I. BHUMI - 1

1
0
Deskripsi

Setelah tahu bahwa ia adalah anak angkat, Devano alias Bhumi Dirgantara hendak kabur dari rumah dan ingin mencari siapa orang tua kandungnya dan ada dimana mereka? Kenapa ayahnya yang jelas-jelas membencinya tetap tidak mau ia mencari orang tua aslinya dan tetap merawat bahkan menyekolahkannya hingga ia kuliah? Siapa itu Pak Barata?

 

Di tempat lain ada Nadine yang sedang berjuang dengan kehidupannya  yang rumit karena perceraian orang tuanya. Walau begitu Nadine adalah sosok ceria bagaikan matahari...

Di sebuah rumah di pinggir hutan, terdapat seoarang laki-laki sedang berteduh dari derasnya hujan di luar. Badannya yang basah mulai mengering. Rumah tersebut nampak kosong, tapi laki-laki itu merasa ada tanda-tanda kehidupan di rumah ini. Mungkin saja pemiliknya sedang di luar terjebak hujan. Entah sudah berapa kilo jalan yang sudah laki-laki ini tempuh sampai dia berada jauh sekali dari rumahnya sampai ke rumah ini yang lokasinya jauh dari pemukiman warga. Mungkin juga ini rumah terakhir yang masih dihuni di wilayah ini. Tiba-tiba listrik padam sehinga rumah itu gelap. Laki-laki itu menyalakan lilin yang ada. Sambil menghangatkan badan, ia berusaha mencari sesuatu untuk bekal perjalanannya nanti setelah hujan reda.

“KAMU MALING YA??” teriak seseorang dari arah pintu masuk rumah yang terbuka lebar. Orang itu memegang sebuah balok kayu yang berasal dari depan rumahnya. Balok kayu itu ia pukulkan kepada laki-laki yang tidak ia kenal yang masuk ke dalam rumahnya. Dengan sekali pukulan laki-laki itu tumbang.

****

“Maaf mas, saya bukan maling. Saya cuman berteduh di rumah Mas tadi sambal cari makan. Saya lapar belum makan dari kemarin.”ucap laki-laki yang terkena pukulan balok kayu itu tadi.

“Kenapa kamu bisa masuk rumah saya?” tanya sang pemilik rumah.

“Saya ketok-ketok pintunya, eh malah kebuka mas pintunya. Saya kira pintunya terbuka gitu, tanda saya dibolehin masuk. Saya gak nyuri benda apapun mas, saya cuman nyalain lilin tadi, sama nyari makanan.”

“Yaudah ini ambil rotinya, sudah reda juga diluar. Silahkan keluar Anda.” Sang pemilik rumah mengusir laki-laki itu.

“Maaf mas, saya boleh minta sesuatu gak mas?” tanya laki-laki itu.

“Obat luka? Luka di badan kamu sudah saya olesin antiseptik tadi yang berdarah sama yang memar-memar sudah saya beri obat salep.”

“Bukan itu mas,”

“Terus apa?” tanya pemilik rumah tersebut.

“Saya boleh tinggal disini gak? Kaki saya gak kuat kalua harus jalan lagi tanpa tujuan mas” pinta laki-laki itu.

“Ngelunjak kamu ya?” Sindir sang pemilik rumah.

“Saya mohon mas” Laki-laki itu benar-benar memohon. Entah mengapa sang pemilik rumah merasa dekat dengan laki-laki itu. Ia pun penasaran juga siapa laki-laki ini.

“Oke, sampai kakimu sembuh aja. Setelah itu kamu harus langsung pergi.” Pemilik rumah pun luluh juga. “Nama kamu siapa? Kamu ada jaminan gak kalua kamu gak bakalan nyuri apapun di rumah saya?” tanya pemilik rumah.

“Saya Bhumi mas. Benda berharga yang saya punya cuman ini Mas.” Laki-laki yang bernama Bhumi itu memberikan sebuah kalung dengan liontin berbentuk kunci “Ini peninggalan terakhir dari Alm. Ibu dan Ayah saya mas.”

“Kunci apaan nih?” tanya pemilik rumah saat menerima kalung berliontin kunci itu dari Bhumi.

Bhumi menggeleng “Saya juga kurang tahu mas, orang tua saya meninggal waktu saya kecil. Setelah itu saya diadopsi sama tetangga saya mas.”

“Terus sekarang kamu kabur?” tanya sang pemilik rumah makin penasaran dengan kisah Bhumi.

“Orang tua angkat saya cerai Mas, jadi gak ada di rumah lagi. Jadi buat apa saya pulang ke rumah itu lagi?” Tiba-tiba air mata Bhumi menetes dari sudut mata kirinya. Bhumi segera menyekanya. “Kalau mas sendiri gimana? Oh ya nama mas siapa?” tanya Bhumi berusaha mengalihkan topik agar ia tak menangis lagi.

“Saya Fauzi, dari lahir tinggal sama nenek saya. Orang tua saya mana? Saya juga gak tahu. Nenek saya juga gak tahu. Nenek saya meninggal enam tahun yang lalu. Saya disini di desa ini sudah dari lahir sampai semua penduduk di desa ini meninggal dan anak-anaknya serta cucu-cucunya merantau ke Kota” jelas Fauzi, pemilik rumah ini.

Percakapan antara mereka pun selesai sampai situ. Fauzi pergi meninggalkan Bhumi di ruang tengah. Fauzi mengajak Bhumi makan malam setelah ia keluar kamar mandi.

Selama makan malam mereka banyak mengobrol dan mengulik kesukaan satu sama lain. Entah mengapa percakapan selama makan malam membuat mereka makin akrab. Fauzi pun merasa makin dekat dengan Bhumi. Ia merasa seperti bertemu orang lama, tapi siapa? Fauzi terus bertanya-tanya. 

****

Setelah kelas pagi, Fauzi segera mengendarai motor vespanya menuju kantor tempat ia bekerja. Fauzi beruntung, ia dapat bekerja sebagai asisten pribadi CEO di kantornya. CEO nya pun sangat baik kepada Fauzi. Selain mendapat gaji yang cukup tinggi, CEO nya juga sangat memahami dan sering memaklumi Fauzi yang masih berstatus mahasiswa itu jika dia tak bisa menemani bosnya meeting ataupun rapat jika ia sedang berada di kampus.

Motor vespa bututnya sudah sampai di parkiran basement kantor yang megah itu. Ia segera memarkir dengan rapih dan tertib di tempat yang tersedia. Setelah motornya terparkir dengan sempurna, ia melepaskan helm dan menaruhnya di setang motor vespa bututnya. Fauzi pun turun dari motornya dan berjalan menuju ruangan bosnya.

“Pagi Mas Fauzi,” staf dan karyawan di kantor tersebut menyapa Fauzi. Fauzi pun membalas sapaan mereka dengan “Pagi juga Mas, Mbak” atau “Pagi juga Pak, Bu” tergantung lawan bicaranya. 

Setelah absen pada ruang absen di lantai satu, Fauzi segera bergegas menuju lift untuk ke ruangan bosnya di lantai sepuluh. Kantor gedung itu memiliki 20 lantai. CEO bos itu memilih ruangannya di lantai 10 karena menurutnya lantai tersebut tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah. Serta berada di tengah-tengah gedung itu agar ia bisa dekat dengan karyawan-karyawannya karena ia meminta kantin karyawan berada di lantai yang sama dengannya.

Setelah keluar dari lift, ia segera menuju mejanya yang berada di luar ruangan bosnya. Ia memeriksa email-email dan berkas-berkas yang mana yang ia harus kerjakan dan yang mana yang harus ia berikan pada bosnya. Setelah memsortirnya dnegan teliti, ia mengetuk pintu ruangan bosnya membawa berkas-berkas yang harus di tanda tangani bosnya.

“Permisi Bu Mira, ini ada dokumen-dokumen yang harus Ibu tanda tangani.” Ucap Fauzi berjalan menuju meja kerja Bu Mira, bosnya. “Iya makasih Mas Fauzi.”

“Mas Fauzi, nanti ada karyawan magang Namanya Salsha, tolong kamu ajarin ya, habis ini kamu gak ada ke kampus lagi kan?” tanya Mira. “Tidak ada Bu. Baik saya akan bantu bimbing mbak Salsha nanti Bu.” Jawab Fauzi sambil meninggalkan ruangan Mira, bosnya itu.

****

“Mas Fauzi?” panggil seorang wanita saat Fauzi sedang mengerjakan berkas-berkas yang memang harus ia kerjakan. “Saya Salsha mas, karyawan magang.” Ucap wanita yang bernama Salsha itu mengenalkan diri pada Fauzi.

“Iya, saya Fauzi. Tunggu sebentar ya.” Ucap Fauzi mengerjakan berkas terakhirnya. 

“Oke Salsha, kamu bisa ikut saya dulu ke Gudang ada yang perlu saya ambil disana.” Fauzi pun berdiri dan pergi ke Gudang di lantai basement diikuti Salsha di belakangnya.

Sesampainya di Gudang, Fauzi menurunkan sebuah kardus besar ke lantai lalu membukanya. Ia mengambil tumpukan dokumen-dokumen lama dan memilih secara teliti berkas yang akan dia ambil. Setelah menemukan beberapa dokumen yang ia rasa benar, ia segera memberikannya ke Salsha. “Sal, ini berkas enam tahun yang lalu dan ada eror disana. Coba kamu cari dan perbaiki dengan cara kamu sendiri.” Fauzi pun menutup kardus itu kembali dan meletakkan kardus tersebut ke tempat semula. “Sudah, ayok balik, mau ngerjainnya di sini? Gapapa sih, tapi saya kunci dari luar.” Salsha pun ikut keluar Bersama Fauzi.

****

“Berhubung di meja kerja saya cuman ada satu meja dan satu kursi, jadi kamu bebas ngerjainnya dimana aja. Boleh di kantin, perpus, di pantry. Sebebas kamu, asal jangan ganggu yang lain aja.” Salsha mengangguk. “Satu lagi, tugas kamu memastikan berkas-berkas setiap divisi yang mau dibawa ke Bu Mira, harus diserahkan ke saya dulu. Saya minta kamu yang ngantar berkas-berkasnya ke Saya, bukan perwakilan divisi.” Ucap Fauzi melanjutkan tugasnya kembali. “Baik Mas.”

Salsha berjalan ke kantin membawa berkas itu dan juga tasnya yang berisi laptop dan perlengkapan kantor lainnya. Setelah duduk, Salsha mengambil stabile dan pulpennya memeriksa berkas tersebut dengan teliti. Sesekali ia melihat kearah meja kerja Fauzi.

Ia membuka ponselnya, mengetik pesan di grup khusus karyawan magang untuk memberi tahu jika ada file atau berkas fisik yang harus dibawa ke Bu Mira atau Mas Fauzi, biar dia yang ambil dan kirim langsung ke Mas Fauzi. Teman-temannya pun mengiyakan.

“Ini mas harus di tanda tangan Ibu, urgent.” Ucap seorang karyawan yang datang setengah berlari kearah meja Fauzi. Fauzi pun memeriksa berkas tersebut dan segera masuk ke ruangan Mira. Karyawan tersebut menunggu di luar sambil melihat Salsha yang duduk di kantin, padahal belum jam makan siang.

Mampus, batin Salsha. Dua kesalahan Salsha sekarang. Tugas dari Mas Fauzi tidak dilaksanakan dengan baik padahal baru saja diberitahu. Ditambah sudah di Kantin padahal masih jam kerja. Ketika urusan dengan karyawan itu selesai, Fauzi mengirim pesan kepada Salsha. 

‘Satu sudah kesalahanmu. Saya tunggu penyelesaian berkasmu selesai paling lambat besok pagi. Kirim dalam format powerpoint ya ke email saya seelum jam 9 pagi.’

Isi pesan singkat dari Mas Fauzi membuat Salsha gugup. Ia berusaha memenangkan diri dengan bangkit dari tempat duduk dan membeli minuman dingin di mesin minuman otomatis. Setelah itu ia duduk dan meminumnya. Setelah agak tenang, dia melanjutkan tugasnya dengan lebih tenang. 

Menjelang jam makan siang, Salsha sudah menemukan permasalahan dalam berkasnya itu. Ia memasukkan stabile dan pulpennya ke dalam tasnya dan mengeluarkan laptopnya.

PING! Bunyi notifikasi di ponselnya. Ia membuka ponselnya dan memeriksa pesan dari grup karyawan magang tersebut. Ada dua divisi yang meminta untuk di antarkan berkasnya oleh Salsha pad Fauzi. Ia pun mengurungkan niatnya mengeluarkan laptopnya dan memasukan berkas tersebut ke dalam tasnya. Ia berniat untuk menitipkan tasnya kepada Fauzi sebelum mengambil berkas-berkas tersebut.

“Mas, saya nitip tas saya ya, mau ambil berkas dari divisi keuangan sama divisi Talent mas” ucap Salsha. “Iya, udah sana. Hati-hati bawanya apalagi yang dari Keuangan.” Fauzi mengangguk dan menyuruh Salsha segera mengambil berkas-berkas tersebut. Salsha segera pergi meninggalkan meja kerja Fauzi dan mengambil berkas-berkas dari kedua divisi tersebut.

“Makasih Sal,” ucap Fauzi saat Salsha menaruh berkas-berkas tersebut di atas meja kerjanya “Gimana tugas Gudang kamu? Udah sampai mana progressnya?” tanya Fauzi.

“Sudah nemuin masalah dan solusinya Mas, tinggal masukin ke powerpoint aja.” Jawab Salsha.

“Wah, jago juga kamu. Dari beberapa pemagang sebelumnya yang kerja di bawah saya, belum ada yang secepat itu. Bagus, semoga solusi yang kamu kasih bisa cukup solutif dan efektif ya..” puji Fauzi. “Sudah waktu makan siang. Ayo makan siang di kantin, saya traktir.” Ucap Fauzi.

Salsha senang mendapat feedback yang cukup baik dari Fauzi. Setelah mendapat peringatan lewat pesan singkat tadi, Salsha cukup lega bahwa ia dipuji Mas Fauzi karena sudah 50% mengerjakan tugas yang diberikan Mas Fauzi kepada Salsha saat di gudang tadi. Salsha pun mengikuti Fauzi menuju kantin. Ia memilih menu yang sama dengan Fauzi dan makan siang bersama satu meja dengan Fauzi dan Mira yang menyusul dari dalam ruangannya. Tak lama kemudian, kantin pun ramai dengan karyawan-karyawan yang lain. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya I. BHUMI - 2
1
0
Setelah tahu bahwa ia adalah anak angkat, Devano alias Bhumi Dirgantara hendak kabur dari rumah dan ingin mencari siapa orang tua kandungnya dan ada dimana mereka? Kenapa ayahnya yang jelas-jelas membencinya tetap tidak mau ia mencari orang tua aslinya dan tetap merawat bahkan menyekolahkannya hingga ia kuliah? Siapa itu Pak Barata? Di tempat lain ada Nadine yang sedang berjuang dengan kehidupannya  yang rumit karena perceraian orang tuanya. Walau begitu Nadine adalah sosok ceria bagaikan matahari pagi yang mampu membuat siapa pun merasa nyaman di sampingya. Termasuk Kanaya, si putri es itu. Kanaya, Sahabat Nadine selalu menemani dan menolong Nadine dalam keadaan apapun terlebih saat Devano, saudara kembarnya itu pergi entah kemana. Akankah Bhumi berhasil menjawab semua pertanyaannya dan kembali kepada kehidupannya yang dulu setelah semua pertanyaannya terjawab?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan