[BAB 1] Pertama dan Terakhir [NR-MJ]

3
0
Deskripsi

NOREN x MARKMIN/MARKJAEM

BAB 1


Kaki berbalut sepatu flat putih terus berlari menyusuri lorong panjang dengan pilar-pilar yang tinggi, gaun putih selutut beterbangan mengikuti setiap gerakan pemakainya, rambut coklat panjang tergerai dengan indahnya, suara lelah terdengar, tapi tak menghentikan larinya yang semakin kencang.

Tujuannya sebentar lagi sampai, pintu besar yang ada diujung lorong tempat dimana dia berlari langkahnya terhenti, satu tangannya memegang dadanya untuk menenangkan hatinya.

Bisa kah dia melalui ini?, itu yang dipikirkannya, sebelum dia membuka pintu dan saat dia membuka pintu, dia bisa melihat pujaan hatinya ada didalam sana, menatapnya bersama dengan orang-orang yang sangat dikenalnya.

"Maafkan aku" ucapnya, gadis yang tadi berlari itu menghampiri lima orang yang lebih dulu berada dalam ruangan.

Tangan gadis itu memegang sesuatu, sebuah surat yang langsung diberikan oleh pria yang menjadi ayahnya

"Eonnie memberikan surat ini padaku, dia bilang untuk memberikan pada kalian, maaf" dia menunduk dan tak berani kembali mengangkat wajah, ada raut cemas diwajahnya.

Ayah gadis itu membuka suratnya, sebuah surat yang ternyata akan menghancurkan hari yang harusnya menjadi hari yang membahagiakan ini, dan itu jelas membuatnya emosi.

"Mengapa kau baru berikan surat ini sekarang! " Suara itu terdengar sangat berat dan menekan.

Gadis itu hanya diam, dia tidak tau harus menjawab apa, pria yang menjadi ayahnya ini terlihat seperti mengadilinya, padahal dia sendiri tidak tau isi dari surat tersebut.

"JAWAB AKU RENJUN!" gertak ayahnya

Dan gadis yang bernama Renjun itu sontak mengangkat wajahnya karena terkejut "eonni baru memberikan padaku pagi ini, dan eonnie mengatakan padaku, jika aku harus memberikan pada kalian ketika kita sudah sampai kesini"

Seorang pria yang lebih muda mencoba maju, dan mencoba meminta ketegasan tentang apa yang terjadi, "kemana dia pergi? "

Renjun menggeleng, dia memang tidak tau "dia memberikannya, dan kemudian dia pergi tanpa memberitahuku kemana tujuannya"

"Kau benar-benar tak curiga? "

Renjun sekali lagi menggeleng polos, dia hanya tau jika kakak wanitanya akan menikah dengan pria muda yang ada dihadapannya ini pergi dengan mobil dan membawa satu koper besar.

Orang tua Renjun hanya bisa meminta maaf dan tidak bisa menahan malu, mereka juga tidak tau apa yang harus mereka lakukan untuk bertanggung jawab atas kekacauan ini.

Wanita yang menjadi ibu dari pria muda itu mendekati anaknya, dan menatap calon besannya "apa kita harus membatalkannya? Bagaimana dengan tamu undangan yang sudah mulai berdatangan? Jika dibatalkan perusahaan dan keluarga kita akan menanggung malu"

Pria muda itu juga berpikir yang sama, dia juga akan menanggung malu karena pernikahannya batal, terlebih ini adalah harapannya untuk menunjukan kepada semua teman-temannya, jika dia bisa menjadi pria yang baik.

"Aku benar-benar kecewa" itu suara ayah pria yang akan menjadi calon pengantin "harusnya kau bisa lebih menjaga anak mu dan mengajarinya cara menghargai orang lain"

Ayah Renjun tentu tidak terima disalah kan, biar bagaimana pun, anak wanitanya adalah anak yang baik dan sangat sopan, mungkin kesalahannya adalah terlalu cepat memutuskan untuk menikahi anak kesayangannya tersebut

"jaga bicara mu! anak ku adalah anak yang sangat baik, hanya saja mungkin salahku karena terlalu memaksakannya untuk menikahkannya terlalu cepat!"

Kedua Pria yang lebih tua memulai perdebatan, sedangkan calon pengantin pria terlihat gerah dengan perdebatan mereka, dengan suara tegas dia menghentikan perdebatan kedua pria tua yang ada bersamanya

"BISA KALIAN DIAM! semua tidak akan selesai hanya dengan perdebatan kalian"

Kedua pria paruh baya itu menatap pria dengan stelan jas hitam tersebut, mencoba menahan emosi dan mengikuti saran pemuda tersebut.

"Jika pernikahan ini batal, akan merugikan kedua belah pihak" jelas pemuda itu, dan semua setuju dengannya, "jadi pikirkanlah solusi agar pernikahan ini terus berjalan"

Semua berpikir untuk mencari calon pengantin yang pergi, tapi waktu terlalu mendesak untuk bisa menemukannya.

Wanita yang menjadi ibu dari pria muda itu mulai memperhatikan Renjun yang sejak tadi menunduk, menutupi wajah mungilnya dari rambut coklat lurusnya yang panjang.

"Bukankah kau adiknya Winwin? " Winwin itu adalah nama calon pengantin yang kabur.

Renjun mengangguk, masih tidak berani mengangkat wajahnya.

"Jeno, eomma punya ide"

Jeno, pria yang berperawakan tegas, dengan wajah tampan dan berhidung mancung itu mengerutkan keningnya, mengapa perasaannya jadi tidak enak?

"jangan bilang... "

"Kita tidak punya pilihan lain nak"

"Tapi Renjun masih sekolah" sela wanita yang menjadi ibunya Renjun.

"Aku tau, tapi hanya dengan cara ini kita bisa menghindari malu"

Semua memulai berpikir setuju, mereka itu orang terhormat dan bermartabat, tapi Jeno sendiri merasa risih, bagaimana bisa dia menikah dengan anak sekolah, dan jika dilihat, gadis SMA ini tidak lah menarik.

"Yang benar saja! " oh ayolah dia ini sudah berumur 27 tahun "Aku tidak mau!"

"Jeno, pikirkan tentang keluarga dan perusahaan kita"

Benar juga, perusahaan dan keluarga akan menanggung malu, tapi yang lebih parah, dia pasti akan mendapat ejekan dari teman-temannya, tapi apa tidak masalah jika dia menikahi anak sekolah? temannya pasti akan lebih parah mengejeknya jika mereka tau.

"Kita bisa mendandaninya agar lebih terlihat dewasa, dan kita bisa membuat media tidak meliput tentang pernikahan mu, kita bisa mengusahakan untuk tidak mengizinkan satu orang pun menyebarkan foto pernikahan mu Jeno" jelas ibunya, perusahaan mereka adalah perusahaan besar, jadi semua akan ada risikonya jika media tau tentang anaknya yang menikahi seorang anak sekolah.

"Dan foto mu bersama Winwin, kita bisa menariknya dan tidak memasangnya" tambah ibunya.

Jeno kembali diam, dia menatap Renjun yang tidak mengangkat wajahnya, dia mengenal gadis ini hanya sebagai adik Winwin calon pengantinnya yang sekarang kabur karena mimpinya.

Bertemu pun hanya sekali ketika dia makan malam dirumah gadis ini, dan Jeno kemudian memejamkan matanya jika mengingat Renjun bukanlah gadis yang cantik

"apa tidak ada perempuan lain? "

Semua orang tau jika Jeno akan menikahi keluarga Huang, akan sangat merepotkan jika tiba-tiba Jeno menikahi gadis yang bukan dari keluarga Huang

"Saeron, dan gadis itu masih sekolah dasar" jelas ibunya, Saeron itu adik terakhir Winwin, yang umurnya masih 10tahun.

Jeno kembali menghela nafas, dan akhirnya dia pasrah "apa kau setuju? " Jeno bertanya pada Renjun, yang masih belum mengangkat wajahnya.

Awal pertama bertemu dengan Jeno, dia sudah menyukai pria ini, Jeno adalah pria yang tampan yang selalu ada dalam mimpinya, tapi sayangnya akan menjadi kakak iparnya.

Tapi ketika kesempatan untuk menikahi pujaan hati mu ada didepan mata, mengapa harus menolak? bukankah ini adalah sesuatu keajaiban untuknya? padahal dia hanya berdoa untuk bisa mendapatkan pasangan seperti Jeno dan tanpa disangka semua nyata.

Jadi sebelum kesempatan itu pergi, Renjun langsung mengangguk semangat "aku mau dan aku tidak keberatan"

.
.
.
.

Ini hari senin, dimana semua orang sudah mulai beraktivitas, liburan musim panas juga sudah selesai, hari ini adalah hari pertama anak-anak masuk sekolah setelah liburan musim panas.

Langkah kaki cantik dan panjang itu berjalan menuju sekolah, ditaman dia masih melihat beberapa junior sedang dinasehati panjang lebar oleh seniornya, sama sepertinya dulu yang sempat diberi nasehat dan sempat juga di buli habis-habisan, dan sampai akhirnya yang membuli itu menyerah padanya, dan sekarang dia sekolah dengan tenang tanpa ada lagi Bulian.

"harusnya mereka bisa lebih tegas dan galak" dia terkekeh mengingat kejadian lalu, bersyukur sifat jahat ibunya menempel padanya dan nasihat untuk tidak menjadi lemah dijalaninya.

Penampilannya yang cupu tidak menarik beberapa siswa untuk menyapanya, tapi dia tidak perduli, dia hanya tersenyum karena hatinya sedang bahagia.

Gadis berpenampilan cupu itu langsung duduk disamping sahabatnya ketika dia sampai dikelas nya, gadis yang selalu satu kelas dengannya sejak mereka sekolah ditaman kanak-kanak.

Keningnya yang terlihat jelas karena rambut terbelah dua dan terkepang dua mengerut, melihat wajah sahabatnya yang terlihat lebih ceria, meski sedang melamun menatap jendela.

"Wah... Ada hal baik apa yang terlewatkan olehku?" dia menyudutkan sahabatnya, menatap terus wajah berjerawat sahabatnya, tidak perduli jika sahabatnya itu terkejut atas kehadiran tiba-tiba dirinya.

"Menjauh lah Na" sahabat kecilnya, perempuan itu mendorong lembut dirinya.

Jaemin dan biasa dipanggil Nana adalah nama wanita cupu itu, dia tersenyum jahil pada pada sahabatnya.

Jaemin kemudian merajuk "oh ayolah Renjunie, ada hal baik apa sampai-sampai wajahmu berseri-seri seperti ini? "

Renjun, sahabat dari wanita yang berpenampilan cupu itu kembali menunduk, pipinya yang merah karena jerawat menjadi lebih memerah karena malu.

"Aku ingin menceritakan padamu, tapi berjanjilah untuk tidak mengatakannya pada siapapun"

Jaemin sangat bersemangat mengangguk, selama liburan dia memang tidak bisa menghubungi Renjun, karena dia harus berada didesa yang tidak ada sinyal disana.

Renjun melihat kesekeliling ruangan kelasnya, kelas masih belum terlalu ramai, karena mereka berdua memang selalu datang lebih awal.

"Sebenarnya... Aku... " Renjun masih ragu untuk mengatakannya, dia hanya terlalu malu "tapi.. Ini benar benar rahasia" Renjun kembali diam, dan dia melihat kembali ruangan kelasnya.

"Oh.. Ayolah Renjun, kau benar-benar membuat ku penasaran"

Renjun kemudian mendekati telinga Jaemin, dan mulai berbisik "aku sudah menikah" dan kemudian Renjun senyum malu-malu.

Dalam kacamata tebalnya, Jaemin melebarkan matanya, menatap Renjun tak percaya "benarkah? dengan siapa? Bukan kah kakakmu yang akan menikah? tapi mengapa bisa- "

Jaemin adalah teman satu-satunya yang dimiliki Renjun, dan mereka selalu berbagi informasi tentang diri mereka satu sama lain, jadi Jaemin akan selalu tau tentang Renjun dan sama halnya dengannya, Renjun juga akan selalu tau tentang Jaemin.

"Sebenarnya kakakku tidak jadi menikah"

"Benarkah! " itu sebuah kejutan lagi untuk Jaemin.

Renjun mengangguk "kakakku pergi untuk mencapai mimpinya, jadi- " Renjun kembali menunduk malu "aku yang menikah dengan Jeno oppa"

Mulut Jaemin yang seksi itu terbuka lebar, matanya kembali membulat, dia sangat terkejut, dia tau siapa itu Jeno, tau karena Renjun selalu bercerita tentang Jeno adalah pujaan hati sahabatnya itu, tapi juga calon kakak ipar Renjun.

"Benarkah? "

Renjun kembali mengangguk "ingat! jangan katakan pada siapapun"

Jaemin mengangguk semangat, dia tersenyum bahagia kepada sahabatnya dan memeluk Renjun "selamat Renjun, seharunya aku tidak pulang kampung saja, aku jadi melewatkan hari bahagia mu"

"Tidak masalah, karena aku juga tidak tau jika ini akan terjadi" semua masih seperti mimpi saja ketika dia berjalan dialtar pernikahan diiringi ayahnya, dan Jeno yang menunggu didepan mimbar pernikahan, mereka yang mengucapkan janji pernikahan, tamu-tamu yang datang bertepuk tangan untuk mereka dan yang terakhir...

Jeno yang...

Ah..

Renjun kembali malu, dan melepaskan pelukannya bersama Jaemin.

"Na, bisa kau perhatikan bibirku? "

Jaemin menaikan kedua alisnya "mengapa aku harus melakukannya? "

Renjun menggigit bibir bawahnya "itu karena Jeno oppa.. Sudah.. Mmm... Mencium bibirku"

Jaemin itu sudah bertunangan sejak kecil, sejak dia sekolah dasar.

Tapi mengapa Renjun lebih beruntung darinya?

Jaemin tentu saja kembali terkejut, sebuah kemajuan untuk Renjun, padahal dikiranya Renjun akan lama mendapatkan pasangan karena Renjun itu sangat pemalu.

"Kau sangat beruntung Njun"

Jeno itu pria yang sangat tampan, mereka berdua pernah mencari tau tentang Jeno diinternet, setelah Renjun bilang jika kakaknya akan menikahi pria yang sangat tampan, dan Renjun juga menyimpan banyak photo Jeno diponselnya.

Renjun jadi malu-malu lagi, "bagaimana? Bibir ku berubah tidak? "

Menurut kepercayaan mereka berdua yang tidak tahu menahu tentang hubungan pacaran dan hubungan intim, mereka mengira jika berciuman akan bisa merubah bentuk bibir, jadi jelas Renjun mengeceknya berkali-kali, dan menurut pendapatnya "aku sudah mengeceknya, tapi tidak ada yang berubah sih"

Jaemin yang sudah mengeceknya setuju dengan pendapat Renjun itu "kenapa bisa ya? Padahal ibuku bilang akan berubah setelah berciuman"

Mereka berdua sudah sering dinasehati oleh ibunya Jaemin, terutama Jaemin yang jelas-jelas dijaga sekali oleh orang tuanya.

Tidak perduli itu benar atau hanya bualan, mereka sangat percaya dengan orang tua itu.

"Lalu bagaimana rasanya? " Tanya Jaemin penasaran, meski dia sudah bertunangan, dia belum pernah merasakan yang namanya berciuman "apa yang kau lakukan saat dia menciummu?" Tanyanya lagi.

Renjun menggigit bibir bawahnya, dia masih dalam keadaan malu-malu menjawab, teman satu kelasnya yang sudah mulai berdatangan sendiri tidak terlalu memedulikan interaksi kedua gadis itu, mereka sudah terbiasa dengan kehebohan dua gadis pintar itu, lagi pula menurut mereka, tidak ada yang menarik dari pembicaraan kedua gadis pintar dan cupu itu.

"dia menempelkan bibirnya padaku, dan rasanya aku seperti tersengat listrik"

Jaemin membuka lebar mulutnya, sudah berapa kali dia melakukannya, sampai tidak terasa kelas ramai dan guru sudah mulai masuk kelas.

.
.
.
.

Sudah seminggu dia menikah, kehidupan setelah menikah juga tidak ada yang berubah, semua sama saja, dikiranya hidupnya akan lebih membaik, tapi karena calon istrinya kabur, semua jadi tak seindah khayalannya.

Pekerjaan yang ada di hadapannya juga masih saja banyak, dia hanya menjadi kepala bagian disini, meski kenyataan dia adalah anak pemilik perusahaan, dia hanya ingin belajar lebih banyak.

"Kau baik-baik saja? "

Seorang wanita cantik bertanya padanya, duduk didepan mejanya dan memberikan sebuah dokumen padanya.

Jeno hanya menghela nafas "tidak, aku benar-benar sangat lelah" dia lembur kemarin, dan pulangnya juga sudah sangat malam, harus bangun pagi sekali karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan.

Wanita yang menjadi rekan kerjanya itu mengangguk "seharusnya kau bisa lebih bahagia setelah menikah"

Jeno hanya tersenyum menanggapinya, dalam hatinya, dia sendiri tidak tau mau dibawa kemana nasib rumah tangganya.

Seorang pria tampan menghampiri mereka berdua, jas hitam dan mahalnya memperlihatkan jika dia bukanlah dari orang biasa, senyum menawannya selalu saja membuat hati para wanita yang melihatnya terpesona.

Jeno yang melihat kedatangannya hanya bisa memutar malas matanya , dan kembali fokus pada pekerjaannya.

Sedangkan wanita yang duduk dihadapan Jeno itu jauh lebih tertarik membalas sapaan pria yang kini sudah duduk disampingnya

"kapan kau pulang Mark? "

"Kemarin" jawab pria yang baru datang, dan pria ini bernama Mark, tubuh tinggi tegap dan tatapan matanya selalu membuat hati para wanita meleleh, dia baru saja dari jepang.

Jadi, ketika Jeno menikah dia tidak bisa menghadirinya, padahal mereka berteman sejak sekolah SMA.

"Bagai mana pernikahan mu? lancarkan? "

"Lancar" Jeno tidak ingin membahas lebih jauh karena Mark itu terkadang sangat menyebalkan dalam beberapa hal, meski mereka berteman cukup lama.

"Sayang sekali aku tidak bisa melihat calon istri mu yang cantik itu" Mark pernah bertemu Winwin beberapa kali, dan menurutnya Winwin memang gadis yang sangat cantik.

Diingatkan begitu, semangat kerja Jeno jadi menurun, Winwin nya yang cantik pergi begitu saja hanya karena mimpi yang ingin dicapainya

"ku dengar kerja sama mu berhasil" Jeno mencoba mengalihkan pembicaraan, dia memberikan dokumen pada wanita yang ada dihadapannya setelah selesai dilihatnya "kau berikan ini pada direktur Lee"

Wanita itu mengangguk dan kemudian pergi setelah memberi salam.

"Itulah hal yang membuat ayah ku menyayangi ku" sombong Mark, dia melihat Jeno yang terlihat lesu "sebenernya apa yang terjadi padamu? Kau benar-benar terlihat tidak bersemangat, berbeda sekali ketika ingin menikah"

Jeno menghela nafas dan memijit pelipisnya "aku tidak ingin membahasnya, lalu apa yang kau lakukan disini? "

Mark itu tidak bekerja diperusahaan Jeno, Mark juga keturunan orang kaya, dan perusahaannya juga perusahaan yang besar, jika Jeno hanya kepala bagian, Mark sudah menjabat sebagai direktur.

"Aku ada urusan disini, dan sekalian memberi selamat padamu, aku kan tidak menghadiri pernikahan mu"

"Terimakasih, dan sekarang kau boleh pergi"

"Yee.. Mana bisa seperti itu, setidaknya teraktir aku makan dirumah mu, kau kan sudah punya istri sekarang"

Diingatkan istri lagi, kenapa Jeno jadi menyesal sudah memutuskan menikah "kapan-kapan saja, akhir-akhir ini aku sedang sibuk"

"Oh ayolah"

"Tidak"

Mark berdecak, tak lama ponselnya berbunyi dan mengharuskan dia pergi "pokoknya aku tunggu undangan kerumah mu" setelahnya, Mark berdiri dan pergi.

Setelah kepergian Mark, Jeno jadi memikirkan calon istrinya yang pergi, pernikahan mereka juga memang awalnya dijodohkan, tapi dia menyukai wanita itu sejak pertama kali dia melihatnya, wajahnya yang cantik dan tutur katanya yang sopan dan terlihat berpendidikan, otaknya yang pintar dan wawasannya juga luas, sederhana dan penyayang.

Jeno sebelumnya pria yang nakal, suka ke klub malam dan berganti-ganti wanita, orang tuanya juga berpikir jika anaknya mungkin tidak akan pernah menikah.

Hingga pada suatu saat, dia melihat seorang anak kecil yang menghampirinya ketika dia sedang berada dirumah makan sederhana, anak itu menatapnya polos dan memanggilnya appa.

Dan saat itulah timbul rasa ingin menjadi seorang ayah, dan dia memutuskan untuk menikah, menjadi pria yang baik dan memiliki keluarga yang bahagia, dan saat itu dia merasa sangat beruntung karena ibunya memperkenalkannya dengan Winwin.

Jeno menyandarkan tubuhnya pada bangkunya, apa wanita itu tidak menyukainya? padahal sebelumnya mereka terlihat baik-baik saja, dan Winwin juga terlihat tertarik padanya.

Jeno bangkit dari bangkunya, dan pergi untuk makan siang, perutnya jadi lapar karena memikirkan masalahnya.
.
.
.
.
.
Di jam istirahat sekolah,
Jaemin dan Renjun bisanya akan makan siang dikantin, tapi karena mereka harus membicarakan hal yang penting dan sangat rahasia, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk pergi kehalaman belakang sekolah, tempatnya sejuk dan dijamin aman untuk curhat, bersyukur karena setiap hari Jaemin dibuatkan bekal oleh ibunya yang baik hati.

Sambil makan, Renjun memulai curhatannya "kau tau apa yang harus dilakukan seorang istri? " Renjun masih sekolah, saat dirumah, dia tidak terlalu memperhatikan orang tuanya.

Jaemin mengingat semua petuah yang diberikan ibunya soal tugas seorang istri, meski baru masukan tentang yang umum "ibu ku bilang, istri mengurus suami dengan baik"

"Caranya? " Renjun memasukkan makanan kedalam mulutnya.

Sambil mengunyah makanan Jaemin kembali berpikir "memasak makanan untuk nya setiap hari"

"Tapikan aku tidak bisa masak"

Benar juga, Renjun mana pernah menyentuh dapur, kalaupun pernah itu hanya untuk mencari makanan yang sudah matang.

"Kau harus belajar"

Renjun menganggukan kepalanya, dia anak pintar jadi kemungkinan akan mudah baginya untuk belajar memasak

"lalu apa lagi yang harus aku lakukan?"

"Mencuci pakaiannya, memijitnya jika dia lelah dan -" Jaemin menjelaskan semua hal yang dia tau pada Renjun secara rinci, dan elama Jaemin menjelaskan, Renjun hanya mendengarkan dengan baik, dia tidak perlu mencatatnya karena dia pasti akan mengingat semuanya.

"Banyak juga ya, bagaimana bisa kau tau semuanya?"

"Kau lupa bagaimana ibu ku, dia selalu menginginkan ku untuk menjadi seorang istri yang baik untuk Mark oppa"

Mark itu tunangan Jaemin, biasanya mereka bertemu cuma setahun sekali, hanya saja, sudah tiga tahun ini mereka belum bertemu, itu dikarenakan katanya Mark selalu sibuk bekerja.

"Kau beruntung sekali"

Mulut Jaemin yang sedang mengunyah berhenti, dia menatap sahabatnya yang raut wajahnya berubah seketika, dia tau apa yang dipikirkan Renjun

"bisa kau buang jauh wajah memelas mu itu?"

Renjun menatap Jaemin dan kemudian tersenyum "apa aku harus melakukan semuanya? "

Jaemin mengangguk "tentu saja, kau kan seorang istri, lalu apa yang sudah kau lakukan selama ini untuk suami mu? "

Renjun menggeleng dengan tidak semangat "tidak ada, untuk saat ini aku masih tinggal dirumah ku"

Jaemin kembali mengangguk "jadi kau dan Jeno oppa tinggal dirumah mu? Ku kira kau akan langsung tinggal dirumah suami mu"

Renjun menggeleng "hanya aku, tidak dengan Jeno oppa"

"Apa maksud mu? "

"Aku tinggal dirumah ku, sedangkan Jeno oppa tinggal dirumahnya"

Jaemin yang sedang makan tersedak"bagaimana bisa? Kalian terpisah setelah menikah?" Jaemin sangat terkejut, setaunya, orang menikah pasti tinggal dirumah yang sama, ibunya juga mengatakan itu ketika dia mengatakan merindukan Mark.

Renjun kembali mengangguk "mereka bilang aku masih sekolah, jadi aku tidak boleh tinggal bersamanya" itu hanya alasannya saja, tapi nyatanya Renjun memang tidak tau apapun tentang kejadian itu, yang dia tau, ketika acara selesai, dia mengganti bajunya dan dia langsung ikut pulang bersama orang tuanya, sedangkan Jeno, dia sudah tidak pernah melihatnya lagi setelah acara pernikahan mereka selesai.

"Benar juga sih, kau masih sekolah ya" Jaemin diam dan tak lama menatap Renjun lagi "tapi bagaimana kau menjalani tugas seorang istri jika kau tidak tinggal bersamanya? "

"Aku juga tidak tau" jawab Renjun benar-benar tidak bersemangat.

"Kau tau nomer telponnya? "

Renjun menggeleng, pernikahan mereka kan mendadak, jadi mana dia tau nomer telpon Jeno, bertanya pada orang tuanya juga tidak mungkin.

Jaemin menghela nafas, jika tidak ada nomer telpon juga sulit, dia juga tau Renjun tidak mungkin bertanya pada kakaknya ataupun orang taunya.

Akhirnya Jaemin yang pintar mencoba mencari solusi.

"Ah.. Bagaimana kita kerumahnya? "

"Kerumahnya? "

Jaemin mengangguk semangat "bukankah kita pernah mencari tau semua tentang Jeno oppa diinternet?"

Mereka berdua menemukan hampir semua informasi tentang Jeno diinternet, dan disana tertera alamat rumah Jeno juga, hanya saja mereka memang tidak menemukan nomer telpn Jeno.

"Haruskah kita kesana? " Tanya Renjun sedikut ragu, meski senang, tapi hatinya sedikit cemas, mungkin karena hatinya tiba-tiba berdebar kencang.

Jaemin mengangguk lebih semangat "ini hari pertama sekolah, jadi aku yakin kita akan pulang cepat"

Senyum Renjun sampai memperlihatkan gigi giginya yang putih, pipinya yang sedikit caby sampai terangkat, dia sangat senang dan tiba-tiba jadi tak sabar untuk bertemu dengan Jeno.
.
.
.
.
.
Tapi kenyataannya, mencari alamat tidak lah semudah perkiraan mereka berdua.

Seperti nya, sudah hampir dua jam mereka berdua mengelilingi komplek perumahan mewah ini dan tidak menemukan rumah Jeno, apa mereka salah alamat ya?

"Kau yakin kita tidak salah tempat? "

Renjun sangat ingat alamat rumah Jeno yang dia lihat diinternet "tentu saja, kecuali jika diinternet salah mencantumkan alamat"

Dan tiba-tiba mereka saling bertatapan dan menghela nafas lelah, harusnya mereka berdua tidak terlalu percaya dengan internet dan terlebih sumbernya tidak jelas.

"Jadi apa yang harus kita lakukan? "

Renjun menggeleng lemah, hari juga sudah hampir malam "aku akan cari tau dulu, siapa tau kakakku menyimpan alamatnya dikamarnya"

Pencarian yang tidak menghasilkan apapun untuk saat ini, padahal besok sekolah sudah mulai normal lagi

"ya sudah, jika ketemu, kita mencarinya hari minggu saja, jika sekolah libur akan banyak waktu untuk menemukannya"

Renjun setuju, mereka sudah kelas tiga, jadi kemungkinan mereka akan lebih lama dikelas karena ada pelajaran tambahan.

"Kita cari makan dulu sebelum pulang"

"Kau yang traktir ya"

"Baiklah... "

 

 

Bersambung ...

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya [BAB 2] Pertama dan Terakhir [NR-MJ]
3
0
NOREN x MARKMIN
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan