02 - I Raised The Son Of A Gangster Leader

23
0
Deskripsi

Bagi Hannah menjadi seorang novelis dan komikus bukan hanya sekedar menyalurkan hobi, melainkan sudah menjadi tujuan hidup dan bahkan Hannah sudah mendedikasikan dirinya untuk mengabdi menjadi seorang novelis dan komikus sampai masa senjanya.

Namun semua itu perlahan berubah saat dirinya tidak sengaja bertemu dengan seorang anak laki-laki berusia tiga tahun yang menangis di area taman bermain komplek apartemen dan membuat dirinya berakhir dirumah megah milik seorang ketua gangster yang ternyata merupakan...

“Paman Zayyan!”

Hannah yang masih menggendong anak laki-laki pun melambaikan sebelah tangannya saat melihat seorang pria paruh baya berpakaian lengkap seragam kepolisian sedang berada di pos pengamanan.

Zayyan yang tengah berjaga di pos pengaman melongokan kepala keluar dari pintu pos penjagaan saat mendengar namanya di panggil dan melihat sosok Hannah tengah menggendong seorang anak laki-laki.

“Hei nak! Ternyata hari ini tanggal kamu keluar dari unit apartemen ya.” Ujar Zayyan saat Hannah kini sudah berada tepat di hadapannya. Namun tatapannya teralihkan pada sosok anak laki-laki yang tengah di gendong oleh Hannah dan kini tengah memakan sebuah eskrim.

Hannah terkekeh pelan mendengar perkataan Zayyan. “ Ya begitulah paman. Aku harus kembali menyetok persediaan untuk dua minggu kedepan.”

Zayyan pun menganggukan kepala dan tatapan matanya kembali mengarah pada anak laki-laki yang di gendong Hannah.

“Anak kecil ini apa dia keponakan mu?”

Hannah yang mengerti maksud dari Zayyan pun menggelengkan kepalanya. “Bukan Paman, seperti nya anak ini terpisah dari orangtua nya. Aku bertemu dia di taman bermain apartemen sedang menangis.”

Kedua bola mata Zayyan membulat terkejut mendengar perkataan Hannah. “Apa? Benarkah itu? Lalu apa dia penghuni gedung apartemen juga?”

Hannah kembali menggelengkan kepalanya. “Sepertinya bukan, karena tadi aku bertanya, dia bilang bukan berasal dari unit apartemen.”

Zaayyan terdiam sesat di tempatnya, lalu sedikit membungkukan badan agar wajahnya sejajar dengan anak laki-laki digendongan Hannah.

 “Halo adik kecil. Paman adalah petugas kepolisian. Apa paman boleh mengetahui siapa namamu?” Tanya Zayyan selembut mungkin menganggap dirinya tengah berbicara dengan sang cucu di rumah.

Anak laki-laki yang saat ini sedang berada di gendongan Hannah pun terdiam sesaat di tempatnya, lalu mengarahkan tatapan matanya kearah Hannah.

Hannah yang melihat dirinya di tatap oleh sang anak laki-laki pun berdeham pelan.

“Kamu tidak perlu takut, paman ini orang baik, karena dia petugas kepolisian yang akan membantu mu kembali pulang kerumah.”

Mendengar kata Rumah, anak laki-laki yang berada di gendongan Hannah pun menggelengkan kepalanya cepat. Membuat Hannah dan Zayyan saling melemparkan tatapan heran.

Lalu jika kau tidak ingin pulang, kau akan pergi kemana??

Ingin sekali Hannah bertanya seperti itu kepada sang anak laki-laki, namun dirinya urungkan, karena yang ada anak itu nanti akan menangis lagi.

Zayyan yang ingin membantu Hannah pun, kembali membuka suaranya. “Nah jadi siapa nama mu anak tampan?”

Perhatian anak laki-laki dalam gendongan Hannah kini beralih kepada Zayyan, setelah dirinya mengetahui jika pria paruh baya di hadapannya ini bukanlah orang jahat.

“Ehm, Leo.”

Seulas senyum terulas diwajah Zayyan mendengar suara pelan anak laki-laki yang ternyata bernama Leo.

“Baiklah adik Leo. Jika adik Leo tidak ingin kembali pulang kerumah, nanti ayah dan ibu Leo akan khawatir.” Ucap Zayyan mencoba membujuk Leo agar anak itu mau memberitahukan dimana alamat rumahnya berada.

