Mendua Tanpa Hati 1 free

75
20
Deskripsi

Lirih Indra Ahmad mengucapkan ijab untuk putrinya di ruangan serba putih dengan infus yang terpasang dan bantuan oksigen yang masih terpasang dihidung dengan perasaan bahagia ketika putri keduanya bisa ia nikahkan.

post-image-648c8c7547a3c.jpg
post-image-648c8cbcee704.jpg

Part 1

 

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau ananda Khalif Nataka bin Tanjung Nataka dengan anak saya yang bernama Ivona Qirani dengan maskawinnya berupa uang tunai dua juta dua puluh ribu dan mas kawin 20 gram emas, tunai.”

 

Lirih Indra Ahmad mengucapkan ijab untuk putrinya di ruangan serba putih dengan infus yang terpasang dan bantuan oksigen yang masih terpasang dihidung dengan perasaan bahagia ketika putri keduanya bisa ia nikahkan.

 

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Ivona Qirani binti Indra Ahmad dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.”

 

Lantang Khalif mengucapkan Kabul dengan sangat meyakinkan dalam satu tarikan napas dan ketegangan yang tergambar dari raut wajah pria itu.

 

“Sah!”

 

“Sah!”

 

“Sah!”

 

Pengesahan para saksi memenuhi ruangan diakhiri doa dari penghulu yang memimpin ijab Kabul malam ini.

 

Sekarang, Ivona mematut dirinya di depan cermin dan menghapus makeup yang masih menempel sebelum beristirahat malam ini.

 

Pintu kamar mandi terbuka, aroma maskulin menyeruak menyapu hidung dan begitu tajam tercium. Pria dengan handuk yang dililitkan ke pinggang dan rambut yang masih meneteskan air kini menoleh dan mendapati tatapan Ivona yang tak berkedip melihatnya.

 

“Jaga matamu, apa kau tahu cinta itu dari mata turun ke hati,” ujarnya santai melangkah sambil bersiul ke arah koper untuk mengambil baju ganti karena malam ini ia dipaksa untuk menginap di rumah keluarga Ivona untuk menemani ibunya yang hanya sendiri.

 

Ivona memutar bola mata malas mendengar hal itu, percaya diri sekali Khalif kalau dirinya akan jatuh cinta pada pria yang ia ketahui memiliki kekasih sebelum pernikahan terpaksa ia jalani.

 

“Dari mata turun ke hati, yakin?” tanya Ivona melirik sinis.

 

“Ya, sangat yakin.”

 

“Salah besar kalo Mas Khalif bicara seperti itu, karena nyatanya cinta bisa datang dari dompet naik ke hati bukan dari mata turun ke hati,” sahut Ivona dengan nada mencibir.

 

“Sial! Beraninya menyahut ucapanku,” gerutu Khalif tertahan dalam hati dan Ivona kini berdiri dan menatap balik tatapan tajam Khalif yang ditujukan ke arahnya.

 

“Asal Mas Khalif tahu, Ayah menikahkan aku karena yakin hidupku terjamin tujuh turunan nantinya.”

 

“Ya! Aku tahu, Papa memaksaku menikahi anak sahabatnya pun karena ingin berbagi sedikit rezeki untuk keluarga kalian.”

 

Mata Ivona membeliak tajam mendengar apa yang dikatakan Khalif, menghina sekali pria ini! Tetapi, ia tetap tenang dengan dehaman kencang dan satu sudut bibir yang terangkat. Harus dikasih hukuman, Ivona membatin.

 

“Wah! Baik sekali keluarga Mas Khalif.” Ivona memajukan tubuh, terbersit sebuah ide untuk pria sombong di hadapannya saat ini. Tanpa malu, Ivona melingkarkan tangan ke belakang leher Khalif yang tubuhnya kini berubah kaku.

 

Tanpa ragu Ivona mengikis jarak di antara keduanya, wajahnya semakin dekat. Pakaian Ivona cukup mengundang dengan gaun tidur satu tali hingga memperlihatkan kulit mulus wanita yang baru ia nikahi.

 

“Apa yang ingin kamu lakukan? Mundur!” pinta Khalif dan Ivona bergeming dengan seringai yang semakin jelas.

 

“Ngasih tanda terima kasih untuk kebaikan keluarga Mas Khalif pada keluargaku karena niat baik yang ingin berbagi rezeki,” sahut Ivona santai padahal ia ingin mengacak-acak wajah tampan Khalif saat ini juga karena merasa terhina.

 

“Jangan macam-macam, aku punya kekasih dan aku nggak akan mengkhianatinya.”

 

“Tapi kita halal loh, masa ngebela kekasih yang belum halal,” ledek Ivona tertawa, tetapi sialnya membuat Khalif semakin ngeri saat tawa Ivona malah membuat wanita itu semakin terlihat cantik dengan mata menyipit.

 

“Jangan main-main Ivona,” desaknya.

 

“Santai, Mas.”

 

“Aku nggak bercanda.”

 

“Aku serius kok, nggak bercanda. Malam pertama bagaimana kalau kita test, apakah ada yang tegak tapi bukan keadilan. Ada yang mengeras tapi bukan tiang,” kelakar Ivona lalu melirik ke arah bawah dan seketika Khalif menurunkan pandangannya juga.

 

“Sial!” rutuknya dan kali ini Ivona terkikik melihat wajah Khalif yang merah padam, entah malu, entah marah. Apa pedulinya?

 

 

~Bersambung~

 

Vote dan komentar ya biar semangat up-nya, terima kasih. ♥️

 

 

“Bukan Cinta Terlarang” sudah TAMAT ya. 

 

post-image-63dfd0543b08b.jpg

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Mendua Tanpa Hati 2
59
9
Baca part free di kategori judul “Kau... argh!” geramnya tertahan saat wajah tertimpuk bantal yang dilemparkan Ivona
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan