
“Kamu aja juga belepotan Sya, sini mas bersihin. Sama aja kayak anak-anak kamu ini.” — Arbi.
“Hihihi Bubun juga belepotan..” ‐-- Nathan dan Lula.
35. Si Kembar
.
.
"Di cini cenang, di cana cenang, di mana-mana hatiku cenang..."
"Cenang! Holeeee!"
Arbi dan Sya tertawa mendengar suara nyanyian si kembar, mereka yang masih cadel dan belum bisa mengucap huruf R dan S membuat nyanyian itu terdengar sangat lucu.
"Yayah, kita ke mall?" tanya Nathan menoleh pada Arbi.
Arbi mengangguk. "Iya, kan mau beli baju. Kalian katanya pengen beli baju baru. Iya, kan?"
Lula mengangguk semangat, gadis kecil itu menggandeng tangan Sya. "Heem, Lula mau beli baju walna melah. Yang ada gambal bunganya, boleh kan Yah? Bun?" tanya anak itu menatap Sya dan Arbi bergantian.
Sya mengusap kepala Lula sayang. "Boleh Sayang, nanti kita pilih baju yang ada gambar bunganya.." jawab wanita itu sambil mencolek ujung hidung Lula gemas.
"Yang kayak baju putli itu Bun, Lula mau itu.."
"Iya, yang kayak baju putri. Nanti kita beli.."
"Yeyyy!"
"Atan mau jaket ajah, yang walna bilu kayak punya Yayah." kata Nathan menyahut.
"Jaket? Oh iya, nanti kita beli yang mirip punya yayah.." kata Arbi sambil tersenyum.
Mereka berempat berjalan menuju ke pintu masuk mall besar itu, celotehan Nathan dan Lula mendominasi obrolan mereka. Kedua anak itu benar-benar sangat cerewet dan membahas ingin membeli apa saja nanti di dalam mall.
Arbi dan Sya menjadi pendengar yang baik untuk kedua anaknya itu, sesekali mereka menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Nathan ataupun Lula. Rasa ingin tahu kedua anak itu sangat besar jadi sebagai orangtua sebisa mungkin Arbi dan Sya memberi jawaban untuk mereka.
"Arbi?"
Arbi dan Sya berhenti berjalan, mereka berdua menoleh ke samping. Sedikit terkejut melihat ada Jessica dan Brandon tak jauh dari mereka.
Sya tidak akan lupa dengan mereka, meskipun hanya pernah sekali bertemu tapi dia masih ingat benar kalau kedua orang ini adalah teman Arbi yang bisa dibilang membawa pengaruh buruk untuk sang suami.
"Udah lama ya Bi, kita gak ketemu. Makin bapak-bapak aja lo kalo gue liat-liat." kata Brandon sambil menatap Arbi, mata pemuda itu melihat Arbi dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Jessica yang ada di samping Brandon tertawa dan mengangguk. "Iya Bran, bapak-bapak banget si Arbi sekarang." sahut gadis itu.
"Coba aja kalo dia masih sama kita, gak bakal gini dia sekarang. Masih asik, masih free, bebas ngapain apa.." kata Brandon sambil tertawa mengejek Arbi.
Arbi menggenggam tangan Nathan erat, pemuda itu sedikit mendorong tubuh Nathan hingga berada di belakang tubuhnya. Sya pun merangkul Lula.
Kedua anak itu hanya diam karena tidak mengenal orang yang kini tengah berbicara.
"Haduh Bi, kalo aja lo gak keluar dari grup kita dan masih mau nampil pasti hidup lo lebih bahagia, lebih asik."
Arbi memejamkan mata sebentar dan menatap Jessica serta Brandon. "Tau apa lo berdua soal hidup gue? Yang bilang gue gak bahagia siapa? Yang bilang hidup gue gak asik siapa?" kata pemuda itu.
Jessica menaikkan sebelah alisnya. "Liat dari keadaan dan penampilan lo sekarang aja gue udah paham kalo lo pasti gak bahagia Bi."
Arbi berdecih dan menggelengkan kepala pelan. "Sorry ya Jes, tapi gue bahagia. Bahagia banget malah, dan keluar dari grup adalah keputusan paling baik yang pernah gue ambil."
"Halah Bi, lo tuh sekarang udah kek bapak-bapak banget. Balik lah ke kita biar bisa have fun lagi.." kata Brandon sambil berusaha memegang lengan Arbi.
Arbi dengan cepat menghindar hingga Brandon tak jadi memegang lengannya. "Gue emang bapak-bapak. Anak gue aja udah dua, emang salahnya dimana jadi bapak-bapak? Gue bahagia, gue seneng, gue enjoy. Gue nikmatin kehidupan gue sekarang." kata pemuda itu.
Arbi masih tidak habis fikir, padahal sudah beberapa tahun berlalu tapi ternyata Jessica dan Brandon masih saja sama. Kedua orang itu tidak berubah sama sekali.
Jessica menunduk dan menatap Nathan dan Lula. "Kasian banget lo sekarang Bi, harus ngurus anak gini. Gak kayak kita yang masih enjoy bebas ngapain aja. Ya kan Bran?" kata gadis itu sambil menoleh pada Brandon dan tersenyum.
Brandon mengangguk. "Iya."
Arbi memejamkan mata sebentar, pemuda itu menoleh pada Sya. "Sya, kamu bawa anak-anak masuk duluan aja.." kata pemuda itu.
Sya mengangguk mengerti, dia langsung menggandeng tangan Nathan dan Lula. "Sayang, yuk kita masuk dulu. Yayah masih ada urusan.." kata wanita itu menatap kedua anaknya bergantian.
Nathan menoleh pada Arbi dan memegang tangan pemuda itu. "Yayah, ayo." ajaknya.
Arbi menatap Nathan. "Kamu duluan ya sama Bubun. Nanti yayah nyusul."
Bibir Nathan langsung tertekuk. "Cekalang Yah, ayo.." kata anak itu menggoyangkan tangan Arbi yang kini dia pegang.
Sya mengusap kepala Nathan. "Sayang, Yayah masih ada urusan. Kita duluan aja ya, nih Lula juga mau. Kita duluan ya?" kata wanita itu berusaha membujuk Nathan agar mau ikut masuk duluan bersamanya.
Lula menoleh dan menggandeng tangan Nathan. "Atan ayo, nanti Yayah nyucul. Kita cama Bubun dulu. Ayoo.." kata gadis kecil itu.
Nathan menatap Arbi, masih enggan meninggalkan Ayahnya itu.
"Nanti yayah nyusul, gak lama kok." kata Arbi memberi pengertian.
Dengan bibir mengerucut akhirnya Nathan mengangguk. Sya tersenyum melihatnya, dia menatap Arbi sebentar dan mengangguk sebelum pergi bersama kedua anak mereka untuk memasuki salah satu toko baju yang ada di dalam mall itu.
Setelah kepergian Sya dan si kembar, Arbi langsung menoleh dan menatap Brandon juga Jessica.
"Lo berdua kayaknya emang gak bisa berubah ya." kata pemuda itu.
Jessica menaikkan sebelah alisnya. "Berubah? Kenapa? Kita suka jadi kita yang sekarang, yang bisa party tiap hari, seneng-seneng kapan pun. Dan pastinya gak ribet ngurus anak, kayak lo." kata gadis itu mengejek Arbi.
"Bener, liat lo yang sekarang gue kasian. Lo bener-bener jauh berubah gak kayak Arbi yang dulu." sahut Brandon.
Arbi berdecih, salah satu sudut bibirnya terangkat. "Gue kasian? Yang ada gue lebih kasian ke lo berdua. Gue yakin sih pasti lo berdua masih jalanin hidup gak jelas gak punya tujuan, party gak jelas, mabok segala macem. Lo berdua yang lebih kasian harusnya.."
Arbi menarik nafas dalam dan menghembuskanny pelan.
"...gue bahagia, gue punya keluarga, gue punya rumah. Kalo gue capek ada mereka yang selalu jadi penyemangat gue. Istri gue cantik serba bisa, gue punya anak lucu-lucu, pinter juga. Gue malah seneng punya mereka di hidup gue. Asal lo berdua tau ya, hal yang paling gue syukurin sampai sekarang adalah keputusan gue buat pergi ninggalin kehidupan gue yang dulu gak jelas sama kalian. Gue bersyukur banget gue gak terjerumus makin dalem ke pergaulan kalian." kata pemuda itu sambil menatap Brandon dan Jessica.
Brandon memutar bola mata jengah mendengar perkataan Arbi. "Halah sok banget lo Bi."
"Tau nih, sok bijak banget. Jelas dilihat dari segi manapun kehidupan lo sekarang sama dulu beda banget Bi. Dulu waktu masih sama kita lo bisa dapet duit cepet Bi, duitnya bisa lo nikmatin sendiri, bisa lo pake sendiri. Kalo sekarang? Harus kerja keras kan lo? Duit gak seberapa pastinya, belom lagi harus ngurus kebutuhan anak istri. Yaelah Bi, gak ada enaknya hidup kek gitu." sahut Jessica.
Arbi tersenyum dan menghela nafas. "Emang gak segampang dulu buat nyari duit tapi seenggaknya duit gue yang sekarang lebih berkah. Dan gue gak pernah kekurangan, duit buat anak istri pasti ada terus. Rejeki gue ada terus buat mereka dan gue bisa jamin kalo kehidupan gue yang sekarang jauh lebih baik daripada yang dulu." kata pemuda itu yakin.
"Halah-halah bacot lo Bi."
"Terserah lo berdua lah, emang susah buat dibilangin. Yang pasti gue jauh lebih bahagia sekarang, kehidupan gue lebih baik dari yang dulu. Gue harap kita gak ketemu lagi dalam keadaan gini, gue doain lo berdua cepet berubah." kata Arbi dan langsung berbalik, berjalan meninggalkan Jessica dan Brandon yang masih berdiri di sana.
Jessica berdecih menatap kepergian Arbi. "Sok banget dia sekarang."
"Emang."
.
.
Arbi berjalan memasuki toko baju tempat Sya dan si kembar berada. Senyuman pemuda itu langsung mengembang melihat Sya yang sedang memilih baju bersama Nathan dan Lula. Mereka nampak sangat bahagia sekali.
Bagaimana mungkin Arbi tidak bahagia melihat hal seperti ini? Senyuman dan tawa dari Sya dan juga kedua anaknya adalah sumber kebahagiaan terbesar untuknya. Melihat ketiga orang yang sangat dia sayangi itu tersenyum membuat perasaannya menghangat.
Kehidupannya sekarang sangat indah, dengan Sya dan kedua anak mereka semua terasa sangat hebat. Keputusannya untuk pergi ke desa dan menetap di sana adalah hal terbaik yang pernah dia lakukan.
"Yayaaaaah!" Arbi sedikit tersentak saat Nathan tiba-tiba menghampirinya dan menggenggam tangannya.
"Yayah ayo beli baju.." kata Nathan sambil menatap ke arah Arbi.
Arbi tersenyum dan mengangguk, pemuda itu membawa Nathan kembali ke tempat Sya dan Lula yang sudah menunggu mereka.
"Atan ayo pilih baju kecana." kata Lula menggandeng tangan Nathan untuk menuju ke tempat baju anak-anak.
Nathan mengangguk dan kedua anak itu langsung berjalan bersama sambil tersenyum.
Sya dan Arbi mengikuti kedua anak itu dan duduk di kursi yang ada di dekat kaca. Mereka berdua terkekeh melihat betapa hebohnya kedua anak itu memilih baju.
Nathan dan Lula berlarian mengambil baju untuk mereka coba, Lula terus berkomentar tentang baju yang Nathan pilih hingga membuat anak itu kesal sendiri.
"Ya ampun, Lula komen terus. Kasian Nathan gak bener mulu milih bajunya." kata Sya sambil terkekeh.
Arbi mengangguk. "Iya, liat tuh mukanya Nathan pasti udah kesel banget."
Sya tertawa, wanita itu menghela nafas dan menggenggam tangan Arbi yang ada di sampingnya. "Gimana tadi Mas? Mereka ngomong apa aja?" tanya wanita itu.
Arbi menipiskan bibirnya dan membalas genggaman tangan Sya tak kalah erat. "Ya gitu, mereka kan emang gak pernah berubah. Biarin ajalah." jawab pemuda itu.
Sya memejamkan mata sesaat. "Semoga mereka bisa berubah ya Mas.."
"Aamiin.."
"Yayah! Bubun! Lula cebelin!" teriak Nathan sambil menunjuk Lula yang ada di depannya.
Lula refleks menggeleng. "Engga, Lula bantuin Atan pilih baju!" kata gadis itu menyanggah.
Nathan menatap Lula dengan bibir mengerucut sebal. "Lula cebelin!"
"Engga! Lula bantu Atan!"
"Tapi cebelin! Atan ga cuka!"
Sya langsung berdiri dan menghampiri kedua anaknya yang sudah bertengkar itu. Dengan sabar wanita itu merangkul bahu kedua anaknya lembut.
"Eh kok malah berantem, kenapa Sayang? Jangan berantem dong.." kata wanita itu.
Nathan menunjuk Lula dengan wajah merengut sebal. "Lula Bun! Cebelin!" kata anak itu.
"Lula cuma bantu Atan, Bun." sanggah Lula.
Arbi ikut menghampiri mereka dan terkekeh. Pemuda itu berjongkok dan menatap Lula. Memegang tangan gadis kecil itu.
"Sayang, kamu gak boleh komenin pilihan Nathan terus. Belum tentu baju yang menurut kamu jelek, jelek juga buat orang lain. Pilihan bisa beda, jadi kalo emang Nathan mau beli baju yang dia pilih kamu gak boleh komen terus. Biarin Nathan punya pilihan sendiri, ya? Kamu paham kan maksud yayah?" tanya pemuda itu sambil menatap Lula.
Lula diam sebentar, gadis kecil itu menatap Nathan dan akhirnya mengangguk. "Maaf Atan.." kata gadis kecil itu.
Nathan masih diam dengan wajah ditekuk. Anak laki-laki itu melirik Lula sekilas.
Sya mengusap pipi Nathan yang masih menggembung sebal. "Sayang, maafin Lula ya. Kan Lula udah minta maaf, gak lupa kan sama apa yang pernah Yayah bilang? Kalo ada yang minta maaf harus kita?"
"Maafin.." jawab Nathan pelan.
Sya tersenyum. "Jadi? Nathan harus?"
Nathan menoleh pada Lula dan menatap saudari kembarnya itu. Lula langsung mengulurkan tangannya.
"Maafin Lula, Atan.." kata Lula.
Nathan menatap Lula, dan akhirnya dia membalas uluran tangan gadis kecil itu. "Atan maafin Lula.." kata anak itu pada akhirnya.
Lula tersenyum dan melangkah maju mendekati Nathan kemudian memeluknya. "Maaf ya Atan, Lula cebelin."
Nathan mengangguk dan membalas pelukan saudari kembarnya itu. "Huum.."
Arbi dan Sya tersenyum melihat kedua anak mereka yang kini sedang berpelukan itu. "Nah gitu dong.." kata Sya.
Nathan dan Lula melepas pelukan mereka kemudian bergandengan tangan. Mereka berdua tersenyum lebar sambil menatap Sya dan Arbi.
"Biar kalian gak berantem biar Bubun aja yang milihin baju. Ya?" kata Arbi.
Nathan dan Lula mengangguk.
Mereka akhirnya memilih baju, Sya mengambilkan beberapa baju dan kedua anaknya itu akan memilih sendiri mana yang mereka suka. Mereka berempat tertawa senang di dalam toko baju itu, memilih baju dengan begitu riang.
Cukup lama mereka menghabiskan waktu di toko itu, setelah mendapat baju yang mereka inginkan dan membayar. Arbi mengajak Sya dan si kembar untuk membeli es krim.
Setelah membeli es krim mereka duduk di bangku yang ada di depan mall.
"Bubun, mau coba eklim Bubun." kata Nathan menoleh pada Sya yang sedang memakan es krim rasa matcha.
Sya mengangguk dan menyendok es krimnya kemudian menyuapkannya pada Nathan. "Aaak.."
Nathan membuka mulutnya dan menerima suapan es krim yang Sya berikan. Ekspresi anak itu langsung berubah saat es krim rasa matcha itu terasa di mulutnya.
"Hiii engga enak. Ga cuka." kata anak itu dengan kepala menggeleng.
Sya terkekeh melihat ekspresi anaknya itu.
"Ini lacain punya Lula, enak laca tobeli." kata Lula menyendok es krim miliknya dan menyuapi Nathan.
Nathan memakan es krim yang Lula suapkan, anak itu mengangguk-angguk. "Enak!"
"Mau nyobain es krim punya yayah nggak? Rasa vanilla?" tanya Arbi menawari Nathan dan Lula.
Kedua anak itu kompak menggeleng.
"Yaudah kalo kalian gak mau. Kalian mau makan apa nanti? Di dalem ada restoran enak loh.." tanya Arbi sambil menatap Nathan dan Lula.
Nathan menggeleng. "Gamau maem cini, mau maem coto. Coto yang enak itu Yah. Yang ada pala ayamnya."
Lula mengangguk setuju. "Huum, mau coto pake pala ayam! Itu enaaaak!" kata gadis kecil itu.
Arbi terkekeh mendengar jawaban kedua anaknya itu. "Ya ampun kalian ini ya, bener-bener mirip sama Bubun. Sukanya makan soto pake kepala ayam. Yaudah nanti kita mampir ke tempat soto itu ya.."
"Yeeey!"
"Maem coto!"
Arbi tersenyum, kedua anaknya ini benar-benar mirip Sya. Bahkan untuk selera makan pun mereka sangat mirip dengan istrinya itu.
"Nanti kita makan soto pake kepala ayam, bubun juga pengen makan pake sate kulit. Pasti enak ya.." kata Sya.
Nathan dan Lula kompak mengangguk.
.
.
"Mau sate juga nggak?" tanya Arbi menoleh pada Nathan dan Lula. Mereka sudah ada di tempat soto. Lebih tepatnya Arbi sedang berdiri di depan tempat berbagai macam soto sedangkan Sya sedang memesan soto untuk mereka.
"Mauu! Atan mau cate kulit cama cate telul puyuh." jawab Nathan.
"Lula mau cate ati cama cate kulit."
"Oke yayah ambilin sate buat kalian." kata Arbi mengambilkan sate yang kedua anaknya itu inginkan.
"Yayah! Pala ayam jan lupa." kata Nathan mengingatkan.
Arbi terkekeh dan mengangguk. "Iya-iya, ini udah yayah ambilin."
"Yey!"
Setelah mengambil sate, Arbi dan kedua anaknya duduk lesehan menyusul Sya yang sudah di sana duluan.
"Udah milih satenya?" tanya Sya saat mereka duduk.
Nathan dan Lula duduk di depan Sya dan Arbi. Kedua anak itu mengangguk. "Huum."
Sya melihat piring berisi berbagai macam sate dan juga kepala ayam yang tadi sudah Arbi ambil. "Wah banyaknya sate, kepala ayam buat bubun ada kan?" tanya wanita itu.
"Ada, tadi Yayah ambil buat Bubun juga. Yakan, Yah?"
Arbi mengangguk. "Iya, ini ada buat Bubun juga." jawabnya.
Sya menoleh pada Arbi dan tersenyum. "Makasih Mas.."
Arbi mengangguk. "Iya sama-sama." sahutnya.
Tak lama kemudian soto pesanan mereka datang, Nathan dan Lula sangat senang sekali dan tidak sabar untuk segera memakan soto daging itu.
"Es tehnya empat ya Mas, gulanya dikit aja. Sama air mineral dua." kata Sya pada si mas pelayan.
Mas pelayan mengangguk. "Siap Mbak." sahutnya sebelum pergi membuatkan es teh pesanan Sya.
Sya mengangguk dan kembali menatap Nathan dan Lula yang sudah tidak sabar untuk memakan soto mereka.
"Masih panas ya, pelan-pelan aja makannya. Oh iya, tadi udah cuci tangan belum?"
Nathan dan Lula menggeleng. "Belum Bun."
Sya menghela nafas. "Eh, harus cuci tangan dulu loh. Kan nanti mau megang kepala ayam.."
"Ayo sama Yayah, kita cuci tangan dulu." kata Arbi berdiri dari tempatnya duduk.
Nathan dan Lula ikut berdiri. Mereka langsung ke pojok menuju wastafel untuk mencuci tangan. Selesai mencuci tangan mereka kembali duduk di tempat semula.
"Nah sekarang boleh makan.." kata Sya sambil tersenyum.
"Eh, jangan lupa berdoa dulu ya." kata Arbi mengingatkan.
Nathan dan Lula langsung memejamkan mata dan berdoa sebelum mulai makan soto. Selesai berdoa Nathan dengan tidak sabar mengambil kepala ayam yang ada di piring.
"Nanti tulangnya taro sini ya.." kata Sya membuka selembar tisu untuk menaruh sisa-sisa tulang dari kepala ayam yang mereka makan.
"Iya Bun.." jawab Nathan dan Lula..
Sya tersenyum, dia dan Arbi mulai memakan sotonya juga. Wanita itu juga terlihat sangat menikmati kepala ayam yang sudah Arbi ambilkan.
"Kalian nih ya suka banget sama kepala ayam." kata Arbi melihat Sya dan juga kedua anaknya yang begitu lahap memakan soto dengan kepala ayam.
"Enak Mas." sahut Sya.
Nathan dan Lula mengangguk. "Huum, enak banget. Cukaaa!" kata kedua anak itu.
Arbi hanya bisa terkekeh sambil menikmati sotonya. Melihat keluarga kecilnya yang begitu lahap makan membuatnya merasa sangat senang, dengan hal sederhana seperti ini saja sudah membuat mereka bertiga terlihat senang.
"Yayah mau pala ayam?" tanya Lula yang tengah memegang kepala ayam di tangannya. Gadis kecil itu menatap Arbi.
Arbi menggeleng. "Enggak, kalian abisin aja. Yayah mau makan sate ini aja.." jawab pemuda itu.
Sya meminum es tehnya, wanita itu menoleh pada Arbi yang sedang makan sate ampela. "Nanti bungkusin buat Bang Evan ya, Mas. Kata Mama nanti dia pulang soalnya."
Arbi mengangguk. "Iya, buat Mama sama Papa juga lah. Mereka juga suka soto kan?"
"Iya. Tadi sate kulitnya masih ada Mas?"
"Masih, banyak kok tadi. Bang Evan kan suka sate kulit sama sate usus." jawab Arbi.
"Bagus deh, nanti aku ambil satenya juga."
"Bun, Om nanti pulang ke rumah Oma?" tanya Lula.
Sya menoleh dan mengangguk. "Iya, nanti Om Evan pulang. Kangen ya kalian?"
Lula dan Nathan mengangguk. "Heem, kangen. Mau main cama Om nanti." jawab Nathan.
Sya terkekeh. "Iya nanti kita ke rumah Oma, biar kalian bisa main sama Om Evan. Dia juga kangen banget sama kalian katanya." kata wanita itu.
"Gacabal mau main cama Om.."
Sya tersenyum, wanita itu mengambil tisu dan mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi Nathan dan Lula yang belepotan karena memakan kepala ayam.
"Aduh belepotan gini, hati-hati dong Sayang makannya.." kata wanita itu sambil terkekeh.
Nathan memajukan wajahnya agar Sya lebih mudah membersihkan wajahnya. Selesai dengan Nathan kini Sya beralih pada pipi Lula dan mengusapnya pelan.
"Nih liat pipi kalian kotor loh.." kata Sya menunjukkan tisu yang baru saja dia gunakan untuk membersihkan pipi kedua anaknya itu.
"Iya Bubun.."
Arbi tertawa, pemuda itu juga mengambil tisu. "Kamu aja juga belepotan Sya, sini mas bersihin. Sama aja kayak anak-anak kamu ini." ucapnya.
Sya menoleh pada Arbi. "Emang iya? Aku belepotan juga?"
Arbi tersenyum dan mengangguk, pemuda itu mengusap pipi Sya yang kotor dan menunjukkan bekasnya pada sang istri. "Nih liat, kamu juga belepotan."
"Hehe maaf Mas, abisnya enak banget." kata wanita itu.
"Hihihi Bubun juga belepotan.."
Mereka tertawa bersama, apalagi dengan Sya yang ternyata juga belepotan sama seperti si kembar. Arbi jadi ikut menggoda istrinya itu, si kembar pun tak mau kalah dan ikut mengejek Sya. Sya hanya bisa merengut seba karena kelakuan kedua anak dan juga suaminya itu. Aish, dia ikut malu karena ternyata belepotan juga sama seperti si kembar.
To Be Continue
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