Leo dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Daddy cibuc celja, dia nda acan cali Leo! Mommy uga nda acan cali Leo!”

“Lalu jika Leo tidak mau pulang? Leo akan tidur dimana? Makan dimana? Mandi dimana? dan Bermain dimana?” Tanya Zayyan lagi.

Leo terdiam sesaat sebelum akhirnya memilih untuk menyandarkan kepala pada bahu Hannah, membuat Hannah membulatkan kedua bola mata terkejut mendengar perkataan yang keluar dari bibir mungilnya ini.

“Lumah kak Hannah!”

Tatapan mata Zayyan kini beralih menatap Hannah yang tengah terkejut mendengar perkataan Leo.

“Han, sebaiknya kamu jujur pada paman. Apa Leo ini anak kamu?”

Hannah yang tadinya terkejut mendengar perkataan Leo, kini justru merasa bulu kuduknya meremang setelah mendengar pertanyaan Zayyan.

“Yaampun paman! Punya kekasih saja tidak, mana mungkin aku bisa langsung memiliki seorang anak berusia tiga tahun?"

Zayyan terkekeh geli melihat reaksi Hannah, dirinya hanya tengah menggoda perempuan ini saja yang sangat jarang keluar untuk bersosialisi karena sibuk bekerja.

“Hmm, baiklah kalau begitu. Kita harus menunggu satu kali dua puluh empat jam hingga nanti ada informasi anak hilang sampai di kantor kepolisian.” Ujar Zayyan sambil menatap kearah Leo dan Hannah bergantian.

“Apa tidak bisa di percepat waktunya paman? Karena masih ada pekerjaan yang harus ku selesaikan.” Sahut Hannah  sedikit berbohong, karena dirinya tidak ingin berada terlalu lama bersama Leo.

“Sepertinya tidak bisa, karena peraturan pelaporan kehilangan orang itu satu kali dua puluh empat jam.” 

Hannah menggerutu dalam hati, karena itu sama saja dengan dirinya harus bersama dengan Leo sampai besok pagi.

“Lalu selama menunggu satu kali dua puluh empat jam, anak ini akan menunggu di kantor polisi ini kan paman?” Tanya Hannah dengan secercah harapan jika Zayyan membenarkan perkataannya.

“Ya itu benar. Tapi sepertinya anak ini akan merasa asing jika berdiam seorang diri di kantor polisi ini. Sebaiknya kamu ikut juga menemani dirinya.”

Hannah yang awalnya merasa senang mendengar perkataan Zayyan, namun seketika langsung merasa lemas karena dirinya harus ikut serta menemani Leo di kantor polisi.

“Hah, bagaimana jika aku membawa Leo ke unit apartemen ku saja paman? Aku rasa anak ini juga pasti akan merasa asing dan tidak nyaman bukan berada di kantor polisi?"

Zayyan terdiam sesaat memikirkan apa yang baru saja di katakan oleh Hannah.

“Hmm, ya sepertinya bisa, Tapi ada yang harus kita selesaikan dulu di dalam, sebelum kamu bisa kembali ke unit apartemen membawa anak ini.”

Dengan sedikit lesuh, Hannah menganggukan kepala menyetujui apa yang di katakan oleh Zayyan. Kini mereka bertiga berjalan memasuki bangunan kantor kepolisian untuk menyelesaiakan apa yang di maksud oleh Zayyan tadi.

***

Ceklek..

Teleleet.

Suara alarm pintu unit apartemen yang kembali terkunci terdengar saat Hannah sudah tiba di unit apartementnya bersamaan dengan Leo yang masih berada di dalam gendongan.

Meskipun merasa sedikit berat hati karena Leo masih harus bersama dirinya sampai kantor kepolisian menerima laporan anak hilang dari pihak keluarga Leo, namun Hannah harus tetap melakukannya, karena bisa saja dirinya akan di anggap tidak bertanggung jawab, meski dirinya tidak perlu bertanggung jawab sama sekali atas ini semua.

“Nah, baik Leo. Ini tempat tinggal kakak, jadi kamu harus patuh dengan perkataan kakak dan tidak boleh nakal.” Ucap Hannah memperingatkan Leo yang kini sudah duduk diatas salah satu sofa yang berada di ruang tamu. Hannah sedikit beruntung karena dirinya bukanlah orang yang jorok meski selalu mengurung diri didalam kamar berhari hari demi mengejar deadline Novel dan Komik nya.

Leo yang tengah duduk diatas sofa melayangkan tatapan matanya melihat kesetiap sudut unit apartemen tempat Hannah tinggal yang luasnya masih kalah dari ruang kamar tidurnya di rumah.

Setelah memperhatiak Leo duduk tenang di atas sofa, kini Hannah melangkah kaki berjalan menuju dapur, dimana kantung besar berisi belanjaannya tadi yang sudah di bawakan oleh pegawai minimarket berada.

“Leo, kamu tidak masalah bukan memakan makanan cepat saji?” Tanya Hannah sambil menunjukan satu plate bento yang biasa dirinya konsumsi.

Leo mengarahkan tatapan matanya kearah makanan yang baru pertama kali ini dirinya lihat. Karena dirumah selalu ada koki yang akan memasakan menu makanan untuk dirinya.

“Hmm, acu lacaa nda papa.” Jawab Leo yang di respon anggukan kepala oleh Hannah.

“Baiklah kalau begitu. Aku akan mengupaskan buah apel dan mangga dulu untuk mu.”

Leo memilih untuk tetap diam diatas sofa, dengan kedua manik mata yang kembali memperhatikan setiap detail sudut unit apartemen milik Hannah yang terlihat cukup polos karena tidak banyak hiasan.

Sedangkan itu Hannah yang tengah mengupas buah apel dan mangga untuk dimakan oleh mereka berdua, melirikan matanya memperhatikan apa yang tengah dilakukan oleh Leo.

“Jika kamu bosan, kamu bisa menyalakan televisi.” Ucap Hannah membuat tatapan Leo kini mengarah pada layar besar televisi di hadapannya.

“Untuk Remotenya ada diatas meja tepat di depan mu. Kamu bisa menyalakan televisi kan?” Ucap Hannah lagi sambil berkacak pinggang menatap kearah Leo.

Tatapan mata Leo beralih lagi dari televisi menuju meja di hadapannya dimana remote yang dikatakan oleh Hannah berada.

Saat dirinya benar-benar melihat sebuah remote yang dikatakan oleh Hannah, Leo beranjak dari duduknya untuk mengambil remote itu dan mengarahkannya pada layar televisi.

Seulas senyum puas merekah di wajah Hannah saat melihat Leo berhasil menyalakan televisi dan dirinya kembali melanjutkan kegiatan mengupas buah apel dan mangga.

Setelah selesai mengupas buah apel dan mangga, Hanna mengambil dua gelas kosong dan satu kotak susu dingin di dalam lemari pendingan untuk dirinya dan Leo.

Tap..

“Ini makanlah buah apel dan mangga. Kamu bukan anak kecil yang suka pilih pilih makanan kan?” Tanya Hannah yang di balas gelengan kepala oleh Leo.

“Daddy bilang calu mau cepat tumbuh becal, nda oleh pilih-pilih macanan.”

Hannah merasa puas mendengar perkataan Leo, ditambah lagi kini anak laki-laki itu sudah mengambil garpu dan menusuk satu buah apel yang memang sengaja dirinya potong kecil-kecil berbentuk dadu.

“Hmm, kurasa daddy mu akan segera menghubungi kantor polisi. Karena, mana mungkin ada orang tua yang membiarkan begitu saja anak kesayangan mereka menghilang dari rumah.” Ujar Hannah sambil menghibur dirinya sendiri.

Leo memilih untuk tetap diam sambil memakan buah-buahan dihadapannya.

“Cebenalna daddy nda tau calu Leo pelgi dali lumah.” Cicit Leo namun masih tetap dapat didengar oleh Hannah.

“Tadi Leo pelgi jalan jalan belcama ante, tapi ante pelgi gicu aja baleng temana, Leo dicinggal cendilian, abic itu Leo lali pelgi aja ce caman main.”

Hannah membulatkan kedua bola matanya terkejut mendengar perkataan Leo. Dirinya tidak menyangka jika anak kecil ini telah berbohong kepada dirinya.

“Loh loh, bukannya tadi kamu bilang kamu pergi dari rumah? Ko kamu bohong sama kakak?” Tanya Hannah yang merasa sedikit sebal, namun masih bisa dirinya tahan.

Dengan sedikit takut takut Leo kembali membukan suaranya. “Leo acuc nanti daddy malah calu bilang ante jahac pelgi ninggalin Leo. Daddy clalu dengelin omongan ante dan clalu cibuc celja nda ada wacu wuac Leo.”

Hannah tidak habis pikir, Ayah macam apa yang lebih memilih mendengar perkataan saudaranya dari pada suara anak kandung sendiri.

“Lalu mommy kamu gimana? Mommy kamu pasti tidak akan ikutan dengerin perkataan tante kamu kan?”

Leo menggelengkan kepalanya pelan. “Acu nda tau mommy dimana, cejac dulu Leo nda pelnah liat mommy. Adana ante aja.”

Hannah benar-benar sudah kehabisan kata-kata. Hal yang bisa dirinya tangkap saat ini adalah, kemungkinan besar ibu dari Leo sudah meninggal dunia, Ayahnya yang sibuk kerja dan kemungkinan tante yang dimaksud Leo bisa jadi Adik atau kakak dari Ibu dan Ayahnya Leo.

Teng.. Nong.. Teng.. Nong..

Hannah yang tengah memikirkan kemungkinan kemungkinan yang terjadi kepada Leo dibuat terkesiap dengan suara denting bel pintu unit apartemennya.

“Hmm, siapa yang bertamu saat ini. Semestinya tidak ada orang yang akan berkunjung ke unit apartemen ku ini.” Ujar Hanna beranjak dari duduknya berjalan menuju pintu unit apartemen.

Sebelum membuka pintu apartemen, Hannah melihat terlebih dulu pada layar LCD yang memperlihatkan Zayyan dengan tiga orang pria bertubuh tinggi dan berbalutkan jas hitam tengah berdiri di depan pintu unit apartemennya.

Tanpa menunggu lama Hannah pun membuka pintu unit apartemennya.

“Ada apa paman? Apa orang tua dari Leo sudah membuat laporan anak hilang?” Tanya Hannah yang di balas anggukan kepala oleh Zayyan.

“Itu benar dan ini ada wali dari pihak keluarga Leo datang untuk menjemputnya.”

Hannah mengerutkan dahi heran menatap tiga pria berbalut jas hitam di hadapannya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Jadi, ketiga tuan ini, siapa yang merupakan orang tua dari Leo?” Tanya Hannah langsung pada ketiga pria dihadapannya, dirinya sama sekali tidak merasa terintimidasi meski dirinya memiliki porposi tubuh yang lebih kecil dari ketiga pria di hadapannya saat ini.

“Selamat sore nona, maaf sebelumnya kedatangan kami menganggu. Kami di sini ditugaskan langsung oleh orang tua tuan muda Leo, untuk menjemputnya.” Jawab salah seorang pria yang terlihat sudah berumur, membuat Hannah menaikan sebelah alisnya heran.

“Bagaimana bisa mereka mengutus orang lain untuk menjemput anak kandung mereka sendiri. Saya benar-benar tidak habis fikir dan tidak mempercayainya. Kalau begitu tunjukan bukti yang bisa membuat saya percaya jika kalian benar-benar utusan langsung dari orangtua Leo. Bisa saja kan kalian penjahat yang sedang menyamar?”

Suasana hening kini menyelimuti mereka berlima. dimana tiga pria berjas hitam yang merupakan utusan dari orangtua Leo kini saling melemparkan tatapan pada satu sama lain.

“Baiklah, kalau begitu anda bisa berbicara langsung dengan tuan Ken yang merupakan ayah kandung tuan muda Leo melalui telepon.” Ucap salah seorang pria berjas hitam membuat Hannah terdiam sesaat.

“Lalu bagaimana aku bisa percaya jika orang yang aku hubungi nanti benar-benar orangtua Leo atau bukan? Bisa saja kan dia bos penculik kalian?”

Zayyan yang mendengar perkataan Hannah pun meringis, melihat perempuan di depannya ini begitu kritis dan penuh dengan rasa curiga yang tinggi.

“Hmm, Hannah. Bagaimana jika sekarang kita semua masuk dulu kedalam unit apartemen mu, lalu kita bisa melakukan vidio call bersama Leo untuk membuktikan apakah orang yang akan kita hubungi nanti benar orangtua Leo atau bukan.” Usul Zayyan yang di setujui oleh ketiga pria berjas hitam dan Hannah yang masih terdiam.

“Ok baik kalau begitu, kalian boleh masuk." Ucap Hannah pada akhirnya memperbolehkan Zayyan dan ketiga pria berjas hitam memasuki unit apartemennya.

Hannah yang baru saja berjalan menuju ruang tamu langsung di sambut seruan senang suara Leo menyebut nama orang  yang sama sekali tidak pernah dirinya dengar.

“Paman Ami!” Seru Leo dengan mata berbinar, beranjak dari duduknya dan berlari menuju salah seorang pria berjas hitam.

Hannah yang melihat adegan itu mengehela nafas panjang. Rupanya ternyata ketiga pria berjas hitam itu bukanlah penjahat, karena Leo mengenal salah satu dari mereka.

“Tuan muda Leo, apa anda baik-baik saja? Tidak ada yang terluka kan?” Tanya salah seorang pria berjas hitam yang di panggil Ami oleh Leo.

“Nda paman! Kak Hannah membancu Leo!” Jawab Leo dengan semangat dan kini tatapan pria yang dipanggil Ami pun beralih kepada Hannah.

“Apakah anda masih tetap menginginkan untuk menghubungi tuan Ken, nona?” Tanya Ami yang langsung di balas anggukan kepala oleh Hannah.

“Tentu saja! Ada yang harus saya katakan pada ayah Leo.”

Leo yang mendengar Hannah dan Ami menyebut nama Ayahnya pun kembali membuka suaranya.

“Daddy? Uncuc apa kak Hannah menelepon daddy? Paman Ami can cudah dacang? ”

Helaan nafas panjang pun Hannah hembuskan sebelum dirinya kembali membuka suara. “Tentu saja ada yang harus kakak sampaikan pada Daddy mu Leo. Perihal tante mu yang pergi meninggalkan kamu sendirian begitu saja! Agar Daddy mu tau yang seharusnya di percayai itu omomgan anaknya sendiri, bukan dari saudaranya!”

Zayyan, Ami dan kedua pria berjas hitam yang mendengar perkataan Hannah pun membulatkan kedua bola mata mereka terkejut.

“Apa? Jadi tuan muda Leo bukannya yang pergi begitu saja dari nona Siska? Sehigga nona Siska kebingungan mencari tuan muda berada dimana?” Tanya Ami yang membuat Hannah memicingkan kedua matanya.

“Jangan bilang perempuan itu yang berkata jika Leo lah yang pergi bermain begitu saja?” Tanya Hannah yang di balas anggukan kepala oleh Ami.

“Cepat sekarang hubungi tuan mu, ada yang ingin saya bicarakan padanya.” Ucap Hannah tidak mau di bantah sambil mengulurkan sebelah tangannya, meminta diberikan ponsel kepadanya.

Ami yang melihat jika Hannah tidak menerima penolakan pun segera mengeluarkan ponsel dari dalam saku jas nya. Karena dirinya juga saat ini tengah bingung, pihak mana yang harus dirinya percayai, Siska yang merupakan adik dari mendiang sang nyonya rumah, ataukah perkataan tuan mudanya.

Setelah mencari kontak nomor Ken dan mulai tersambung, Ami pun memberikan laporannya terlebih dulu terkait Leo yang sudah di temukan, lalu dirinya pun berkata jika Hannah yang berhasil menyelamatkan Leo ingin berbicara langsung dengan sang tuan rumah.

“Baik nona Hannah, Tuan Ken bersedia untuk berbicara dengan nona.” Ucap Ami mengulurkan ponselnya pada Hannah yang tanpa menunggu lama langsung mengambil alih ponsel tersebut.

“Hallo apa benar ini ayah dari Leo?” Tanya Hannah tanpa berbasa basi.

'Benar saya ayah dari Leo. Hadiah apa yang anda inginkan setelah berhas-

“Omong kosong apa yang sedang anda bicarakan saat ini? Apa anda tahu jika anak anda Leo sudah di terlantarkan oleh tante nya sendiri?” 

‘Apa maksud anda nona?’

Hannah dapat mendengar geraman kesal dari ujung sana, tapi dirinya sama sekali tidak perduli akan hal itu, karena dirinya juga tidak akan pernah bertemu langsung dengan ayahnya Leo ini.

“Sekarang saya tanya, laporan apa yang sudah anda dapatkan dari tante nya Leo yang hari ini mengajak nya pergi keluar? Apa dia bilang jika Leo bertingkah nakal dengan pergi terlebih dulu meninggalkan tantenya di tempat umum dan asing yang baru pertama kali anak usia tiga tahun datangi?”

‘……’

Tidak mendengar respon dari seberang sana Hannah pun kembali melanjutkan perkataannya.

“Sebaiknya sebelum anda percaya dengan omongan orang lain dan memarahi putra anda, lebih baik anda mendengarkan terlebih dulu perkataan putra kandung anda sendiri. Jika orang tuanya saja tidak percaya dan tidak ingin mendengarkan penjelasan anaknya sendiri, lalu ingin bercerita dan menjelaskan kesiapa lagi anak itu?”

“Tidak perduli tante Leo itu Adik atau kakak anda dan istri anda sendiri, lebih baik anda mendengarkan dulu penjelasan dari putra anda. Saya harap setelah Leo pulang nanti, anda tidak akan memarahinya dan akan bersikap lembut kepadanya!”

Hannah mengela nafas sebentar, karena dirinya tidak menyangka akan berbicara panjang lebar seperti tadi hanya dalam satu kali tarikan nafas saja.

“Baiklah, saya rasa sudah tidak ada lagi yang ingin saya sampaikan. Saya harap anda dapat merenungi apa yang saya katakan tadi. Selamat sore!”

Dengan sepihak Hannah memutuskan panggilan telepon tersebut tanpa menunggu sahutan dari seberang sana, Membuat Zayyan , Ami, Leo dan Kedua pria berjas hitam menatap kearah dirinya dengan tatapan tidak percaya.

“Ini tuan Ami. Terima kasih, saya merasa puas sudah menceramahi tuan anda.” Ucap Hannah mengulurkan kembali ponsel milik Ami.

“Nah Leo, sekarang kamu pulang lah, Kamu tidak perlu khawatir di marahi, karena kakak sudah memarahi duluan Daddy mu.” Ucap Hannah dengan bangganya sambil mengusap puncak kepala Leo.

Ami pun kini membawa Leo kedalam gendongannya, bermaksud untuk pamit undur diri.

“Baik kalau begitu kami pamit undur diri, terima kasih sudah menjaga tuan muda Leo hari ini.” Ucap Ami sambil sedikit membungkukan tubuhnya, begitu juga dengan dua pria berjas hitam yang lain.

“Ya ya kalian tidak perlu berterimakasih, kalian hanya perlu lebih memperhatikan Leo saja kedepannya.” Ujar Hannah dan di balas anggukan kepala oleh Ami.

“Kak Hannah, apa Leo bica belecemu kak Hannah laci?” Tanya Leo membuat Hannah terdiam sesaat.

“Hmm, bisa saja, tapi kita baru bisa bertemu dua minggu lagi. Karena aku memiliki pekerjaan yang harus ku selesaikan dalam waktu dua minggu ini.” Jawab Hannah yang direspon anggukan kepala senang oleh Leo.

Setalah itu Zayyan, Ami, Leo dan kedua pria berjas hitam berpamitan pergi dari unit apartemen Hannah. Membuat perempuan itu menghela nafas lega karena kini unit apartemennya kembali sunyi seperti semula.

“Baiklah kalau begitu, sepertinya ini waktunya aku untuk tidur!”

 

-TBC-

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 03 - I Raised The Son Of A Gangster Leader
23
0
Bagi Hannah menjadi seorang novelis dan komikus bukan hanya sekedar menyalurkan hobi, melainkan sudah menjadi tujuan hidup dan bahkan Hannah sudah mendedikasikan dirinya untuk mengabdi menjadi seorang novelis dan komikus sampai masa senjanya.Namun semua itu perlahan berubah saat dirinya tidak sengaja bertemu dengan seorang anak laki-laki berusia tiga tahun yang menangis di area taman bermain komplek apartemen dan membuat dirinya berakhir dirumah megah milik seorang ketua gangster yang ternyata merupakan orang tua dari anak laki-laki tersebut.Akankah Hannah akan tetap mendedikasikan dirinya menjadi seorang novelis dan komikus disaat sang ketua gangster merekrut secara sepihak dirinya mejadi seorang babysitter untuk sang putra?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan