Beautiful Aurora II | 1

Beautifull Aurora II mengangkat tema yang berbeda dari Beautifull Auorora pertama. Simak kisahnya berikut ini.

Karawaci, hari Rabu tanggal 7 Juni 2016, jam 4 lewat 29 menit 38 detik. Inilah awal cerita yang mau gue ceritakan dengan tingkat kurang kerjaan level minimum. (Kurang kerjaan apalagi coba pakai lengkap segala tanggal, jam, menit dan detiknya?)

Sekarang gue berada disalah satu warung kecil di pinggiran jalan, memakai kemeja putih rapi, celana kain hitam panjang, dan membawa sebuah tas seperti orang kantoran. Dan bukan… gue bukan salesman, bisa dibilang gue ini sedang mencari kerjaan di setiap-tiap kantor yang ada di daerah-daerah sini.

Dari pagi hingga sesore ini gue sibuk mengelilingi tiap kantor demi kantor untuk mencari lowongan pekerjaan, tapi gue memiliki hambatan setiap gue mau ngelamar.

“25 tahun? Kamu jangan menipu kami ya?!”

“Gak usah terburu-buru mencari kerja, kalau kamu sudah lulus SMA baru balik kesini lagi ya”

“Ah masa sih? Udah berapa KTP palsu kamu buat untuk syarat lamaran kerja begini?”

“Daripada nyari kerja, kenapa kamu gak temenin saya saja….? Suami saya jarang dirumah”

Yang terakhir itu ucapan dari Bos salah satu kantor, ibu-ibu, dengan senyum tipis dan tatapan genit, yang gue rasa tiap kali tuh orang naik angkot gak pernah di grepe-grepe penumpang mesum. Ya… anggap saja begitu, walau gue gak pernah liat bos cewek naik angkot, ibu-ibu pula.

Kembali ke faktor gue yang sulit mendapatkan pekerjaan, orang-orang yang mewancarai gue kerja gak pernah percaya kalau gue ini udah selesai kuliah dan sarjana. Ini dikarenakan muka gue sendiri, ya muka. Muka gue sama sekali gak nunjukin kalau umur gue ini udah berumur 25 tahun. Gue bisa memaklumi, gak ada satupun bulu jenggot ataupun kumis menempel diwajah gue, bahkan gue selalu dianggap salah satu anggota organisasi kriminal pemalsu KTP.

Suram…

“Jadi berapa pak?”

“Lima ribu saja, ngomong-ngomong sekolah kamu masih ngadain MOS ya?”

“Hah? Sekolah mana pak?”

“Loh itu, seragam kamu kayak habis MOS gitu”

“Errrr bukan pak, saya udah lama lulus SMA, saya malah lagi cari kerja ini” Ucap gue sambil menyerahkan uang 5.000 kepada bapak pemilik warung.

“Ahahaha jangan bercanda kamu, gak baik bohong gitu, nanti kalau kamu udah lulus SMA dan cari kerja kejujuran itu penting loh” Ucapnya menasihati gue.

Gue mulai keki, gue iya-iyain saja tuh omongan bapak, setelah membayar gue segera pergi dari situ.

Nasib inilah yang terus melekat pada diri gue selama disini.

Kalau gue mau sombong nyeritain hidup gue, bisa dibilang gue ini gak melarat- larat amat, tapi masalahnya adalah bokap gue itu keras! Bukan keras karena terbuat dari beton, bukan, bukan. Tapi keras sikapnya terhadap anak-anaknya.

Contohnya Abang gue dulu sewaktu gue SMP, bokap gue merasa abang gue yang baru lulus SMA itu sudah waktunya untuk belajar mandiri, dan sewaktu malam abang gue lagi tidur, bokap gue nyuruh anak buahnya buat ngebius dan mengangkut abang gue itu dan dibawa ke Bandung dalam keadaan tertidur, kemudian dia diletakkan disalah satu Masjid yang ada di Bandung.

Kurang sadis? Gue mau kasih info rumah gue atau lebih tepatnya rumah orang tua gue itu di Tangerang. Lu bayangin aje, lu tidur dirumah lo yang di Tangerang dan bangun-bangun lo udah berada di Bandung. Gue bisa ngebayangin betapa paniknya abang gue waktu itu, untungnya ya bokap gue gak kejam-kejam amat, abang gue udah dikasih bekal secukupnya untuk hidup mandiri.

Gue yang sudah tahu masalah itu bilang ke bokap gue, gak perlu pake dibius dan diangkut kemana-mana. Gue meminta cukup kasih gue bekal buat cari kos an dan sisanya biar gue yang nanggung sendiri. Yah, mungkin itu sedikit latar belakang gue yang bisa gue ceritain.

Kembali kecerita, gue terus melangkahkan kaki gue untuk pulang ke kos gue dan bersiap-siap untuk kerja sambilan nanti malam, yaitu jadi tukang parkir disalah satu supermarket dekat kos an gue. (Iya-iya gue tau kerjaan sambilan gue gak ada elitnya)

Disaat lagi berjalan menuju arah kos an gue, tiba-tiba ada suara teriakan gitu, karena gue penasaran, gue celingak-celinguk buat tuh nyari sumber suara.

“Lepaskan! Tolong! Tolong!”

“HEH! BERISIK! Cep, cepat ambil barang-barangnya dimobil”

Gue terpukau, suara itu berasal dari seorang bapak yang sedang dirampok dua orang. Mana tuh bapak jerit-jerit kayak A.B.G (*Anak baru gede) ketemu fans idolanya lagi.

“Dek, dek, itu dirampok ya?” Ucap seorang tua renta menghampiri tempat gue berdiri.

“Gak kek, bapak itu mau diperkosa, Ya iyalah dirampok!” Jawab gue sedikit kesal, udah tau dirampok, pake ditanya pula.

“Nih nih, pake ini” Kakek itu lalu menyerahkan tongkatnya ke gue, gue tentu saja bingung dan otomatis gue bertanya, “Buat apa nih?”

“Buat ngaduk adonan, ya buat bantu bapak itulah!” Ucapnya seolah-olah membalas perkataan gue barusan.

“Beeh balas dendam nih ye”

“Udeh, cepat bantuin bapak itu, buruan” Suruhnya ke gue.

“Lah bantuin dong”

“Astaga, teganya kamu dek nyuruh kakek tua renta begini buat nolongin OHOKK- OHOK OHOK” Ucapnya dengan akting pura-pura batuk menjelang ajal.

Tau darimana gue kalau tuh kakek lagi berakting? Ada gitu batuk sambil mendelikkan arah matanya ke gue? kampret.

“Err yaudah deh” Gue lalu melongos pergi menuju tempat kejadian perkara.

Gue lalu mengendap-endap dari belakang, dan gue bisa mendengar percakapan para perampok itu dikarenakan suara mereka yang gede.

“Wih Jo, ada laptop, HP, sama uang tunai 15 juta nih” Ucap salah satu perampok didalam mobil kepada temannya yang menahan bapak tersebut.

“Buruan Cep! WOI BISA DIAM GAK LO?!” Teriak perampok yang sedang menahan korbannya.

Gue yang sudah berada dekat dengan perampok yang diluar mobil langsung saja menghantamkan tongkat tadi tepat dibelakang kepalanya.

DUAAAG !

“ARGH !!” Perampok yang menahan bapak itu lantas kesakitan dan terjatuh, dan saat dia mau menoleh kearah gue yang memukulnya, langsung saja gue tendang muka hingga menempel di pintu mobil. Dan yah… dia pingsan seketika.

“Cep?! CEP!” Perampok yang didalam mobil itu pun teriak, lalu dia terburu-buru mau keluar dari pintu arah dia masuk. Dan saat kepalanya nongol dari daun pintu, langsung saja gue getok dengan tongkat kakek itu lagi, dan gue rasa hantaman kali ini sangat keras. Tau darimana? Tuh tongkat langsung patah menjadi dua bagian, dan yah… tuh perampok juga langsung pingsan seketika.

Setelah membuat dua perampok tadi pingsan, mendadak datang kerumunan warga menghampiri tempat itu, ada yang menelepon polisi, ada juga yang mukulin perampok yang udah pingsan itu.

Sedangkan gue hanya bisa berpikir sejenak dan berteriak dalam hati “TADI LO SEMUA PADA KEMANA NYET? GILIRAN UDAH PINGSAN BARU LU DATANG SEMUA!”

“Gimana dek? Hebat kan tongkat kakek” Ucap kakek itu lagi yang sudah menghampiri.

“Iya kek, nih kek tongkatnya” kata gue sambil menyerahkan setengah tongkatnya yang patah.

“LOH KOK PATAH? WAH GAK BISA DIBIARKAN INI! POKOKNYA GANTI, GANTI PAKE

TONGKAT KAYU JATI!” Teriaknya ke gue.

“Lah, kan kakek sendiri yang ngasihin nih tongkat, jangan salahin gue dong” Gue pun ikutan sewot, mana tongkat jelek gitu minta diganti tongkat kayu jati pula.

“ALASAN, KAN GAK PERLU HARUS PAKE PATAH GINI JUGA”

“Kalau gak mau patah, kenapa gak kakek saja tadi sendiri yang nolongin nih bapak?” Ucap gue sambil menunjuk bapak yang menjadi korban perampokan barusan.

“APA!? JADI KAMU TEGA NYURUH KAKEK TUA INI BUAT NOLONGIN? OHOOEEEK,

OHOK-OHOK” ucapnya lagi dengan akting pura-pura batuk.

Rasanya mau gue lempar nih kakek kearah Bis yang sedang melintas, tapi karena gue gak mau ada catatan kriminal maka niat itu gue urungkan, lagipula nih kakek gue liat sehat-sehat saja tanpa perlu tongkat, dan lagi-lagi gue tau darimana? Gue ngeliat dia menghampiri tempat ini tadi dengan berlari-lari.

Kurang kampret apalagi coba nih kakek?

“Sudah-sudah tongkat kakek ini biar saya saja yang ganti, dan kamu..” Ucap Bapak korban tadi kepada gue, sedangkan kakek tadi mukanya langsung sumringah saat mendengar tongkatnya mau diganti.

“Ya pak?” Ucap gue sambil menolehnya.

Bapak itu lalu memegang pundak gue dan tersenyum-senyum, gue geli sebenarnya disenyumin om-om. Tapi sehabis itu bapak itu melanjutkan omongannya.

“Terima kasih nak sudah menyelamatkan saya, saya tidak menyangkan masih ada anak sekolahan yang seberani kamu” Ucapnya memuji gue.

“Err iya sama-sama pak…. Tapi saya sudah gak sekolah lagi pak”

“Hah? Kamu putus sekolah?”

“Bukan pak, lebih tepatnya saya sudah lulus kuliah dan udah tamat SMA”

Kemudian hening.

Gue tau nih bapak pasti gak percaya omongan gue barusan, ekspresinya sama kayak orang-orang saat mewancarai gue kerja. Tapi mau gimana lagi emang beginilah faktanya.

“Kalau bapak gak percaya” Ucap gue berinisiatif mengambil dompet disaku celana belakang dan mengeluarkan KTP, sehabis itu gue melanjutkan omongan gue, “Nih KTP saya”

Bapak itu lalu mengambil KTP gue untuk membuktikan sendiri omongan gue.

Dia lihat KTP

Lalu melihat muka gue

Melihat KTP gue lagi..

Dan ngeliat muka gue lagi

Lalu dia kembali melihat KTP

Dan Saat dia mau menoleh ke gue lagi, gue kagetin sambil ngucapin “Ci-Luk- BAAA!”

Lalu bapak itu jantungan, trus mati, dan gue ditangkap polisi, dipenjara, dan diperkosa napi-napi lainnya.

Oke gue bercanda, yang jelas bapak itu terus melakukan itu untuk meyakinkan dirinya sendiri. Gue lalu menghela nafas dan berbicara kepadanya.

“Saya udah lulus kuliah malahan pak, dan KTP ini asli” Ucap gue tersenyum sambil mengambil kembali KTP gue dari tangannya.

“O-oh gitu, ya, ya… gak nyangka saja muka kamu ini gak ada nunjukin wajah berumur 20 tahunan gitu”

“Banyak yang bilang gitu sih pak” Balas gue sedikit terkekeh, walau sebenarnya gue kesal orang gak nyangkain gue tua, tapi gue seneng juga sih mendapat kesan kalau muka gue ini awet muda.

Bapak itu manggut-manggut mengerti, tak beberapa lama kemudian polisi datang dan mengangkut kedua perampok tersebut beserta sepeda motor yang mereka pakai. Setelah ditanya ini-itu akhirnya polisi itu pergi, walau gue rada kesel sama kakek itu lagi, dia malah pamer-pamerin tuh tongkat yang patah seolah-olah dialah yang mengebuk perampok barusan.

“Oh iya, tadi nama kamu Dwi Demio..…”

“Panggil Dion saja pak, itu panggilan saya” Ucap gue buru-buru memotong, sebelum dia menyebut nama panjang gue yang dia lihat dari KTP gue barusan.

“Hmm Dion ya, ya ya” Ucapnya manggut-manggut, sehabis itu dia mengeluarkan dompet, gue yang melihat itu langsung saja reflek berbicara

“Gak usah, pak, gak usah, saya ihklas kok, beneran”

“Hah? Apanya?” Tanya Bapak itu dengan muka heran.

“Eeee itu..” Gue bingung mau ngomong apa.

Bapak itu lalu tersenyum kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu dia terlihat mengeluarkan sebuah kartu dari dompet dan memberikannya ke gue.

“Ini kartu perusahaan saya, saya harap besok siang kamu bisa ketempat saya”

“Eh? Ada apa emangnya pak?” Tanya gue keheranan sambil memegang kartu tersebut.

“Saya ada pekerjaan buat kamu, dan sedikit hadiah karena menolong saya hari ini” Jelasnya tersenyum kepada gue.

Gue yang mendengar kata “Pekerjaan” langsung membuat senyum mengembang dimulut gue dan langsung bersalaman dengannya tanpa disuruh.

“Makasih pak, makasih. Saya memang lagi nyari pekerjaan, dan soal hadiah lebih baik tak usah pak, saya ihklas nolongin bapak tadi. Yang penting saya senang saya dapat kerjaan” Gue terus mengoceh saking senangnya, bodo amat meliat ekspresi bapak itu terbengong-bengong.

“Aha…. Ahahahahaha menarik-menarik, kalau begitu pastikan kamu datang ketempat saya besok. Akan saya bilang sekretaris saya nanti misalkan kamu datang” Ucapnya ke gue.

“Iya pak, terima kasih hehehe”

Sehabis itu bapak itu memanggil kakek barusan, dan dia memberikan uang untuk kakek tersebut untuk ganti tongkatnya yang patah, gue gak tau totalnya yang pasti bisa membuat kakek itu meneteskan liurnya saat melihat lipatan uang berwarna merah tersebut. Tak lama kemudian bapak itu pamit pergi dan mengingatkan gue lagi untuk datang ketempatnya besok siang. Sehabis itu dia benar-benar pergi dengan mobilnya.

“Hei dek-dek” Panggil kakek tadi ke gue.

“Apa kek?”

“Tadi kakek denger kamu bakalan dikasih pekerjaan, nanti jangan lupa ya gaji pertama kamu ntraktir kakek makanan padang di ujung sono” Ucapnya sambil menunjuk rumah makan yang dimaksud.

“Lah? Enak aje, emang kakek siapa? Kakek gue juga bukan” Ujar gue yang kembali sewot.

“APA?! TEGA BANGET KAMU SAMA KAKEK! OHUEEEKK OHOOOK OHOOOOK” dan

kakek itu kembali berakting dengan berpura-pura batuk menjelang ajal kayak disinetron-sinetron gitu.

“Bodo amat!”

Gue lalu melongos pergi dan kembali ke kos an gue dan gue gak sabar buat menunggu besok karena akhirnya gue mendapat pekerjaan, walau gue sendiri gak tahu kerjaan apa nantinya.

-[ BEAUTIFULL AURORA II ]-

Akhirnya gue sampai di kantor, bukan kantor gue, kantor bapak kemarin yang gue tolongin.

Hal pertama yang harus gue lakukan saat memasuki kantor, gue merasa harus mengecek kembali penampilan gue, gue takutnya gak kelihatan rapi. Tak jauh dari gue ada mobil yang sedang terparkir, gue langsung saja menuju kesitu untuk bercermin dari pantulan kaca pintu mobilnya.

“Sip, udah rapi muehehehe” Ucap gue kegirangan didalam hati sambil tersenyum saat bercermin.

Asyik-asyik bercermin tiba-tiba tuh kaca mobil turun kebawah dan terlihat seorang anak cewek muda memasang ekspresi sengak dari dalam mobil kearah gue.

“Ngapain lo senyum-senyum becermin di mobil gue?” Tanyanya dengan wajah sengak tadi.

Hening, dan angin berhempus menerpa gue.

Tengsin, ya itulah yang terjadi kepada gue sekarang. Gue gak nyangka mobil yang terparkir ini ada orang didalamnya, mana cewek pula. Gue mau saja pura- pura gila atau pura-pura hilang ingatan untuk menghilangkan rasa malu gue, tapi gue sudah keburu kaku terbalut rasa malu yang amat sangat.

“A-h-a-h-a-h-a” Gue udah mulai ketawa canggung

“Freak lo” Komentar cewek itu, lalu dia kembali menaikkan kaca mobil, tak beberapa lama bunyi mesin mobil itu hidup dan langsung saja meninggalkan gue yang masih berdiri kaku setengah bungkuk.

-oOo-

Setelah beberapa menit untuk menyadarkan diri gue sendiri waktu diluar, gue akhirnya masuk kedalam kantor. Terlihat orang hilir mudik kesana kemari, dan gue langsung saja menuju meja resepsionis.

“Ya dek? Mau cari ayah kamu ya?” Tanya seorang wanita yang ada di meja resepsionis tersebut.

“Err bukan mbak, saya mau ketemu yang punya kantor ini”

“Ohh.. anaknya pak Resnu? Hayoo kok bolos sekolah hehe”

“Bukan mbak, bukan” Gue mulai keki, lalu gue melanjutkan omongan gue “Saya mau bekerja disini”

“Hah? Kerja?” Wanita itu tampak terkejut.

“Iya kerja” Balas gue, Mantap.

“Tapi tempat kami gak nerima anak sekolahan loh” Ucapnya untuk memperjelas

“Errrrrr mending mbak hubungi pak Resnu nya sekarang deh” Pinta gue.

Wanita itu sekarang mulai memasang curiga diwajah gue, tapi akhirnya dia melakukan apa yang gue minta tadi dan langsung saja dia gunakan telepon yang ada disitu dan menelpon seseorang. Dan setelah melakukan obrolan ditelepon dia kembali berbicara dengan gue.

“Nanti sekretaris pak Resnu bakalan kesini, kamu duduk saja disitu” Ucapnya tersenyum, gue karena gak pernah disenyum sama cewek sedikit tersipu jadinya.

Lalu gue celingak-celinguk dan gue terdiam

“Mana kursinya? Masa gue duduk dilantai?”

Gue lalu menoleh kembali ke wanita tersebut dan bertanya “Mana kursinya?”

“Eh iya, maaf emang gak ada kursi disini hehe. Oh iya, kamu beneran mau kerja?”

“Iya” Jawab Gue sambil memangku kepala gue di meja resepsionis.

“Buat apa? Buat biaya sekolah kamu ya?”

“Haha, saya ini udah lulus kuliah mbak”

“Hah?” Wanita itu tampak terkejut dengan penjelasan gue barusan, dan gue senyum-senyum aje seolah gue udah terbiasa dengan ekspresi seperti itu.

Tak beberapa lama datang seorang cewek yang terlihat sangat… sangat… gue susah nyebutinnya, yang pasti kayak cewek pebisnis gitu, celana panjang dan pake baju kayak gaun.. atau kaos… susah gue nyebutinnya.

Cewek itu menghampiri lalu dia berbicara dengan cewek yang jagain meja resepsionis tempat gue berada sekarang “Andela, tamu buat pak Resnu yang mana?”

Cewek yang bernama Andela langsung saja menunjuk kearah gue, dan cewek yang kayak pebisnis tadi menoleh kearah gue, ada jeda 2 detik ngeliat gue lalu dia tersenyum dan mengeluarkan suaranya.

“Dion bukan?”

“Iya” Gue mengangguk sambil tersenyum.

“Kalau gitu yuk saya anter keruangan pak Resnu sekarang” Ajaknya kepada gue, dan gue nurut aje.

Selamat perjalanan dan memasuki lift, gue mulai berbasa-basi

“Udah lama kerja disini?”

“2 tahunan” Jawabnya tersenyum sambil menoleh, dan gue? Darah gula gue naik, manis banget senyumannya nih cewek.

TING !

Pintu lift pun terbuka, dan gue terus mengekor nih cewek berjalan, dia kekanan, gue kekanan, dia kekiri gue kiri, dia jalan sambil bersalto-salto, gue langsung nelpon rumah sakit jiwa.

Oke gue bercanda dibagian akhir tadi.

Tak beberapa lama gue sampai didepan pintu yang ada tulisan “Toilet Wanita”

“Loh kok disini mbak?” Tanya gue keheranan.

“Bentar ya, saya kebelet hehe” Ucapnya seraya masuk ketoilet tersebut, gue mau ikut masuk juga sebenarnya, tapi gue takut dikeroyok orang-orang satu kantor.

Lalu setelah urusan cewek itu selesai di toilet, kami melanjutkan lagi perjalanan hingga sampai kesebuah pintu yang ada tulisan “Ruang Direktur”.

“Bentar ya” Ucapnya, lalu dia berjalan menuju meja disebelah ruangan ini dan melakukan pembicaraan lewat telepon “Ya pak, Dion nya sudah datang”.

Setelah melakukan percakapan tersebut, cewek itu lalu menghampiri gue dan tersenyum manis.

“Masuk saja, pak Resnu udah menunggu didalam”

“Makasih ya Mbak… emmm”

“Veranda, panggil saja Ve”

“Oh hehe, kalau begitu makasih ya Ve” Ucap gue sopan, dan lagi-lagi dia tersenyum. Ampun deh.

Tok! Tok! Tok!

“Ya masuk” Terdengar suara bapak kemarin dibalik pintu

Gue lalu masuk dan bapak itu sudah berdiri seolah telah siap menyambut kedatangan gue, gue jadi merasa keren.

“Datang juga kamu Dion, silahkan duduk, silahkan-silahkan” Ucapnya menyilahkan gue duduk di sofa yang tersedia disitu, lalu gue pun duduk.

“Jadi kamu mau minum apa?” Ucapnya menawari

“Apa saja deh pak hehe”

“Jangan malu-malu, apa kamu mau Bourbon, Prosecco, Brendi, Gin, atau Chianti? Hahahaha”

“Hahahahaha” Gue ikutan tertawa, terus gue berbicara dalam hati “Ente ngomong apa sih ?!!”

“Jadi gimana perjalananmu kesini tadi Dion?” Tanyanya, dan seolah-olah dia lupa akan tawaran minuman berbahasa planet barusan.

“Lumayan pak” Jawab gue tersenyum.

“Haah kalau saya terpaksa harus pagi-pagi kesini sebelum kena macet, Jakarta- jakarta” Ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Lah dia malah curhat” Batin gue, tapi gue sambungin saja keluhannya biar terasa akrab “Iya pak, parah banget kalau macet itu”

“Iya haaaahhh” Ucapnya menghela nafas, lalu dia kembali berbicara “Gimana, kamu udah kenalan dengan Ve sekretaris saya?”

“Iya udah pak”

“Manis ya?”

“Iya pak hehe” Ucap gue menyetujui perkataannya, walau gue rasa perbincangan ini terasa keluar dari jalur kepentingan gue datang kesini.

“Hahaha emang manis sekretaris saya itu, tapi kamu jangan naksir. Dia itu sudah punya tunangan hahahaha”

“Oh hahahahaha” Gue lagi-lagi ikutan tertawa. “BODO AMAT!” lanjut gue berteriak didalam hati.

“Emm pak.. jadi gimana dengan pekerjaan yang mau bapak berikan?” Tanya gue untuk cepat menyadarkannya, takut-takutnya nanti dia malah cerita tentang keluarga, atau cerita tentang cinta monyetnya semasa dia sekolah.

“Oh iya iya, saya hampir lupa. Maaf-maaf”

“Gak apa-apa, pak hehe”

“Jadi Dion, pekerjaan yang saya berikan ke kamu ini sangat special” Ucapnya mantap.

Gue yang mendengar kata “special” jadi teringat menu martabak telor yang biasa gue beli, ada yang biasa, special, dan istimewa. Tapi karena gue rasa pekerjaan gue gak ada hubungannya dengan martabak telor maka gue hilangkan pemikiran ini.

“Pekerjaan apa itu pak?” Tanya gue penasaran.

“Tapi pertama-tama lebih baik kita omongkan gaji dulu”

Wih-wih, baru kali ini gue dapat kerjaan langsung ngomongin gaji dulu. Walau gue udah mulai sedikit curiga, kenapa tidak dibicarakan dulu pekerjaannya, malah langsung gajinya.

“Boleh deh pak” Ucap gue menyetujui.

“Kalau 1,5 juta..”

Gue yang mendengar 1,5 juta terlihat lemas, 1,5 juta bagi gue itu masih tergolong kecil apalagi untuk memenuhi kebutuhan gue yang lainnya, apalagi untuk membayar kos.

“Perminggu.” Lanjutnya.

“DEAL pak!” Ucap gue semangat.

Gila, gue kira tadi gajinya 1,5 juta perbulan, ternyata perminggu, siapa juga yang gak mau dapat gaji segitu perminggunya, jadi totalnya kalau sebulan gaji gue itu 6 juta. gue tertawa puas didalam hati.

“Haha saya bisa memprediksi pasti kamu bakalan setuju dengan gaji barusan”

“Hehe iya pak” Ucap gue tersipu.

“Tapi ada syaratnya, Dion”

“Apa pak persyaratannya?” Gue pun penasaran.

“Pertama, dalam pekerjaan itu kamu harus tinggal dirumah saya, jadi kamu tidak perlu nge kos lagi”

“Hah?” Gue mulai kebingungan.

“Dan yang kedua, kamu harus kembali masuk ke bangku SMA”

Gue semakin menyeringitkan dahi, “Harus tinggal dirumahnya” dan “Harus kembali ke SMA”, 2 petunjuk ini sukses membuat otak gue tercerai berai memprediksi pekerjaan apa yang bakalan gue lakukan, karena tidak mengerti gue langsung saja bertanya kepadanya.

“Pak, pekerjaan saya itu apa ya pak?”

Bapak itu lalu tersenyum lalu berdiri, kemudian dia menutup mata dan berbalik arah. Dengan langkah santainya dia kembali menuju meja kerjanya, dan disaat disitu terlihat dia mengelus-elus bingkai foto yang tidak bisa gue lihat dari tempat gue berada.

“Dion” panggilnya kepada Gue.

“Ya, pak?”

“Saya sudah mempunyai anak”

“Lah terus kenapa?” Tanya gue sendiri dalam hati dengan sengaknya, Kesannya kayak gue ini habis menembak dia dan ternyata dia sudah mempunyai anak, mending kalau cewek, lah ini cowok !

Kemudian bapak itu menghentikan elusan foto tersebut lalu memandang kearah luar dibalik jendela ruangannya, kemudian terdengar suara seolah dia sedang menghela nafas.

“Dion, saya berharap kamu bisa menjaga anak saya” Ucapnya tiba-tiba.

“Hah? Maksudnya?” Gue semakin tak mengerti apa yang diomongkannya.

Dia lalu membalikan badannya lagi dan berjalan kearah gue, lalu dia menaruh kedua tangannya di pinggiran sofa tempat duduk dia sebelumnya dan menatap tajam pandangannya kearah gue.

“Saya mau kamu menjadi bodyguard anak saya”

“Hah? Bodyguard ?”

Gue kaget bukan main, gak, ini dikarenakan gue ngira “menjaga anaknya” yang dikatakannya tadi itu gue harus menikahi anaknya, ternyata gue diminta menjadi pengawal anaknya. Jadi bisa dibilang gue kecewa iya, kaget juga iya. Walau gue gak tau muka anaknya kayak gimana.

“Ya Dion, dengan melihat kamu menolong saya kemarin, saya yakin kamu bisa menjaga anak saya dari gangguan-gangguan disekitar dia”

“Apakah itu termasuk gangguan jiwa?” Tanya gue iseng didalam hati.

“Dan dia masih SMA dan baru naik kekelas 3 tahun ini, begitu melihat keperawakan kamu yang tampak masih seperti anak SMA membuat saya berpikir kalau kamu cocok dengan pekerjaan ini”

“Jadi maksud bapak, saya harus menyamar jadi anak SMA buat ngejagain dia begitu?”

“Tepat sekali!” Ucapnya tadi sambil menepuk tangan lalu menggunakan telunjuknya untuk menunjuk gue.

“Kok kayak film-film kepolisian gini sih” Komentar gue dalam hati.

“Kalau boleh tahu apa alasannya ya pak?” Tanya gue karena penasaran.

“Anak saya ini sedikit keras kepala dan egois, mirip mamanya, tapi punya senyum yang manis mirip saya. Lalu dia punya rambut yang panjang seperti mamanya, dan mata yang indah mirip saya”

“Emm maaf pak, bukan ciri-cirinya yang saya tanyakan, tapi alasan bapak memberi anak bapak seorang bodyguard gitu” Ucap gue yang buru-buru menyadarkan, kalau enggak bakalan disebutin tuh dari atas sampai ujung kaki ciri- ciri anaknya, luar dan dalam.

“Ah iya, jadi gini…. Dengan kesibukan yang saya miliki membuat saya tidak ada waktu untuk mengawasi dirinya. Jadi karena itu saya memberi pekerjaan ini kepada kamu untuk mengawasi dia baik disekolah maupun diluar sekolah”

“Oh gitu… kalau ibunya kemana pak?”

“Istri saya…” Tiba-tiba bapak ini terlihat bersedih, gue pun merasa gak enak jadinya melihat reaksi dari pertanyaan gue barusan.

“Maaf pak, saya tidak tahu..”

“Istri saya ada dirumah dan lupa membuatkan sarapan kesukaan saya tadi pagi” lanjutnya.

“KAMPRET! GUE KIRAIN ISTRI LO MENINGGAL TADI !” Umpat gue kesal didalam hati.

“Pokoknya anak saya itu manja terhadap mamanya, tapi saya ingin juga menjaga dia, tetapi saya tidak bisa karena pekerjaan ini. Karena itulah saya memberi kamu pekerjaan pengawal itu untuk mengawasi dia dan melaporkan apa yang ada kepada saya”

“Hmm begitu” Gue manggut-manggut saja mengiyakan, gue udah keburu kesal karena berhasil dijebak dengan omongan istri tadi.

“Jadi, Dion apa kamu bisa?” Tanyanya kepada gue untuk mendapatkan kepastian.

Lalu gue mulai berpikir, setidaknya dengan gaji segitu gue bisa menunjukan ke orang tua gue kalau gue bisa mandiri, dan gue gak perlu lagi musingin biaya kos, dan pekerjaan itu gue rasa gak berat juga, cuma ngawasin dan menjaga doang.

“Baik, pak” Ucap gue menyanggupi.

Bapak itu pun terlihat lega dengan ucapan gue barusan, dan dia menyuruh gue berdiri. Disaat gue berdiri dia kemudian menyalami tangan gue.

“Terima kasih Dion, saya yakin kamu bisa melakukannya”

“Sama-sama pak” Ucap gue sok gagah.

“Hari ini kamu bisa langsung saja kerumah saya nanti malam, nanti saya bantu kamu mengurus kos kamu agar bisa pindah kerumah saya, dan mengatur hal-hal yang dibutuhkan kamu nanti di SMA yang sama dengan anak saya”

“Apa istri bapak tau?” Gue penasaran.

“Ya, dia sudah tahu. Tapi anak saya belum tahu, dan nanti akan saya beritahu sekalian saya memperkenalkan kamu kepadanya”

“Oh begitu, kalau begitu saya permisi pulang dulu ya pak untuk beres-beres” Ucap gue berpamitan.

“Ada transportasi?” Tanyanya tiba-tiba

“Gak pak” Gue jawab saja jujur.

“Pas sekali! Saya sudah ada transportasi buat kamu, setidaknya pas untuk remaja SMA biasanya”

“Maksudnya pak?”

“Oke, ikut saya”

Lalu gue dan bapak itu keluar gedung kantor dan menuju arah samping, dan disitu ada sebuah tempat seperti garasi… atau lebih tepatnya mirip ruko, gue juga bingung gimana nyebutinnya buat nih bangunan.

Kemudian bapak itu mengeluarkan sesuatu seperti remote di kantongnya dan mulai menekannya mengarah ke garasi…ruko…. Ah apalah itu, sebut saja bunga.

(Iya gue tau, namanya kayak nama samaran korban pemerkosaan di Koran-koran, dan gak nyambung dengan nama bangunan)

Dan saat pintu itu habis terbuka, terlihat sebuah motor sport ada

disitu. Dengan warna hitam silver mengkilat sebagai dasarnya dan ada garis-garis hijau dan putih untuk guratan bentuknya. Gue tentu saja heran “Nih orang mau pamer atau apa?” Pikir gue.

“Nah Dion, ini transportasi yang saya maksudkan tadi”

“Ini pak?”

“Ya, ini. Jadi kamu gak perlu capek pergi kesekolah atau kemanapun dengan motor ini. Lagipula ini motor jenis keluaran terbaru loh” Ucapnya memberi informasi.

“Eh? Jadi motor ini untuk saya maksudnya?”

“Ya ini motor buat kamu” Senyumnya bangga kepada gue.

“Waahhh” Gue pun terpukau.

“Tapi pak, mending gak usah deh” Ucap gue menolak.

“Loh kenapa? Apa kamu tidak suka model sport begini?”

“Suka sih pak, tapi lebih baik tak usah pak”

“Emangnya kenapa?”

Gue lalu menatap bapak itu, dan bapak itu menatap gue, kasihan motornya, gak kebagian tatap-tatapan. Setelah saling menatap gue lalu memberikan alasan gue.

“Saya gak bisa pake motor kopling pak”

Kemudian hening.

-[ BEAUTIFULL AURORA II ]-

Malam harinya gue sampai dirumah bapak tersebut, dengan arsitektur rumah yang begitu alami terdiri dari kayu-kayu yang dicat mewah dan halaman yang luas. Gue menenteng tas di pundak gue dan mulai melangkahkan kaki kepintu rumah tersebut.

Dan oh ya, soal motor? akhirnya motor itu gak dikasih ke gue, tapi diganti dengan motor matic, bodo amat dibilang gak laki karena pakai matic, gue malas membawa benda yang merepotkan. (ce-i-leeeh alibinya)

Tok! Tok! Tok!

Bunyi ketukan pintu yang gue lakukan, setelah beberapa menit tak ada jawaban. Gue pun mengetuk lagi, dan lagi-lagi tak ada respon.

Gue mulai kesal dan mau tendang-tendang saja itu pintu, tapi niat itu langsung urung dikarenakan menurut gue tentu saja itu tidaklah sopan, terlebih lagi gue melihat ada tombol bel didekat pintu. Gue malu sama kesotoyan gue yang gak sadar ada bel pintu disitu.

Tong! Tong!

Bunyi bel yang gue tekan.

Cekrek !

Pintu pun terbuka, dan ada kepala seorang ibu-ibu nongol dibalik pintu.

“Siapa ya?”

“Permisi, apa bener ini rumahnya pak Resnu?”

Mendengar pertanyaan gue barusan mata ibu itu tiba-tiba terbelalak memandang gue, dan dengan semangatnya dia membuka pintu rumah lebar- lebar dan berteriak

“IYA BETUL, SELAMAT ANDA MENDAPATKAN UANG TUNAI 50 JUTA RUPIAH!”

Heboh.

Ibu itu berteriak kesenangan, dan dari dalam rumah keluar begitu banyak orang-orang untuk merayakan keberhasilan gue dalam menebak rumah. Gue diangkat tinggi-tinggi, lalu datang wartawan-wartawan dari berbagai majalah dan Koran untuk mewancarai gue.

Gue terharu, baru kali ini gue bisa mendapatkan perhatian dari orang-orang, lalu ada yang minta tanda tangan gue dari cewek-cewek cantik, dan para member- member JKT48 rela graduate massal agar bisa pacaran sama gue dan rela gue poligami.

Sampai pada akhirnya gue sadar… khayalan gue terlalu overdosis.

Mari kembali kejalan yang benar dan lanjut kecerita.

“Iya betul, kamu siapa ya?” Tanya Ibu itu biasa kepada gue.

“Saya Dion, pak Resnu yang menyuruh saya kesini”

“Eh Dion?”

“Iya Bu” Balas gue tersenyum.

“Kamu bener-bener berumur 25 tahun?”

“Iya Bu hehe”

“Waaah bener kata suami saya, awet muda gitu ya wajah kamu” Ucapnya memuji kekurangan gue tersebut.

“Ah ibu bisa saja hehehe” Gue tersipu-sipu.

“Tapi kok pendek ya?”

Gue gondok, baru aja dipuji-puji malah dihina, sakit men, sakit !

“Bercanda, lumayan tinggi kok hihi. Ayo masuk” Ucap Ibu yang sepertinya adalah istri pak Resnu.

“Permisi” Ucap gue seraya masuk.

Dan didalam rumah gue langsung dituntun menuju ruang tamu, sehabis itu istri pak Resnu berpamitan sebentar untuk memanggil suaminya. Selagi menunggu gue akhirnya memerhatikan keadaan sekitar, ada foto keluarga 1 buah gede tertampang disitu, tapi kayaknya itu foto yang lama. Soalnya pak Resnu dan Istrinya terlihat lebih muda dan nampak mengengdong anak perempuan yang masih kecil.

“Mungkin itu ya anaknya” Pikir gue.

Asyik-asyik menunggu tiba-tiba gue dengar suara teriakan dari dalam rumah.

“Papa apaan sih, gak! Gak mau! Aku gak perlu ada pengawalan kayak gitu!”

Gue yang ngedengerin teriakan itu cuma bisa menelan ludah, perasaan gue jadi gak enak karena sepertinya itu menyinggung tentang diri gue. Tapi yang dari gue denger suaranya itu kayak pernah gue dengar, atau mungkin sering gue dengar, karena suaranya kayak A.B.G cewek gitu yang tiap ketemu temannya selalu

berkata “Hellooowwwww, jakarta panas gila, make up gue ampe luntur getooooh”. Begitulah kira-kira.

“Gak! Gak mau!” Lanjutnya kembali berteriak.

BRAAK !

Suara pintu tertutup dengan keras terdengar sampai diruang tamu, gue melongo. Tak lama kemudian muncul pak Resnu dengan wajah pasrah menghampiri gue diruang tamu.

“Maaf ya Dion, anak saya emang begitu. Sekarang dia lagi dibujuk sama ibunya” Ucapnya seolah tahu apa yang gue pikirkan.

“Iya gak apa-apa pak, santai saja” Ucap gue sok kalem, padahal gue canggung abis sehabis mendengar teriakan tuh anaknya yang kayak gak mau menerima gue.

“Gimana tadi perjalanan kamu kesini?”

“Lumayan pak, tanpa hambatan”

“Oh gitu hahahahaha”

“Hahahahaha” gue ikutan tertawa.

Dan suasana kembali hening

Ya gara-gara teriakan anak perempuannya tadi gue yakin itu sekarang jadi beban pikiran bapak ini, begitu juga gue yang memikirkan kapan gue bisa izin ke WC untuk pipis, soalnya gue udah mulai kebelet.

Tak lama kemudian istrinya datang dan tersenyum kearah gue, lalu dia tampak membisikan sesuatu kepada suaminya. Gue penasaran apa yang dibisikinnya, apa istrinya lagi membisikkan “Pah, Dion kok ganteng ya? Gimana kalau kita jodohkan dengan anak kita?”, gue mesem-mesem sendiri dengan khayalan gue barusan, walau gue gak tahu anaknya kayak gimana.

Setelah selesai dibisiki tuh bapak tiba-tiba kayak senang gitu, terlihat dari senyumnya yang menyungging kepada istrinya. Lalu dia menoleh kepada gue dan berkata “Tunggu sebentar ya, Dion”

“Ya pak”

Setelah itu pak Resnu dan istrinya memasuki rumah kembali, dan gue kembali bengong sambil menahan pipis diruang tamu.

Hampir 8 menit gue nunggu diruang tamu sampai pada akhirnya pak Resnu datang kembali dengan senyum ceria menghampiri gue.

“Udah berhasil dibujuk ibunya, bentar lagi dia kesini” Ucapnya senang kepada gue.

Gue salut sama istrinya, tak perlu sampai setengah jam buat membujuk anaknya. Entah apa yang dikatannya sampai dia berhasil dibujuk, hanya dia, ibunya, dan Tuhan yang tahu.

Tak beberapa lama kemudian datang istrinya sambil menggandeng tangan seorang gadis remaja dibelakangnya, gue lihat tuh anak mulutnya cuek abis, dan saat mata kita bertemu terjadi adu pelototan tak percaya yang hanya kami berdua saja yang tahu.

Ya, tepat! Itu anak yang mobilnya gue pake buat bercermin sebelum masuk kekantor pak Resnu. Gue kembali canggung dan malu abis mengingat kejadian tadi siang, dan gue kembali melihat kearah cewek tadi dan ekspresi mukanya udah berubah menjadi wajah yang sengak mengarah ke gue, kayaknya dia ingat dengan muka gue sebelumnya. Gimana gak ingat coba? Tepat didepan dia gue bercerminnya.

“Jadi Dion, ini anak saya yang saya maksud” Ucap pak Resnu sambil menunjuk anaknya yang sedang duduk disamping ibunya.

“Oh hehe, iya-iya cantik pak” kata gue untuk memuji, untuk memperingan suasana.

“Yaiyalah” Celetuk cewek tersebut sambil mendelik kearah lain.

“Hus dek, jangan begitu” Nasehat ibunya, lalu ibunya menoleh kearah gue “Maaf ya Dion”

“Iya gak apa-apa Bu”

“Jadi ma, nak, Dion inilah yang dulu menyelamatkan papa kemarin pas mau dirampok”

“Aduh jangan diungkit-ungkit dong pak hehe” ucap gue tersipu.

“Pahlawan tukang becermin” celetuk cewek itu lagi, dan lagi-lagi dia dinasehatin ibunya. Gue? Gue malah tambah malu dibuatnya, kayaknya dia gak rela kaca pintu mobilnya gue pake buat becermin tadi siang.

“Nak, mulai sekarang Dion ini akan satu sekolah sama kamu dan menjadi pengawal kamu” Ucap pak Resnu langsung kepada anaknya tersebut.

Anaknya itu langsung memandang gue dengan alis naik sebelah, gue yakin dia ini gak yakin dengan gue yang akan menjadi pengawalnya sekarang. Gue yang ngeliat dia malah terbengong, kata cantik yang gue pakai buat basa-basi diawalnya kayaknya bukan cuma basa-basi doang. Nih anak beneran cantik rupanya. Apalagi pas alisnya naik sebelah gitu…. Tapi entah darimana pemikiran itu gue dapatkan.

“Yakin? Lemah banget kayaknya” Ucapnya tertawa kecil meremehkan.

Gue yang merasa diremehkan mau saja melakukan demonstrasi dengan membelah meja diruang tamu ini dengan sekali pukul, tapi niat itu gue urungkan. Setelah gue raba-raba tuh meja tebel banget lapisan kayunya. Yang ada tulang tangan gue bakalan muncrat kemana-mana.

“Papa yakin, walau terlihat lemah begini sebenarnya dia kuat loh, kuat banget walau dia terlihat lemah”

Gue yang mendengar ucapan pak Resnu ada rasa senang dan ada rasa sedih juga, itu ucapan dia sebenarnya mau memuji atau menghina sih?

“Haaaaaah, apa papa yakin orang seumuran aku gini bisa jadi pengawal aku?” Tanyanya lagi dengan melipat tangannya memandang remeh gue.

“Iya, 100%” Ucap pak Resnu.

“Eh, entar… seumuran? Maksudnya anak bapak ini umurnya 25 tahun?” Tanya gue tiba-tiba ke bapaknya.

“Enak aja lo bilang gue 25 tahun! Gue masih 19 tahun, lagian siapa juga yang berumur 25 tahun disini?” Ucapnya kesal kearah gue, tapi gue langsung mengacungkan jari untuk merespon pertanyaan dia barusan.

Tuh cewek malah kebingungan melihat tangan yang gue acungkan, gue arahkan kekiri, matanya ikut kekiri, gue arahkan kekanan, matanya ikut kekanan. Gue pengen ngakak, tapi gue tahan.

“Maksudnya apa itu ngacungin jari?” Tanyanya heran

“Ya Dion ini….” Ucap pak Resnu nampak ragu memberitahu umur gue kepada anaknya, dan dia melihat gue seolah berkata biar gue sendiri yang memberitahukannya.

Gue lalu melihat istrinya pak Resnu, dan sama, tatapan matanya seolah berkata meminta gue sendiri yang harus mengatakan umur gue ke anak mereka

tersebut. Mau tak mau akhirnya memberitahukannya.

“Umur saya 25 tahun”

“Hah?” Tuh anak mereka melongo tak percaya memandang gue. Kalau ada kertas kecil mau saja gue melemparnya kedalam mulutnya yang menganga tersebut.

“Serius Pah, Ma?” Tanyanya sambil menoleh kearah ayah dan ibunya. Dan mereka mengangguk. Dan cewek itu kembali melongo memandang gue.

Gue yang merasa malas untuk berbasa-basi lagi, langsung saja berdiri dan mulai membungkukan diri kehadapan cewek tersebut.

“Saya Dion, mulai saat ini saya…..” Gue kelihatannya melupakan sesuatu, lalu gue berbisik pelan kearah pak Resnu “Nama anak bapak siapa?”

Pak Resnu langsung berbisik ketelinga gue untuk memberitahukan nama anaknya, walau gue rada geli saat kumisnya nyentuh kuping gue dan rasanya mau gue bakar saja itu kumisnya yang lebat. Setelah mengetahui namanya gue langsung saja kembali berbicara dengan anaknya tersebut dan membungkuk lagi.

“Saya Dion, dan mulai saat ini saya akan menjadi pengawal anda Nona Amanda Dwi Arista. Mohon bantuannya” Ucap gue formal, walau gue ogah sebenarnya melakukan ini, terlalu formal banget bagi gue.

Tuh Manda masih melonggo memandang gue, wajar sih, siapa juga gak menyangka gue yang seumuran dari wajahnya dia, ternyata umurnya berbeda terpaut 6 tahun. Sehabis melakukan salam menjijikan barusan (bagi gue), gue lalu duduk kembali.

“Nah, kalau gitu nak. Kamu ngobrol saja dulu sama Dion, Papa sama Mama mau nyuruh Bang Ujang buat nyiapin kamar Dion.

Setelah kepergian pak Resnu dan istrinya kedalam, ruang tamu ini kembali hening. Gue kembali melihat Manda yang masih melongo tak percaya

memandang gue sedari tadi. “Rasain lo, melongo-longo dah lu sekarang bahahahaha” batin gue.

“Lo beneran 25 tahun?” Tanyanya tiba-tiba.

“Ya, Non Manda” Jawab gue malas.

“Tunggu-tunggu, lo manggil gue apa barusan? Non?”

“Iya, kan Non Manda sekarang…”

“Stop manggil gue dengan panggilan Non!” Ucapnya memotong omongan gue.

Gue tertegun, cewek itu tampak kesal memandang kearah gue, tapi gue gak ada takutnya ngeliat tuh muka kalau marah.

“Jadi saya harus manggil apa nih?”

“Mana gue tau! Pokoknya jangan panggil gue dengan embel-embel “Non” titik!”

“Kalau “Manda” ?”

“Heh yang sopan, gue ini majikan lo sekarang, jangan asal-asal manggil nama depan gue langsung!” Ucapnya lagi dengan nada membentak.

“Lalu saya harus manggil apa ini errr”

“Terserah!”

“Kalau “Sayang” gimana? Hehe” Tanya gue bercanda.

PLETAK !

“Adadadadadadadadadadadada” Gue berteriak kecil untuk mengaduh sambil mengusap-usap kepala gue

“Lo bilang apa barusan? “Sayang” ? Ngarep amat lo jadi orang!” Ucapnya sambil mengacungkan rotan kearah gue, gue heran darimana tuh rotan muncul.

“Katanya tadi terserah! Lagian saya kan cuma bercanda, adududuuuh” Keluh gue saat menyentuh bagian yang sakit dikepala.

“Pokoknya panggilan yang gak bikin gue kesal”

“Apa kalau begitu?”

“Ya terserah!”

“Errrrrrrr”

Baru seumur hidup gue begini nyari panggilan saja ribetnya kalah-kalah lagi dengan debat para politikus di Televisi, tinggal datangin pak Karni Ilyas saja ini kesini.

Dan saat lagi berdebat soal panggilan, tiba-tiba pintu rumah didobrak oleh seseorang, gue dan cewek ini lantas kaget, dan kami melihat ada dua orang masuk dengan menggunakan topeng ala-ala perampok tengil yang kayak di TV.

“JANGAN BERGERAK ! ANGKAT TANGAN!” Ucap salah satu orang tersebut kearah gue dan nih cewek sambil mengacungkan parang.

“Weei dongo, kita ini mau ngerampok, bukannya ngegrebek” Protes salah satu temannya ke orang yang bertopeng…. Sumpah gue mau ngakak sama orang yang barusan teriak kearah gue dan anak majikan gue, topengnya warna pink dan ada jahitan Hello Kity tertera disitu.

“Eh iya, hey kalian berdua! Serahkan barang berharga kalian, SEKARANG!” Bentaknya.

“Ka-kalian siapa? Kalau mau ngerampok, rampok saja orang ini, kalau bisa orangnya sekaligus saja kalian bawa lalu kalian jual” Ucap Manda sambil menunjuk gue.

Sialan, gue malah diobralnya ke para perampok itu, dan kata-katanya tadi seolah mengandung makna kalau gue ini manusia yang bisa ditukar dengan beras sekian kilogram di warung-warung.

“HOI CEPAT SERAHKAN BARANG LO, DOMPET, HP, APAPUN YANG BISA DIJUAL”

Ucap perampok bertopeng pink tadi sambil menempelkan parangnya didekat leher gue.

Gue ? Huh, karena gue merasa keselamatan gue terancam lalu dengan cepat dan tangkas gue melakukan apa yang harus gue lakukan, yaitu…. Menyerahkan dompet dan Handphone gue yang dipintanya. Ya kale gue mau ngelawan, parang nempel gitu dileher gue.

Sekaligus gue juga berpikir “Nih pak Resnu dan istrinya pada kemana? Masa gak sadar-sadar dengan teriakan nih perampok daritadi?”

“Tipis amat dompet lo?” Komentar perampok topeng pink tersebut, lalu dia membuka isi dompet gue dan menarik duit satu-satunya yang ada disitu “Bujubuset, 50 ribu doang” ucapnya lagi dengan ekspresi kaget.

“Udah tau orang lagi bokek, malah dirampok” Gue pun protes, mana lagi keras- keras lagi nih orang ngomong duit gue cuma 50 ribu. Kan ada cewek disini yang ikut mendengar, gengsi dong.

“Heh diem lo! Dan lo cewek, cepat serahkan barang berharga lo” Kata perampok bertopeng pink tersebut kearah Manda.

“GAK ADA! PERGI KALIAN” Bentak tuh cewek kepada perampok, sambil mengacungkan rotan yang dipegangnya. Tapi sayangnya gue liat tuh tangan dan kaki geter-geter, bisa diliat nih cewek memberanikan dirinya untuk melawan, salut juga gue.

“HE’EH, sok sok ngelawan lo ye” kata perampok topeng pink itu yang mau menghampirinya.

Parang yang menempel dileher gue dilepasnya, dan nih orang melangkah didepan gue untuk menghampiri Manda. Dan Manda gue lihat udah ketakutan, sebagai orang yang bertanggung jawab akan keselamatannya gue sengkang saja tuh kaki perampok saat berjalan melintasi gue. Dan ya, otomatis tuh perampok jatuh.

“Aduh, HEH KAU?” Mengaduhnya kepada gue.

“Apa?” Gue menyeringai, dan dengan cepat gue pegang tuh topengnya dari arah belakang dan langsung gue hantamkan kekursi yang bisa dibilang kursi kayu jati, jadi lo bisa bayangin sendiri betapa sakitnya muke lu waktu dihantam sekeras- kerasnya ke jenis kayu seperti itu.

“ARRGGHHH!” Teriaknya dia sambil memegang mukanya, dan akibat itu juga parang yang dipegangnya tadi terlepas. Dengan sigap gue ambil tuh parang, dan gantian gue yang sekarang menempelkan parang dilehernya.

“HEI LEPASIN TEMAN GUE” Teriak temannya kepada gue.

“Ett” kata gue sambil menarik perampok bertopeng pink tadi untuk berdiri dan langsung gue dekap dari belakang dan gue makin menempelkan parang yang gue pegang keleharnya, “Lo maju, nih urat leher teman lo bakalan putus” lanjut gue untuk mengancam.

“Aduhhh” Kata temannya itu panik sambil meletakkan parangnya kelantai, lalu dia mengangkat tangannya lalu dia menoleh kearah dalam rumah dan berteriak “Pak Resnu, pak, mending udahan pak. Itu si Ujang parah keadaannya pak”

“Heh?” Gue terkejut, begitu juga Manda. Lalu dia langsung menghampiri tempat gue mendekap nih perampok bertopeng pink dan langsung membuka topengnya.

“Loh bang Ujang? Bang Ujang ngapain?” Tanya Manda keheranan.

“Aduduh, disuruh sama ayah neng Manda tadi buat pura-pura jadi perampok sama kang Ijal” Jawabnya sambil menahan hidungnya yang telah mengucurkan darah segar gegara gue hempaskan mukanya tadi kekursi.

Lalu gue dan Manda melihat perampok satunya yang telah melepas topengnya, “Neng Manda, ini saya, Ijal supirnya ibu neng” jelasnya Panik melihat bang Ujang yang gue pegang sedari tadi.

Manda lantas bengong melihat orang yang dikenalnya itu, tapi gue malah terdiam lalu gue mulai berpikir jangan-jangan…

“Waduh-waduh bang Ujang, Dion Dion lepasin itu bang Ujangnya” pak Resnu nampak memasuki ruang tamu dengan istrinya dan terlihat raut wajah cemas mereka melihat kondisi orang yang dikenal mereka yang gue pegang ini.

Gue lantas melepaskannya, dan orang yang Ijal tadi dengan segera menghampiri tempat gue berada dan langsung memapah Bang Ujang.

“Ijal, cepat bawa Ujang kerumah sakit. Suruh diperiksa itu hidungnya, nanti kamu cepat hubungi saya tempatnya dimana dirawat, biar kami urus administrasinya” Ucap Ibunya Manda kepada Ijal.

“Iya bu” Balasnya, dan dengan segera dia membawa Ujang keluar rumah untuk segera mendapatkan perawatan dirumah sakit. Sedangkan gue? Gue Cuma bisa cengo.

“Papa, ini maksudnya apa sih?” Tanya Manda.

“Tadi sih mau Papa kasih bukti kekamu nak, kalau Dion ini benar-benar bisa melindungi kamu. Tapi papa gak menyangka saja bang Ujang sampai begitu kondisinya

“Nah betul dugaan gue, pantesan nih Pak Resnu dan istrinya gak nampak batang hidungnya saat tuh dua orang masuk dan berteriak-teriak, masa dengar suara orang berteriak gitu gak ada respon sama sekali daritadi” Pikir gue saat itu.

“Dion” Panggil Istrinya pak Resnu kepada gue.

“Ya bu?”

“Terima kasih ya udah menjaga anak saya, walau tadi cuma sandiwara” Ucapnya tersenyum sambil memeluk anaknya tersebut. Dan Manda gue lihat mengintip melihat gue di sela-sela pelukan yang diberikan Ibunya tersebut.

“E… I-iya bu, tapi lain kali jangan gitu bu…” Nasihat gue kepada Ibunya, soalnya gue merasa berada dalam sebuah scene drama korea. Dimana ada orang disuruh berpura-pura untuk menggoda cewek, lalu cowok datang melindunginya. Dan itu norak banget bagi gue.

“Haha ya salah kami juga sih, tapi dengan ini… Manda, sekarang kamu sudah bisa lihat sendiri kan kalau Dion ini bisa melindungi kamu”

Tak ada jawaban, gue liat Manda Cuma menangguk-anggukan kepalanya kearah ayahnya, lalu dia kembali memandang gue tapi buru-buru mendelik kearah lain, malu nih ye. (Apaan sih)

“Yang tadi hidungnya kamu bengkokin namanya bang Ujang, tukang kebun kami. Sedangkan yang satunya lagi…”

“Kang Ijal, supirnya istri bapak kan?”

“Eh kok kamu tahu?”

“Kang Ijalnya sendiri yang tadi bilang pak” Jawab gue.

“Oh gitu hahaha, oh iya kenapa kamu bisa begitu cepat menghajar bang Ujang tadi sampai bengkok tuh hidung?”

“Lah bapak, itukan tugas saya memang, lagipula saya gak tau itu tukang kebun bapak dan tadi tingkahnya mau nakutin-nakutin non Manda”

Pletak!

“Wadaw” gue meringis dan gue melihat sebuah rotan jatuh didekat gue.

“Udah gue bilang jangan pake “Non” buat manggil gue” Ucapnya dengan tangan mengacung sehabis melempar rotan yang dipegangnya tadi.

“Duh pak, galak bener anak bapak” Keluh gue kepada pak Resnu, pak Resnu dan Istrinya malah tertawa.

“Apa lu bilang?” ucapnya kesal terhadap gue, tapi gue santai saja, soalnya dia lagi dipeluk ibunya, jadinya dia tertahan disitu.

“Udah-udah, sekarang mama sama papa siap-siap dulu ya mau ketempat bang Ujang dirawat, tadi mama denger suara Handphone mama, kayaknya Ijal udah memberi tahu tempatnya dimana” Ucap istrinya pak Resnu sambil melepaskan pelukan keanaknya itu.

“Ya, kalau begitu Dion saya dan Istri saya siap-siap mau pergi dulu ya. Dan terima kasih” Ucapnya sambil menepuk pundak gue, “Terima kasih sudah memberi saya kepercayaan buat menjaga anak saya”

Gue merasa keren dikasih kepercayaan seperti, gue mau saja membalas tepukan pundaknya dan berkata “Terima kasih juga, bagaimana kalau anak bapak nikahkan dengan saya sekarang juga?Habisnya cakep amat sih” Tanya gue ngarep didalam hati. Tapi niat itu gue urungkan.

“Saya ikut saja ya pak, saya mau minta maaf langsung sama Bang Ujang, gak enak rasanya salam perkenalan yang saya kasih terlalu luar biasa” Pinta gue yang menyinggung perbuatan yang gue lakukan ke bang Ujang tadi.

“Nanti saja pas bang Ujang pulang kerumah, kalau kamu pergi siapa yang ngejagain anak saya dirumah” Ucapnya kembali menepuk-nepuk pundak gue dengan beringas, dikiranya gak sakit apa?

“Oh iya deh kalau begitu” Ucap gue menyanggupi.

“Kalau begitu saya kemobil dulu ya, Ma siap-siap dulu gih” Pintanya kepada Istrinya

“Iya, Dion jagain Manda ya selagi kami pergi” Ucapnya ke gue dengan tersenyum.

Setelah itu pak Resnu langsung berpamitan keluar rumah untuk memanaskan mobilnya, sedangkan istrinya masuk kedalam untuk bersiap-siap. Selama itu masih terjadi keheningan antara gue dan Manda, tak beberapa lama kemudian istri pak Resnu kembali lagi dan berpamitan, lalu menyusul suaminya yang telah menunggu diluar. Setelah itu suasana kembali hening.

“Jadi lo beneran 25 tahun, terus kuliah lo gimana?” Tanyanya untuk memecah keheningan, nanyanya pun sambil melipat tangan, sok banget nih anak.

“Gue udah lulus kuliah neng” Jawab gue malas.

“Ngapain lo manggil gue neng, hah?” Tanyanya lagi dengan raut wajah yang kesal.

“Adooohhh, jadi gue harus manggil lo apa sih? Non salah, manggil nama salah, neng pun salah” Gue juga ikutan kesal, nih daritadi masalah panggilan belum selesai-selesai urusannya.

“Heh yang sopan dong, lo lo lo, gue ini majikan lo”

“Hey cewek, majikan gue itu ayah lo. Dia yang bayar gue dan bukan lo”

“Dih nyebelin banget sih lo!” Sehabis berkata seperti itu dia langsung nyelonor masuk kedalam rumah, tapi baru melangkahkan kakinya tiba-tiba dia terpeleset. Klise amat ya? tapi dengan cepat gue menangkapnya dari arah belakang sebelum dia jatuh.

Disaat itulah ada jarak sedekat ini antara kami berdua, dia memandang gue yang menahannya punggungnya dari arah belakang begitu juga gue.

“Dan gue bertanggung jawab dengan keselamatan lo” Ucap gue melanjutkan dengan nada yang tegas, lebih tepatnya dibuat-buat tegas, kalau kayak gini gue harus menunjukan sisi keren gue dengan kata-kata, dan kapan lagi coba sedekat ini dengan cewek cakep, gue tertawa puas didalam hati.

Dia terdiam, pipinya tiba-tiba merona merah. Begitu juga gue yang perlahan merona merah, tapi bukan karena malu, tapi gue udah pegel dan kecapean nahan

nih tubuh cewek, bukannya berinisiatif berdiri malah terus begitu mandangin gue. Daripada berlama-lama akhirnya malah gue yang membantunya berdiri lagi.

“Ma-makasih” Ucapnya segan kepada gue untuk berterima kasih.

“Sudah jadi kewajiban gue, nona Manda” kata Gue lagi dengan cara sedikit membungkuk, sumpah gue geli sendiri melakukan hal formal ini, dan gue mau kejang-kejang ngucapin kata-kata barusan.

“Udah dibilang jangan manggil gue pake embel-embel begitu!”

“Errrrrr” Gue kehabisan kata-kata, kapan selesai nih urusan masalah panggilan pikir gue.

Gue lalu berdiri tegap kembali setelah membungkuk barusan, dan gue lihat dia malah senyum mandang gue, tapi dia buru-buru membuang muka saat gue

melihat wajahnya. “Ketahuan nih ye nyenyumin orang” Ejek gue kepadanya didalam hati.

“Kalau begitu..” Ucap gue terpotong untuk mengambil tas gue dan dompet gue tadi yang terjatuh dilantai, setelah beres-beres gue memanggul tas gue dipundak dan melanjutkan ucapan gue, “Kamar gue dimana ya?”

Mendengar perkataan gue dia langsung memberi kode dengan kepalanya untuk mengikutinya, gue pun mengikutinya dari belakang sekaligus melihat nih cewek tingginya hampir setinggi gue.

“Nih kamar lo, disamping kamar gue” Ucapnya sambil menyender dipintu kamarnya sendiri dan tetep, tangannya masih bersilang.

“Makasih errrrrrr” Gue udah mulai bingung mau manggil dia apa, kalau salah sebut takutnya nanti dia ngelempar gue dari lantai dua begini.

“Manda, panggil saja gue Manda” Ucapnya sambil menoleh kearah lain.

“Hmm gini kan enak, makasih ya Manda” Balas gue tersenyum semanis-manisnya, tapi dia gak menoleh sama sekali ke gue, senyum gue menjadi sia-sia.

“Ya” Jawabnya singkat, lalu membuka pintu kamarnya sendiri dan masuk. Gue hanya bisa melongo.

Gue lalu hendak memasuki kamar gue juga, dan saat gue sudah membuka pintu ada suara yang memanggil gue

“Dion” Suara Manda terdengar dibalik pintu kamarnya.

“Ya?”

Tak ada suara lagi sehabis itu, gue yang penasaran lalu berjalan kedepan pintu kamarnya dan mengetuk pintunya sekali.

Tok!

“Ada apa Manda?” Tanya gue dibalik pintu kamarnya.

“Gak… itu… besok lo harus siap-siap karena besok ajaran baru semester satu kelas tiga” Jawabnya dibalik pintu.

“Oh… gampanglah, gue udah pernah ngerasaain kelas tiga SMA dulu kok” sehabis berkata begitu gue kembali menuju pintu kamar gue.

“Yaudah, selamat malam kalau gitu” Ucapnya lagi.

“Iya, selamat malam juga Manda” Balas gue.

“Iya…. Dion”

Sehabis itu tak ada suara lagi dari balik pintu kamarnya, gue yang cuek lalu mulai memasuki kamar dan menutup pintu. Didalam kamar terdapat sebuah kasur yang cukup untuk gue sendiri, gak jauh berbeda dengan kamar kos gue, tapi yang bikin beda adalah adanya AC disitu. Gue senang mendapat fasilitas seperti ini dan mengingatkan akan kamar gue dulu waktu tinggal sama orang tua gue.

Gue lalu meletakkan tas gue di kasur dan gue langsung rebahan disitu, karena AC sedari tadi hidup menghembuskan hawa dinginnya ke penjuru ruangan, gue lalu mengguling-gulingkan diri untuk merasakan hawa dingin yang menempel dikasur. Lalu gue kemudian duduk dikasur, dan disalah satu lemari gue melihat seragam SMA yang tampaknya sudah disiapkan buat gue besok.

Gue tersenyum tipis dan kembali rebahan, melihat seragam SMA yang akan gue pakai besok itu berarti sudah mengisyaratkan resminya gue

sebagai bodyguard seorang wanita yang bernama Amanda Dwi Arista.

-[ BEAUTIFULL AURORA II ]-

© Melodion 2016