enjoy life dan have fun. Dan buat label playboy yang kamu bilang tadi…” dia mendekatkan wajahnya padamu, “Kayanya emang iya, sih”

Kamu menjauhkan wajahmu, menghela nafas, tetap berusaha memasang tembok pada lelaki di hadapanmu, “I see, fine, i don't care. Jadi oke, langsung aja, kamu mau apa dari aku? sex?”

 

Matanya membulat saat kamu mengatakan itu, “wow, kamu to the point banget, sih”. Dia kembali menyandarkan punggungnya, “Yes, aku gak bisa ngelak kalau aku emang mau itu dari kamu. Tapi Aku mau lebih dari sekedar itu, aku mau lebih kenal sama kamu. Jadi ini bukan sekedar sex, baby..” tangannya meraih tanganmu di atas meja, mengusapnya lembut, “Aku mau kenal sama kamu, ngehabisin waktu bareng kamu, menanti masa depan bareng,”

 

Alis matamu bertaut heran, “Apa? Kamu mau berhubungan sama aku? making such a relationship? Kaya Cinderella, gitu? Come on, aku nggak bisa tiba-tiba mencerna semua kata-kata cheesy kamu kaya gini,”

Dia tertawa mendengar kata-katamu, lalu mendesah sekilas, “Dengar, aku nggak minta kamu buat terlibat relationship yang romantis sama aku, dengan fairy tale ending nantinya. Aku cuma mau kenal kamu, bareng kamu, nguatin chemistry yang aku rasain sama kamu”

Kamu mendesah, pertahananmu mulai goyah, “Aku nggak tau, aku butuh bukti. dan..” Tiba-tiba suara telepon berdering. Dari telepon genggam milik Arkana. Ia segera meraih ponselnya, dengan ekspresi wajah sedikit kesal saat melihat nama seseorang yang nampak di layar ponselnya. 

“Maaf ya, sebentar”, ucapnya lalu meninggalkanmu sejenak. 

Ia terus bercakap melalui ponselnya dari luar cafe. Sesekali matanya melirikmu dari jendela. Percakapannya nampak begitu serius dan agak lebih lama dari yang kamu perkirakan. 

Setelah beberapa menit, ia kembali duduk di hadapanmu, “maaf ya.. ada beberapa.. bisnis yang harus aku tangani”, ucapnya sedikit terbata-bata. Kamu hanya mengangguk menanggapi perkataannya. 

 

***

 

Setelah beberapa bulan, kamu dan Arkana tetap berkomunikasi. Dia tetap terlihat menawan dan terlihat sangat menyayangimu. Pertahananmu pun goyah. Namun memang terasa, ia seperti menyimpan sesuatu dibalik sikap romantisnya padamu, namun kamu selama ini tidak menemukan kejanggalan apapun darinya.

Sementara itu, ia pun seperti tidak mengizinkanmu untuk semakin mendekatinya. Ia seperti memasang batas. Seperti ada sesuatu yang tak ingin ia bagi denganmu. Namun kamu tidak mengambil pusing dengan hal itu. Bertemu dan menjalin hubungan tanpa status dengan seseorang yang kamu temui secara random, memang tidak mengharuskanmu untuk merasa curiga dengan itu semua. 

Namun dalam beberapa hari belakangan, rasa penasaranmu padanya semakin besar. Kamu melihat sikapnya semakin hari semakin kentara menyembunyikan sesuatu. Ada satu sisi di mana kamu tidak ingin mengorek kehidupan pribadinya terlalu dalam, tapi di sisi lain, karena ia berhubungan denganmu, kamu ingin mengetahui lebih dari sekedar apa yang ia ucapkan padamu.    

Sialnya memang seiring waktu, seiring dengan goyahnya pertahananmu, kamu merasa bahwa kamu telah masuk ke dalam perangkapnya. Kamu mulai memendam rasa untuk Arkana. Setiap kamu melihatnya, mendengar suaranya, hatimu akan berdetak lebih kencang. 

Kamu selalu berusaha untuk menyangkal itu semua, hingga suatu pagi, setelah semalaman kalian tidur berdua dari sebuah night routine sex kalian, kamu terbangun duluan. Matamu tertuju pada ponsel Arkana yang tak berhenti menyala dalam mode senyapnya. Dengan perasaan gundah, antara dilema untuk memeriksa ponselnya atau tidak, akhirnya kamu putuskan untuk meraih ponselnya, dan melihat beberapa notifikasi pesan yang muncul di layar ponsel. 

Beberapa pesan romantis dari seorang wanita yang membahas mengenai persiapan pernikahan. 

Perasaanmu seketika merasa mencelos. Semakin kamu membaca kata-kata dari notifikasi itu, semakin hatimu merasakan sakit. 

Sekali lagi panggilan dari wanita itu muncul. Kamu hanya meletakkan ponselnya kembali di atas nakas, berusaha bergerak sepelan mungkin agar Arkana tidak terbangun dari tidurnya. 

 

***

  

 

 

  

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Your Possessive Man
2
2
Ia mempererat rengkuhannya padamu, hingga terasa sesak. Kentara bahwa ia tidak menyukai setiap perkataan yang kamu jawab untuknya. Ia dekatkan wajahnya pada wajahmu, hingga nafasnya begitu terasa berembus di kulitmu, “Jangan bohong, sayang..” ucapnya. Ia tahu jelas dari matamu, bahwa kamu bukan hanya sekedar ingin pergi keluar untuk membeli obat. “Aku mohon… lepasin aku…”Dia tertawa mendengar kata-kata permohonanmu, namun bukannya melepaskanmu, ia malah semakin menarikmu dalam. Tangannya merengkuh pinggangmu, mambuatmu tak bisa bergerak.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan