Selanjutnya
Mencari Jalan Pulang
BASED ON TRUE STORY Jiwa yang berkelana tanpa tahu ke mana arah yang sebenarnya. Ia terus mencari jalan pulang yang tak kunjung ia temukan. Sebab, jiwanya tertolak, belum tiba waktunya ia harus merenggang nyawa. Spoiler : Akan tetapi, sesuatu berhasil mengejutkan Asri. Ia berjingkat, tangannya spontan melempar ponsel ke depan. Tak menyangka, sebuah objek mengerikan tertangkap bersamanya. Tepat di kursi belakang, sebuah kepala dengan rambut panjang yang kusut nampak busuk, koreng-koreng menghitam, semakin lengkap dengan nanah yang kental. Asri merasa mual, tengkuknya kembali menengang. Namun, ia tak memiliki keberanian untuk menoleh ke belakang. Foto barusan berhasil membuatnya terkejut bukan main. Ia tak menduga apa yang ada di belakangnya sekarang. Samar-samar ia dengar senandung lirih berganti dengan suara tangisan yang semakin melekat di kepala. Bau busuk bercampur dengan anyirnya darah membuat Asri semakin muak. Salah, ia salah menutup AC mobilnya sehingga bau yang menyebar semakin pekat. Tangan kiri Asri berusaha membuka pintu mobil, sedangkan tangan kanannya tengah membungkam mulut agar sesuatu yangbberkumpul tak dapat ia muntahkan sekarang. Busuk, sungguh busuk, bahkan Asri tak dapat menjelaskan betapa pekatnya bau yang mencemari paru-parunya. Asri sempoyongan, mencoba menghirup udara segar dari celah pintu mobil yang sedikit terbuka. Ia tak kuasa menahan lemas tubuhnya, tak sengaja sudut mata Asri menangkap sesuatu menyeramkan di belakang kursi kemudi. Ya, diasosok yang membonceng mereka sedari tadi. Pandangan Asri yang kabur tak mampu membuatnya kakinya fokus bertumpu. Ia terpeleset, tersungkur dengan wajah Asri yang terparut aspal. Seketika tanpa aba-aba, ia muntahkan seluruh isi perut yang sudah ia tahan. Tak peduli betapa sakitnya jidat Asri menghamtam jalan. Ia hanya mementingkan gejolak perutnya yang tak tertahan. Naas, suara hantaman Asri yang begitu kencang, berhasil memecah fokus para pedagang yang ada di sekitar. Mereka berbondong-bondong mendekat pada Asri yang kondisinya sudah memprihatinkan. Asri tak bergerak sedikit pun, tapi darah berkucur dari jidat yang membuat Asri semakin kehilangan kesadaran. Namun, bibir Asri bergerak perlahan, “Di dalam, di dalam sana ada wanita …”“Mbak, Ya Allah!”“Pak, cepat tolong, bawa menepi dulu, obati lukanya!”“Astaghfirullah, tubuhnya panas sekali, mas!” Para pedagang yang sudah mendekat saling bahu-membahu, memindahkan Asri ke tempat yang lebih leluasa. Ia didudukkan di atas trotoar, dekat dengan gerobak-gerobak pedagang. Beberapa pasang mata langsung mengarah kepadanya, bahkan pengunjung yang sedang makan sontak menghentikan kunyahan. Mereka penasaran dengan suara hantaman tadi, ternyata berasal dari wanita yang terpeleset saat hendak keluar dari mobilnya. Tubuh Asri disandarkan, kedua kaki serta tangannya diluruskan. Penglihatan Asri yang terbatas tak dapat mengidentifikasi siapa saja yang sedang membantunya. Beberapa kali ia merasa sentuhan mendarat pada tangan, kaki serta dahinya yang terasa nyeri.