Ena (9. Night Market-10. Temen Lama)

2
0
Deskripsi

“Aw, Cha  lo tuh kenapa sih kalo nyium gue gak bisa nyelow. Ganas banget sumpah, sakit bibir gue.” — Hanan.

“Chacha marica hey hey, cerita dong. Udah bisa bikin merah-merah gitu..” — Karel.

9. Night Market

 

.

 

 

.

Hanan menggendong tubuh Chacha keluar dari kamar mandi. Setelah kegiatan tadi, mereka langsung mandi — lebih tepatnya Hanan memandikan Chacha.

Dan ya begitu selesai mandi Hanan menggendong tubuh gadis itu untuk keluar.

"Mau pake yang mana?" tanya Hanan yang sudah berada di dekat koper Chacha. Pemuda itu menatap Chacha yang duduk diatas kasur.

"Itu. Yang putih, gue pengen pake itu.." jawab Chacha menunjuk dress selutut berwarna putih yang ada di dalam kopernya.

"Malem-malem lo mau pake ini? Masuk angin Cha," kata Hanan.

"Ish, enggak. Udah cepetan siniin," kata Chacha mengulurkan tangannya.

Hanan menghela nafas pasrah dan memberikan dress itu kepada Chacha.

Chacha langsung menerimanya dan memakai dress itu. Setelahnya dia berdiri dan menuju kearah meja. Membuka tas kecilnya dan mengeluarkan beberapa alat make up dari sana.

Setelah mengenakan make up tipis dan juga liptint Chacha menyisir rambutnya. Puas dengan penampilannya gadis itu berdiri.

"Sana lo pake baju. Abis itu kita berangkat ke night market." kata Chacha menoleh pada Hanan.

"Iya," sahut Hanan.

Pemuda itu berjalan keluar dari kamar Chacha diikuti Chacha di belakangnya. Hanan memakai celana jeans panjang dan juga kaos berwarna putih polos dengan kemeja sebagai luarannya.

Setelah selesai mereka berdua langsung keluar dari villa dan menuju ke night market yang berjarak lumayan jauh dari tempat itu.

.

.

"Bi ayo mau itu!" kata Chacha menarik-narik tangan Hanan menuju ke tempat penjual takoyaki.

Hanan menghela nafas dan hanya bisa menuruti kemanapun Chacha menariknya.

Chacha dengan semangat membeli takoyaki. Dompet Hanan sudah sepenuhnya dikuasai oleh Chacha. Bahkan gadis itu yang membawanya. Ya jadi mau tidak mau Hanan hanya bisa menuruti kemanapun Chacha pergi.

"Lo mau gak?" tanya Chacha yang tengah memakan takoyaki menatap Hanan.

"Buat lo aja."

"Ih cobain deh. Enak nih, ayo buka mulut lo. Aaaak.." kata Chacha menusuk takoyakinya yang ada di dalam wadah berbentuk cup kecil.

"Buat lo aja, entar lo kurang lagi.." kata Hanan.

Chacha berdecak. "Kurang ya tinggal beli lagi.." sahut gadis itu.

"Udah cepetan. Aaakk.."

Hanan menghela nafas dan membuka mulutnya. Membiarkan Chacha menyuapkan takoyaki untuknya.

"Tuh, enak kan?" tanya Chacha begitu Hanan sudah memakan takoyaki yang dia suapkan.

Hanan mengangguk. "Iya," sahutnya.

"Yaudah kita lanjut cari makanan lain. Sekalian nyari temen-temen.." kata Chacha.

Hanan hanya mengangguk.

Mereka pun pergi dari tempat itu dan kembali berjalan menyusuri night market tersebut. Ada banyak barang dan juga makanan yang dijual disana. Night Market memang sering diadakan disana. Bisa dua sampai 3 kali dalam sebulan.

"Ihh Bi ayo beli itu. Ih lucu," kata Chacha menarik tangan Hanan menuju ke tempat penjual hiasan kepala dengan berbagai macam bentuk.

Chacha mengambil bando dengan hiasan telinga kucing diatasnya. Gadis itu langsung memakainya.

"Ih lucu, beli ya Bi.." kata Chacha.

"Yaelah Cha, buat apaan sih? Kek bocah aja beli gituan," kata Hanan menatap Chacha.

Chacha mendengus dan langsung mengerucutkan bibir sebal. "Ih Hanan, lucu tau. Beliin pokoknya!"

"Tck, buat apaan Cha. Paling juga entar kagak lo pake lagi." kata Hanan.

"Gue pake kok. Ih Hanan beliin ya, ya, ya. Please..." kata Chacha memeluk lengan Hanan dan menatap pemuda itu.

"Beliin lah mas. Jangan pelit-pelit sama pacarnya..." kata si abang yang jualan.

Hanan menoleh pada abang-abang berkumis lele itu. "Bukan pacar saya bang," sahut Hanan.

"Oh adeknya ya?" tanya abang itu.

"Bukan. Saya gak kenal. Tadi ketemu disitu eh malah nempelin sampe kesini," kata Hanan.

Chacha berdecak kesal dan melepas pelukannya di lengan Hanan.

"Ih nyebelin!"

"Lha si mas, emangnya neng cantik ini setan apa. Pake ditempelin segala. Ada-ada aja mas," kata si abang sambil ketawa.

"Au ah sebel. Gausah minta jatah-jatah lagi," kata Chacha menyilangkan tangan di depan dada.

Hanan berdecak dan menatap gadis itu. "Ngambekan banget sih, lagi hamil ya lo?"

"Bodo sebel."

"Lho jadi neng ini istrinya?" tanya si abang menatap Chacha.

"Bukan. Gak kenal sama dia." jawab Chacha sebal.

Si abang tertawa. "Kirain masih SMA, eh udah nikah ternyata. Nikah muda ya mas?"

Hanan mengangguk. "Iya bang. Itu bando berapa?"

"10 ribu aja mas." jawab si abang.

Chacha menoleh dan mengambil satu bando lagi. "Sama ini bang,"

Hanan menoleh dan menatap Chacha. "Buat apaan Cha? Satu aja."

"Buat lo." jawab Chacha langsung memakaikan bando dengan telinga tikus yang baru diambilnya pada Hanan.

"Tck, apaan sih. Gue gak ma—.."

"Awas aja sampe lo lepas. Gak ada cium-cium, gak ada jatah-jatah lagi." ancam Chacha.

Hanan berdecak dan kembali menurunkan tangannya yang akan melepas bando di kepalanya. Pemuda itu mengeluarkan uang 20 ribuan dari dalam kantong celananya dan memberikannya pada si abang.

"Makasih mas..." kata si abang.

Hanan mengangguk. Chacha yang ada di sampingnya kembali menarik tangan pemuda itu dan berjalan mengelilingi Night Market.

"Ih telur gulung," kata Chacha dengan semangat menarik tangan Hanan menuju ke sebuah stand yang menjual telur gulung.

"Berapaan pak?" tanya Chacha pada si bapak penjual telur gulung.

Si bapak tersenyum. "Serebuan aja neng," jawabnya.

"Beli dong pak, 10 ya.." kata Chacha.

"Siap, tunggu ya neng..." kata si bapak mulai membuatkan telur gulung untuk Chacha.

Chacha dengan semangat melihat proses pembuatan telur gulung itu. Sudah sangat lama dia tidak memakannya.

"Lagi bulan madu ya neng?" tanya si bapak sambil goreng telur.

"Enggak kok. Lagi liburan aja," jawab Chacha.

"Oh masih pacaran ya?"

Chacha menggeleng. "Enggak..." jawabnya.

Si bapak mengernyit menatap Chacha. "Lha terus?"

"Kita udah nikah tapi gak lagi bulan madu. Kesini bareng sama temen-temen juga. Tapi lagi misah..." jelas Hanan.

"Oh gitu. Disini emang banyak pasangan muda yang lagi bulan madu kayak mas sama si neng ini," kata si bapak.

"Kita enggak lagi bulan madu pak," kata Chacha.

Si bapak berdecak. "Halah si neng mah, lagi berduaan begini masa gak bulan madu. Gausah malu-malu neng, gapapa. Kan emang udah nikah.." kata bapak itu memasukkan telur gulung yang sudah jadi ia buat kedalam wadah berbentuk mangkok kecil dilengkapi dengan saos di dalamnya.

"Nih neng.." ucapnya memberikan telur gulung itu pada Chacha.

Chacha langsung menerimanya. "Makasih pak," ucapnya. Gadis itu lalu menoleh pada Hanan.

"Bayarin, dompetnya di kantong celana lo kan?"

Hanan menghela nafas dan mengangguk. Pemuda itu mengeluarkan dompetnya dan segera membayar telur gulung itu.

"Makasih mas, moga-moga bulan madunya lancar ya. Pulang-pulang udah bertiga.." kata si bapak.

Hanan mengernyitkan kening bingung. Bertiga? Bersepuluh aja ada pak. Kan temen-temennya juga pulang.

"Pergi dulu ya pak. Makasih, telur gulungnya enak," kata Chacha menoleh pada si bapak penjual telur gulung sambil memakannya.

"Iya neng, mampir sini lagi ya. Sering-sering aja.."

"Oke pak," sahut Chacha.

Dia dan Hanan berjalan meninggalkan stand itu. Selanjutnya mereka kembali berjalan menyusuri area Night Market. Chacha begitu asik menikmati telur gulungya. Sedangkan Hanan berjalan di sampingnya sambil menggelengkan kepala.

Chacha kalo udah makan jadi gak inget apa-apa. Di otaknya cuma ada makanan aja.

"Hanan?"

Hanan berhenti berjalan dan menoleh.

"Eh Linda, disini juga?" tanya Hanan.

Linda mengangguk. "Iya, lagi nganterin temen gue beli barang." jawab gadis itu.

"Oh,"

"Lo lagi jalan-jalan juga?" tanya Linda.

Hanan mengangguk. "Iya, ya nyari hiburan lah. Sekalian nyari makan,"

Linda tersenyum. Terkekeh pelan. "Bando lo bagus," ucapnya.

Hanan langsung menyentuh bando di kepalanya. Ah iya dia masih memakai bando yang tadi Chacha pakaikan padanya.

"Ehm iya,"

Linda sedikit menoleh. Gadis itu melihat Chacha yang ada di samping Hanan dan masih asik menikmati telur gulungnya.

"Oh sama Chacha," kata gadis itu.

Hanan mengangguk. "Iya, daritadi nurutin dia mulu. Ditarik kemana-mana.."

"Lin, cari jak— eh Hanan!"

Seorang gadis yang baru saja keluar dari stand yang menjual berbagai aksesoris terkejut melihat ada Hanan tengah bersama Linda.

Dia Clara, teman Linda. Dan ya salah satu gadis yang mengidolakan Hanan.

Hanan mengernyitkan kening. Siapa sih? Dia gak kenal sama cewek ini.

"Siapa ya?"

Clara berdehem dan membenarkan rambutnya. Gadis itu mengulurkan tangannya pada Hanan.

"Gue Clara,"

Hanan membalas uluran tangan Clara. "Hanan,"

Clara mengangguk. "Udah tau kok. Lagian siapa sih yang gak kenal seorang Hanan Abian. Lo kan terkenal banget.."

Hanan melepas tangannya dan sedikit tersenyum. "Ah enggak juga.."

Clara tersenyum. "Gue seneng banget ketemu lo disini, udah lama gue pengen ketemu sama lo. Tapi ya pasti aja gak bisa..." kata gadis itu.

Hanan menaikkan sebelah alisnya. "Emang ada urusan apa sama gue?"

Clara menghela nafas sebentar dan menatap Hanan. "Ya cuma pengen ketemu aja. Kalo ada waktu sih gue pengen ngajakin lo makan bareng, atau ya hangout bareng lah..." jawab Clara.

"Clara ini salah satu fans lo Nan, kalo liat lo nampil huh paling semangat dia," kata Linda dan mendapat senggolan dari Clara.

Clara tertawa kikuk dan menatap Hanan.

"Em.. ya gitu deh.  Ya gimana ya, soalnya lo sama temen-temen lo itu keren banget kalo lagi nampil. Gue suka banget liatnya.." kata Clara.

Hanan hanya tersenyum dan mengangguk.

"Bi, beli ice cream yuk.."

Clara sedikit menengok begitu mendengar suara Chacha. Gadis itu menaikkan sebelah alisnya. Dia baru melihat Chacha karena gadis itu tadi berada di belakang Hanan jadi tertutupi oleh tubuh pemuda itu.

"Heh lo, cewek sok sexy ngapain lo disini?"

Chacha yang mendengar itu memajukan kepalanya. Gadis itu berdecih begitu melihat Clara.

"Gue emang sexy kali. Emangnya lo."

Clara tertawa. "Lo sexy? Hahahaha, tepos depan belakang gitu dibilang sexy. Sadar diri lo Cha,"

Hanan mengerutkan kening bingung. Kok Chacha sama Clara berantem gini? Emang mereka saling kenal ya?

"Bodo amat, buktinya lo selalu kalah kalo lomba dance ama gue. Sorry ya, gue bukan cuma modal tete sama modal bokong doang buat goyang. Gue punya bakat." kata Chacha maju menghadap Clara.

Clara mendengus marah dan mendorong bahu Chacha. "Maksud lo apaan ngomong gitu? Lo ngatain gue?!"

Chacha berdecih. "Emang gue tadi sebut nama? Kan enggak cuk. Eh tapi kalo lo sadar diri ya bagus deh. Bagus kalo sadar."

"Enak aja. Gue juga punya bakat ya. Gausah sok gitu lo. Masih mending gue sexy, lo body triplek gitu.." kata Clara.

"Kesexyan lo gak ada gunanya kalo tiap lomba ngelawan gue lo tetep kalah," kata Chacha tersenyum mengejek kearah Clara.

Linda menghela nafas. Sejak melihat Chacha tadi dia sudah menduga kalau ini akan terjadi. Gadis itu tau betul kalau Clara sangat tidak suka pada Chacha.

Clara adalah salah satu anggota tim dancer di kampusnya dan ya tentu saja sering melawan Chacha dalam beberapa perlombaan dance. Dan ya seperti ini. Mereka sering bertengkar saat bertemu.

"Heh triplek, diem lo! Lo menang pasti curang. Pasti lo nyogok jurinya pake badan lo itu kan. Gak heran gue kal—..."

Plak!

Satu tamparan langsung mengenai pipi Clara.

"Lo kalo iri sama gue gausah bacot njing. Nyebar-nyebar hoax kek gitu. Sorry gue bukan cewek murahan. Gue punya harga diri." kata Chacha.

Clara memegangi pipinya. "Kurang ajar ya lo!"

"Kenapa? Gak terima? Ayo berantem. Tapi sorry kalo lo bisanya cuma jambak-jambakan gue gak tertarik, mending lo pergi aja sebelum gue patahin tuh tangan lo," kata Chacha.

Clara mengepalkan tangannya kesal. Gadis itu langsung mendorong tubuh Chacha.

Linda yang ada di dekat Clara menahan gadis itu. "Udah Ra, ayo pergi aja..." kata gadis itu.

"Apasih Lin, biarin dulu. Gue masih mau disini." kata Clara.

Chacha sedikit terhuyung ke belakang saat Clara mendorongnya namun dia masih bisa menjaga keseimbangannya.

Gadis itu menoleh pada Hanan.

"Bi, ayo pergi aja. Gausah lama-lama disini. Ada cewek gila." kata Chacha menatap Hanan.

Hanan mengangguk pelan.

"Hanan, mending lo pergi sama gue aja. Gausah sama kuntilanak jadi-jadian kayak dia," kata Clara menahan tangan Hanan.

"Lo tuh wewe gombel. Awas lepasin tangan Hanan." kata Chacha.

"Lo yang lepasin." kata Clara.

Gadis itu menatap Hanan.

"Nan, gausah pergi sama papan pengilesan kek dia. Mending sama gue aja."

"Wah songong. Gue kempesin juga nih lama-lama tete lo," kata Chacha.

Clara mendengus. "Iri ya? Kesian deh gak punya tete. Udah terima aja. Emang lo takdirnya gitu."

"Bodo amat. Ayo Bi, makin lama disini makin gatel tangan gue pengen ngehajar nih wewe gombel.."

"Gausah ngajakin Hanan, dia pasti juga ogah sama lo. Lagian Hanan mana mau sama lo, body kek triplek gitu. Ayo Nan sama gue aja," kata Clara.

Chacha berdecih, nih jelmaan wewe gombel gak tau aja si Hanan tiap hari minta jatah mulu ke dia.

"Heh gatau aja lo, Hanan kan tiap hari demennya minta ja— hmpp!"

Chacha langsung melotot saat Hanan membungkam mulutnya.

"Hmmp...hmmp..hpp.." Chacha menatap Hanan dengan melotot.

Hanan berdecak dan langsung mengangkat tubuh Chacha.

"Sorry, gue duluan." kata Hanan dan langsung pergi meninggalkan Linda dan juga Clara.

"Hanan! Lho mau kemana? Hanan!"

.

.

"Turunin gue! Bi!" Chacha terus berontak. Gadis itu memukuli punggung Hanan supaya pemuda itu menurunkannya.

Posisinya yang berada diatas bahu Hanan menyulitkannya untuk bergerak.

"Bi! Kalo gak lo turunin gue teriak nih!" ancam Chacha.

Hanan menghela nafas dan menurunkan Chacha begitu mereka ada diujung lokasi Night Market. Dia menurunkan tubuh Chacha keatas bangku yang ada disana. Chacha berdecak dan menatap Hanan kesal.

"Apaan sih Bi! Main angkat-angkat aja!" kata Chacha menatap Hanan.

Hanan menghela nafas. "Cha, lo tuh berantem mulu kerjaannya..."

"Ya gimana gak berantem. Lo sendiri tadi kan denger dia ngatain gue. Ya gimana gue gak emosi."

"Tck, sekali-kali sabar. Tahan emosi. Jangan langsung kepancing gitu." kata Hanan menatap Chacha.

"Ya lo sih gak diposisi gue. Mana tau rasanya dikatain kayak gitu. Kesel Bi. Difitnah kek gitu,"

"Iya-iya, tapi lain kali gausah diladenin. Kalo lo ladenin malah lo yang capek sendiri. Biarin aja, cuekin.."

Chacha menaikkan sebelah alisnya dan menatap Hanan.

"Kenapa sih? Gue tuh kesel Bi! Tck, au ah. Lo juga bikin kesel. Sebel gue." kata Chacha berjalan meninggalkan Hanan.

"Lo mau kemana?!"

"Kemana aja. Sebel gue ama lo." sahut Chacha tanpa menoleh.

Hanan menghela nafas. Pemuda itu berjalan mengikuti Chacha.

"Hanan?"

Hanan langsung berhenti dan menoleh ke belakang. Dia menatap Linda yang baru saja memanggilnya.

"Eh, kenapa Lin?"

Linda menoleh kearah Chacha yang sudah berjalan lumayan jauh.

"Gue minta maaf ya. Pasti Chacha sakit hati dikatain gitu sama Clara. Sampein permintaan maaf gue ke dia ya, anggep aja gue mewakili Clara minta maaf ke dia," kata Linda.

"Bukan salah lo kok. Udah gapapa, Chacha emang emosian gitu orangnya," kata Hanan.

"Tetep aja tadi Clara udah keterlaluan Nan. Beneran ya bilangin ke Chacha gue atas nama Clara minta maaf.." kata Linda.

Ah, gadis itu jadi ikut merasa bersalah pada Chacha. Ucapan Clara memang sedikit keterlaluan.

"Yaudah entar gue bilangin ke Chacha. Gue samperin dia dulu ya," kata Hanan.

Linda mengangguk. "Sekali lagi gue minta maaf ya,"

"Iya,"

Hanan pun sedikit berlari mengejar Chacha yang sudah jauh berjalan meninggalkannya.

Pemuda itu menghela nafas begitu melihat Chacha tengah duduk diatas ayunan yang tak berapa jauh dari lokasi Night Market.

Hanan menoleh ke kanan dan ke kiri. Pemuda itu berjalan menuju kearah penjual ice cream dan membelikan ice cream untuk Chacha.

Setelah membeli dua ice cream Hanan berjalan menghampiri Chacha.

"Nih," kata Hanan menyodorkan satu cone ice cream coklat pada Chacha.

Chacha mendongak dan menatap Hanan.  Gadis itu mendengus tapi tetap mengambil ice cream yang Hanan berikan padanya.

Hanan menghela nafas dan ikut duduk diatas ayunan yang ada di samping Chacha.

"Tadi Linda nyamperin gue. Dia minta maaf.." kata Hanan.

"Linda? Yang ngatain gue Clara bukan Linda." sahut Chacha menjilati ice creamnya.

Hanan menoleh. "Iya, dia minta maaf atas nama Clara.."

Chacha menoleh pada Hanan. "Lo tau gak, ada beberapa hal di dunia ini yang harus dilakuin sendiri dan gak bisa diwakilin sama orang lain. Minta maaf itu salah satunya. Maaf itu gabisa diwakilin. Yang salah ya harus minta maaf. Gabisa diwakilin kek gitu. Emang ambil raport bisa diwakilin.." kata Chacha berdiri dari ayunan.

Gadis itu menghela nafas dan melihat pemandangan dari tempatnya berdiri. Beberapa meter dari tempat mereka banyak lampu warna-warni dari Night Market.

Jauh di depan sana ada laut yang dihiasi ombak kecil. Chacha suka pemandangan disana. Tenang, jauh dari keramaian.

"Oke, tapi ya gak ada salahnya kan maafin orang. Orang yang bisa memaafkan itu lebih mulia derajatnya Cha," kata Hanan ikut berdiri di samping Chacha.

Chacha melirik Hanan sekilas. "Kalo aja maafin bisa segampang itu Bi. Mungkin menurut lo emang sepele. Tapi kata-kata Clara itu nyakitin.."

Hanan menghela nafas. Pemuda itu melepas kemejanya dan memakaikannya pada Chacha.

"Udah. Gausah dibahas lagi. Abisin ice creamnya. Abis itu kita balik ke Night Market. Lo mau apa? Gue beliin deh.." kata Hanan.

Chacha mengangguk. Gadis itu kembali memakan ice creamnya. Hanan yang melihatnya sedikit tertawa. Chacha tetep Chacha, gabisa nolak kalo udah masalah makanan.

"Udah?" tanya Hanan begitu Chacha menghabiskan ice creamnya.

Chacha mengangguk. "Udah," jawabnya.

"Yaudah ayo, lo mau apa? Gue beliin deh," kata Hanan.

Chacha tersenyum senang dan langsung memeluk lengan Hanan. "Gue mau ke stand makanan Jepang. Gue mau dango, ramen, ahh pokoknya mau semua," kata Chacha.

Hanan menggelengkan kepalanya dan menepuk kepala Chacha. "Dasar rakus."

Chacha merengut kesal. "Marah-marah sama kesel bikin gue laper sih," kata Chacha.

"Yaudah iya, ayo kesana.."

Chacha mengangguk. Gadis itu menatap Hanan.

"Makasih Bi," ucapnya dan langsung mengecup bibir Hanan.

"Aw, Cha. Lo tuh kenapa sih kalo nyium gue gak bisa nyelow. Ganas banget sumpah, sakit bibir gue," kata Hanan memegangi bibirnya.

Chacha nyium rasa njotos. Sakit banget.

"Ih protes mulu. Masih untung gue mau nyium lo," kata Chacha.

"Dasar. Ayo ah, keburu males gue.."

"Iya ayo," kata Chacha menarik tangan Hanan kembali menuju ke Night Market.

Hanan hanya menurut saja. Ya mau gimana, dia mah ngikut aja.

Dan ya akhirnya malam itu Hanan menuruti semua yang Chacha inginkan. Membeli makanan dan barang yang Chacha inginkan.

Chacha? Tentu saja gadis itu sangat senang karena bisa membeli banyak makanan dan juga barang tanpa mengeluarkan uang sedikit pun.

Kan semua pake duit Hanan. Tugas suami kan menafkahi istri dan tentu saja sebagai istri yang baik Chacha selalu mengingatkan Hanan mengenai hal itu. 
 

 

 

10. Temen Lama

"Eh kemaren lo kemana sih Cha? Kok dicariin gak ada. Lo nyusul kan ke Night Market?" tanya Aya.

Mereka lagi di restoran yang ada di deket pantai.

"Iya gue nyusul kok. Tapi ya emang cuma di sekitaran stand makanan Jepang sih.." jawab Chacha.

"Pantesan gue sama Jia nyariin lo gak ketemu," kata Aya.

"Iya gue cuma bentar. Abis itu balik lagi ke villa. Capek."

"Tapi lo gak sendirian kan? Lo sama Hanan kan?" tanya Aya.

Chacha mengangguk. "Iya. Tenang. Gue gak bakal ilang kok," kata gadis itu.

"Iyalah, masa dari villa ke Night Market aja lo ilang. Parah Cha," kata Aya sambil menggelengkan kepalanya.

Chacha langsung nyengir.

"Eh mana temen lo? Katanya mau kesini, lama banget.." tanya Aya.

"Sabar dong, dia punya restoran di deket sini. Lagi sibuk ngurusin itu kayaknya," jawab Chacha.

Jadi tadi Chacha ngajakin Aya nyari makan keluar sekalian nemenin dia ketemuan sama temen SMA-nya.

Udah lama banget Chacha gak ketemu sama itu orang. Pas SMA dulu mereka sahabatan gitu. Punya geng di sekolahnya.

Pas kuliah pada misah sendiri-sendiri. Temen dia yang ini cuma ngambil kelas bisnis selama setahun dan ya udah lulus dan sekarang udah buka restoran. Udah banyak cabangnya. Ya sukses lah dia.

"Chacha!"

Chacha langsung noleh.

"Karel! Huhuhu i miss you~" kata Chacha menghampiri pemuda bernama Karel yang berdiri di belakangnya itu.

Mereka langsung berpelukan dan ya you know lah. Macem sinetron alay.

Aya yang lagi duduk cuma bisa angkat buku menu sampe nutupin mukanya. Ish malu-maluin banget nih Chacha ama temennya.

"Aah lo kok makin cantik sih? Pake susuk ya lo?" tanya Karel melepas pelukan mereka dan menatap Chacha.

Chacha mendengus dan langsung menabok lengan Karel. "Susuk pala lo. Gue dari zaman dulu udah cantik kali," kata Chacha.

Karel mendengus dan langsung duduk.

Pemuda itu menoleh kearah Aya. "Siapa nih Cha? Temen lo? Kenalin ke gue lah," kata Karel.

"Udah ada pawangnya, gausah genit lo.." kata gadis itu.

Karel berdecak, "Ya kenapa sih, belom nikah kan? Sabi lah gue deketin," ucapnya dan tersenyum kearah Aya.

Aya hanya sedikit tersenyum melihat Karel.

"Hay gue Karel, nama lo siapa?" tanya Karel mengulurkan tangannya pada Aya.

Aya menerima uluran tangan Karel dan tersenyum. "Aya,"

Karel mengangguk.

"Udah lepasin tangannya. Modus banget lo jadi orang," kata Chacha melihat kearah tangan Karel yang masih menggenggam tangan Aya.

Karel berdecak dan melepas tangan Aya. "Ganggu aja lo,"

Chacha mendengus dan memukul kepala Karel. Membuat pemuda itu meringis pelan.

"Sakit cuk," ucapnya.

"Makanya lo jangan nyebelin gitu."

Karel mengusap kepalanya yang terasa sakit karena pukulan Chacha barusan. Pemuda itu lalu mengambil gelas jus Chacha dan meminum isinya.

"Jus gue anjir!"

"Yaelah cuma jus. Ke restoran gue sana, mau minum jus segalon juga bebas lo," kata Karel meletakkan gelas Chacha yang sudah kosong.

"Lo berdua temenan udah lama ya?" tanya Aya.

"Dulu pas SMA kita tetanggan, jadinya ya deket deh. Dia suka nyolong buah mangga bapak gue," jawab Karel menunjuk Chacha.

"Fitnah lo, yang ada lo tuh suka nyolong jambu gue," elak Chacha.

"Sama aja kayaknya lo berdua," gumam Aya pelan.

"Lo ngapain sih ngajakin gue ketemuan disini? Kenapa gak ke restoran gue aja? Jauh tau, gue harus macet-macetan dulu," kata Karel menggulung lengan bajunya sebatas siku.

"Ya itu. Gue males macet-macetan. Mending lo aja yang kena macet hehe.." sahut Chacha sambil tertawa.

"Yeu sialan emang,"

"Yaelah Rel, cuma macet gitu aja kok. Kan demi pertemuan kita. Emang lo gak kangen apa sama gue? Kita udah lama banget loh gak ketemu," kata Chacha.

"Iya deh iya," sahut Karel. "Btw lo tadi kan bilang liburan sama temen-temen lo. Kok cuma berdua aja sekarang? Temen lo yang lain?"

"Di pantai, pada belom puas maen. Ayo gue kenalin sama mereka," kata Chacha dengan semangat.

Karel mengangguk. "Ayo, sekalian kenalin gue sama pacar lo. Kalo lo udah gak jomblo..." kata pemuda itu sambil tertawa.

"Diem lo. Lo juga jones. Gausah ngatain," kata Chacha.

Mereka pun berdiri dan keluar dari restoran tersebut. Aya hanya mengikuti Chacha dan Karel yang sedang berjalan di depannya.

Kedua orang itu sepertinya sedang bernostalgia mengingat masa sekolah mereka. Aya tidak terlalu peduli, gadis itu juga tengah asik berkirim pesan dengan Juan.

Juan tidak ada. Iya Juan lagi disuruh Aya buat ngambilin topinya yang ketinggalan di Villa. Makanya tadi gajadi ikut sama dia ke restoran.

.

.

"Tuh temen-temen gue," kata Chacha menunjuk teman-temannya yang tengah duduk berkumpul di pinggir pantai.

"Lha ada si Deo juga?" tanya Karel begitu melihat Deo yang tengah berbicara dengan Yohan.

Chacha mengangguk. "Iya, lo tau kan dia satu kampus sama gue. Ya ikut liburan juga,"

Karel hanya mengangguk.

"Itu temen-temen lo yang cewek pada jomblo gak Cha? Buat gue lah satu," tanya Karel melihat Nana, Ghea, Silvia dan juga Jia.

"Deketin aja kalo ada yang mau sama lo. Eh tapi kayaknya mereka gak suka deh modelan cowok kek lo.." kata Chacha.

Karel berdecak. "Yeu belom juga gue deketin, udah bikin down aja lo.."

"Udah gausah bacot. Ayo cepetan," kata Chacha menarik tangan Karel.

Begitu sampai di tempat teman-temannya Chacha langsung menarik tangan Karel untuk ikut duduk.

"Hay guys," kata Chacha membuat semua menoleh kearahnya dan Karel.

"Karel?!"

Karel tertawa melihat Deo yang kaget menyadari keberadaannya.

"Apa kabar lo?" tanya Karel menatap Deo.

Deo langsung mendekat kearah Karel. "Wih gila, lo kok sekarang jadi berubah gini? Oplas dimana lo?"

"Oplas apaan njir, lo gausah aneh-aneh mikirnya," kata Karel.

Deo menggelengkan kepalanya dan berdecak. "Beneran lo berubah. Lo sekarang tinggal dimana? Gue gak pernah ketemu lo.." tanya Deo.

"Gue tinggal di—.."

"Tck, bentar dulu. Malah bacot lo berdua." kata Chacha.

"Ye namanya juga ketemu sama temen lama Cha," kata Deo.

"Ya entar dulu. Gue mau ngenalin Karel ke temen-temen," kata Chacha.

"Siapa Cha?" tanya Raehan.

"Jadi guys ini Karel. Dia ini temen SMA gue. Dia punya restoran di deket sini." kata Chacha memeluk lengan Karel dan tersenyum kearah teman-temannya.

"Oh gitu,"

"Iya nama gue Karel. Dulu gue satu SMA sama Chacha Deo. Salam kenal gaes," kata Karel sambil tersenyum.

Pemuda itu lalu menoleh pada Chacha. "Cha, gantian dong kenalin temen-temen lo," kata Karel.

"Oh iya," kata Chacha.

Gadis itu lalu menoleh pada teman-temannya.

"Yang itu namanya Rio, dia yang punya villa tempat gue sama yang lain nginep." kata Chacha menunjuk Rio.

"Yoa, gue Rio..." kata Rio memperkenalkan dirinya.

Karel mengangguk.

"Itu disamping Rio namanya Raehan, kalo dia ngabacot gausah di dengerin. Suka sesat soalnya," kata Chacha menunjuk Raehan.

"Yaelah Cha, gitu amat lo. Gak kok Rel. Gue gak gitu, Chacha tuh suka fitnah gue," kata Raehan menoleh pada Karel.

Karel tertawa. "Tenang, gue udah tau kok. Chacha emang suka gitu." sahutnya.

"Dih emang bener kok." kata Chacha.

"Tck, yaudah lanjut. Itu yang lagi nempel-nempel ke Aya, ya udah pasti pawangnya ya. Namanya Juan. Bacotnya gak kalah unfaedah dari Raehan," kata Chacha menunjuk Juan yang udah nyender-nyender manja ke Aya.

"Apasih, ganggu aja. Btw, salken gue Juan. Calon suaminya Aya," kata Juan.

"Oke-oke calon suaminya Aya," kata Karel sambil mengangguk.

"Itu yang diujung Hanan."

Hanan yang disebut namanya menoleh. "Gue Hanan," ucapnya.

"Gue Karel, salken ye."

Hanan mengangguk pelan.

"Nah itu yang lagi rebutan es degan namanya Devan sama Yohan." kata Chacha menunjuk Devan dan Yohan yang sedang berebut es degan.

Kedua pemuda itu menoleh dan langsung nyengir. "Gue Yohan. Ini Devan." kata Yohan memperkenalkan dirinya dan juga Devan.

Karel mengangguk. "Oke. Yohan, Devan.."

Chacha mengangguk. "Nah kalo yang cewek-cewek. Itu Nana sama Silvia. Ghea sama Jia lo udah kenal lah.." kata Chacha menunjuk Nana dan yang lain.

"Wih ada yang jomblo gak nih? Bisa lah satu sama gue, biar gue gak kesepian terus," kata Karel.

"Gak ada. Udah gausah ngerdus mulu lo." kata Chacha.

"Ye gitu aja marah, gue kan pengen kenalan. Siapa tau ada yang jadi jodoh gue," kata pemuda itu.

"Gak ada. Udah ah. Ayo katanya lo mau beliin gue semua yang gue mau. Traktir pokoknya. Gak mau tau," kata Chacha menarik tangan Karel.

"Yah Cha entar dulu ngapa. Masih mau ngobrol sama temen-temen lo," kata Karel.

"Mereka juga ikut ege. Kita mau beli oleh-oleh, besok udah pulang," kata Chacha.

"Oh gitu. Yaudah ayo kalo gitu," kata Karel. "Kebetulan gue tau tempat oleh-oleh yang bagus disini.." kata Karel.

"Yaudah cus kesana," sahut Chacha dan menarik tangan Karel.

"Ya selow dong," kata Karel.

"Ih pokoknya lo yang bayarin semuanya ya. Lo kemaren udah janji pas ditelpon," kata Chacha menunjuk Karel.

Karel mengangguk. "Siap, selow aja."

Chacha mengacungkan jempolnya. "Ayo gaes," ucapnya sambil menoleh pada teman-temannya.

Mereka pun pergi menuju ke toko oleh-oleh mengikuti Karel. Pemuda itu nampak sangat bersemangat menunjukkan beberapa toko yang mereka lewati.

Walaupun ayah Rio memiliki villa disana tapi pemuda itu tidak tau tempat-tempat semacam itu. Ya karena Rio kalau ke villa hanya untuk menenangkan pikiran saja. Paling jauh perginya hanya mencari ayam bakar. Selebihnya paling dia akan bicara ke Pak Haris dan langsung mendapatkan apa yang dia inginkan.

Diem-diem Rio tuh anak sultan. Ya tapi emang ketutupan aja ama muka kerenya.

"Nan, bini lo tuh.." kata Raehan yang berjalan paling belakang bersama dengan Hanan.

Hanan yang ada di sampingnya menoleh. "Kenapa?"

Raehan berdecak. "Ya itu, bini lo nempel-nempel ke cowok laen. Gapapa lo?"

Hanan melihat ke depan. Kearah Chacha yang tengah mengobrol dengan Karel. Gadis itu  tengah memeluk lengan Karel dan terlihat begitu bersemangat membicarakan sesuatu.

"Biarin aja." sahutnya.

"Lha gimana sih, gak cemburu lo? Itu Chacha istri lo Nan," kata Raehan menatap Hanan tak mengerti. Ini si Hanan bininya ama cowok laen santai-santai aja. Gimana sih.

"Ngapain sih cemburu. Biarin aja." kata Hanan.

Raehan hanya menggelengkan kepalanya. Heran dia, ini Chacha sama Hanan begitu amat sih. Nikah beneran apa kagak sih?

"Nah ini guys, ayo masuk. Disini gue jamin barangnya bagus. Kualitasnya oke. Harganya juga terjangkau. Ada makanan-makanan juga. Banyak deh oleh-oleh yang bisa dibeli disini..." kata Karel begitu mereka sampai di toko yang mereka tuju.

Toko itu lumayan besar. Ada banyak pengunjung terlihat di dalamnya. Ada banyak barang dan juga makanan yang dijual disana.

"Wah, rame banget ya disini.." kata Ghea.

Karel mengangguk. "Emang iya. Soalnya ya tempat ini kan emang barangnya bagus dan harganya juga murah-murah."

"Yaudah sih tunggu apalagi, ayok masuk.." kata Nana.

Semua mengangguk. Mereka langsung masuk dan memilih barang-barang yang akan mereka beli untuk oleh-oleh.

Chacha terlihat begitu semangat menarik Karel menuju kearah tempat makanan.

"Ih beneran ya lo yang bayar.." kata Chacha menatap Karel.

Karel mengangguk. "Iya Cha, ambil deh. Lo mau apa. Banyak juga gapapa. Buat om sama tante. Tapi bilangin dari gue.."

"Iya pasti. Tapi kalo gue mintanya banyak gapapa? Lo gak bakalan miskin kan?" tanya Chacha.

Karel menghela nafas dan menarik hidung Chacha pelan. "Enggak Cha, lo mau borong semua yang ada disini aja gapapa sebenernya. Santuy, gue malah seneng bisa ngelakuin ini. Ya anggep aja inituh sebagai hadiah buat lo. Ya itung-itung sebagai pengganti karena selama beberapa tahun ini gue gak bisa beliin lo kado pas lo ulang tahun.." kata Karel.

"Iya juga sih. Dulu kan pas SMA lo selalu beliin gue hadiah pas gue ulang tahun," kata Chacha.

Karel mengangguk dan mengacak rambut Chacha pelan. "Yaudah makanya. Lo mau apa aja ambil deh. Gue yang bayar," kata pemuda itu.

Chacha tersenyum lebar. "Oke deh kalo gitu,"

"Lo mau apa dulu?" tanya Karel.

Chacha menatap berbagai macam makanan yang tersusun diatas rak yang ada di depan mereka.

"Gue bingung Rel, yang enak yang mana?" tanya Chacha.

Karel menatap makanan-makanan itu. Pemuda itu lalu mengambil satu sample kue coklat yang ada di depannya.

"Ini enak sih, cobain dulu.." kata Karel menyuapkan satu potong kecil kue coklat pada Chacha.

"Ih iya enak. Eh tapi ini tahan berapa lama?" tanya Chacha sambil mengunyah kue yang ada di dalam mulutnya.

"3 hari, kalo dimasukin kulkas bisa seminggu.." jawab Karel.

"Yaudah gue mau ini 2 kotak aja," kata Chacha mengambil dua kotak kue coklat dan memasukannya kedalam keranjang yang Karel bawa.

"Oke, lanjut." sahut Karel merangkul bahu Chacha.

Mereka kembali berjalan menyusuri rak-rak penuh makanan itu.

"Ini enak deh kayaknya," kata Chacha melihat keripik nanas yang ada di depannya.

"Gue belom pernah nyobain," sahut Karel.

Chacha pun mengambil sample keripik yang ada di depannya dan menyuapkannya pada Karel.

"Enak?"

Karel mengangguk. "Iya enak, ambil Cha. Buat om sama tante.."

Chacha langsung mengambil 2 bungkus keripik buah nanas.

Mereka terus berkeliling di area makanan. Karel begitu antusias menyuruh Chacha untuk mencoba dan membeli berbagai macam makanan yang ada disana.

Rio dan Raehan yang melihat itu sesekali menengok kearah Hanan yang tengah berada di sisi lain toko oleh-oleh tersebut.

"Buset dah, si Chacha lupa kali ya kalo udah nikah ama Hanan," kata Raehan sambil menggelengkan kepalanya.

"Tau dah, Hanan juga diem aja bininya ama cowok laen.."

Raehan berdecak. "Tadi gue nanya ke dia. Eh kata dia malah biarin aja si Chacha sama Karel itu.."

Rio melihat kearah Hanan.

"Tapi ya, kesian lah si Hanan. Masa bininya malah sama cowok laen gitu.."

"Ya mau gimana, mereka berdua mah sama aja. Pusing sendiri gue liatnya. Nikah kayak gak nikah," kata Raehan sambil menghela nafas.

Rio berdecak. "Bentar deh gue mau ngomong sama Hanan," kata pemuda itu menepuk bahu Raehan pelan dan berjalan menghampiri Hanan.

"Iya, sana deh.."

Rio mengangguk dan berjalan kearah Hanan yang tengah berdiri sambil memilih baju.

"Nan,"

Hanan langsung menoleh. "Oe," sahutnya.

Rio menghampiri Hanan dan berdiri di samping pemuda itu.

"Tuh liat," kata Rio menunjuk Chacha yang masih asik dengan Karel. Bercanda memilih oleh-oleh di sudut lain toko.

Hanan menoleh dan melihat kearah Chacha dan Karel.

"Kenapa?" tanyanya.

Rio menghela nafas. "Nan, Chacha itu istri lo. Lo gak lupa kan?"

Hanan menggeleng. "Enggak.."

"Lo liat sekarang dia lagi apa?"

"Iya,"

"Lo tau dia sekarang lagi apa?"

"Iya,"

"Nan, harga diri lo sebagai suami dimana?" tanya Rio.

Mario Mahatma Paksi sebentar lagi auto berubah jadi Mario Teguch. Ehe..

"Maksud lo apaan sih Yo? Gue gak paham.."

Rio merangkul bahu Hanan. "Lo tau kan kalo suami itu tugasnya menafkahi istri?"

"Iya,"

"Terus yang lo lakuin sekarang? Lo cuma diem aja Nan. Lo malah ngebiarin cowok laen ngelakuin tugas lo. Harusnya lo yang nafkahin Chacha, ngasih ini, beliin itu, ngasih itu. Tapi liat, bukan lo yang disana.." kata Rio menunjuk kearah Karel dan Chacha yang kini tengah berdiri sambil memilih baju dan juga tas.

"Ya kan tadi si Karel yang mau bayarin. Lagian kenapa sih, biarin aja lah." kata Hanan.

"Nan, lo tuh bisa mikir gak sih? Dengan lo ngebiarin itu sama aja lo memperlihatkan ketidak mampuan lo jadi suami. Pasti si Chacha mikir kalo lo emang gak bisa jadi suami yang bener," kata Rio.

"Ya biarin lah, terserah dia mau mikir apa," kata Hanan.

Rio menarik nafas pelan dan menghembuskannya.

"Lo gak malu? Enggak, gue gak lagi ngebahas soal Chacha. Tapi gue ngebahas  soal lo. Lo gak malu istri lo dibelanjain sama orang lain? Oke mungkin disini gak ada yang tau lo udah nikah sama Chacha kecuali gue sama anak-anak," kata Rio.

Pemuda itu melirik kearah Chacha dan Karel sebentar sebelum melanjutkan ucapannya.

"...tapi Nan, emang lo gak mampu beliin dia? Lo gak mampu belanjain dia sampe orang lain yang harus ngelakuin itu? Coba lo pikir, gimana kalo orangtua lo sama orangtua Chacha tau. Malu Nan, masa lo gabisa nafkahin istri lo. Masa istri lo dibelanjain cowok laen," kata Rio.

Hanan menoleh kearah Chacha dan Karel. Pemuda itu berdecak dan langsung berjalan kearah kedua orang itu.

Rio yang melihatnya langsung tersenyum.

"Anjay, ngomong apaan lo ke Hanan? Langsung nyamperin tuh anak," tanya Raehan menghampiri Rio.

Rio hanya terkekeh pelan dan merangkul bahu Raehan.

"Jurus rahasia," sahut Rio.

Pemuda itu tersenyum bangga. Hem tidak sia-sia dia jadi penggemar Naruto. Ternyata Bacot no Jutsu memang sangat berguna. Hmmm...

Rio melihat kearah Hanan yang sudah mengampiri Chacha dan Karel. Dia mau nonton apa yang selanjutnya terjadi.

"Cha,"

Chacha yang awalnya sedang asik bercanda sambil memilih baju bersama Karel menoleh.

"Kenapa Bi?"

Hanan melirik Karel sebentar.

"Gue mau ngomong bentar. Ikut gue," kata pemuda itu.

"Mau ngomong apasih?" tanya Chacha.

"Ikut gue bentar,"

Chacha pun menoleh pada Karel. "Rel, gue pergi bentar ya,"

Karel mengangguk. "Iya Cha,"

Chacha pun kembali menatap Hanan. "Ayo Bi, lo mau ngomong apaan?"

Hanan pun menarik tangan Chacha dan meninggalkan Karel. Pemuda itu membawa Chacha ke pojok toko yang sepi.

"Bilangin temen lo, gausah bayarin barang-barang lo. Biar gue yang bayar," kata Hanan.

Chacha mengerutkan keningnya. "Kenapa sih Bi. Aneh banget lo tiba-tiba begini,"

"Tck, gausah bingung. Yang penting sekarang lo bilang ke temen lo kalo gue yang bayarin semua," kata pemuda itu.

"Ya gabisa gitu Bi. Lagian Karel juga seneng kok bayarin semuanya."

"Gue masih mampu Cha kalo cuma bayar semua yang lo beli. Gausah minta dibayarin sama orang lain," kata Hanan.

"Gue gak minta dibayarin. Dia yang mau bayarin. Lagian Karel ngelakuin itu dengan seneng kok. Dia yang milihin semuanya. Itu juga bukan buat gue sendiri, buat mama sama papa gue.." kata Chacha.

"Gue masih mampu Cha beliin itu semua."

"Ya tapi Karel niatnya baik mau beliin semua itu buat orangtua gue,"

Hanan berdecak. "Oke, dia bebas beliin semua oleh-oleh itu buat orangtua lo. Tapi semua belanjaan lo, yang buat lo. Yang lo mau, gue yang bayar. Gue masih mampu nafkahin lo." kata Hanan.

Chacha menaikkan sebelah alisnya. "Lo kenapa sih, jadi aneh banget. Biasanya juga lo ogah bayarin kalo gue minta sesuatu,"

"Gausah mikir aneh-aneh, lo turutin aja kata-kata gue. Inget barang yang buat lo gue yang bayar. Dia cuma boleh bayar yang buat mama sama papa lo," kata Hanan.

Chacha mendengus. "Iya,"

Gadis itu hendak berjalan kembali menemui Karel. Tapi Hanan lebih dulu menahan tangannya dan memojokkannya ke dinding di samping mereka.

"Bi?"

"Satu lagi," kata Hanan. Pemuda itu mendekatkan wajahnya ke leher Chacha dan langsung memberikan hisapan pelan disana.

"Ah—hmm!" Chacha langsung menutupi mulutnya menggunakan tangan.

Gadis itu membulatkan matanya kaget karena perlakuan Hanan yang tiba-tiba. Shit, hampir aja dia kelepasan mendesah.

Puas memberikan tanda di leher Chacha, Hanan langsung menjauhkan kepalanya.

"Much better," ucapnya melihat jejak buatannya di leher Chacha.

Chacha langsung melotot dan memukul lengan Hanan.

"Lo gila ya, ada CCTV diatas!" kata Chacha menatap kearah CCTV yang ada di pojok atas ruangan tersebut.

Hanan ikut melihat kearah CCTV itu.

"I don't care. Gak kenal sama yang punya. Bodo amat," ucapnya.

Chacha berdecak. "Gila emang lo," ucapnya.

Hanan tersenyum miring dan menarik dagu Chacha. Memberikan ciuman pada gadis itu.

Lagi-lagi Chacha melotot kaget karena ulah Hanan. Gadis itu langsung mendorong Hanan menjauh.

"Bi, setres ya lo!"

Hanan hanya mengangkat bahu dan langsung meninggalkan Chacha.

Chacha berdecak dan langsung meninggalkan tempat itu. Dia kembali ke tempat Karel yang masih memilih baju.

"Lama banget Cha, abis ngapain lo?" tanya Karel begitu Chacha kembali.

"Sorry, gue lupa jalan kesini tadi." jawab Chacha.

"Yeu pikun dasar. Btw, yang tadi sama lo kema— eh anjay lo abis ngapain? Ih merah-merah.." kata Karel menarik leher Chacha dan melihat kissmark buatan Hanan.

Chacha melotot dan langsung mendorong Karel. "Hah apaan. Gue gak ngapa-ngapain." ucapnya sambil menutupi lehernya.

"Wah, lo pasti pacaran ya ama cowok tadi. Dih kagak cerita-cerita ya lo sama gue," kata Karel.

"Apasih. Diem deh. Udah ayo pilih baju lagi," kata Chacha.

"Cerita dong Cha, gitu amat lo ama gue,"

"Diem deh Rel,"

"Cerita dong Cha,"

"Bacot."

"Cha.."

"..."

"Ayo cerita Cha.."

"...."

"Chacha marica hey hey, cerita dong. Udah bisa bikin merah-merah gitu.."

Chacha hanya diam menanggapi Karel yang terus saja menuntut penjelasan darinya. Gini nih kalo punya temen yang keponya udah tingkat akut.

Sabar Cha sabar.

 

                              To Be Continue

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Ena 18+
Selanjutnya Ena (11. Pulang-12. Rumah Hanan)
1
0
“Hanan! Chacha! Masuk ke kamar! Jangan di situ! Malu diliat orang!” — Tante Jihan.“Gue mau ngucapin salam perpisahan sama onde-onde lo.” — Hanan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan